Jumat, 29 Oktober 2021

Sin Tiauw Hiap Lu 186

Kembali tentang Yo Ko. Karena janji pertemuan kembalinya dengan Siao-liong-li sudah hampir tiba, dia tak berani ayal, dia jalan terus siang-malam menuju Coat-ceng-kok atau Iembah putus cinta. Setiba di tempat tujuan, menurut perhitungan masih kurang lima hari dari pada hari yang dijanjikan Siao-liong-li 16 tahun yang lalu. Lembah ini sepi nyenyak, gedung megah yang dahulu dibangun suami-isteri Kongsun Ci dan anak muridnya yang berbaju hijau sudah ambruk atau bobrok.

Sejak 16 tahun yang lalu Yo Ko tinggalkan lembah itu, setiap beberapa tahun sekali pasti dia datang dan tinggal lagi di lembah itu dengan harapan Lam-hay Sin-ni menaruh belas kasihan dan mendadak memulangkan Siao-liong-li, Walau pun setiap kali dia harus kembali dengan tangan hampa dan lesu, tapi setiap kali selalu beberapa tahun lebih dekat dengan waktu yang dijanjikan itu.

Sekarang ia mengunjungi tempat lama pula. Ia lihat keadaan sunyi penuh semak belukar, sedikit pun tiada tanda-tanda pernah diinjak manusia. Segera ia berlari ke Toan-jong-khe atau karang patah hati, ia melalui jembatan batu yang hanya terdiri dari selonjor batu panjang, kemudian me-raba tulisan di atas dinding tebing yang ditinggalkan Siao-liong-li dahulu. Dengan jarinya dia masukkan ke dekukan tulisan itu dan mengkorek keluar lumut yang menutupi hurufnya, maka segera nampaklah kedua baris tulisan dengan jelas. Perlahan Yo Ko membacanya:

‘Dengan sangat Siao-liong-li menyampaikan pesan kepada suamiku Yo Ko supaya menjaga diri baik-baik dan harus berusaha untuk berkumpul kembali’.

BegituIah sehari penuh dia termenung memandangi kedua batu tulisan itu. Malamnya dia tidur di atas pohon dengan ranjang tali seperti dahulu. Besoknya Yo Ko pesiar ke seluruh lembah itu. Ia lihat tanaman Ceng-hoa atau bunga cinta yang dulu dibabat olehnya bersama Thia Eng dan Liok Bu-siang kini tidak berkembang lagi, tetapi bunga merah yang olehnya diberi nama ‘Liong-li-hoa’ atau bunga puteri Liong, sedang mekar dengan indahnya. Maka dia petik seikat bunga merah itu lantas ditaruh di depan tebing yang terdapat tulisan Siao-liong-li itu. BegituIah, dengan perasaan tertekan dia lewatkan hari, sampai tanggal 7 bulan tiga, Yo Ko sudah dua hari dua malam tidak pernah tidur.

Sejak itu dia tak mau berpisah setengah langkah pun dari karang patah hati itu. Sejak pagi dia menanti, dari pagi hingga siang dan siang berganti sore, setiap ada angin meniup atau pohon bergerak, segera dia melompat bangun melongak-longok sekitarnya, tapi bayangan Siao-liong-li tetap tidak tampak! Sejak Yo Ko mendengar kata-kata Oey Yok-su tempo hari, dia tahu bahwa ‘Lam-hay Sin-ni’ hanya karangan Oey Yong belaka. Tapi tulisan di tebing itu jelas adalah tulisan tangan Siao-liong-li yang tidak bisa dipalsukan. Maka dia tetap berharap sang isteri akan penuhi janji dan bisa berkumpul kembali.

Sementara itu sang surya telah silam, hati Yo Ko tenggelam mengikuti silamnya sang petang. Ketika matahari tertutup puncak gunung, Yo Ko menjerit dan berlari ke atas puncak. Di tempat setinggi itu, bola merah membara kembali tampak bulat lagi. Hatinya menjadi sedikit lega, asal sang surya belum menghilang, berarti tanggal 7 bulan tiga itu pun belum lagi lalu. Namun demikian akhirnya sang surya tetap silam di ufuk barat sana. Yo Ko masih terpaku di puncak gunung, keadaan sunyi dan kosong belaka, hawa dingin menusuk tulang, cuaca remang-remang sudah mulai. Dia berdiri terpaku, lama sekali tetap tidak bergerak.

Lewat agak lama, bulan sabit per-lahan tampak tergantung di tengah cakrawala, bukan saja hari tanggal 7 sudah akan lalu, bahkan malam ini pun akan lalu dengan cepat. Tetapi Siao-liong-li masih tetap tidak muncul. Bagaikan patung saja semalam suntuk Yo Ko berdiri terpaku di puncak gunung sampai sang surya muncul di sebelah timur. Sungguh indah permai suasana pagi di pegunungan, burung berkicauan merdu, bunga mekar mewangi, sungguh musim semi ini memabukkan orang. Namun waktu itu hati Yo Ko dingin bagai es, lapat-lapat suara mendenging di tepi telinganya.

“Tolol! Sudah lama dia mati, 16 tahun yang lalu dia sudah mati. Dia tahu dirinya kena racun tak bisa sembuh dan kau pun tak mau hidup sendirian, maka dia telah bunuh diri dan mendustai kau untuk menanti 16 tahun. Tolol, begitulah cintanya padamu, apakah sampai hari ini masih kau tidak mengerti akan jalan pikirannya?”

Perlahan Yo Ko turun dari puncak gunung dengan raga tanpa jiwa. Sehari-semalam dia tidak makan minum, ia merasa mulutnya kering, ia pergi ke tepi sungai kecil dan meraup air untuk diminum. Pada waktu menunduk, mendadak terlihat bayangan dirinya dalam air, tampak kedua pelipisnya telah ke-putihan. Kini dia berusia 36 tahun, mestinya seutas rambut putih pun tiada, tetapi kini mendadak kedua pelipisnya tampak putih, mukanya kotor, hampir ia tak mengenali dirinya sendiri. Mendadak ia melompat menuju ke depan karang Toan-keng-khe, ia pandang kedua baris tulisan guratan Siao-liong-li itu, ia berteriak keras:

”16 tahun kemudian, bertemu lagi di sini, cinta kasih suami isteri, janganlah ingkar janji! Tapi Siao-liong-li, wahai Siao-liong-li, tulisan yang kau ukir sendiri ini, kenapa sekarang kau malah tidak menepati janji?”
Suaranya begitu keras menggema di angkasa raya, seluruh lembah gunung seakan-akan tergetar, dari empat penjuru berkumandang kembali suara:

“Kenapa kau tidak menepati janji.....? Tidak menepati janji….? Tidak menepati janji...?”

Dasar pembawaan Yo Ko berwatak keras dan mudah tersinggung, kini segala harapannya hampa belaka, pikirnya: “Jika Liong-ji sudah meninggal 16 tahun yang lalu, sungguh tiada artinya bagiku hidup sendiri selama ini.”

Dia memandangi jurang Toan-jong-khe yang entah berapa dalamnya itu, dia menggumam perlahan:

“Dahulu mendadak kau menghilang tanpa bekas, agaknya kau sudah terjun ke dalam jurang ini, Selama 16 tahun ini, apakah kau tidak kesepian?”

Begitulah tiba-tiba pandangannya terasa kabur, bayangan Siao-liong-li seakan muncul di kelopak matanya, sayup-sayup seperti terdengar suara Siao-liong-li sedang memanggilnya di dasar jurang:

“Yo-long, Yo-Iong! Janganlah berduka, janganlah berduka!”

Tiba-tiba Yo Ko memejamkan mata dan tubuhnya melayang ke depan, ia terjun ke dalam jurang.

***** 186 ****





OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar