Senin, 27 September 2021

Sin Tiauw Hiap Lu 143

Sementara itu Yo Ko sedang membantu mendesak keluar racun dalam tubuh Siao-liong-li. Dari ujung jari si nona telah merembes keluar air hitam, asal setanakan nasi lagi mungkin usahanya akan berhasil. Pada saat itulah mendadak dari lorong sana ada suara tindakan orang, seluruhnya ada lima orang. Diam-diam Yo Ko terkejut. Dalam keadaan genting begitu, andaikan diserang seorang Li Bok-chiu saja sukar melawannya, apa lagi sekarang musuh berjumlah lima orang. Selagi bingung dan gelisah, mendadak terlihat cahaya api berkelebat di kejauhan, kelima orang itu semakin dekat.

Tanpa pikir Yo Ko merangkul Siao-liong-li dan melompat masuk ke dalam peti batu yang menindih di atas Li Bok-chiu, lalu ia menggeser sekuatnya tutup peti, hanya saja tidak dirapatkan agar nanti tidak mengalami kesukaran jika hendak keluar. Baru saja mereka sembunyi, serentak Yalu Ce berlima masuk ke kamar itu. Mereka terkesiap melihat lima buah peti mati, samar-samar merasakan hal ini sungguh teramat kebetulan, mereka berlima dan jumlah peti mati di situ juga lima, sungguh alamat jelek. Tanpa terasa Kwe Hu bergumam:

“Hm, kita berlima, peti mati ini pun ada lima!”

Yo Ko dan Siao-liong-li dapat mendengar suara Kwe Hu, mereka sama heran bahwa yang datang ini di antaranya ternyata nona Kwe ini. Yalu Ce juga mendengar dalam peti itu ada suara napas orang. Ia pikir pasti Li Bok-chiu yang sembunyi di situ, segera ia memberi tanda agar kawannya mengelilingi peti itu. Dari sela-sela peti yang belum tertutup rapat samar-samar Kwe Hu dapat melihat ujung baju, dia yakin orang itu pasti Li Bok-chiu adanya. Dengan tertawa ia lantas membentak:

“lnilah senjata makan tuan!”

Sekali ia dorong tutup peti, berbareng dua buah jarum berbisa yang dijemputnya tadi disambitkan ke dalam.

Meski Yo Ko sembunyi di dalam peti dengan merangkul Siao-liong-li, tetapi tangan kirinya tetap menempel pada tangan kanan nona itu dan berusaha menguras bersih racun melalui tubuhnya dalam waktu singkat yang menentukan mati-hidup mereka itu. Walau pun heran ketika mendengar di antara pendatang itu juga terdapat Kwe Hu, tetapi hatinya merasa lega karena yang datang bukan musuh. Sudah tentu Yo Ko tidak pernah menduga bahwa mendadak Kwe Hu akan menyerangnya, maka dengan diam saja meneruskan penyembuhannya pada Siao liong-li dengan tekun. Siapa tahu Kwe Hu justru menyangka mereka sebagai Li Bok-chiu dan menyerang dengan jarum berbisa.

Karena jaraknya amat dekat, dalam peti itu pun sukar bergerak sehingga tiada peluang untuk menghindar, seketika Yo Ko berdua menjerit. Jarum yang satu sudah menancap di paha kanan anak muda itu dan jarum lain mengenai bahu kiri Siao-liong-li.

Setelah menyambitkan jarum, hati Kwe Hu amat senang, tapi mendadak terdengar suara jeritan lelaki dan perempuan dalam peti, seketika ia pun menjerit kaget. Segera Yalu Ce mendepak tutup peti itu hingga terjatuh ke lantai. Dengan perlahan Yo Ko dan Siao-liong-li berdiri. Di bawah cahaya obor tampak muka mereka pucat pasi dan saling pandang dengan pedih.

Kwe Hu sendiri belum menyadari kesalahan yang diperbuatnya sekali ini jauh lebih hebat dari pada mengutungi sebelah lengan Yo Ko. Dia cuma merasa menyesal saja dan coba meminta maaf, katanya:

“Yo-toako dan Liong-cici, ternyata kalian berdua yang berada di situ hingga aku salah melukai kalian. Untunglah ibuku menyimpan obat mujarab penawar racun jarum ini. Dahulu dua ekor rajawaliku juga pernah terluka oleh jarum ini dan mereka dapat disembuhkan oleh ibuku. Aneh juga, mengapa kalian bersembunyi dalam peti? Tentu saja aku tidak menyangka akan kalian.”

Kiranya urusan membuntungi lengan kanan Yo Ko dianggapnya sudah selesai dengan dibengkokkan pedangnya oleh anak muda itu tempo hari, terlebih lagi ayah bundanya juga sudah cukup mencaci-makinya habis-habisan, maka dalam anggapan Kwe Hu: “Biarlah takkan kusalahkan kau dan anggap beres persoalan ini.”

Begitulah jalan pikiran nona manja macam Kwe Hu ini, selama hidupnya selalu disanjung orang lantaran menghormati ayah-ibunya, sebab itu orang lain juga suka menghormat dan mengalah padanya, maka segala urusan yg terpikir selalu dirinya sendiri yang diutamakan dan jarang memikirkan kepentingan orang lain.

Dari nada ucapannya tadi malah akhirnya seakan-akan menganggap salah sendiri Yo Ko berdua yang sembunyi dalam peti batu itu sehingga bahkan membuatnya kaget. Mana dia mau tahu bahwa tatkala terkena sambitan jarumnya itu, ketika itu kadar racun dalam tubuh Siao-liong-li justru tengah mengalir keluar, tapi mendadak terguncang oleh serangan dari luar sehingga seluruh racun itu mengalir balik merasuk segenap Hiat-to di tubuh nona itu, dengan begitu sekali pun ada obat mujarab malaikat dewata juga sukar menolongnya lagi.

Sesaat Siao-liong-li merasa dadanya seperti kosong melompong, hampa dan linglung. Dia menoleh dan melihat sorot mata si Yo Ko penuh rasa duka, gemas dan penasaran, tubuhnya juga gemetar seakan-akan segenap siksa derita yang pernah dialaminya hendak dilampiaskannya sekarang juga. Siao-liong-li tidak tega melihat kepedihan hati anak muda itu dan kuatir ia bertindak nekad, cepat dia menghiburnya:

“Ko-ji, agaknya sudah suratan nasib kita harus begini, janganlah kau salahkan orang lain dan bersedih.”

Lebih dahulu dia mencabut jarum di paha anak muda itu, kemudian mencabut jarum yang menancap di bahu sendiri. Jarum berbisa itu berasal dari perguruannya dan berbeda dari pada racun pukulan berbisa ajaran Auyang Hong, maka dapat disembuhkan dengan obat perguruan yang selalu dibawanya. Segera dia mengeluarkan satu biji obat kepada Yo Ko, lalu dia sendiri pun minum satu biji. Hati Yo Ko tak terperikan pedih dan gemasnya.

“Berrrr...” dia menyemburkan obat penawar itu ke tanah.

Kwe Hu menjadi gusar, serunya: “Aduh, besar amat lagakmu! Memangnya aku sengaja membikin celaka kalian? Kan aku sudah minta maaf padamu, kenapa kau masih marah-marah saja?”

Dari air muka Yo Ko yang penuh rasa duka nestapa itu, juga rasa marahnya yang semakin memuncak, apa lagi dia sudah menjemput kembali pedangnya yang kehitam-hitaman itu, Bu Sam-thong tahu gelagat bisa runyam, maka cepat-cepat ia menghibur anak muda itu:

“Janganlah marah adik Yo, soalnya kami berlima terkurung oleh iblis she Li itu di kamar batu sana dan dengan susah payah akhirnya berhasil lolos, tapi karena kecerobohan nona Kwe sehingga dia...”

“Mengapa kau anggap aku yang ceroboh?” sela Kwe Hu mendadak, “Salah siapa jika dia sembunyi di situ dan diam saja, malahan kau sendiri pun mengira dia Li Bok-chiu.”



Bu Sam-thong menjadi serba salah. Ia pandang YoKo dan pandang pula Kwe Hu dengan bingung. Siao-liong-li lantas mengeluarkan lagi satu butir obatnya, katanya dengan suara lembut:

“Ko-ji, minumlah obat ini. Masa perkataanku juga takkan kau turut?”

Tanpa pikir Yo Ko lantas minum obat itu. Suara Siao-liong-li yang lembut dan penuh kasih sayang telah mengingatkannya bahwa selama ber-hari-hari ini mereka berdua senantiasa bergulat antara mati dan hidup, namun akhirnya semua harapannya buyar, sungguh sedihnya tak terkatakan. Ia tidak tahan lagi, ia mendekap di atas peti batu itu kemudian menangis keras-keras.

Bu Sam-thong dan lain-lain saling pandang dengan bingung. Biasanya hati Yo Ko sangat terbuka, menghadapi urusan apa pun tidak mudah menyerah, mengapa sekarang hanya terkena sebuah jarum saja lantas menangis sedih begitu? Dengan per-lahan Siao-liong-li membelai rambut Yo Ko, katanya:

“Ko-ji, boleh kau suruh mereka itu pergi saja, aku tidak suka kumpul bersama mereka.”

Selamanya Siao-liong-li tak pernah bicara keras, kalimat ‘aku tidak suka kumpul bersama mereka’ sudah cukup menunjukkan rasa jemu dan marahnya. Segera Yo Ko bangkit. Dimulai dari Kwe Hu, sorot matanya terus menyapu setiap orang itu. Biar pun marah dan gemas, tapi ia pun tahu bahwa serangan Kwe Hu tadi sebenarnya tidaklah sengaja, kecuali ceroboh, rasanya tiada kesalahan lain, apa lagi seumpama nona itu dibunuh juga tak dapat lagi menyelamatkan jiwa Siao-liong-li. Begitulah Yo Ko berdiri dengan sinar mata berapi-api dan menghunus pedang, mendadak pedangnya membacok sekuatnya.

“Trangg...!”

Tahu-tahu peti batu yang dibuatnya sembunyi tadi telah ditebasnya menjadi dua potong, bukan saja tenaga bacokannya itu maha kuat, bahkan mengandung penuh rasa duka dan marah. Yalu Ce dan lain-lainnya sama melenggong melihat betapa dahsyatnya pedang Yo Ko. Padahal peti batu itu amat tebal dan kuat, tapi sekali bacok saja pedang kehitam-hitaman itu mampu memotongnya, bahkan jauh lebih mudah dari pada memotong sebuah peti mati kayu. Melihat kelima orang itu saling pandang dengan bingung Yo Ko lantas membentak dengan bengis:

“Untuk apa kalian datang ke sini?!”

“Adik Yo, kami ikut Kwe-hujin ke sini untuk mencari kau,” jawab Sam-thong.

“Hmm, kalian hendak merebut kembali puterinya, betul tidak?!” bentak Yo Ko pula dengan marah. “Demi anak kecil ini, kalian tega menewaskan isteri kesayanganku.”

“lsteri kesayanganmu?” Bu Sam-thong menegas, “O ya, nona Liong ini! Dia terkena racun jarum, untunglah Kwe-hujin mempunyai obat penawarnya, beliau sedang menunggu di luar sana.”

“Huh, kalau pun ada Kwe-hujin lantas bisa apa? Memangnya dia mempunyai kepandaian menghidupkan orang yang jelas-jelas pasti akan mati?” jengek Yo Ko dengan marah. “Justru karena gangguan kedatangan kalian serta jarum berbisa tadi telah membuat kadar racun mengeram di segenap Hiat-to penting tubuhnya,”

Lantaran utang budi, maka Bu Sam-thong sangat hormat dan segan kepada Yo Ko, biar pun didamperat diterimanya, ia menggumam kaget:

“Kadar racun telah mengeram di tubuhnya? Wah lantas bagaimana baiknya?”

Ternyata Kwe Hu belum menyadari kesalahannya, sebaliknya dia menjadi marah karena ucapan Yo Ko tadi kurang menghormat pada ibunya, dengan marah lantas membentak:

“Memangnya salah apa ibuku padamu? Waktu kecil kau terluntang Iantung seperti orang gelandangan, bukankah ibu yang membawa kau ke rumah, diberi makan dan diberi baju, tapi kau justru lupa budi dan tak tahu diri, malah kau menculik adik perempuanku.”

Padahal sekarang dia pun sudah tahu jelas sebabnya Kwe Siang berada di tangan Yo Ko bukanlah karena anak muda itu berniat jahat. Soalnya dia telah telanjur mengomel, maka segala apa yang dapat mencemoohkan Yo Ko lantas diucapkannya.

Yo Ko lantas mendengus pula: “Hmm, memang aku sengaja lupa budi dan tidak tahu diri. Kau menuduh aku menculik adikmu, maka benar-benar akan kuculik anak ini dan takkan kukembalikan selamanya, ingin kulihat kau dapat mengapakan diriku?”

Karena ancaman itu, segera Kwe Hu memondong adiknya dengan kencang, tangan lain memegang obor dan diacungkan ke depan. Bu Sam-thong berseru:

“Adik Yo, jika isterimu keracunan, sebaiknya lekas berusaha menolong.“

“Tiada gunanya lagi, Bu-heng,” kata Yo Ko dengan pedih. Mendadak dia bersuit panjang, lengan baju kanannya terus mengebas.

Seketika itu Kwe Hu dan kedua saudara Bu merasakan ada angin keras menyambar, muka mereka panas pedas seperti tersayat, lima buah obor padam serentak dan keadaan menjadi gelap gulita.

“Celaka!” jerit Kwe Hu.

Kuatir nona itu dicelakai Yo Ko, cepat Yalu Ce menubruk maju. Namun lantas terdengar pekik tangis Kwe Siang, suaranya sudah berada di luar kamar. Keruan semua orang terkejut sekali. Ketika mereka menyadari apa yang terjadi, tahu-tahu suara tangisan tadi sudah berada sejauh ratusan meter, betapa cepat gerakan Yo Ko itu sungguh laksana hantu saja.

“Adik telah dirampas lagi olehnya,” seru Kwe Hu cemas.

“Adik Yo...! Nona Liong...!” berulang kali Bu Sam-thong memanggil, namun tiada sesuatu jawaban.

“Lekas keluar, jangan sampai kita terkurung di sini!” seru Yalu Ce.

Dengan gusar Bu Sam-thong berkata: “Adik Yo adalah orang yang berbudi, mana bisa dia berbuat demikian?”

“Lebih baik lekas keluar, buat apa tinggal di sini?” ujar Kwe Hu. Baru habis kata-katanya, tiba-tiba...

“Krek-krek!” terdengar suara beberapa kali, suara itu timbul dari peti mati, cuma teraling oleh tutup peti sehingga suaranya kedengaran agak tersumbat dan seram.

“Ada setan!” teriak Kwe Hu sambil memegangi tangan Yalu Ce.

Dengan jelas Bu Sam-thong dan lain-lain juga mendengar suara itu keluar dari peti mati itu seakan ada mayat hidup akan merangkak keluar, keruan mereka sama merinding. Yalu Ce berbisik kepada Bu Sam-thong:

“Bu-sioksiok, kau jaga di situ dan aku di sini, jika mayat hidup itu keluar, serentak kita menghantamnya, mustahil dia takkan hancur luluh.”

Berbareng itu dia tarik Kwe Hu ke belakangnya agar tidak dicelakai setan yang mendadak muncul. Pada saat itulah...

“Blangg...!” terdengar suara keras, dari dalam peti mati tiba-tiba melayang keluar sesuatu.

Serentak Yalu Ce dan Bu Sam-thong memukulkan tangan-tangan mereka. Tetapi begitu tangan menyentuh benda itu, berbareng mereka berseru:

“Celaka!”

Kiranya benda yang kena hantam itu adalah sepotong batu, yaitu bantalan batu di dalam peti mati. Kontan bantal batu itu hancur membentur peti batu. Hampir pada saat yang sama sesuatu benda melayang lewat puIa, baru saja Yalu Ce dan Bu Sam-thong hendak memukuI, namun benda itu sudah melayang jauh ke sana, terdengar suara tertawa orang mengekek, lalu lenyap dan sunyi kembali.

“He, itu Li Bok-chiu!” seru Sam-thong kaget.

“Bukan, tapi mayat hidup!” ujar Kwe Hu. “Mana bisa Li Bok-chiu berada dalam peti mati ini.”

Yalu Ce tidak ikut menanggapi. Ia tidak percaya di dunia ini ada setan segala, tapi bilang Li Bok-chiu rasanya juga tidak masuk di akal. Jelas Li Bok-chiu datang bersama mereka, sedangkan Yo Ko dan Siao-liong-li sudah tinggal sekian lama di kuburan kuno ini, mana mungkin terjadi Li Bok-chiu bersembunyi dalam peti mati yang terletak di bawah tempat sembunyi Yo Ko tadi?

“Habis ke mana perginya Li Bok-chiu?” tanya Bu Sam-thong.

“Banyak keanehan di kuburan ini, sebaiknya lekas kita keluar saja,” ajak Yalu Ce.

“Bagaimana dengan adikku?” tanya Kwe Hu.

“lbumu banyak tipu dayanya, tentu dia mempunyai akal yang baik, marilah kita keluar ke sana dan minta petunjuknya,” ujar Sam-thong.

Begitulah mereka lantas mencari jalan keluar melalui sungai. Akan tetapi baru saja mereka muncul di permukaan air, pemandangan yang mereka lihat adalah merah membara semata, pepohonan di kanan kiri sungai ternyata sudah terbakar semua, hawa panas serasa membakar muka mereka.

“lbu...! Ibu...!” teriak Kwe Hu kuatir, tapi tidak mendapatkan jawaban.

Sekonyong-konyong sebatang pohon yang sudah terbakar roboh dan mengeluarkan suara gemuruh. Melihat keadaan sangat berbahaya, cepat-cepat Yalu Ce menarik Kwe Hu dan berenang ke hulu menjauhi tempat pohon roboh itu. Tatkala itu adalah musim kering, pepohonan dan rerumputan mudah terbakar, di manamana api mengamuk, seluruh gunung menjadi lautan api. Meski pun mereka terendam di dalam air sungai, muka mereka pun terasa amat panas tergarang oleh api yang berkobar dengan hebat.

“Pasti pasukan Mongol yang gagal menyerang Tiong-yang-kiong itu yang melampiaskan dendam dengan membakar Cong-lam-san,” kata Bu Sam-thong.

“lbu...! Ibu...! Di mana kau?” teriak Kwe Hu kuatir.

Tiba-tiba di kiri sungai ada bayangan seorang perempuan sedang ber-lompat kian kemari menghindari api. Kwe Hu menjadi girang sekali dan berseru:

“lbu!” Tanpa pikir ia melompat keluar dari sungai dan memburu ke sana.

“He, awas!” seru Sam-thong. Mendadak dua pohon besar roboh dan mengalingi pemandangan Bu Sam-thong.

Kwe Hu terus berlari ke sana, di bawah gumpalan asap dan menerjang api. Karena ingin menemukan ibunya, maka tanpa pikir ia memburu maju, sesudah dekat barulah ia merasa bayangan orang itu menoleh dan ternyata Li Bok-chiu adanya. Keruan kejut Kwe Hu tak terkatakan. Sebenarnya Li Bok-chiu benar-benar sudah putus asa setelah tertutup di dalam peti batu itu dan ditindih lagi dengan peti lainnya oleh Yo Ko. Tapi kemudian dalam marahnya tanpa sengaja Yo Ko telah membacok peti batu sehingga tutup peti bagian bawah juga ikut retak terbacok.

Li Bok-chiu benar-benar lolos dari renggutan maut, kesempatan baik itu tidak disia-siakan olehnya. Lebih dulu ia melemparkan keluar bantal batu, habis itu ia pun melompat keluar. Meski belum lama ia terkurung dalam peti mati, tapi rasanya orang yang akan mati sesak napas itu benar-benar keadaan yang paling menderita dan paling mengenaskan. Dalam waktu yang singkat pikirannya diliputi penuh rasa dendam, ia benci pada setiap orang yang hidup di dunia ini, pikirnya:

“Setelah mati aku pasti menjadi hantu yang jahat, akan kubinasakan Yo Ko, bunuh Siao-liong-li, Bu Sam-thong, Oey Yong dan lain-lain...”

Begitulah setiap orang akan dibunuhnya untuk membalas sakit hatinya. Meski pun secara kebetulan kemudian dia berhasil lolos dengan selamat, namun rasa dendam dan bencinya tidak menjadi berkurang. Kini mendadak Kwe Hu muncul sendiri di depannya, ia menjadi girang. Dengan tersenyum ia menegurnya:

“Ehh... kiranya kau, nona Kwe! Api berkobar dengan hebatnya, kau harus hati-hati.”

Kwe Hu tidak menyangka orang akan bersikap begini ramah padanya, segera ia bertanya:

“Apakah engkau melihat ibuku?”

“Tadi kulihat ibumu ada di sana,” jawab Li Bok-chiu sambil menunjuk ke samping.

Waktu Kwe Hu memandang ke arah yang ditunjuk, mendadak Li Bok-chiu menubruk, sekali tangannya bekerja, Hiat-to pada pinggang Kwe Hu tertotok. Sambil tertawa Li Bok-chiu berkata:

“Sabarlah, kau tunggu saja di sini, segera ibumu akan datang.”

Sementara itu api berkobar semakin hebat dan mendesak dari berbagai jurusan, jika lebih lama di situ mungkin jiwanya pun akan melayang. Oleh karena itu Li Bok-chiu segera melompat ke sana dan berlari cepat ke arah yang belum terjilat api. Kwe Hu tergeletak tak bisa berkutik menyaksikan kepergian Li Bok-chiu. Tiba-tiba segumpal asap menyambar, napasnya menjadi sesak, ia terbatuk-batuk hebat.

Bu Sam-thong dan Yalu Ce berempat masih berdiri di tengah sungai, muka dan kepala mereka penuh hangus. Antara Kwe Hu dan sungai kecil itu terhalang oleh api yang berkobar dengan hebatnya. Meski mereka mengetahui si nona berada dalam bahaya, tapi jiwa mereka pasti akan ikut melayang kalau mereka memburu maju untuk menoIongnya.

Dalam keadaan sesak napas dan rasa panas seperti dipanggang, Kwe Hu hampir-hampir tak sadarkan diri. Pada saat itulah dari jurusan timur ada suara menderu-deru. Ketika ia berpaling, dilihatnya sesosok bayangan seperti angin lesus bergulung-gulung menyambar.
Pada waktu Kwe Hu mengawasi, kiranya bayangan itu adalah Yo Ko. Pemuda itu sudah menanggalkan jubahnya yang basah kuyup untuk membungkus Hian-tiat-pokiam, dengan tenaga dalam yang kuat dia ayun-ayunkan pedang itu untuk menyingkirkan kobaran api.

Tadinya Kwe Hu girang sekali karena ada orang datang menolongnya, tetapi sesudah mengetahui orang itu adalah Yo Ko, seketika perasaannya seperti disiram air dingin meski di luar tubuh panas seperti dipanggang. Pikirnya: “Ajalku sudah dekat dia sengaja datang buat menghina diriku.”

Betapa pun dia adalah anak Kwe Ceng, dengan gemas ia memelototi Yo Ko tanpa gentar. Tak terduga, begitu sampai di samping Kwe Hu, segera Yo Ko membuka Hiat-to si nona yang tertotok, pedangnya terus menusuk, tapi bukan menembus tubuhnya melainkan menerobos lewat di pinggangnya, sekali bentak:

“Awas!” Tangan kirinya terus mengayun sekuatnya ke sana.

Dengan bobot pedang pusaka yang amat berat ditambah tenaga dalamnya yang maha kuat, seketika Kwe Hu melayang ke udara seperti terbang di awang-awang dan melintasi belasan pohon besar yang terbakar.

“Plung...!” akhirnya ia jatuh ke dalam sungai.

Lekas-lekas Yalu Ce memburu maju untuk membangunkan Kwe Hu, tetapi nona itu masih merasa pusing kepala dan mata berkunang-kunang. Ia serba runyam, entah senang entah sedih.

Kiranya sesudah Yo Ko dan Siao-liong-li keluar dari kuburan kuno dengan membawa Kwe Siang, terlihat pasukan Mongol sedang membakar hutan di lereng Cong-lam-san itu. Sudah ber-tahun lamanya mereka hidup di sekitar hutan yang rindang itu, mereka amat menyesal dan merasa sayang menyaksikan kebakaran hebat itu, tetapi pasukan Mongol terlalu kuat dan sukar dilawan, terpaksa mereka tidak dapat berbuat sesuatu. Yo Ko tidak tahu Siao-liong-li sanggup bertahan berapa lama lagi setelah racun bersarang di segenap Hiat-to penting. Segera ia mencari satu goa yang jauh dari tetumbuhan untuk bersembunyi sementara.

Dari kejauhan mereka menyaksikan Kwe Hu dirobohkan oleh Li Bok-chiu dan tampaknya segera akan terbakar mati. Dengan gegetun Yo Ko berkata kepada Siao-liong-li:

“Liong-ji, nona Kwe telah membikin sengsara padaku dan mencelakai kau pula, dan akhirnya dia mendapatkan ganjaran yang setimpal.”

Dengan heran Siao-liong-li memandang Yo Ko dengan sorot matanya yang tajam: “Ko-ji, masa kau tidak pergi menolongnya?”

“Orang telah membikin susah hingga begini, kalau dia tidak kubunuh sudah sangat bagus baginya,” ujar Yo Ko dengan gemas.

“Ah, kita sendiri yang tidak beruntung, semua itu disebabkan suratan nasib, biarkan orang lain gembira dan bahagia, kan lebih baik begitu?” ujar Siao-liong-li.

Walau pun di mulutnya Yo Ko berkata begitu, namun dalam hatinya merasa tidak tega ketika menyaksikan api sudah menjalar sampai di dekat Kwe Hu. Akhirnya ia pun berkata dengan pedih:

“Baiklah, nasib kita yang buruk, nasib orang lain yang beruntung!”

Segera dia membungkus pedang pusaka dengan jubahnya yang basah, lantas berlari cepat untuk menolong Kwe Hu yang terjebak api dalam keadaan tak berdaya.

**** 143 ****






OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar