Kamis, 28 Oktober 2021

Sin Tiauw Hiap Lu 185

Di lain pihak, sejak puteri bungsunya itu minggat, siang malam Kwe Ceng dan Oey Yong sangat berkuatir. Belasan hari kemudian, beberapa anak murid Kay-pang yang ditugaskan pergi mencari kabar juga pulang dengan tangan hampa. Selang beberapa hari, mendadak Thia Eng dan Bu-siang datang di Siang-yang dan membawa kabar buruk berasal dari Kwa Tin-ok bahwa Kwe Siang telah tertawan oleh pasukan Mongol.

Keruan Kwe Ceng dan Oey Yong sangat terkejut. Malam itu juga Oey Yong bersama Thia Eng menyelidiki ke perkemahan musuh, tetapi serupa saja seperti Yo Ko, mereka pun tidak memperoleh tanda-tanda. Bahkan malam ketiga mereka kepergok patroli Mongol sehingga Oey Yong dan Thia Eng terkepung beberapa puluh perwira. Syukur Oey Yong dan Thia Eng bukanlah orang lemah, dengan ilmu silat mereka yang hebat dapat lolos dari kepungan musuh.

Melihat gelagatnya, Oey Yong menduga puteri kecil itu tentu tidak ada dalam pasukan Mongol, tetapi sedikit pun belum mendapat berita, ini bukanlah alamat baik. Maka, setelah berunding dengan Kwe Ceng, ia putuskan akan keluar kota mencari sendiri. Ia membawa sepasang rajawali putih piaraannya untuk menjaga bila perlu dapat dibuat mengirim surat.

Thia Eng dan Liok Bu-siang berkeras ingin ikut serta, sungguh kebetulan bagi Oey Yong bisa memperoleh dua pembantu yang kuat, maka mereka bertiga mengitari kemah pasukan Mongol terus menuju ke barat laut. Menurut taksiran Oey Yong, kepergian Kwe Siang itu adalah hendak menasihatkan Yo Ko agar jangan mencari pikiran pendek. Dulu bertemunya mereka ada di sekitar tambangan Hongleng, sekali ini tentu si nona akan pergi ke sana pula, karena itu bila lebih dulu ke Hongleng, besar kemungkinan akan mendapat jejaknya.

Ketika mereka bertiga berangkat dari Siang-yang, saat itu masih musim dingin, sepanjang jalan mereka mencari kabar dan setiba di tambangan Hongleng, sementara sudah masuk musim semi, salju sudah mencair, sungai sudah mengalir normal. Setengah harian Oey Yong bertiga mencari keterangan di kota tambangan itu, baik tukang perahu, pengurus hotel, tukang kereta, mau pun kuli pikul, semuanya bilang tidak melihat nona seperti yang ditanyakan itu.

”Suci (kakak seperguruan),” kata Thia Eng kepada Oey Yong. “Hendaklah kau tidak perlu kuatir. Ketika Siang-ji lahir, hari itu juga digondol lari oleh Kim-lun Hoat-ong dan Li Bok-chiu, dua momok yang paling disegani. Jika dulu tidak apa-apa, rasanya sekarang juga takkan ada bahaya.”

Oey Yong hanya menarik napas tanpa menjawab. Mereka meninggalkan kota tambangan itu dan menuju ke jurusan pegunungan sepi. Suatu hari, sang surya memancarkan sinarnya yang hangat, angin selatan silir-silir sejuk, tetumbuhan sudah banyak mekar berbunga, musim semi semakin menarik.

“Suci,” kata Thia Eng sambil menunjuk bunga Tho yang menarik kepada Oey Yong sekedar menghiburnya. “Musim semi di daerah utara belum lagi mulai, tetapi di sini bunga Tho sudah mekar dengan indahnya, bahkan pohon Tho di pulau Tho-hoa-to biasanya sudah lama berbuah!” Sembari berkata Thia Eng memetik sekuntum bunga Tho yang indah.

Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara mengaung-aungnya tawon, seekor tawon besar terbang mengitari bunga Tho yang dipegang Thia Eng, kemudian hinggap dan menyelusup masuk ke dalam kelopak bunga itu untuk menghisap sari bunganya.

JANJI PERTEMUAN

Melihat tawon itu berwarna putih kelabu, ukuran badannya berlipat ganda dari pada tawon umumnya, hati Oey Yong jadi tergerak.

“Agaknya ini adalah Giok-hong (tawon putih) piaraan Siao-liong-li, kenapa bisa muncul di sini?” demikian katanya heran.

“Ya,” sahut Liok Bu-siang, “Mari kita menguntit tawon ini terbang ke mana?”

Sesudah selesai menghisap sari bunga, tawon itu lalu terbang mengitari udara beberapa kali dan akhirnya menuju ke barat-laut. Lekas-lekas Oey Yong mengikutinya dengan ilmu enteng tubuh yang cepat. Agak lama tawon itu terbang, pada saat menemukan tumbuhan bunga, kembali berhenti, kemudian terbang lagi dan berhenti pula beberapa kali, akhirnya bertambah lagi dengan dua ekor tawon lain. Menjelang petang mereka bertiga sudah menguntit sampai di suatu lembah gunung yang pemandangannya sangat indah. Di tanah di sekitar sana terdapat beberapa sarang tawon terbuat dari kayu, dan sampai di sana ketiga ekor tawon tadi segera menyusup ke sarangnya.

Sesudah mereka memandang, di tanah datar sebelah lain terdapat tiga-empat buah rumah dan ada dua rase kecil sedang bermain. Tiba-tiba pintu rumah gubuk yang tengah terpentang dan keluarlah seorang tua bermuka merah bercahaya, rambut hitam ke-putihan, nyata dialah Lo-wan-tong Ciu Pek-thong. Keruan Oey Yong sangat girang, segera ia berteriak:

“Hai, Lo-wan-tong, lihatlah, siapa yang datang?”

Begitu melihat Oey Yong, Ciu Pek-thong juga tertawa gembira. Dia langsung berlari maju menyambut, tapi baru beberapa langkah, mendadak selebar mukanya merah jengah, lalu putar tubuh terus menyelinap masuk rumah lagi, pintu digabrukkan dan dikunci rapat. Oey Yong menjadi heran oleh kelakuan si tua nakal itu, dia gedor pintu rumah itu sambil berseru.

“Hayo, Lo-wan-tong, kenapa kedatangan tamu malah bersembunyi?”

“Tidak mau buka, tidak mau buka!” sahut Ciu Pek-thong dari dalam.

“Ha-ha-ha…., kau tak mau buka, sebentar kubuka ruang kucingmu ini,” kata Oey Yong tertawa.

Pada saat lain tiba-tiba pintu rumah sebelah sana juga terpentang, lalu seorang menyapa dengan tertawa.

“Ha-ha-ha, pegunungan sunyi ini sudah kedatangan tamu agung, Hwesio tua mengaturkan selamat datang!”

Ketika Oey Yong menoIeh, terlihatlah It-teng Taysu berdiri di depan pintu dengan senyum simpul dan sedang memberi hormat. Segera Oey Yong membalas hormat orang dan menyapa:

“Ehh, kiranya Taysu menjadi tetangga Lo-wan-tong, sungguh tidak nyana. Dan entah mengapa mendadak Lo wan-tong menutup pintu dan tidak terima tamu?”

It-teng terbahak-bahak mendengar itu, katanya: “Jangan urus dia! Mari silakan masuk kemari!”

Lalu mereka pun masuk ke rumah It-teng Taysu dan disuguh teh oleh tuan rumah.

“Kwe-hujin, coba kau menerkanya, siapakah penghuni rumah gubuk sebelah kanan itu?” kata It-teng kemudian.

Oey Yong ingat kelakuan Ciu Pek-thong tadi yang tiba-tiba bermuka merah jengah. Segera pikirannya bergerak dan tahulah ia sebab musababnya, maka jawabnya dengan bersajak:

“Empat buah perkakas tenun, maka tenunan burung wanyoh bakal terbang berpasangan.”

Ia bacakan sebuah sajak gubahan Lau-kuihui alias Eng-koh sekarang, yang merindukan kekasih. Karena itu It-teng Tay-su tertawa memuji:

“Kwe-hujin benar-benar hebat, segalanya tidak terlepas dari dugaanmu.”

Lalu ia melongok keluar dan memanggil: “Eng-koh, Eng-koh, marilah menemui kawan cilik kita.”

Tak lama datanglah Eng-koh membawa senampan minuman beserta makanan manisan, buah-buahan, kacang dan lain-lain. Cepat Oey Yong memberi hormat dan kelima orang lantas pasang omong dengan meriah. Kiranya sesudah menyelesaikan suka-duka selama berpuluh tahun, It-teng Tay-su, Eng-koh dan Ciu Pek-thong lalu tinggal bersama, menyepi di lembah beribu bunga ini sambil bercocok tanam, piara tawon dan lain-lain, segala kejadian yang merikuhkan dulu sudah terlupa semua.

Walau pun begitu, ketika Ciu Pek-ong melihat Oey Yong, tanpa terasa dia menjadi kikuk, maka dia sembunyi dan tutup pintu rapat-rapat. Meski sembunyi di dalam rumah, namun dia tetap pasang kuping mendengarkan percakapan kelima orang itu. Saat didengarnya cerita Oey Yong tentang pertemuan besar kaum ksatria di Siang-yang, kemudian tentang terbongkarnya kedok Hotu yang menyamar sebagai Ho Su-ngo, sampai bagian yang mengasyikkan tetapi tiba-tiba Oey Yong sengaja membelokkan ceritanya, maka Pek-thong tak tahan, ia menerobos ke rumah langsung tanya Oey Yong:

“Lalu bagaimana dengan keparat Hotu itu? Apakah ia berhasil lolos?”

Begitulah malamnya Oey Yong bertiga lantas menginap di rumah Eng-koh. Esok paginya, ketika Oey Yong keluar, dilihatnya Ciu Pek-thong sedang berjingkrak-jingkrak kegirangan dan tangannya membawa seekor tawon putih.

“Lo-wan tong, ada apakah begitu gembira?” tanya Oey Yong tertawa.

“Ha-ha-ha, Oey Yong cilik, kepandaianku makin lama semakin tinggi, kau kagum tidak?” demikian sahut Pek-thong.

Oey Yong kenal sifat si tua nakal itu. Selama hidupnya hanya ada dua kesenangan, kesatu ilmu silat dan kedua main-main dan menerbitkan onar. Ia menduga tentu Ciu Pek-thong telah menciptakan semacam ilmu silat aneh, maka ia menjadi ingin melihatnya, jawabnya segera:

“IImu silat Lo-wan-tong sudah sangat kukagumi sejak dulu, hal ini tak perlu ditanya lagi. Tapi selama beberapa tahun ini apa ada ciptaan ilmu silat baru lagi yang aneh-aneh dan bagus?”

“Bukan, bukan ilmu silat,” kata Ciu Pek-thong menggeleng kepala, “llmu silat paling hebat terakhir yang kulihat adalah ‘lm-jian-siau-hun-ciang’ ciptaan si bocah Yo Ko. Lo-wan-tong sudah mengaku kalah, maka soal ilmu silat jangan dibicarakan lagi.”

Diam-diam Oey Yong sangat heran, pikirnya: “Hebat benar si Yo Ko ini, yang kecil seperti Kwe Siang, yang tua ada juga Lo-wan-tong yang begitu kesemsem padanya. Entah ilmu pukulan ‘Im-jian-siau-hun-ciang’ itu bagaimana macamnya?” Maka kemudian ia pun tanya Ciu Pek-thong:

“Lalu kau bilang makin lama semakin pandai. Ilmu sakti apakah itu?”

Ciu Pek-thong angkat tinggi tangannya. Dia tidak lantas menjawab, dia unjukkan tawon putih itu dengan rasa bangga, kemudian katanya:

“kepandaianku memiara tawon.”

“Tawon ini adalah pemberian Siao-liong-li kepadamu, apanya yang mengherankan?” ujar Oey Yong.

“lni yang kau tidak paham,” kata Pek-thong. “Tawon yang Siao-liong-li berikan padaku memang betul adalah jenis yang sangat bagus, tetapi sesudah Lo-wan-tong memelihara lebih giat, kini dapat kuperoleh sejenis bibit tawon yang tiada bandingan di seluruh jagat, betapa pun hebat orang pandai juga tiada yang dapat menciptakannya, mana bisa Siao-liong-li dibandingkan aku lagi.”

“Ha-ha-ha…” Oey Yong tertawa, “Semakin tua Lo-wan-tong semakin bermuka tebal, pandai sekali kau me-niup diri sendiri setinggi langit, se-akan di jagat ini tiada bandingannya.”

Namun Pek-thong tidak marah, malah dengan ter-kekeh ia berkata lagi. “Oey Yong cilik, coba aku ingin tanya. Manusia adalah makhluk tercerdik dari segala makhluk hidup, tubuh orang banyak yang suka ditisik dengan gambar dan tulisan. Akan tetapi kecuali manusia, di antara tubuh binatang apakah ada yang terdapat tulisan?”

“Harimau ada yang Ioreng, macan tutul kulitnya ber-tutul, kupu dan ular berbisa, tubuh mereka semuanya berlipat ganda lebih mengherankan dari pada tisikan gambar di badan manusia,” ujar Oey Yong.

“Ya, akan tetapi pernahkah kau melihat di badan sebangsa serangga dan penyengat ada tulisannya?” kata Pek-thong.

“Apa kau maksudkan dari pembawaannya? Memang belum pernah,” sahut Oey Yong.

“Baik, nah, ini biar kutunjukkan,” kata Pek-thong sambil ulurkan tangannya ke depan mata Oey Yong.

Maka tampaklah tawon besar di tengah telapak tangannya itu pada kedua sayapnya benar-benar terdapat tisikan tulisan. Waktu Oey Yong menegasi, dia lihat pada sayap kiri tawon putih itu tertulis huruf ‘Aku berada di’ dan di sayap kanan juga ada tiga huruf ‘Coat-ceng-kok’, setiap hurufnya sebesar beras menir, tapi tulisannya amat jelas, terang dibuat dengan tisikan jarum yang paling lembut.

Oey Yong jadi terheran-heran, ia menggumam sendiri: “Aku berada di Coat-ceng-kok, aku berada di Coat-ceng-kok.” Diam-diam dia pikir pula: ”Andai keenam huruf ini pasti bukan pembawaan, tapi ada orarg sengaja menisiknya. Kalau menuruti tabiat Lo-wan-tong, tak mungkin dia bisa melakukan pekerjaan yang makan tempo dan harus sabar.” Tetapi segera dia berpendapat lain lagi, katanya dengan terlawa:

“Ai, begini saja kenapa bilang aneh? Kau minta Eng-koh tisikkan enam huruf ini, masa kau mampu membohongi aku?”

Muka Pek-thong menjadi merah, sahutnya: “Kau boleh tanya Eng-koh apakah aku minta dia menisik tulisan di sini?”

“Tentu saja dia akan membela kau, jika kau bilang matahari dari barat, tentu saja dia akan berkata: ‘Ya, ya, benar, matahari muncul dari arah barat’!” ujar Oey Yong tertawa.

Selebar muka Lo-wan-tong menjadi makin merah, merahnya malu-malu, rasa kikuk dan terasa penasaran pula. Karena itu dia lepaskan tawon di tangannya itu, lalu tangan Oey Yong ditariknya sembari berkata:

“Mari, mari, biar kutunjukan, boleh kau periksa sendiri.” ia seret Oey Yong ke suatu sarang tawon di tanah datar sebelah sana, Sarang tawon itu berdiri sendiri jauh dari yang lain-lain. Ketika Pek-thong gerakkan tangannya, segera dua ekor tawon dapat ditangkapnya.

“Nih, lihat!” katanya.

Waktu Oey Yong mengamat-amati, benar juga pada kedua sayap tawon-tawon itu juga ada tulisannya dan serupa tadi terdiri dari enam huruf, yang kiri ‘Aku berada di’ dan yang kanan ‘Coat-ceng-kok’. Oey Yong heran sekali, pikirnya diam-diam: “Betapa pun aneh pencipta makhluk juga tak mungkin menciptakan tawon seperti ini. Pasti di balik ini ada sebab-sebabnya.” Maka katanya pula:

“Cobalah. Lo-wan-tong, kau tangkap lagi beberapa ekor!”

Segera Pek-thong menangkap empat tawon, dua di antaranya bersih sayapnya, tapi dua ekor lainnya ada pula tisikan enam huruf serupa itu. Melihat Oey Yong termangu-mangu, terang dia sudah mengaku kalah, Pek-thong menjadi senang, katanya dengan tertawa.

“Nah, apa yang bisa kau katakan lagi? Hari ini kau kalah tidak dengan Lo-wan-tong?”

Oey Yong tidak menjawab, tapi ia menggumam huruf itu: “Aku berada di Coat-ceng kok.” Sesudah beberapa kali ia ulangi, tiba-tiba saja ia melompat dan berseru: “Ya, tahulah aku sekarang. Itu harus dibaca menjadi ‘Aku berada di dasar Coat-ceng-kok’! Siapakah yang berada di dasar Coat-ceng-kok? Jangan-jangan Siang-ji?”

Segera dia tanya Ciu Pek-thong: “Lo-wan-tong, tawon ini bukan kau yang piara sendiri, tapi datang dari lain tempat, betul tidak?”

Kembali wajah Pek-thong merah lagi, sahutnya: “Ehh, aneh, dari mana kau tahu?”

“Tentu saja aku tahu,” kata Oey Yong, “Tawon ini sudah berapa hari bersarang di sini?”

“Tidak terhitung hari lagi, tetapi sudah beberapa tahun!” sahut Pek-thong. “Mula-mula aku tidak perhatikan bahwa di sayap tawon ini ada tulisannya, baru beberapa hari yang lalu dapat kulihat.”

“Benar-benar sudah beberapa tahun?” desak Oey Yong.

“Ya, kenapa kudustai kau?” jawab Pek-thong.

Oey Yong termenung-menung sejenak. Segera dia kembali ke rumah sebelah sana lantas berunding dengan It-teng Taysu, Thia Eng dan Liok Bu-siang. Semuanya juga merasa di dasar Coat-ceng-kok pasti ada apa-apanya. Karena menguatirkan puterinya, segera Oey Yong bersama Thia Eng dan Liok Bu-siang mohon diri hendak berangkat ke sana. Segera pula It-teng menyatakan ikut serta. Melihat kawan-kawan pada pergi, sudah tentu Lo-wan-tong tak mau kesepian, ia berkeras mengajak Eng-koh juga turut.

Oey Yong menjadi lega dengan bertambahnya pembantu tiga tokoh terkemuka itu. Ia pikir dengan enam orang yang baik mengadu pikiran mau pun mengadu kekuatan mungkin di seluruh jagat ini tiada tandingan lagi, sekali pun Siang-ji jatuh dalam cengkeraman orang jahat, tentu dapat ditolong keluar. Maka enam orang bersama sepasang rajawali lantas be-ramai menuju ke arah barat.

**** 185 ****





OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar