Minggu, 10 Oktober 2021

Sin Tiauw Hiap Lu 160

Dengan cepat beberapa bulan berlalu, dari musim dingin datang musim semi. Suatu hari dia sampai di dekat Siang-yang, dilihatnya bangunan di tepi jalan yang dahulu dibakar oleh pasukan Mongol kini sudah banyak yang dibangun kembali dalam bentuk rumah-rumah gubuk. Meski tidak semakmur dahulu, namun penduduk sudah mulai ramai lagi. Agaknya selama ini pasukan Mongol tidak pernah menyerbu lagi. Sungguh pun Yo Ko terkenang kepada Kwe Ceng, tetapi ia tidak ingin bertemu lagi dengan Kwe Hu, maka ia sungkan mampir ke Siang-yang, pikirnya: “Sudah lama berpisah dengan Tiau-heng (kakak rajawali), biarlah aku menjenguknya ke sana.”

Segera ia mencari jalan menuju ke arah lembah pegunungan dahulu itu. Hampir seharian, akhirnya dekatlah dia dengan tempat pengasingan Tok-ko Kiu-pay. Segera ia bersuit panjang sembari berjalan ke depan. Tidak lama kemudian di lereng bukit di depan sana berkumandang suara kaokan burung. Waktu Yo Ko memandang, tampak rajawali sakti itu mendekam di bawah pohon besar, kedua cakarnya mencengkeram seekor macan tutul. Berada dalam cengkeraman cakar rajawali yang hebat itu, sama sekali macan tutul tidak dapat berkutik dan hanya mengeluarkan suara raungan belaka.

Melihat kedatangan Yo Ko, rajawali itu melepaskan macan tutul. Keruan cepat sekali binatang buas itu memberosot ke semak pohon dengan mencawat ekor. Segera Yo Ko merangkul leher rajawali dengan mesra dan gembira. Mereka, seorang manusia dan seekor burung, kembali ke goa itu. Segera teringat pengalaman sendiri selama beberapa bulan yang penuh duka derita, sayang rajawali tidak dapat bicara diajaknya berbincang sekedar pelipur lara.

DemikianIah selama beberapa hari Yo Ko berdiam di lembah pegunungan sunyi itu bersama rajawali sakti. Suatu hari, saking isengnya Yo Ko mendatangi pula tebing tempat makam pedang Tokko Kiu-pay. Hian-tiat-pokiam, yaitu pedang maha berat yang diambilnya dari sini, sudah dibuangnya di Coat-ceng-kok. Segera dia melompat lagi ke atas tebing dan membaca kembali tulisan Tokko Kiu-pay yang terukir di batu kuburan pedang kayu yang sudah lapuk dan tertulis keterangan:

‘Sesudah berusia 40 tahun, tidak mementingkan senjata lagi, segala benda dapat kugunakan sebagai pedang, sejak itu latihanku semakin sempurna, mulai mencapai tingkatan tanpa pedang melebihi memakai pedang’.

Yo Ko coba merenungkan maksud tulisan itu, pikirnya: “Waktu aku membawa Hian-tiat-pokiam, boleh dikatakan hampir tiada tandingannya di seluruh jagat. Tapi menurut pesan Tokko Kiu-pay ini jelas pedang kayu lebih hebat dari pada waktu dia memakai Hian-tiat-pokiam itu, malahan akhirnya tanpa menggunakan pedang menjadi lebih lihay dari pada memakai pedang kayu. Kalau Liong-ji berjanji akan bertemu lagi 16 tahun kelak, selama belasan tahun ini biarlah kugunakan untuk mempelajari dan meyakini ilmu pedang kayu melebihi pedang berat dan akhirnya tanpa pedang melebihi menggunakan pedang kayu sesuai ajaran Tok ko Kiu-pay.”

BegituIah dia lantas memotong setangkai kayu dan dibikin menyerupai pedang. Dia pikir: “Hian-tiat-pokiam itu beratnya hampir 70 kati, bahwa pedang kayu yang enteng ini dapat mengungkulinya hanya ada dua jalan. Pertama dengan kebagusan ilmu pedang, dengan kecepatan mengalahkan kelambanan. Cara kedua adalah menang kuat dalam hal tenaga dalam, dengan kekerasan mengatasi kelemahan.” ia pun memupuk Iwekang dan meyakinkan ilmu pedang. Setiap habis hujan deras ia lantas menggembleng diri di bawah air terjun untuk menambah kekuatan serangannya. Tanpa terasa musim berganti musim dan kembali datang lagi musim dingin, perpisahannya dengan Siao-liong-li sudah hampir satu tahun.

Yo Ko merasa kemajuan tenaga dalam dan ilmu pedangnya selama satu tahun ini sangat lambat, mau tak mau ia menjadi kesal. Sementara itu bunga salju mulai bertebaran. Tiba-tiba rajawali berkaok kegirangan dan melompat ke tanah lapang lantas pentang sayap sehingga membangkitkan angin keras. Bunga salju tersapu berhamburan. Tergerak hati Yo Ko melihat kelakuan burung itu, pikirnya: “Musim semi tidak ada air bah, kalau kulatih ilmu pedang di tanah bersalju, rasanya juga suatu cara yang bagus.”

Sementara itu dilihatnya si rajawali masih terus menyabet-nyabetkan sepasang sayapnya sehingga membawa tenaga semakin keras. Biar pun hujan salju lebat, namun tiada sepotong bunga salju yang jatuh di atas badannya. Semangat Yo Ko terangsang juga. Segera ia pegang pedang kayu dan dimainkan di bawah hujan salju, berbareng lengan baju tangan kanannya juga dikebaskan, setiap ada bunga salju yang melayang turun, segera ia menyambutnya dengan angin putaran pedang atau tenaga kebasan lengan baju. Dengan begitu tanpa terasa hampir setengah hari berlalu, ia merasa tenaga dari pedang kayu dan lengan bajunya bertambah banyak sekali.

Hujan salju itu terus berlangsung hingga tiga hari lamanya, dan setiap hari Yo Ko menari pedang di bawah hujan salju bersama si rajawali sakti. Sampai petang hari ke tiga, salju turun semakin lebat. Selagi Yo Ko mencurahkan segenap perhatiannya pada pedang kayu untuk menggempur bunga salju, tiba-tiba saja sebelah sayap rajawali disabetkan ke arahnya. Karena tidak berjaga-jaga, hampir saja Yo Ko tersabet. Cepat dia melompat minggir sehingga sabetan itu dapat dihindari, walau pun begitu dahinya ketetesan dua biji bunga salju.

Segera teringat dahulu rajawali sakti ini juga pernah main gempuran denganku di atas tebing itu sehingga ilmu pedangku maju pesat. Sekarang jelas rajawali ini mengajak latihan bersama lagi! Karena itu ia lantas putar pedang kayu dan balas menusuk satu kali, tapi lantas terdengar suara.

“Krakk!” begitu kebentur sayap rajawali, pedang kayu itu patah.

Rajawali itu pun tidak menyerang lagi, tetapi berdiri tegak sambil mengeluarkan suara ber-cicit, sikapnya seakan-akan sedang mengomeli kecerobohan si Yo Ko. Diam-diam Yo Ko merenungkan bagaimana caranya harus menghadapi rajawali sakti itu. Pikirnya: “Kalau kugunakan pedang kayu melawan tenagamu yang maha kuat, jalan satu-satunya hanya mengelak dan menghindar, kemudian balas menyerang pada setiap ada peluang.”

Setelah menentukan siasat, segera ia membuat lagi sebatang pedang kayu, lalu mulai menempur si rajawali. Sekali ini ia mampu bertahan hingga belasan gebrakan barulah pedang kayu terpatah. BegituIah ia terus berlatih dengan tekun tanpa berhenti. Diam-diam Yo Ko amat berterima kasih kepada si rajawali sakti yang telah menjadi teman berlatihnya tanpa mengenal lelah serta penuh disiplin itu. Pikirnya: “Kalau aku tidak berhasil meyakinkan ilmu pedang kayu ini tentu akan mengecewakan harapan Tiau-heng. Lagi pula kesempatan bagus yang sukar dicari ini mana boleh kusia-siakan.”

Dengan tekad itulah, meski dalam mimpi juga dia mengeraskan otak memikirkan gerak-gerik setiap jurus serangan, bagaimana cara menyerang dan mengelak serta bagaimana cara memperkuat tenaga. Karena kegiatan latihan ilmu silatnya, rasa rindunya pada Siao-liong-li rada berkurang, sementara itu racun bunga cinta dalam tubuhnya sudah punah seluruhnya, tenaga dalamnya bertambah kuat, badan tampak sehat, kelesuan dan wajahnya yang pucat kurus dahulu kini pun sudah tidak kentara lagi.

Hawa semakin dingin, salju turun tiada henti-hentinya, perpisahan dengan Siao-liong-li sudah genap satu tahun. Maka berkatalah Yo Ko kepada rajawali sakti itu:

“Oh, Tiau-heng, biar kita berpisah untuk sementara, aku ingin pergi dulu ke Coat-ceng-kok.” Lalu dengan membawa pedang kayu ia meninggalkan pegunungan itu.

Dengan rasa berat rajawali mengikuti di belakang Yo Ko. Setiba di persimpangan jalan Yo Ko memberi hormat untuk mohon diri, lalu hendak melangkah pergi ke arah utara. Tak terduga mendadak rajawali itu menggigit ujung bajunya kemudian menyeretnya menuju ke selatan. Tentu saja Yo Ko heran, tapi sayangnya di antara dia dan rajawali itu tidak saling mengerti bahasa masing-masing. Tapi dia tahu burung itu sangat cerdik dan tiada ubahnya seperti manusia, maka tanpa rewel lagi dia mengikutinya ke arah selatan.

Melihat Yo Ko menuruti kehendaknya, rajawali itu tidak menggigit lagi ujung bajunya dan membiarkannya berjalan sendiri. Tetapi setiap kali kelihatan Yo Ko ragu-ragu dan hendak memutar balik, segera dia menggendoli lagi ujung bajunya. Yo Ko pikir bila rajawali sakti ini ngotot mengajaknya ke selatan, tentu ada maksud tujuan tertentu. Maka ia pun membatalkan niatnya ke Coat-ceng-kok dan ikut burung itu terus ke selatan. Tiba-tiba hati Yo Ko tergerak, pikirnya: “Burung ini sangat pintar, jangan-jangan dia memberi petunjuk jalan padaku ke lautan selatan untuk menemui Liong-ji.”

Teringat kepada Siao-liong-li, seketika dia bersemangat, segera dia melangkah lebar dan ikut rajawali berlari cepat ke tenggara. Tiada sebulan kemudian sampailah mereka di pantai laut. Yo Ko berdiri di atas batu karang dan memandang jauh ke lautan bebas sana, tampak ombak men-dampar dengan hebatnya, sedih dan girang bercampur aduk dalam benaknya. Selang tak lama, terdengar suara gemuruh di kejauhan seperti bunyi guntur meru. Karena waktu kecilnya dahulu ia pernah tinggal di Tho hoa-to, ia tahu itulah suara gelombang laut pasang. Setiap hari antara lohor dan tengah malam air laut pasang dua kali. Dan kini sang surya memancarkan sinarnya di tengah cakrawala, tentu tiba waktunya laut naik pasang.

Suara gemuruh air pasang semakin lama semakin keras dan berkumandang laksana beribu-ribu ekor kuda berderap serentak. Tampaklah dari kejauhan selarik garis putih menerjang ke arah pantai, suara gemuruh itu jauh lebih hebat dari pada bunyi geledek dan sambaran kilat. Menyaksikan kedahsyatan alam itu, tanpa terasa air muka Yo Ko berubah pucat. Hanya sekejap mata saja gelombang air pasang menerjang tiba dan mendampar ke batu karang tempat berdiri Yo Ko. Cepat dia melompat ke belakang, tetapi mendadak punggungnya seperti ditubruk oleh sebuah tenaga yang maha dahsyat. Maka tanpa kuasa tubuhnya yang terapung di udara itu kecemplung ke laut, jatuh di tengah gelombang laut yang bergulung, mulutnya terasa asin, tanpa kuasa ia telah minum dua ceguk air laut.

Ia menyadari keadaannya yang berbahaya. Syukur ia sudah pernah digembleng di bawah gerujukan air bah, maka sekuatnya ia tancapkan kaki di dasar laut dengan ‘Jian-kin-tui’, ilmu membikin tubuh menjadi berat. Di permukaan air laut berombak, bergemuruh dengan hebatnya, namun di dasar laut jauh lebih tenang. Setelah merenungkan sejenak ia paham maksud rajawali itu mengajaknya ke pantai laut ini, yakni agar dia berlatih pedang di tengah damparan gelombang laut. Segera ia meloncat ke permukaan air, akan tetapi segera segulung ombak laksana bukit menghantam kepalanya. Tiada jalan lain, terpaksa dia menarik napas, lalu selulup lagi menghindar ke dasar laut.

Begitulah berulang-ulang Yo Ko timbul dan selulup lagi. Pada waktu air laut mulai surut, sementara itu Yo Ko sudah lelah, mukanya juga pucat namun dia tambah bersemangat. Pada tengah malam, sewaktu pasang naik lagi, kembali dia membawa pedang kayu dan menceburkan diri ke tengah amukan ombak samudera yang hebat. Dia memutar pedangnya di dalam air, terasa berat sekali karena damparan ombak yang membukit itu. Jika terasa payah dan tidak mampu bertahan, cepat ia menyelam ke dasar laut untuk menghindar.

Ia terus berlatih dengan cara begitu dua kali sehari. Tak sampai sebulan ia merasa tenaga dalamnya bertambah banyak, kalau pedang kayu diputar di daratan sayup-sayup menerbitkan suara seperti ombak mendampar. Setiap kalau berlatih dengan rajawali itu, kini burung itu tidak berani lagi menyambut serangannya dari depan. Suatu kali, saking bersemangatnya Yo Ko menusukkan pedang kayunya dengan sepenuh tenaga. Rajawali itu berkaok karena kaget dan melompat ke samping. Karena tak keburu menahan tenaga serangannya, pedang kayu itu menebas batang pohon di samping. Pedang itu patah, batang pohon juga terkutung menjadi dua.

Yo Ko melenggong sambil memegangi kutungan pedang kayu itu, pikirnya: “Pedang kayu ini adalah benda yang lemah, tetapi dapat mengutungi pohon, sudah tentu karena tenaga seranganku yang hebat. Kalau nanti pohon patah sedangkan pedang tidak patah, itu baru mendekati ilmu sakti yang dicapai Tokko-Iocianpwe dahulu.” Musim semi berlalu, musim rontok tiba, sang waktu lewat dengan cepatnya.


SIN-TIAUW-HIAP ( Pendekar Rajawali Sakti )

Setiap hari Yo Ko berlatih pedang di tengah gelombang laut tanpa mengena lelah dan membedakan musim. Suara gemuruh yang dterbitkan oleh pedangnya setiap kali dia menyerang menjadi semakin keras, sampai akhirnya telinga serasa pekak tergetar. Tetapi setelah beberapa bulan lagi, suara pedangnya mulai berkurang dan akhirnya lenyap tanpa suara lagi. Yo Ko berlatih beberapa bulan lagi dan ternyata suara pedang kembali mendengung. BegituIah terjadi perubahan hingga tujuh kali, akhirnya dapatlah ia menguasai pedangnya, ingin berbunyi lantas mengeluarkan suara, ingin tak bersuara lantas tanpa suara.

Pada saat mencapai tingkatan yang setinggi ini, hitung punya hitung ternyata sudah enam tahun lamanya dia berdiam di pantai laut itu. Kini dengan pedang terhunus dapatlah Yo Ko bergerak bebas di tengah gelombang laut yang maha dahsyat, kekuatan yang timbul dari gerakan pedangnya mampu menyampuk ombak laut yang mendampar dari depan.

Meski pun hidup terpencil di pantai laut dan selama itu tak pernah bergebrak dengan jago silat, tapi tenaga si rajawali sakti yang luar biasa itu sudah tak mampu menahan dua-tiga kali gebrakan pedang kayunya lagi. Sekarang barulah ia memahami perasaan Tokko Kiu-pay yang tidak pernah menemukan tanding itu. Waktu usianya sudah lanjut, pantas Tokko Kiu-pay bertambah terharu dan kesepian karena tiada seorang pun yang sanggup melawan ilmu pedangnya, akhirnya orang dan ilmu pedangnya terkubur semua di lembah sunyi.

Terpikir oleh Yo Ko. “Jika dulu Tiau-heng tidak menyaksikan sendiri cara Tokko-locianpwe meyakinkan ilmu pedangnya yang maha sakti, mana bisa Tiau-heng mengajarkan lagi ilmu sakti ini padaku? Meski pun burung itu kusebut Tiau-heng tapi sebenarnya dia adalah guruku. Kalau bicara tentang umur, entah sudah berapa puluh tahun atau mungkin sudah ratusan tahun usianya, jadi umpama aku menyebut dia kakek atau buyut rasanya juga pantas.”

Begitulah sembari berlatih ilmu pedang di pantai Iaut, ia pun tiada hentinya mencari kabar berita tentang Nikoh sakti yang berdiam di laut selatan. Namun selama beberapa tahun ternyata tidak ada seorang pun pelaut atau pedagang seberang yang ditanyai dapat memberi keterangan sesuatu. Lambat laun ia pun putus harapan. Ia pikir kalau belum tiba waktunya 16 tahun tentu sulit bertemu dengan Siao-liong-li.

Pada suatu hari, hujan rintik-rintik, angin meniup keras. Timbul perasaan Yo Ko, segera ia membawa pedang kayu dan pakai mantel, kemudian bersama si rajawali sakti ditinggalkanlah pantai laut itu dan mulai mengembara menjelajahi setiap pelosok daerah Tionggoan dan terutama daerah Kanglam yang terkenal indah permai.

**** 160 ****





OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar