Minggu, 31 Oktober 2021

Sin Tiauw Hiap Lu 190

Waktu itu Kwe Ceng berada di kota Siang-yang dan mendengar pasukan musuh di utara benteng kacau-balau. Dia memeriksa ke atas benteng dan melihat api menjulang tinggi di tengah perkemahan musuh, dia tahu ada orang mengaduk-aduk di perkemahan pasukan Mongol itu, maka cepat dia kirim 2000 prajurit dan memerintahkan Bu Tun-si dan Bu Siu-bun berdua menggempur keluar benteng.

Pada waktu kedua saudara Bu itu sudah beberapa li di luar kota, terlihatlah Oey Yok-su memayang Liok Bu-siang, It-teng Taysu mendukung Ciu Pek-thong, tujuh orang dengan menunggang lima ekor kuda sedang mendatangi dengan cepat.

Kedua saudara Bu tidak berani menyongsong maju, tetapi pasukan yang dipimpinnya itu lantas tersebar ambil kedudukan untuk menahan kejaran tentara musuh, dengan begitu, barisan belakang dijadikan barisan depan untuk melindungi rombongan Oey Yong masuk ke kota.

Kwe Ceng sudah menunggu di atas benteng. Begitu melihat ayah mertua, isteri tercinta, It-teng Taysu, Lo-wan-tong datang semua, dia sangat gembira dan lekas-lekas membuka pintu benteng menyambut keluar.

Ia lihat pinggang Liok Bu-siang terluka tombak musuh, punggung Ciu Pek-thong kena tiga panah, jenggot dan alisnya kelimis terbakar, luka kedua orang ternyata tidak enteng. Oey Yong sendiri, Thia Eng dan Eng-koh juga terluka kena panah, cuma tidak berbahaya.

It-teng dan Oey Yok-su sama-sama mahir ilmu pertabiban. Sesudah memeriksa luka Liok Bu-siang dan Lo wan-tong, mereka mengkerut kening dan bermuka muram tanpa berkata.

“Toan hongya, Oey-losia, kalian tak perlu bersedih. Lo-wan-tong sudah dapat firasat dan yakin tidak akan mampus,” demikian tiba-tiba Ciu Pek-thong buka suara dengan tertawa. “Maka paling baik kalian curahkan perhatian untuk menyembuhkan si anak dara Bu-siang saja.”

Begitulah Lo-wan-tong masih terus berkelakar dengan Oey Yok-su, tetapi terhadap It-teng Taysu dia sangat menghormatinya, bahkan rada-rada takut. Meski pun It-teng sudah lama menjadi Hwesio, namun sebutan ‘Toan-hongya’ masih terus dipakainya.

Melihat Lo-wan-tong sanggup menahan sakit bahkan masih berkelakar, Oey Yok-su dan It-teng menjadi sedikit tega. Hanya keadaan Liok Bu-siang yang menguatirkan. Gadis ini masih tidak sadarkan diri. Thia Eng terus menunggui di pinggir ranjangnya dan diam-diam mengucurkan air mata.

Besok paginya baru saja terang tanah, di luar kota sudah terdengar tiupan tanduk disertai genderang yang ber-talu2. Pasukan Mongol sudah mulai menyerang besar-besaran.

Pembesar Siang-yang yang resmi, gubemur Lu Bun-hwan memimpin pasukan menjaga di empat penjuru pintu benteng, sedangkan Kwe Ceng dan Oey Yong mengawasi dari atas benteng. Terlihat pasukan musuh membanjir datang bagai semut.

Di antara beberapa kali serangan pasukan Mongol ke Siang-yang, persiapan sekali inilah yang paling lihay. Baiknya Kwe Ceng pernah lama tinggal dalam pasukan Mongol di masa mudanya sehingga dia paham siasat apa yang dipakai tentara Mongol untuk menggempur benteng dan segala serangan para musuh selalu digagalkan.

Pertarungan sengit itu berlangsung sampai hari sudah petang. Prajurit Mongol tewas lebih 2000 jiwa, tetapi dari belakang masih terus membanjir dan menggempur benteng dengan gagah berani.

Di dalam kota Siang-yang, kecuali beberapa puluh ribu prajurit terdapat pula ratusan ribu penduduk sipil. Semua orang tahu mati-hidup mereka bergantung pada pertahanan kota ini, maka setiap orang muda yang masih kuat, semuanya memanggul senjata memenuhi kewajiban pertahanan kota, sekali pun yang tua, para wanita dan anak-anak juga tak mau ketinggalan dan membantu di garis belakang. Maka seketika itu di dalam mau pun di luar kota menjadi gegap-gempita, panah berseliweran di atas udara bagai belalang terbang.

Kwe Ceng sendiri dengan tangan menghunus pedang memimpin pertahanan kota di atas benteng. Oey Yong berdiri di sampingnya sambil menyaksikan pertempuran yang makin sengit itu.

Tiba-tiba saja terdengar prajurit Mongol di bawah benteng berseru: “Banswee (Dirgahayu)! Banswe! Ban-banswe...!”

Suara itu dari jauh mendekat bagai gelombang ombak saja, sampai akhirnya beratus ribu prajurit berteriak berbareng sehingga seakan-akan langit ambruk dan menggempa bumi, Lalu nampaklah sebuah.panji besar berkibar tinggi, beberapa perwira mengiringi seorang dengan payung kencana, sesudah dekat, ternyata raja Monko sendiri yang maju ke garis depan.

Melihat raja mereka datang sendiri, prajurit Moogol menjadi tambah bersemangat. Ketika panji merah berkibar, satu pasukan yang berjumlah 20 ribu orang terus menggempur pintu benteng utara dengan mati-matian. Ini adalah pasukan cadangan raja Mongol yang terlatih dan paling tangkas, apa lagi semua prajurit ingin berjasa di hadapan rajanya, maka begitu tangga bersandar tembok benteng segera bagai semut berebut naik ke atas.

“MariIah saudara2, hari ini biar raja musuh melihat sendiri betapa gagah perwiranya rakyat Song kita yang jaya!” teriak Kwe Ceng sambil mengangkat tangannya.

Demikian keras suara Kwe Ceng hingga prajurit Song serentak terbangkit semangatnya, semuanya bertempur mati-matian mengenyahkan penjajah.

Mayat prajurit Mongol yang menggempur benteng itu tampak makin lama semakin banyak dan bertambah tinggi tertumpuk, akan tetapi bala bantuan masih terus membanjir tanpa putus2nya.

Kurir yang selalu berada di sisi raja Monko tampak mondar-mandir meneruskan perintah. Tatkala itu tiba-tiba terdengar petugas itu berteriak: “Dengarlah para prajurit dan bintara! Titah raja, barang siapa yang paling dulu berhasil menginjak ke atas benteng, maka dia itu lantas dianugerahi pangkat walikota Siang-yang.”

Mendengar itu, bersoraklah prajurit Mongol, segera ada beberapa orang yang tidak takut mati terus merangsek ke atas benteng.

Kurir itu membawa panji merah dan selalu wira-wiri meneruskan perintah sang raja. Kwe Ceng menjadi gusar, dia pentang busur terus memanah. Pesat amat panah itu dan tepat menembus dada petugas musuh itu hingga terjungkal dari kudanya.

Prajurit Mongol berteriak-teriak lagi. Sesaat semangat mereka sirap, tapi hanya sebentar, kembali sepasukan cadangan baru tiba pula di bawah benteng.

Dengan tombak panjang di tangan Yalu Ce berlari ke hadapan Kwe Ceng lantas berkata: “Gakhu, Gakbo (ayah dan ibu mertua), musuh sulit digempur mundur, biarlah anak keluar benteng menerjangnya.”

“Baik, bawalah 3000 prajurit, cuma harus hati-hati,” sahut Kwe Ceng.

Segera Yalu Ce turun dari benteng. Tidak lama kemudian, genderang dipukul riuh sekali, begitu pintu benteng terbuka, 1000 anggota Kay-pang dan 2000 tentara negeri di bawah pimpinan Yalu Ce dengan tombak dan tameng terus menerjang ke depan.

Di bagian pintu utara pasukan Mongol sedang menggempur benteng. Ketika mendadak melihat pasukan Song menerjang keluar, cepat mereka putar tubuh terus lari mundur.

Segera Yalu Ce memimpin pasukannya memburu, tetapi tiba-tiba terdengar tiga kali suara meriam, dua pasukan MongoI telah mengepung dari kanan kiri sehingga 3000 orang yang dipimpin Yalu Ce terkepung ditengah-tengah.

Pasukan Mongol itu berjumlah lebih dari 20 ribu orang, keruan tiga ribu orangnya Yalu Ce terkepung rapat. Tapi mereka tak gentar, terutama seribu anggota Kay-pang itu semuanya berilmu silat bagus dan sanggup satu lawan sepuluh, mereka bertempur dengan mati2an. Sedang sepasukan tentara Mongol yang lain kembali memasang tangga menggerapah ke atas benteng lagi.

Melihat sebagian pasukan Mongol sudah berhasil ditahan oleh Yalu Ce, segera Kwe Ceng memberi perintah kepada kedua saudara Bu agar membiarkan prajurit Mongol menyerbu masuk dari gugusan benteng.

Setelah kedua Bu menerima perintah itu dan undurkan pasukannya, sekejap saja beratus dan beribu prajurit Mongol berhasil merangkak sampai di atas benteng. Melihat ini Lu Bun-hwan menjadi ketakutan hingga mukanya pucat lesi, badannya gemetar, mulut ternganga.

Namun Kwe Ceng tenang-tenang saja, dia biarkan prajurit Mongol naik kira-kira lima ribu orang. Tiba-tiba saja panji kuning mengebas, sekonyong-konyong genderang berbunyi, Cu Cu-liu dan Bu Sam-thong masing-masing memimpin sepasukan tentara cadangan segera menyerbu keluar dari tempat sembunyi mereka. Seketika itu pula gugusan benteng yang bobol tadi segera tertutup rapat, prajurit Mongol yang lain tak dapat naik Iagi. sedang lima ribu orang musuh yang berada di dalam benteng itu terjeblos ke dalam kepungan.

Demikianlah, kalau di luar benteng pasukan Song terkepung, sebaliknya di atas benteng pasukan Mongol juga terkurung, sementara pertempuran di ketiga pintu benteng yang lain masih berlangsung dengan sengit luar biasa.

Betapa gagah beraninya perlawanan pasukan Song itu sungguh amat mengagumkan raja Mongol, diam-diam dia memuji dan insaf salah duga atas kekuatan lawan.

Sementara itu sudah tengah malam, sinar bulan purnama, langit bersih, angin silir2 sejuk, sebaliknya di permukaan bumi ketika itu beratus ribu manusia sedang bertempur dengan mati-matian.

Pertempuran ini berlangsung sejak pagi sampai tengah malam, kerugian masing-masing pihak sama besarnya. Pasukan Song menang pada tempat, sebaliknya pasukan Mongol menang jumlah lebih banyak.

Selang agak lama, tiba-tiba saja sepasukan tentara Song menyerang ke tanah bukit sana. Pasukan pengawal raja Mongol yang berada ditanah bukit itu lekas2 melepaskan panah.

Dari tempat tinggi raja MongoI dapat melihat jelas di dalam pasukan Song itu ada seorang panglima setengah umur, bersenjata sepasang tombak, menunggang seekor kuda besar sedang menerjang ke sana ke mari tanpa tertahankan. Meski panah berhamburan seperti hujan ke arahnya, tapi seluruhnya kena di tangkis dan disampuk oleh tombak2nya.

“Orang yang gagah ini, siapakah dia?” tanya Monko pada bawahannya.

“Lapor Sri Baginda, orang ini Kwe Ceng adanya,” kata seorang panglima tua di sisinya.

“Ai, kiranya dia! Benar-benar gagah perkasa, namanya bukan omong kosong belaka!” puji Monko tak tertahan.

Mendengar raja mereka memuji musuh, ada empat perwira merasa kurang senang, sekali berteriak, beramai-ramai mereka lantas menerjang maju memapak Kwe Ceng.

Akan tetapi betapa tangkas dan besar tenaga sakti Kwe Ceng, mana keempat perwira itu sanggup melawannya, hanya sekali dua gebrakan saja, keempat perwira itu berturut-turut sudah dibinasakan. Maka perwira2 Mongol yang lain menjadi jeri, tiada yang berani pamer lagi di hadapan raja mereka, hanya dari jauh mereka menghujani panah.

Kwe Ceng mengeprak kudanya hendak menerjang ke atas bukit itu, tapi beratus senjata prajurit musuh rapat menghadangnya. Beberapa kali dia berusaha merangsek maju, tetapi selalu terdesak mundur.

Mendadak kudanya terkena panah hingga meringkik terus roboh. Prajurit-prajurit Mongol bersorak senang terus merubung maju. Tak terduga tiba2 Kwe Ceng melompat bangun, sekali tombaknya menusuk, dia binasakan seorang bintara musuh kemudian mencemplak ke atas kuda rampasan ini. Dengan memutar tombak sambil menghantam dengan tangan dari dekat, dalam sekejap saja belasan perwira dan prajurit musuh kena dimatikan pula.

Melihat di antara sekian banyak prajuritnya ternyata tidak ada seorang pun yang mampu mendekati Kwe Ceng, diam-diam Monko berkerut kening. Tiba-tiba dia memberi perintah: “Barang siapa dapat membunuh Kwe Ceng maka akan diberi hadiah selaksa tahil emas dan kenaikan pangkat tiga tingkat sekaligus.”

Karena janji yang menarik ini, serentak pasukan Mongol lantas membanjir maju.

Nampak keadaan rada gawat, pula dirinya tak mampu mendekati raja musuh, mendadak Kwe Ceng menghantam mundur beberapa pengeroyoknya, lantas mementang busur dan melepaskan panah ke arah Monko. Begitu pesat anak panah itu meluncur secepat kilat terus menyambar ke muka raja itu.

Para pengawal Monko terkejut bukan main. Dua bintara yang berdiri di sampingnya cepat menghadang di depan junjungan mereka, maka tanpa ampun panah itu lantas menembus bintara yang pertama, bahkan terus menembus dada bintara kedua yang berdiri tepat di belakangnya sehingga mirip sujen sate.

Melihat betapa hebat serangan panah itu, muka Monko menjadi pucat, di bawah iring2an pengawalnya cepat mundur ke bawah bukit. Pada saat itu pula kembali pasukan MongoI berteriak-teriak.

Sepasukan Song menerjang datang pula, seorang paling depan memutar sepasang gayuh besi sedang menghantam dan menpepruk dengan hebatnya. Ternyata dia adalah Su-sui Hi-un, si nelayan dari sungai Su yang menjadi muridnya It-teng Taysu itu.

Rupanya Oey Yong menjadi amat kuatir ketika melihat sang suami seorang diri terkepung musuh, maka Su-sui Hi-un diperintahkan memimpin dua ribu tentara untuk memapaknya.

Dalam pada itu, karena melihat raja mereka mengundurkan diri, semangat prajurit Mongol rada terguncang, barisan mereka pun kelihatan rada kacau. Keadaan itu dapat dilihat jelas oleh Oey Yong yang mengawasi di atas benteng, maka cepat dia memberi perintah:

“Beramai-ramai kita berteriak bahwa raja Mongol sudah mati!”

Maka gegap gempitalah suara teriakan para prajurit Song yang menyorakkan: “Hura! Raja Mongol sudah mati! Raja Mongol sudah mati!” Bahkan di antara prajurit yang fasih bicara dengan bahasa Mongol segera berteriak dalam bahasa itu.

Mendengar teriakan itu, para prajurit Mongol langsung menoleh ke belakang dan melihat panji kebesaran raja mereka benar-benar sedang mundur ke belakang, di sekitar panji itu kelihatan pula kacau-balau. Mereka menyangka raja benar-benar sudah tewas, seketika semangat tempur mereka patah dan beruntun mundur dengan cepat.

Cepat Oey Yong memberi perintah mengejar, pintu benteng segera terpentang lebar, tiga puluh ribu prajurit cadangan lantas menerjang keluar. Tiga ribu orang yang dipimpin Yalu Ce sudah gugur hampir separoh, sisanya kini sekalian ikut menguber musuh.

Tapi pasukan Mongol telah banyak pengalaman bertempur. Meski kalah, formasi mereka tidak buyar, mereka mundur teratur ke utara, maka pasukan Song juga tidak berani terlalu mendesak.

Hanya saja lima ribu orang Mongol yang menyerbu ke dalam benteng tadi tiada seorang pun yang tersisa hidup.

Setelah pasukan musuh mundur seluruhnya, sementara itu hari sudah mulai terang tanah. Pertempuran sengit ini berlangsung tidak kurang dari pada 12 jam, mayat bergelimpangan bertumpang tindih, darah menggenang bagai air sungai, tombak patah, golok putus, panji sobek, semuanya berserakan memenuhi jalan sepanjang berpuluh li.

Dalam pertempuran ini pihak Mongol kehilangan lebih 30 ribu prajurit pilihannya, ada pun pihak Siang-yang gugur belasan ribu jiwa. Semenjak bangsa Mongol menjajah ke selatan, pertempuran inilah yang terdahsyat dan paling banyak menelan korban.

Setelah mengundurkan pasukannya sejauh 40 li, Monko lantas memerintahkan berkemah. Teringat keadaan berbahaya tadi, dalam hatinya masih merasa tidak tenteram.

Tidak lama kemudian, adik raja, Kubilai, datang menghadap dan menyampaikan sembah bakti pada Sri Baginda.

“Adikku,” kata Monko kepada Kubilai, “Mendiang ayah kita suka memuji mengenai gagah perwiranya Kwe Ceng. Setelah tadi aku menyaksikan sendiri, kini barulah aku betul-betul kagum dan putus asa pula.”

“Kakak Baginda tidak perlu kuatir, hamba sudah mempunyai suatu akal yang pasti akan membikin Kwe Ceng menyerah tanpa berkutik dan Siang-yang dengan cepat akan bobol,” kata Kubilai.

Girang sekali Monko, cepat dia bertanya apa tipu akal itu.

Kubilai tidak langsung menjawab, dia menoleh kepada pengawalnya dan berkata: “Silakan Koksu (imam negara) masuk!”

Nyata datangnya Kubilai disertai Kim-lun Hoat-ong.

**** 190 ****





OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar