Kamis, 30 September 2021

Sin Tiauw Hiap Lu 147

Esok paginya hujan salju masih belum mereda. Yo Ko pikir jarak ke Coat-ceng-kok tidak dekat, meski It-teng Taysu menyatakan obatnya dapat mempertahankan nyawa Siao-liong-li selama tujuh hari tujuh malam, untuk mencapai lembah itu masih harus menempuh perjalanan secepatnya barulah dapat tiba tepat pada waktunya. Maka ia lantas berkata:

“Taysu, apakah lukamu sendiri tidak berhalangan?”

Sebetulnya luka It-teng cukup parah, tapi demi menolong sang Sute, Cu Cu-liu serta Siao-liong-li yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, segera dia menyatakan tidak berhalangan dan mendahului berangkat, sekali melesat tahu-tahu sudah beberapa meter jauhnya. Cepat Yo Ko bertiga mengikut kencang dari belakang

Sesudah minum obat tadi, Siao-liong-li merasa bagian perutnya terasa hangat, semangatnya bangkit, ia melancarkan Ginkang-nya dan sekaligus melampaui di depan It-teng Taysu.

Cu-in terkejut. Tidak disangkanya bahwa nona cantik molek begini juga memiliki ilmu silat setinggi ini. Semalam hanya menghadapi Yo Ko saja dirinya sudah kalah, apa lagi kalau perempuan muda ini pun ikut maju, jelas dirinya pasti kalah lebih cepat. Tiba-tiba timbul rasa ingin menangnya, segera dia ‘tancap gas’ dan menguber cepat ke depan.

Yang seorang adalah ahli waris Ko-bong-pay dengan Ginkang-nya yang tiada banding di dunia ini, seorang lagi adalah jago tua yang pernah termasyhur dengan julukan ‘Tiat-ciang-cui-siang-hui’ (Telapak tangan besi mengapung di atas air) yang menggambarkan betapa hebat ilmu pukulan dan kecepatan berlarinya. Hanya sekejap saja kedua orang saling uber-menguber di kejauhan, dan sejenak hanya tampak dua titik hitam saja.

Kuatir pikiran jahat Cu-in mendadak timbul lagi dan mencelakai Siao-liong-li, cepat Yo Ko mengejar ke sana. Ginkang-nya sebenarnya bukan tandingan kedua orang itu, tetapi dia memiliki tenaga dalam yang kuat, dengan sendirinya tenaga kakinya juga lain dari pada yang lain. Semula jaraknya dengan kedua orang itu sangat jauh, tetapi sesudah sekian lama, bayangan kedua orang di depan itu muIai nampak dan semakin jelas kelihatan.

Selagi Yo Ko asyik mengejar, tiba-tiba saja terdengar It-teng menegur di belakang: “Hebat benar tenaga dalammu. Siapakah gurumu? Bolehkah kuketahui?”

Yo Ko terkejut sekali. Dia mengejar kedua orang di depan itu tanpa menoIeh, disangkanya It-teng sudah jauh ditinggalkan di belakang, siapa tahu tanpa besuara Hwesio tua itu tetap mengintil rapat di belakangnya. Segera ia mengendurkan langkah sehingga kini jalan berjajar dengan paderi itu, jawabnya:

“Kepandaianku ini ajaran isteriku.”

“Tapi tampaknya isterimu tidak lebih hebat dari padamu,” ujar It-teng heran.

“Entah mengapa selama beberapa bulan terakhir ini tenagaku mendadak bertambah kuat luar biasa, Cayhe sendiri tidak tahu apa sebabnya.”

“Apakah kau pernah makan suatu obat penambah tenaga, seperti Jinsom atau Lengci dan sebagainya?”

Yo Ko menggeleng, tapi tiba-tiba teringat sesuatu olehnya, cepat katanya: “Wanpwe pernah makan beberapa puluh biji buah warna merah segar, sesudah makan buah itu tenaga banyak bertambah, entah buah-buahan itu ada sangkut-pautnya atau tidak dalam hal ini?”

“Buah merah segar? Apakah besarnya hampir sama jeruk nipis, rasanya manis dan tanpa biji?”

“Benar, buah itu memang tiada berbiji. Wanpwe merasa heran, jika buah tidak berbiji lalu cara bagaimana membibitnya?”

“Dari mana kau dapat buah itu?” tanya It-teng.

“Tecu diberi oleh seekor burung rajawali raksasa,” jawab Yo Ko.

“Wah, sungguh suatu penemuan yang sukar dicari. Buah merah segar itu namanya Cu-koh (buah merah), jauh lebih sukar dicari dan bernilai dari pada Jinsom dan Lengci yang paling bagus. Cu-koh itu niscaya tumbuh di lereng-lereng gunung yang sukar dijangkau manusia, biasanya beberapa puluh tahun sekali baru berbuah, bisa jadi ratusan tahun juga tidak pernah berbuah sekali pun. Agaknya rajawali raksasa itu benar-benar rajawali sakti.”

“Ya, memang rajawali sakti!” tukas Yo Ko.

Dia pun berpikir kalau rajawali itu dapat diminta mencarikan beberapa biji buah merah itu untuk Liong-ji, tentu akan besar manfaat bagi kesehatannya. Tapi menurut keterangan Taysu ini, katanya buah merah itu bisa jadi ratusan tahun juga tidak pernah berbuah satu kali pun, entah kesempatan mendapatkan buab merah itu kelak masih terbuka atau tidak?



Begitulah sambil bicara kaki mereka pun tidak pernah berhenti. Beberapa lama kemudian jarak mereka dengan Siao-liong-li dan Cu-in sudah bertambah dekat. It-teng dan Yo Ko saling pandang dengan tersenyum.

Rupanya Ginkang mereka memang tidak sehebat Siao-liong-li dan Cu-in, tetapi dalam hal lomba lari jarak jauh, kepastian terakhir terletak pada tenaga dalam dan bukan bergantung kepada Ginkang Ginkang yang hebat kalau tidak didukung oleh tenaga dalam yang tahan lama, akhirnya pasti mengendur larinya.

Di antara kedua orang yang berlomba di depan itu pun ada perbedaan. Siao-liong-li tampak ketinggalan beberapa meter di belakang. Agaknya soal kekuatan Siao-liong-li juga kalah sedikit dari pada Cu-in. Tengah berlari dan setelah melintasi sebuah tanjakan, tiba-tiba Yo Ko menuding ke depan dan berkata pada It-teng:

“He, aneh, mengapa di sana ada tiga orang?”

Benar juga, tidak jauh di belakang Siao-liong-li ada seorang pula yang ikut berlari dengan cepat. Sekilas pandang saja Yo Ko bisa merasakan Ginkang orang ketiga ini tidak di bawah Siao-liong-li dan Cu-in, malah orang ketiga ini terlihat memanggul sesuatu benda yang amat besar, seperti sebuah peti, namun langkahnya tetap gesit dan cepat, jaraknya selalu beberapa meter saja di belakang Siao-liong-li.

It-teng Taysu juga heran. Sama sekali di luar dugaan bahwa di pegunungan sunyi ini berturut-turut bertemu orang kosen, tadi malam bertemu dengan sepasang suami isteri muda yang hebat, sekarang orang yang ikut berlari di depan itu jelas adalah seorang kakek.

Sementara itu Siao-liong-li yang ketinggalan di belakang Cu-in semakin menjauh saja jaraknya. Ketika mendengar di belakangnya ada suara langkah orang, disangkanya Yo Ko menyusul tiba, maka dia lantas berkata:

“Ko-ji, Ginkang Toa-hwesio ini teramat hebat, aku tidak sanggup menandinginya, coba kau saja yang menyusulnya.”

Tiba-tiba orang di belakangnya tertawa dan berkata: “Silakan kau mengaso dahulu di atas petiku ini, setelah tenagamu pulih, tentu kau akan dapat melampaui Hwesio itu.”

Merasa suara orang bukan Yo Ko, cepat-cepat Siao-liong-li menoleh. Dilihatnya seorang tua berjenggot dan berambut putih, siapa lagi dia kalau bukan Lo-wan-tong Ciu Pek-thong, si Anak Tua Nakal. Dengan tertawa simpatik orang tua itu berkata sambil menunjuk peti yang dipanggulnya.

“Sini, mari sini, naik ke atas peti ini!”

Peti itu adalah barang Tiong-yang-kiong, mungkin tempat menyimpan kitab Coan-cin-kau. Untuk menyelamatkan dirinya dari amukan api, Ciu Pek-thong telah menggondolnya lari.

Selagi Siao-liong-li tersenyum dan belum menjawab atas tawaran orang tua itu, tiba-tiba Ciu Pek-thong menyelinap maju ke depan Siao-liong-li, sekali tangannya menolak pinggang si nona dengan enteng, Siao-liong-li sudah didukungnya ke atas peti yang dipangguInya. Gerakannya sangat cepat, caranya pun aneh pula, sebelum Siao-liong-li menghindar atau menolak, tahu-tahu dia sudah diangkat ke atas peti. Mau tak mau Siao-liong-li memuji betapa hebatnya ilmu silat Coan-cin-pay yang memang mempunyai keunggulan sendiri itu. Bahwa para Tosu di Tiong-yang-kiong tidak mampu menandingi dirinya hanya karena mereka belum menguasai sampai puncaknya.

Sementara itu Yo Ko dan It-teng juga mengenali Ciu Pek-thong adanya. Hanya Cu-in yang kuatir disusul oleh Siao-liong-li, ia masih ngebut ke depan tanpa menyadari di belakangnya bertambah seorang lagi.
Dengan langkah cepat dan mantap Ciu Pek-thong terus mengintil tak jauh di belakang Cu-in. Dengan suara tertahan ia membisiki Siao-liong-li:

“Sebentar lagi langkahnya akan lamban.”

“Dari mana kau tahu?” tanya Siao-Iong-li dengan tertawa.

“Aku pernah berlomba lari dengan dia. Dari Tionggoan udak-mengudak sampai ke wilayah barat dan dari sana memutar balik lagi ke Tionggoan. Sudah berpuluh ribu li kami berlari, tentu saja aku tahu kemampuannya,” tutur Ciu Pek-thong dengan tersenyum.

Duduk di atas peti, Siao-liong-li merasa sangat anteng dan setabil melebihi naik kuda. Dengan suara perlahan ia tanya dengan tertawa:

“Lo-wan-tong, untuk apa kau membantuku?”

“Siapa yang tidak suka membantu nona cantik seperti engkau ini, kau pun tidak nakal dan centil seperti si Oey Yong,” jawab Ciu Pek-thong. “Malahan kau pun tidak pernah marah biar pun aku telah mencuri madumu.”

Demikianlah mereka berlari dengan Siao-liong-li membonceng dipanggul Ciu Pek-thong. Benar juga, tidak lama kemudian lambat laun langkah Cu-in mulai mengendur. Pada saat itulah Ciu Pek-thong berkata:

“Pergilah!” Berbareng pundaknya terus menyembul dan tubuh Siao-liong-li melayang jauh ke depan.

Karena sudah cukup istirahat, begitu mulai lari lagi hanya sejenak saja Siao-liong-li berhasil melampaui Cu-in, dia sengaja menoleh dan tersenyum. Keruan Cu-in terkejut, lekas-lekas ia ‘tancap gas’ dan ngebut sekuatnya. Namun Ginkang kedua orang itu memang tidak berselisih jauh, yang seorang sudah cukup beristirahat, yang lain sejak tadi berlari-lari tanpa berhenti, maka jarak kedua orang makin lama makin menyolok dan sukar bagi Cu-in untuk menyusuInya.

Selama ini Cu-in sangat bangga akan dua macam kepandaiannya yang khas dan merasa tiada tandingan di dunia ini. Namun dalam sehari semalam saja ilmu pukulannya telah dikalahkan Yo Ko, dan sekarang Ginkang-nya dikalahkan oleh Siao-liong-li. Seketika dia lesu dan patah semangat, kedua kakinya terasa lemas seakan-akan tidak mau menurut perintah lagi. Diam-diam dia berkuatir apakah ajalnya sudah dekat sehingga nona jelita ini begitu saja mampu menyusulnya?

Semalam napsu jahatnya memuncak dan melukai sang guru, hatinya menjadi tidak tenteram, kini dia tak sanggup lagi menyusul Siao-liong-li meski telah mengerahkan segenap tenaganya, keruan pikirannya semakin kacau dan merasa segala urusan di dunia ini sama sekali sukar dibayangkan.

Kejadian Ciu Pek-thong membantu Siao-liong-li itu dapat dilihat dengan jelas oleh Yo Ko yang mengintil di belakang. Ia tertarik juga oleh perbuatan jahil si Anak Tua Nakal, segera ia percepat langkahnya mendekati Ciu Pek-thong kemudian menegur sambil tertawa:

“Terima kasih banyak, Ciu-locianpwe.”

“Sudah lama sekali aku tidak berjumpa dengan si tua Kiu Jian-yim ini, kenapa semakin tua semakin konyol akhirnya cukur rambut kelimis dan menjadi Hwesio?”

“Dia telah mengangkat It-teng Taysu sebagai guru, masa engkau tidak tahu?” tutur Yo Ko sambil menuding ke belakang.

Ciu Pek-thong terkejut, serunya: “He, apakah Toan-hongya juga datang?”

Waktu ia menoleh dan melihat bayangan It-teng, cepat ia berseru: “Wah, tidak enak, paling selamat angkat langkah seribu saja!” mendadak dia berlari menjurus ke samping terus menyusup ke pepohonan yang rimbun.

Yo Ko sendiri tidak tahu apa itu ‘Toan-hongya’ (raja she Toan) yang diucap Ciu Pek-thong, Dilihatnya dalam sekejap saja Anak Tua Nakal itu sudah menghilang tanpa bekas, maka diam-diam dia merasa tindak tanduk orang tua itu benar-benar aneh dan jarang ada bandingannya.

Melihat si Anak Tua Nakal sudah kabur menjauhi dirinya, It-teng Taysu mendekati Yo Ko. Dilihatnya Cu-in lesu dan Iemas, sikapnya yang semula bersemangat dan tangkas mendadak hilang dan entah ke mana, maka dengan suara halus dia menghiburnya:

“Masakah sampai sekarang jalan pikiranmu masih belum terbuka menghadapi soal kalah dan menang begini?”

Cu-in melenggong bingung, maka It-teng berkata Iagi: “Setiap kehendak tentu ada kelemahannya. Dengan kepandaianmu yang tinggi, kalau saja engkau tidak berkeras ingin menang, masa kau tidak mengetahui bahwa di belakangmu telah bertambah seorang penguntit?”

Sampai di sini, tiba-tiba terdengar Siao-liong-li berseru di depan sana : ”He, lekas kemari, lihatlah ini...!”

Cepat Yo Ko bertiga menyusul ke sana. Tampak Siao-liong-li menunjuk sebatang pohon, kulit batang pohon itu sudah terkupas, sebagian terlukis sebuah ujung panah yang mengarah ke utara, di bawah panah ada tulisan beberapa huruf kecil yang berbunyi:

‘Arah ke Coat-ceng-kok’.

“Huruf-huruf ini dicocok dengan jarum dan bersemu kehitam-hitaman. Agaknya huruf-huruf ini dicocok dengan jarum berbisa Li Bok-chiu,” kata Yo Ko.

“Benar,” jawab Siao-liong-li. “Tapi Suci-ku selamanya tidak pernah ke Coat-ceng-kok, dia tidak mengenal jalanan ke sana.”

Yo Ko termenung sejenak, lalu berkata pula. “Kwe-hujin dan nona Kwe masih menyimpan Pek-pok-gin-ciam bekas milik Li Bok-chiu. Paman Bu tahu jalan ke Coat-ceng-kok, barang kali tulisan ini dibuat oleh rombongan mereka.”

“Petunjuk ini untuk ditujukan kepada siapa?” tanya Siao-liong-li.

“Muridku she Cu banyak tipu akalnya, kini dia terkurung di sana dan sempat mengirim berita mohon bantuan padaku, bisa jadi Sam-thong juga mengetahui aku akan datang ke sini,” kata It-teng Taysu.

Demikianlah mereka berempat lantas mempercepat perjalanan mereka. Lima hari pertama mereka dapat berjalan dengan cepat, tapi pagi hari ke enam luka It-teng ternyata semakin parah dan mulai tidak tahan berjalan. Segera Cu-in berjongkok dan memaksa menggendong It-teng Taysu, dengan begitu mereka melanjutkan perjalanan tanpa henti. Lewat lohor sampailah rombongan di mulut lembah Coat-ceng-kok.

“Perlukah memberi-tahukan kedatangan kita supaya adikmu menyambut Taysu?” tanya Yo Ko kepada Cu-in.

Belum lagi Cu-in menjawab, tiba-tiba di tengah lembah terdengar sayup-sayup suara beradunya senjata. Kuatir akan keselamatan adik perempuannya yang mungkin sudah bergebrak dengan Bu Sam-thong dan lain-lain, cepat Cu-in berkata:

”Marilah kita langsung masuk saja ke sana untuk mencegah pertarungan.“

Beramai-ramai mereka lantas berlari ke arah datangnya suara. Sesudah dekat, terlihat beberapa orang berseragam hijau dengan senjata terhunus sedang berjaga di luar semak-semak pohon, dan suara beradunya senjata berkumandang dari dalam pepohonan yang rimbun, sedangkan orang-orang yang bertempur tidak kelihatan sama sekali. Melihat kedatangan musuh lagi, orang-orang berbaju hijau itu berteriak-teriak sambil menyingkir ke sayap kanan dan kiri dengan maksud hendak mendesak musuh ke tengah pepohonan. Tetapi sesudah berhadapan, mereka mengenali Siao-liong-li dan Yo Ko, serentak mereka merandek dengan melenggong. Salah seorang yang menjadi kepala baju hijau menegur Yo Ko.

“Cubo (majikan perempuan - Cukong majikan Ielaki) menugaskan Yo-kongcu ke Siang-yang, apakah tugas itu sudah berhasil dengan baik?”

Sudah tentu tugas yang dimaksudkan itu adalah membunuh Kwe Ceng dan Oey Yong. Yo Ko tidak menjawab sebaliknya malah bertanya:

“Siapa yang sedang bertempur?”

Orang itu tidak menjawab, tetapi melirik dengan sangsi, karena tidak tahu kedatangan Yo Ko ini adalah kawan atau lawan.

“Kedatanganku ini tidak bermaksud buruk,” jawab Yo Ko tersenyum. “Apakah Kongsun-hujin baik-baik saja, begitu pula nona Kongsun?”

Mendengar jawaban Yo Ko, hilanglah rasa waswas orang berbaju hijau itu. Katanya kemudian:

“Terima kasih, Cubo dan nona baik-baik.”

Cu-in girang mendengar adik perempuannya baik-baik saja. Orang berbaju hijau tadi bertanya kembali:

“Dan siapakah kedua Toa-hwesio ini? Apakah sehaluan dengan keempat perempuan di dalam hutan itu?”

“Keempat perempuan? Siapakah mereka?” tanya Yo Ko.

“Keempat perempuan itu telah menyerbu dalam dua jurusan. Cubo memberi perintah agar mereka diusir, tapi mereka malah membangkang dan sekarang telah dipancing ke dalam lingkaran bunga cinta. Tapi di luar dugaan, begitu keempat perempuan itu saling bertemu, mereka malah lantas saling labrak,” demikian keterangan orang itu.

Yo Ko terkejut mendengar keempat perempuan itu terkurung di tengah lingkaran bunga cinta, ia tidak tahu siapakah keempat perempuan itu. Kalau mereka itu adalah Oey Yong, Kwe Hu, Wanyen Peng dan Yalu Yen, lalu kenapa mereka berempat saling labrak? Karena itulah ia lantas berkata:

“Jika tidak keberatan, tolong perlihatkan padaku. Apa bila aku mengenal mereka, boleh jadi dapat kulerai untuk bersama-sama menghadap Kokcu.”

Orang berbaju hijau itu yakin bahwa keempat perempuan yang sudah terkurung di tengah bunga cinta itu pasti sukar meloloskan diri, maka ia tak menolak permintaan Yo Ko, segera ia membawa Yo Ko berempat ke dalam hutan. Maka tampaklah di dataran rendah yang penuh dilingkari bunga yang indah permai ada empat perempuan yang terbagi dalam dua partai sedang bertempur dengan sengit.

Begitu menyaksikan keadaan pertarungan keempat orang itu, Yo Ko dan Siao-liong-li terkejut, bahkan Siao-liong-li berseru kuatir. Kiranya tempat keempat perempuan itu bertempur adalah sebuah tanah rumput seluas tiga empat meter persegi yang sekitarnya penuh dipagari bunga cinta yang berduri. Pagar bunga cinta yang mengitari tanah rumput di bagian tengah melebar hingga belasan meter jauhnya. Meski orang yang memiliki Ginkang maha tinggal tak akan mampu ke luar dari pagar bunga cinta itu dengan sekali lompat, bahkan dua kali lompatan juga sukar.





OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar