Sabtu, 25 September 2021

Sin Tiauw Hiap Lu 139

Bu Sam-thong melengak. Sekarang barulah ia tahu tujuan kata-kata Oey Yong tadi hanya untuk memancing pernyataannya saja. Padahal Li Bok-chiu adalah pembunuh isterinya, sakit hati ini mana boleh dibiarkan? Belum lagi Sam-thong menjawab, Oey Yong membuka suara lagi dengan lirih:

“Bu-heng, kakimu terluka, sementara ini tentu tak dapat berbuat banyak. Untuk menuntut balas kukira tidak perlu terburu-buru.”

Terpaksa Bu Sam-thong berkata: “Baiklah, apa yang kau katakan, apa yang kulakukan.”

Oey Yong lantas berseru memanggil Li Bok-chiu: “Li-cici mari kita berangkat!”

Begitulah kuda merah itu dibiarkan berjalan di depan dan mereka mengikuti dari belakang. Benar juga, kuda itu ternyata menuju ke arah Cong-lam-san. Lantaran Bu Sam-thong dan Wanyen Peng terluka dan tak dapat jalan cepat, setiap hari mereka cuma menempuh ratusan li saja lantas istirahat. Diam-diam Li Bok-chiu waspada menjaga segala kemungkinan, di waktu istirahat ia sengaja menjauhi semua orang, waktu menempuh perjalanan ia pun mengintil dari kejauhan.

Sepanjang jalan yang paling gembira adalah ke enam muda-mudi itu, mereka bicara dan bergurau dengan akrab sekali. Semenjak kecil kedua saudara Bu saling bersaing mencari muka pada Kwe Hu sehingga hubungan mereka sedikit banyak kurang baik, tapi sekarang masing-masing sudah menemukan gadis idaman, kedua saudara menjadi amat rukun dan sayang menyayang. Tentu saja Bu Sam-thong sangat senang melihat itu dan tambah terima kasihnya kepada Yo Ko yang sudah menyelamatkan kedua Bu cilik itu dari saling bunuh memperebutkan seorang gadis.

Suatu hari sampailah mereka di Cong-lam-san. Oey Yong dan Bu Sam-thong membawa anak-anak muda itu berkunjung kepada Coan-cin-jit-cu di Tiong-yang-kiong. Li Bok-chiu berhenti jauh di luar istana Coan-cin-pay dan menyatakan hendak menunggu di situ. Oey Yong tidak memaksa sebab tahu iblis itu bermusuhan dengan pihak Coan-cin-pay. Rombongan mereka lantas menuju Tiong-yangkiong.

Ketika mendapat laporan, Khu Ju-ki dan lain-lain cepat-cepat menyambut keluar. Sesudah rombongan tamu dipersilakan masuk dan duduk di pendopo agung, baru saja mereka beramah-tamah sejenak, tiba-tiba di ruangan belakang ada suara orang mem-bentak. Seketika Oey Yong mengenali suara orang itu dan segera dia berseru:

“Lo-wan-tong, lihatlah siapakah ini yang datang?”

Selama beberapa hari ini memang Ciu Pek-thong sedang sibuk mempelajari bagaimana cara mengundang dan memimpin kawanan tawon putih. Dasarnya memang pintar, tekun pula, maka sedikit-banyak sudah ada kemajuan. Pada waktu itu dia sedang asyik dengan permainannya itu. Ketika tiba-tiba saja didengar orang memanggil julukannya, segera dia kenal itulah suaranya Oey Yong.

“Ha, kiranya bini adik angkatku yang genit dan jahil telah datang!” sambil berteriak-teriak dia terus berlari ke depan.

Serentak Yalu Ce memapak maju, kemudian menyembah kepada Ciu Pek-thong sambil mengucapkan doa selamat. Dengan tertawa Ciu Pek-thong menjawab:

“Sudahlah, lekas bangun. Kau pun selamat-selamat ya!”

Menyaksikan itu semua orang jadi terheran-heran. Sungguh tak disangka bahwa Yalu Ce adalah muridnya Ciu Pek-thong, padahal tingkah laku Anak Tua Nakal itu sering ugal-ugalan dan angin-anginan, tapi murid didiknya ternyata pintar dan tangkas, jujur dan sopan, sama sekali berbeda antara guru dan murid.

Khu Ju-ki dan lain-lain juga amat senang melihat sang Susiok kini sudah mempunyai ahli waris, mereka lantas mengucapkan selamat kepada Ciu Pek-thong. Baru sekarang Kwe Hu menyadari sebab musababnya tempo hari sang ibu dan Yalu Ce saling pandang bergelak tertawa ketika anak muda itu tidak mau menerangkan siapa gurunya. Rupanya waktu itu Oey Yong sudah dapat menerka bahwa guru Yalu Ce adalah si Anak Tua Nakal Ciu Pek-thong.

Tengah ramai-ramai, mendadak di bawah gunung ada suara terompet, itulah pemberi-tahuan dari para anak murid yang bertugas jaga bahwa musuh datang menyerang secara besar-besaran. Seketika air muka Khu Ju-ki berubah. Dia tahu pasti pasukan Mongol yang datang akibat kegagalan usaha Kim-lun Hoat-ong beserta para begundalnya menaklukkan Coan-cin-kau tempo hari. Biar pun orang-orang Coan-cin-kau mahir ilmu silat, tapi tidak mungkin bertempur terbuka melawan pasukan Mongol, maka sebelumnya mereka sudah mengatur siasat, kalau perlu akan mundur teratur dengan meninggalkan gunung.

Tugas ini sebenarnya adalah tanggung jawab Li Ci-siang yang kini telah diangkat sebagai pejabat ketua menggantikan In Ci-peng. Akan tetapi menghadapi suasana gawat, pimpinan dipegang lagi oleh Coan-cin-ngo-cu. Segera Khu Ju-ki berkata kepada Oey Yong tentang keadaan genting dan menyesal tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai tuan rumah terhadap tamunya.

Dalam pada itu suara gemuruh serbuan pasukan terdengar dari bawah gunung. Rupanya pasukan Mongol menyerbu dari arah utara gunung, sedangkan rombongan Oey Yong tadi datang dari bagian selatan, selisihnya cuma setengah jam saja.


GANGGUAN DI SAAT GENTING

“Oh, jadi ada musuh datang? Hah, sangat kebetulan,” seru Ciu Pek-thong. “Hayolah, anak Ce, inilah kesempatan baik bagimu untuk memperlihatkan kepandaian ajaran gurumu ini kepada para Suheng di sini!”

Seperti anak kecil, apa bila mempunyai barang mainan kesayangannya, tentu suka pamer untuk mendapatkan pujian dari orang lain. Begitu pula si Anak Tua Nakal, dia mempunyai seorang murid baik, tentu dia pun ingin membikin kagum orang Iain. Kalau dulu dia berpesan pada Yalu Ce agar jangan membocorkan nama gurunya, maksud tujuannya adalah untuk mengejutkan dunia Kangouw saja agar semua orang kaget demi kemudian mengetahui Ciu Pek-thong mempunyai seorang murid lihay.

Begitulah Khu Ju-ki lantas memberi laporan sekedarnya kepada Ciu Pek-thong mengenai siasatnya akan mengundurkan diri demi untuk menjaga keutuhan Coan-cin-kau. Habis itu dia lantas memberi perintah supaya setiap orang membawa barang-barang keperluan dan meninggalkan gunung menurut arah yang sudah ditentukan. Berbondong-bondong anak murid Coan-cin-kau melaksanakan tugas masing-masing secara teratur.

“Khu-totiang,” kata Oey Yong kemudian. “Cara pengaturanmu sungguh hebat, aku yakin sedikit halangan ini pasti takkan menjadi soal bagi kalian. Kelak Coan-cin-kau pasti akan bangkit kembali, bahkan lebih jaya dari pada sekarang. Kedatangan kami ini adalah untuk mencari Yo Ko, maka sekarang juga kami mohon diri.”

“Yo Ko?” Khu Ju-ki meIengak. “Apakah dia masih berada di pegunungan ini?”

“Ada seorang teman mengetahui tempat kediamannya,” ujar Oey Yong dengan tertawa. Sesudah itu dia lantas berangkat dengan rombongannya menuju ke belakang Tiong-yang-kiong dan kemudian menemukan Li Bok-chiu.

“Li-cici, sekarang silakan memberi petunjuk cara masuk ke kuburan itu,” kata Oey Yong.

“Dari mana kau mengetahui dia pasti berada dalam kuburan?” jawab Bok-chiu.

“Seumpama Yo Ko tidak berada di sana, Giok li-sim-keng pasti ada,” ujar Oey Yong.

Diam-diam Li Bok-chiu terkesiap dan mengakui kelihayan nyonya Kwe itu, sampai-sampai isi hatinya ingin mendapatkan kitab pusaka itu pun dapat diterkanya dengan jitu. Karena tujuannya sudah diketahui orang, Li Bok-chiu lantas berkata sekalian secara terang-terangan.

“Baiklah, biar kita bicara di depan, akan kubantu kau menemukan puterimu dan kau harus membantuku merebut kitab pusaka perguruanku. Kau adalah ketua Kay-pang, pendekar wanita yang termashur, kau harus pegang janji.”

“Tetapi Yo Ko adalah putera dari saudara angkat tuan Kwe kami, meski ada sedikit selisih paham, kalau sudah bertemu tentu segalanya dapat dijernihkan dan puteriku pasti akan dikembalikan kepadaku jika memang betul anak itu berada padanya. Jadi tidak dapat dikatakan rebut berebut segala.”

“Oh, kalau begitu baiklah kita menuju ke tujuan masing-masing dan berpisah di sini,” Li Bok-chiu terus putar tubuh hendak pergi.

Oey Yong mengedipi Bu Siu-bun.

“Srett!” si Bu cilik itu segera melolos pedang dan membentak: “Li Bok-chiu, hari ini jangan kau harap dapat meninggalkan Cong-lam-san dalam keadaan hidup!”

Li Bok-chiu menyadari keadaannya yang kepepet, seorang Oey Yong saja sudah sulit dilawan, apa lagi ada Bu Sam-thong dan anak muda yang cukup lihay. Biasanya ia pun banyak tipu akalnya, tetapi menghadapi Oey Yong ia benar-benar menjadi bodoh dan mati kutu. Sedapatnya ia berlaku tenang dan berkata dengan dingin:

“Kwe-hujin maha pintar, kalau berada di sini, masa Kwe-hujin kuatir tidak dapat menemukannya dan masa perlu petunjuk jalan dariku?”

“Untuk mencari jalan masuk ke kuburan kuno, terus terang aku tidak mampu,” jawab Oey Yong. “Tapi kalau kami berdelapan sabar menunggu dan bergilir mengawasi sekitar sini, akhirnya kami pasti akan memergoki mereka apa bila Yo Ko dan nona Liong benar-benar bersembunyi di kuburan kuno. Masa pada suatu hari mereka tidak keluar untuk belanja keperluan hidup?”

Ucapan ini dengan jelas memojokkan Li Bok-chiu agar lebih baik menunjukkan jalannya, kalau tidak segera akan dibunuhnya. Li Bok-chiu menjadi serba susah, apa yang dikatakan Oey Yong memang masuk di akal. Kalau mereka menunggu saja di sekitar sini, akhirnya Yo Ko tentu akan keluar. Untuk bertempur jelas dirinya bukan tandingan mereka yang berjumlah banyak, tapi kalau memancing mereka masuk ke kuburan kuno. di tempat yang sudah dikenalnya benar-benar itu tentu dapat mencari akal untuk membinasakan musuh-musuh ini satu demi satu. Begitulah ia lantas menjawab:

“Baiklah, apa mau dikatakan lagi, aku tidak mampu menandingi kalian. Memang aku juga akan mencari si bocah she Yo itu? Mari. kalian ikut.”

Segera dia menyingkap semak belukar dan menyusup ke tengah pepohonan yang lebat, diikuti Oey Yong dan lain-lainnya dari dekat karena kuatir dia melarikan diri mendadak. Setelah menyusup ke sana dan menyusur sini, tak lama sampailah mereka di tepi sebuah sungai kecil. Sudah lama Li Bok-chiu bertekat hendak merebut Giok-li-sim-keng. Tempo hari ia hampir mampus ketika lolos keluar dari kuburan melalui dasar sungai. Maklumlah, ia memang tidak mahir berenang dan menyelam. Sebab itu akhir-akhir ini dia telah berlatih renang dan kini sudah siap.

Begitu berdiri di tepi sungai, berkatalah dia: “Pintu depan kuburan itu telah tertutup, untuk membukanya secara paksa diperlukan waktu berbulan-bulan, bahkan tahunan. Sedang pintu belakangnya harus selulup melalui sungai ini. Nah, siapa di antara kalian yang akan ikut aku masuk ke sana?”

Kwe Hu dan kedua saudara Bu dibesarkan di Tho-hoa-to, setiap hari hampir selalu berkecimpung di tengah gelombang laut, kepandaian berenang mereka dapat diandalkan, serentak mereka bertiga menyatakan ikut. Bu Sam-thong juga dapat berenang, maka dia pun ingin ikut serta. Oey Yong tahu Li Bok-chiu sangat keji. Kalau mendadak dia menyerang di kuburan kuno, pasti Bu Sam-thong dan lain-lain tidak akan mampu melawannya. Seharusnya dirinya sendiri ikut mengawasi ke sana, tapi kesehatannya yang baru melahirkan terasa tidak sanggup bertahan menyelam lama dalam air yang dingin. Tengah ragu-ragu itu tiba-tiba Yalu Ce berkata:

“Kwe-pekbo boleh tunggu saja di sini, biar siautit ikut paman Bu ke sana.”

“Kau mahir berenang?” tanya Oey Yong girang.

“Berenang sih tidak begitu mahir, tapi kalau menyelam kukira boleh juga,” jawab Yalu Ce.

Dalam pada itu Li Bok-chiu sudah bebenah seperlunya dan siap untuk terjun ke dalam sungai. Oey Yong lantas mendekati Bu Sam-thong dan memberi pesan agar hati-hati dan waspada. Begitulah Yalu Ce dan Bu Sam-thong berlima lantas ikut Li Bok-chiu menyusuri sungai itu. Sungai bawah tanah ini terkadang sempit dan terkadang lebar, arusnya juga kadang-kadang keras tempo-tempo lambat. Ada kalanya dasar sungai sangat dalam hingga tinggi air melebihi kepala dan harus menyelam, tetapi lain saat air sungai berubah menjadi cetek cuma sebatas pinggang.

Setelah berjalan sekian lama, akhirnya mereka sampai di lubang masuk ke kuburan. Li Bok-chiu menarik batu penyumbat dan menerobos ke dalam, yang lain lantas ikut masuk berturut-turut. Meski sekarang tidak terbenam lagi dalam air, tetapi keadaan gelap gulita, semua orang bergandengan tangan supaya tidak terpencar dan mengikuti Li Bok-chiu ke depan secara berliku-liku sehingga sukar lagi membedakan arah. Tidak lama kemudian terasa mulai menanjak, tanah yang terpijak juga kering. Mendadak terdengar suara berkeriutan, sebuah pintu batu didorong oleh Li Bok-chiu, semua orang lantas ikut masuk ke situ.

“Di sini sudah berada di tengah-tengah kuburan kuno. Kita berhenti sebentar, lalu pergi mencari Yo Ko,” kata Li Bok-chiu.

Sejak memasuki kuburan, selangkah pun Bu Sam-thong dan Yalu Ce tidak tertinggal di belakang Li Bok-chiu. Tapi keadaan sangat gelap, terpaksa mereka hanya mengandalkan indera pendengaran untuk menjaga segala kemungkinan. Dalam kegelapan itu semua orang lantas berdiam. Tiba-tiba Li Bok-chiu berkata:

“Eh, kedua tanganku telah menggenggam Peng-pok-gin-ciam, kenapa kalian bertiga she Bu ini tidak mau maju untuk merasakan enaknya jarum ini?”

Bu Sam-thong terkejut. Sebelumnya dia pun tahu orang pasti mengandung maksud jahat, tapi tidak menyangkanya musuh akan mulai bertindak sekarang. Mereka sudah pernah merasakan betapa lihaynya jarum orang, betapa pun mereka tidak berani gegabah. Segera mereka pegang senjata dan siap menangkis bila mendengar suara mendesingnya senjata rahasia. Tetapi tempatnya terlampau sempit, jarum musuh hanya dapat dipukul ke tanah, kalau di sampuk bisa jadi akan mengenai kawan sendiri.

Yalu Ce juga menyadari keadaan sangat berbahaya, kalau sampai musuh sembarangan menyambitkan jarumnya maka pihaknya yang berlima ini pasti ada yang terluka atau binasa, jalan yang paling baik harus melabraknya dari dekat supaya orang tidak sempat menggunakan jarum. Ternyata Kwe Hu juga berpendapat sama seperti dia, maka tanpa berjanji keduanya menubruk bersama ke arah suara Li Bok-chiu.

Padahal setelah bicara tadi, selagi orang-orang terkesiap, Li Bok-chiu telah mundur ke tepi pintu. Maka pada waktu Yalu Ce dan Kwe Hu menubruk hanya mengenai tempat kosong, sebaliknya tangan kedua orang saling berpegang sehingga Kwe Hu menjerit kaget. Kepandaian Yalu Ce lebih tinggi. Begitu memegang tangan yang halus dan mencium bau harum yang disertai suara Kwe Hu, segera dia tahu apa yang terjadi.

Sementara itu terdengar bunyi keriat-keriut bergesernya pintu. Yalu Ce dan Bu Sam-thong cepat melompat ke sana. Terdengar suara mendesing, dua jarum perak menyambar. Mereka cepat mengelak, waktu mereka mendorong pintu, ternyata pintu sudah tertutup rapat dan bergeming lagi. Yalu Ce meraba pintu batu itu, ternyata halus licin tanpa alat pegangan pintu. Ia berjalan merambat dinding sekeliling, dia menaksir ruangan itu kira-kira empat persegi, seluruh dinding terbuat dari batu. Ia coba mengetok dinding dengan pedangnya, terdengar suara keras dan berat, jelas batu dinding itu sangat tebal.

“Wah, bagaimana? Jangan-jangan kita akan mati terkurung di sini,” kata Kwe Hu dengan kuatir dan hampir-hampir menangis.

“Jangan kuatir, kita pasti akan menemukan jalan,” cepat Yalu Ce menghiburnya. “Apa lagi Kwe-hujin menunggu di luar, beliau pasti akan berdaya menolong kita.” Habis berkata ia coba meraba sekeliling kamar untuk mencari jalan keluar.

Li Bok-chiu girang sekali setelah berhasil menyekap Bu Sam-thong berlima di kamar batu itu. Ia pikir setelah lawan-lawan dienyahkan, tentu akan lebih mudah menyergap Siao-liong-li dan Yo Ko.

Ia menyadari bila bertempur secara terang-terangan pasti bukan tandingan sang Sumoay, maka ia harus menyergapnya secara mendadak. Ia lantas menggenggam jarum berbisa, sepatu ditanggalkannya, hanya dengan berkaos kaki ia melangkah ke depan dengan perlahan.

**** 139 ****







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar