Sabtu, 02 Oktober 2021

Sin Tiauw Hiap Lu 150

Orang itu mengiyakan dan Yo Ko dibawa masuk ke dalam. Sesudah memutar ke sebelah dinding sana, hawa panas semakin hebat, terlihat dua kuli sedang mengangkat kayu bakar. Sekarang musim dingin, tetapi tubuh bagian atas kedua orang itu telanjang, hanya sebuah celana pendek saja yang dipakainya, sedangkan keringat bercucuran di sekujur badan. Tempo hari waktu mula-mula Yo Ko datang ke Coat-ceng-kok ini, dia pernah bertanding Iwekang melawan Kim-lun Hoat-ong, Nimo Singh dan lain-lain di kamar berapi ini, maka tahulah dia tentu Cu Cu-liu dan paderi Hindu itu juga sedang disiksa dengan api oleh Kiu Jian-jio.

Orang berbaju hijau itu menggeser sebuah batu dan tampaklah sebuah lubang. Ketika Yo Ko mengintip ke sana, dilihatnya di bagian dalam adalah sebuah kamar batu seluas tiga meter persegi, Cu Cu-liu sedang duduk menghadap dinding sambil menggores-gores dinding batu dengan jari telunjuk, agaknya dia sedang melatih seni tulisnya yang terkenal indah itu. Sedangkan paderi Hindu berbaring di lantai, entah masih hidup atau sudah mati.

“Cu-toasiok, aku datang menolong!” seru Yo Ko.

Cu Cu-liu menoleh, kemudian berkata dengan tertawa: “Aha, ada kawan datang dari jauh, sekarang dapatlah aku bergembira!”

Diam-diam Yo Ko kagum atas kesabaran Cu Cu-liu itu, padahal dia sudah tertahan sekian lama di situ. Segera ia bertanya:

“Apakah paderi sakti sedang tidur?”

Ia mengajukan pertanyaan ini dengan hati berdebar, soalnya mati-hidup Siao-liong-li besar hubungannya dengan keadaan paderi asing itu. Cu Cu-liu tidak lantas menjawab, selang sejenak barulah ia menghela napas dan berkata:

“Meski Susiok tidak mahir ilmu silat, tetapi kepandaiannya menahan dingin dan melawan panas tak dapat kutandingi, cuma beliau...”

Sampai di sini tiba-tiba Yo Ko merasa dari belakang ada angin berkesiur, jelas ada orang yang sedang menyerangnya. Tanpa menoleh sikutnya menyodok ke belakang, tapi sebelum menyentuh tubuh musuh, tahu-tahu angin menyambar lewat di samping telinga dan orang itu pun menjerit jatuh terguling. Kiranya dari lubang balik jendela batu itu Cu Cu-liu dapat melihat apa yang akan terjadi. Sekenanya ia comot sepotong kerikil terus disambitkan dengan tenaga jari sakti It-yang-ci dan tepat mengenai Hiat-to penyergap itu.

Waktu Yo Ko membalik tubuh, dilihatnya yang menggeletak di situ adalah seorang murid berbaju hijau yang tidak dikenalnya, sedangkan orang yang membawa masuk ke situ tampak meringkuk di pojok sana dengan ketakutan.

“Lekas buka pintu dan bebaskan mereka keluar!” bentak Yo Ko.

“He, mana kuncinya!” jawab orang itu dengan heran, “Katanya engkau diutus oleh Kokcu, kalau betul tentu beliau akan menyerahkan kuncinya kepadamu.”

Yo Ko menjadi tidak sabar, bentaknya: “Minggir sana!”

Segera dia angkat pedang wasiatnya. “Blangg...!” sekali tusuk dinding yang tebalnya satu bata itu lantas tembus sebuah lubang besar.

Orang berbaju hijau itu menjerit kaget. Berulang-ulang Yo Ko menusuk tiga kali dengan pedangnya dan membabat dua kali secara menyilang, segera lubang tadi bertambah lebar sehingga cukup diterobos oleh tubuh manusia. Menyaksikan betapa sakti cara Yo Ko membobol dinding batu, kejut Cu Cu-liu sungguh luar biasa melebihi orang berbaju hijau itu.

Ia didesak oleh barisan jaring berkait yang dikerahkan Kiu Jian-jio itu sehingga terjebak ke dalam rumah garangan ini. Siang dan malam di tempat tahanan dia telah berusaha untuk membebaskan diri dengan It-yang-ci yang sakti. Dengan jari-jarinya yang kuat itu dia telah meng-korek celah-celah batu, tujuannya kalau celah-celah batu itu sudah mulai melebar, lalu dapatlah melolos batu dinding dan dapat melarikan diri.

Namun dinding itu dibangun dengan balok batu raksasa dan sukar digoyangkan dengan tenaga manusia. Kini menyaksikan beberapa kali mengayunkan pedangnya segera Yo Ko dapat membobolnya, betapa lihay tenaga saktinya sungguh tak pernah dilihatnya. Tanpa terasa dia berseru memuji kesaktian Yo Ko. Segera pula dia angkat tubuh paderi Hindu lalu dikeluarkan melalui lubang dinding.

Cepat Yo Ko menariknya keluar. Saat ia pegang lengan paderi itu dan terasa rada hangat, hatinya menjadi lega, apa lagi kemudian diketahui paderi itu pun masih bernapas dengan baik. Sesudah menerobos keluar, Cu Cu-liu lalu berkata:

“Susiok hanya pingsan saja, rasanya tidak berhalangan.”

“Mungkin beliau tidak tahan hawa panas, lekas mencari hawa segar di luar sana,” ajak Yo Ko sambiI membawa paderi Hindu itu keluar.

Siao-liong-li sedang menanti dengan gelisah. Ketika melihat Yo Ko bertiga keluar, dengan girang ia lantas memapak maju.

“Supaya cepat siuman akan kucarikan air untuk cuci muka paderi sakti,” kata Yo Ko.

“Tidak, Susiok pingsan karena kena racun bunga cinta,” tutur Cu Cu-liu.

Yo Ko dan Siao-liong-li sangat heran dan bertanya berbareng: “Mengapa bisa begitu?”

Dengan menghela napas Cu Cu-liu menutur: “Menurut cerita Susiok, katanya bunga cinta semacam itu sudah lenyap dari bumi negeri Thian-tiok (Hindu) dan entah cara bagaimana tersebar ke daerah Tionggoan. Jika tersebar lebih luas lagi tentu akan mendatangkan bencana besar, karena dulu di negeri Thian-tiok bunga ini juga telah menimbulkan korban yang tidak sedikit. Selama hidup Susiok mempelajari ilmu penyembuhan racun, tapi kadar bunga ini teramat aneh. Ketika masuk ke lembah ini beliau telah tahu sukar mendapatkan obatnya yang mujarab, yang diharapkan hanya mencari resep cara pengobatannya saja. Dengan tubuhnya sendiri Susiok mencoba racun bunga ini untuk mengetahui berapa kadar racunnya, dengan begitu akan dapat dibuatkan obat penawarnya.”

“Kata Budha, bila aku tidak masuk neraka, maka siapa yang akan masuk neraka? Demi menyelamatkan sesama, paderi sakti rela menghadapi bahaya sendiri, sungguh harus dipuji dan sangat mengagumkan,” demikian kata Yo Ko. “Dan entah sampai kapan kiranya paderi sakti dapat siuman kembali?”

“Susiok telah mencocok tubuh sendiri dengan duri bunga, katanya bila perhitungannya tidak meleset, setelah tiga hari tiga malam tentu beliau dapat siuman kembali dan sampai kini sudah hampir genap dua hari,” tutur Cu-liu.

Yo Ko saling pandang dengan Siao-liong-li. Siao-liong-li berkata: “Paderi ini harus pingsan tiga-hari tiga-malam, jelas dia keracunan sangat berat. Untungnya kadar racun bunga ini bekerja menurut keadaan orangnya, jika timbul napsu birahi akan bekerja dengan sangat lihay. Paderi Hindu yang alim dan suci ini menganggap segalanya di dunia hanya kosong belaka, ini saja beliau jelas di atas orang biasa.” Sejenak kemudian Siao-liang-li bertanya: “Kalian mendapatkan bunga jahat itu?”

“Setelah kami terkurung di sini, kemudian datang seorang nona jelita menjenguk kami.”

“Apakah nona yang berperawakan langsing, bermuka putih dan ujung mulutnya ada andeng-andeng kecil?” Siao-liong-li menegas.

“Betul,” jawab Cu Cu-liu.

Siao-liong-li tersenyum pada Yo Ko, lalu berkata kepada Cu Cu-liu: “Nona itu puteri Kokcu sini, nona Kongsun Lik-oh. Ketika mendengar kalian berdua datang mencari obat demi Yo Ko, tentu saja dia melayani kalian dengan istimewa. Kecuali tidak berani membebaskan kalian, apa pun yang kalian minta tentu akan diturutinya.”

“Memang benar,” ujar Cu Cu-liu. “Ketika susiok minta dia membawakan setangkai bunga cinta dan kumohon dia bantu menyiarkan berita minta bantuan kepada Suhu, semuanya telah dia laksanakan dengan baik. Cara dia memanggang kami di tempat ini juga dikurangi apinya sehingga kami dapat bertahan sampai sekarang, Sering kutanya siapa dia, tapi dia tidak mau menjelaskan, tak sangka dia adalah puteri sang Kokcu.”

“Malahan kami menemukan kalian di sini juga atas petunjuk nona itu,” tutur Siao-liong-li.

“Gurumu It-teng Taysu juga sudah datang,” demikian Yo Ko menambahkan.

“Aha, lekas kita keluar,” seru Cu Cu-liu kegirangan.

Tiba-tiba Yo Ko mengerut kening dan berkata: “Tapi Cu-in Hwesio juga ikut datang, maka urusan ini mungkin ada kesulitan.”

“Kalau Cu-in Suheng juga datang kan lebih baik?” ujar Cu-liu heran. “Pertemuan kembali antara mereka kakak beradik, sedikitnya Kiu-kokcu tentu akan memikirkan hubungan baik persaudaraan mereka.”

Yo Ko lantas menceritakan keadaan Cu-in yang kurang waras itu serta cara bagaimana Kiu Jian-jio telah menghasut sang kakak.

“Jika Kwe hujin juga sudah berada di sini, maka segala urusan tentu akan beres,” ujar Cu Cu-liu, “Kwe-hujin amat pintar dan cerdik, ditambah lagi Suhu-ku serta kelihayan Yo-heng, betapa pun besarnya persoalan tidak perlu dikuatirkan. Yang kupikirkan sekarang justru kesehatan Susiok.”

Yo Ko juga merasa bahwa paderi Hindu itu perlu diselamatkan lebih dulu, maka dia lantas mengusulkan.

“Mari kita mencari dahulu tempat yang aman untuk menyegarkan pikiran paderi sakti. Biarlah kita menjagai dia.”

“Tapi mana ada tempat yang aman?” ujar Cu-liu sambil berpikir. Dia merasa setiap tempat di Coat-ceng-kok ini sama aneh dan berbahayanya. Tiba-tiba saja hatinya tergerak lantas berkata pula: “Kukira tetap berada di sini saja.”

Yo Ko melengak, tapi segera dia paham maksud orang, katanya dengan tertawa. “Ucapan Cu-toasiok memang sangat tepat. Tempat ini tampaknya berbahaya, tetapi sesungguhnya adalah tempat yang paling aman di lembah ini. Asalkan kita tawan kedua orang berbaju hijau ini agar tidak membocorkan kejadian di sini, maka bereslah segala urusan.”

“Urusan ini tidak sulit,” kata Cu Cu-liu dengan tertawa sambil menotokkan jarinya dari jauh lalu ia pondong paderi Hindu dan berkata. “Tinggal di rumah omprongan ini tentu aman dan tenteram bagiku. Yo heng berdua lebih baik pergi lagi ke sana untuk membantu guruku apa bila perlu.”

Teringat kepada keadaan It-teng Taysu yang masih terluka, sedangkan sifat baik-buruk Cu-in sukar diraba, jika dirinya menunggui paderi Hindu itu rasanya terlalu mementingkan dirinya sendiri. Sekarang Cu Cu-liu sudah membawa paderi itu ke dalam rumah garangan, segera ia pun mengajak Siao-liong-li kembali ke tempat semula.

**** 150 ****





OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar