Kamis, 23 September 2021

Sin Tiauw Hiap Lu 137

Baru sekarang Siao-liong-li teringat, katanya: “Ah, ya, menurut Sun-popoh, orang yang melukai Suhu-ku pasti Se-tok Auyang Hong. Katanya di dunia ini orang yang dapat melukai guruku boleh dikatakan dapat dihitung dengan jari, sedangkan ilmu pukulan keji seperti Ngo-tok-sin-ciang selain Auyang Hong sendiri pasti tiada orang lain yang sudi menggunakannya. Tapi sampai detik terakhir ajalnya guruku tetap tidak mau mengatakan penjahat yang melukainya. Sun-popoh bertanya kepadanya apakah penyerang itu Auyang Hong adanya? Namun Suhu tetap menggeleng dan tersenyum saja, lalu menghembuskan napasnya yang penghabisan.”

“Auyang Hong adalah ayah angkatku,” kata Yo Ko kemudian.

“He, apa betul? Mengapa aku tidak tahu?” seru Siao-liong-li heran.

Yo Ko lantas menceritakan pengalamannya dahulu ketika dia terkena racun jarum berbisa Li Bok-chiu. Berkat pertolongan Auyang Hong dapatlah dia diselamatkan, sebab itulah dia mengakui Auyang Hong sebagai ayah angkat. Akhirnya dia berkata pula:

“Sekarang ayah angkatku sudah meninggal, Suco dan Sun-popoh juga sudah wafat, Tiong-yang Cosu pun sudah tidak ada, segala budi dan dendam, suka dan duka sampai saatnya telah dihapus seluruhnya oleh Thian yang maha kuasa, malahan sampai saat terakhir Suco tetap tidak mau menyebut nama ayah-angkatku. Ahh, kiranya begitu!”

Melihat anak muda itu seperti mendadak menyadari kejadian sesuatu, cepat Siao-liong-li bertanya:

“Kiranya begitu apa?”

“Tentang ayah angkatku tertotok oleh Suco bukan Li-supek yang menolongnya, tetapi dia membebaskan dirinya sendiri,” tutur Yo Ko.

“Membebaskan dirinya sendiri? Bagaimana bisa begitu?”

“Ayah angkatku memiliki semacam kepandaian khas, yaitu dapat memutar balik jalan urat nadi seluruh tubuh, sekali urat nadi terbalik, segenap Hiat-to juga berubah tempat, sekali pun tertotok dapat melepaskan diri.”

“Di dunia ini masa ada kepandaian seaneh ini? Sungguh sukar dibayangkan.”

“lni akan kuperlihatkan padamu,” kata Yo Ko sambil bangkit lalu dia berjungkir dengan kepala di bawah terus berputar beberapa kali sambil mengatur pernapasan. Mendadak dia melompat bangun, ubun-ubun kepalanya segera ditumbukkan pada ujung meja di depan dipan.

“Hai, awas!” seru Siao-liong-li kuatir.

Hiat-to yang berada tepat di ubun-ubun kepala itu disebut ‘Pek-hwe-hiat’ dan merupakan salah satu Hiat-to paling penting di tubuh manusia, Tapi meski tertumbuk ujung meja batu, ternyata sedikit pun Yo Ko tidak terluka dan sakit, malahan anak muda itu tetap berdiri tegak dan berkata dengan tertawa:

“Lihatlah, sekali jalan urat nadi terbalik, seketika Pek-hwe-hiat juga berpindah tempat.”

Kagum sekali Siao-liong-li, katanya dengan heran: “Sungguh aneh, hanya dia yang dapat memikirkan kepandaian ini.”

Meski pun tidak terluka, tetapi lantaran terlalu keras menggunakan tenaga, Yo Ko merasa kepalanya rada pening juga. Akan tetapi dalam keadaan samar-samar itu tiba-tiba dia seperti menemukan sesuatu yang maha penting, cuma sukar dikatakan urusan penting apa yang ditemukan itu. Sampai sekian lama tetap sukar memecahkan persoalannya sehingga dia menjadi kesal, ingin dikesampingkan tapi berat pula urusannya. Akhirnya dia cakar-cakar kepala sendiri dengan perasaan sangat masgul, katanya kemudian:

“Liong-ji, aku teringat sesuatu yang sangat penting, tapi tidak tahu apakah itu. Dapatkah kau membantu?”

Sesungguhnya tidaklah masuk di akal bahwa pikiran seseorang yang kusut dan tak dapat menyimpulkan sesuatu ditanyakan kepada orang lain. Tapi lantaran mereka berdua sudah berkumpul lama, sudah ada kontak batin yang amat mendalam, apa yang dipikirkan pihak lain biasanya dapat diterka sebagian besar. Maka Siao-liong-li lantas bertanya:

“Apakah urusan ini sangat penting?” Yo Ko mengiyakan. Siao-liong-li menegas lagi: “Apakah ada sangkut-pautnya dengan keadaan lukaku?”

“Benar, benar! Apakah itu? Urusan apa yang teringat olehku?”

“Tadi kau bicara tentang ayah-angkatmu Auyang Hong serta caranya memutar balik letak hiat-to. Apakah soal ini ada sangkut pautnya dengan lukaku? Kan bukan dia yang melukai aku...”

Mendadak Yo Ko melonjak dan berteriak: “Aha, benar!”

Begitu keras teriakannya sehingga bergemalah kumandang suaranya dari kamar-kamar batu di kuburan kuno itu. Habis itu Yo Ko terus memegang lengan Siao-liong-li dan berseru:


“Engkau tertolong, Liong-ji! Engkau tertolong...!”

Hanya sekian saja kata-katanya, saking girangnya air mata berlinang-linang dan tidak dapat melanjutkan ucapannya. Melihat anak muda itu sedemikian gembiranya, Siao-liong-li juga ikut senang dan bangkit duduk.

“Coba dengarkan baik-baik, Liong-ji,” kata Yo Ko kemudian, “kau terluka dan tidak dapat menggunakan Iwekang dari perguruan kita sehingga sukar disembuhkan, tetapi engkau dapat memutar balik urat nadi untuk penyembuhanmu dan dipan kemala dingin itu adalah alat pembantu yang ajaib.”

“Tapi... tapi aku masih belum paham!” sahut si nona dengan bingung.

“Bahwa Giok-li-sim-keng aslinya adalah Ci-im (negatip, dingin), kebalikannya adalah Sun-yang (panas, positip),” tutur Yo Ko. “Ketika membicarakan kepandaian membalikkan urat nadi ayahku tadi samar-samar sudah aku rasakan bahwa lukamu ini pasti tertolong, cuma cara bagaimana menyembuhkannya yang masih membingungkanku. Sesudah ingat pada kemala dingin yang disebut dalam surat Tiong-yang Cosu barulah aku dapat memahami persoalannya dengan jelas. Sekarang janganlah kita menunda lebih lama lagi. Marilah... marilah...”

Begitulah dia lantas pergi mencari beberapa ikat kayu bakar, lalu dibakar di pojok kamar, kemudian dia mengajarkan pengantar dasar ilmu membalikkan urat nadi. Si nona dibiarkan duduk di atas dipan kemala dingin, dia sendiri duduk di samping api unggun, tangan kirinya menahan telapak tangan kanan Siao-liong-li.

“Akan kutarik hawa panas ini untuk menerobos ke segenap Hiat-to di tubuhmu, sekuatnya engkau kerahkan tenaga secara terbalik, satu demi satu Hiat-to itu akan diterobos. Bila hawa panas itu sudah sampai ke dipan kemala dingin maka keadaan lukamu menjadi berkurang pula parahnya.”

“Apakah aku pun harus berjungkir balik dan berputar seperti kau tadi?” tanya Siao-liong-li tertawa.

“Sekarang belum perlu, nanti bila sembilan Hiat-to besar sudah diterobos, cara berjungkir dan mengerahkan tenaga akan menjadi jauh lebih mudah.”

Siao-liong-li berkata sambil tertawa: “Untung kedua lenganmu tidak terkutung semua, nona Kwe itu ternyata tidak terlalu jelek.”

Sesudah mengalami detik-detik maut tadi, mengenai buntungnya tangan bagi mereka sudah bukan soal lagi, maka Siao-liong-li menggunakan hal ini untuk bergurau. Dengan tertawa Yo Ko menjawab:

“Kalau tanganku buntung semua, masih ada dua kaki. Hanya kalau membantu menyembuhkan dengan telapak kaki, bau keringat kakiku akan memualkan.”

Sementara itu api unggun sudah mulai berkobar selagi Yo Ko bersiap akan mengerahkan tenaga dalam dan mulai penyembuhannya pada Siao-liong-li. Mendadak dia berteriak:

“Hayaa... hampir saja celaka!”

“Ada apa?” tanya Siao-liong-li.

Yo Ko menuding Kwe Siang yang tertaruh di ujung tempat tidur sana dan berkata: “Kalau latihan kita sedang memuncak pada titik yang paling genting dan mendadak setan cilik ini berkaok, kan segalanya bisa runyam?”

“Ya, sungguh berbahaya, hampir saja!” Siao-liong-li pun bersyukur.

Maklumlah, orang yang sedang asyik berlatih lwekang paling pantang akan gangguan dari luar, seperti dahulu ketika Siao-liong-li dan Yo Ko sedang berlatih Giok-li-sim-keng, tanpa sengaja terganggu oleh kedatangan In Ci-peng dan Thio Ci-keng sehingga akibatnya hampir saja menewaskan Siao-liong-li.

Cepat Yo Ko mengaduk setengah mangkuk madu untuk Kwe Siang, lalu membawa orok itu ke sebuah kamar yang agak jauh, pintu kamar ditutup sehingga jerit tangisnya takkan terdengar. Habis itu barulah dia kembali ke tempat semula dan berkata:

“Kukira dalam waktu tujuh hari sampai setengah bulan, seluruh Hiat-to penting di tubuhmu dapatlah diterobos semuanya, selama itu tentu sukar menghindari gangguan dari luar, tapi tempat ini sama sekali terpisah dengan dunia luar, sungguh sebuah tempat yang sangat bagus.”

“Lukaku akibat dipukul kawanan Tosu Coan-cin-kau, tapi cikal bakal mereka yang membangun kuburan ini serta merta menyediakan dipan kemala dingin bagiku sehingga kesehatanku dapat dipulihkan, rasanya dosa dan jasa mereka dapatlah dianggap sama.”

“Dan bagaimana dengan Kim-lun Hoat-ong? Kita takkan ampuni dia,” kata Yo Ko.

“Asalkan aku tetap hidup, apa lagi yang tidak memuaskan kau?”

“Ya, benar juga kata-katamu,” kata Yo Ko sambil memegang tangan si nona yang putih halus itu, “Setelah kau sembuh, selanjutnya kita takkan berkelahi lagi dengan siapa pun.”

“Kita akan pergi ke selatan dan bercocok tanam di sana, memiara ayam dan itik serta...” dia termenung sejenak. Mendadak terasa suatu hawa panas tersalur tiba melalui telapak tangannya. Hatinya terkesiap, cepat ia melancarkan jalan darah dan mulai berlatih sesuai ajaran Yo Ko.

Penyembuhan dengan cara membalikkan jalan darah yang dibantu dengan khasiat dipan kemala dingin itu ternyata sangat besar manfaatnya. Sudah tentu cara penyembuhan ini tidak dapat segera berhasil melainkan memerlukan ketekunan dan kesabaran.

********************

Kembali bercerita tentang Oey Yong. Sesudah membuat Li Bok-chiu tak dapat berkutik, namun Kwe Siang sudah tidak berada di tempatnya lagi, tentu saja dia kelabakan. Ia coba membentak Li Bok-chiu dan bertanya:

“Kau main tipu muslihat keji apa, ke mana kau sembunyikan anakku?”

“Bukankah nona cilik itu terkurung baik-baik di tengah pagar rotan?” jawab Li Bok-chiu heran.

“Mana ada? Sudah lenyap!” kata Oey Yong, hampir saja ia menangis saking cemasnya.

Karena sudah sekian lama momong Kwe Siang, maka Li Bok-chiu juga sangat menyukai orok itu. Dia pun terkejut demi mendengar anak itu lenyap sehingga tercetus ucapannya:

“Kalau bukan Yo Ko tentu Kim-lun Hoat-ong.”

“Apa maksudmu?” tanya Oey Yong.

Li Bok-chiu lalu menceritakan peristiwa perebutan Kwe Siang antara dia, Yo Ko dan Kim-lun Hoat-ong tempo hari. Dari cara Li Bok-chiu menguraikan itu jelas kelihatan dia sangat menguatirkan anak itu. Kini Oey Yong percaya penuh hilangnya Kwe Siang itu memang di luar tahu Li Bok-chiu. Segera dia membuka Hiat-to yang ditotoknya tadi, cuma perlahan ia ketuk Soan-ki-hiat di dada orang, dengan demikian Li Bok-chiu dapat bergerak seperti biasa, tapi dalam waktu 12 jam dia belum kuat mencelakai orang lain.

Li Bok-chiu bangkit dengan tersenyum getir dan membersihkan debu di bajunya, ialu berkata:

“Kalau jatuh di tangan Yo Ko rasanya tidak berhalangan, kuatirnya kalau digondol lari si bangsat gundul Kim-lun Hoat-ong.”

“Apa sebabnya?” tanya Oey Yong.

“Yo Ko amat baik kepada anak itu, aku yakin dia takkan membikin celaka, sebab itulah tadinya kukira orok itu anaknya.”

Mendadak Li Bok-chiu berhenti, kuatir Oey Yong tersinggung dan marah lagi. Tapi dalam hati Oey Yong justru sedang memikirkan soal lain. Ia sedang membayangkan betapa susah payahnya Yo Ko berusaha menempur Li Bok-chiu dan Kim-lun Hoat-ong demi menyelamatkan Kwe-cilik, tapi dirinya dan Kwe Hu justru menyangka jelek sehingga mengakibatkan sebelah lengan anak muda itu ditebas kutung oleh Kwe Hu.

Teringat itu hati Oey Yong merasa amat menyesal, pikirnya: “Ko-ji pernah menyelamatkan jiwa kakak Ceng, juga menyelamatkan aku dan kedua Bu. Sekarang dia menyelamatkan anak Siang, tetapi lantaran pikiranku sudah menarik kesimpulan keburukan ayahnya dan menganggap ‘kacang tidak meninggalkan Ianjarannya’, ‘serigala tentu beranak serigala’, maka selama ini aku tidak pernah percaya padanya. Meski terkadang agak baik padanya, selang tak lama kemudian aku lantas memakinya lagi. Aih, percumalah diriku maha pintar dan cerdik. Kalau bicara tentang kejujuran dan ketulusan terhadap orang lain, mana aku dapat dibandingkan dengan kakak Ceng?”

Melihat nyonya Kwe termangu-mangu dan mengembeng air mata, Li Bok-chiu menyangka orang sedang menguatirkan keselamatan anaknya, sebab itu dia berusaha menghibur:

“Kwe-hujin, puterimu belum sebulan terlahir tapi sudah mengalami bencana begini, namun tetap selamat tak kurang sesuatu apa pun. Bayi mungil menyenangkan seperti dia, biar pun momok yang ditakuti orang macamku ini juga jatuh hati padanya, maka bisa dipahami kalau bayi itu mempunyai rejeki besar. Hendaknya kau berdoa saja bagi keselamatan dan marilah pergi mencarinya.”

Oey Yong mengusap air mata. Ia pikir ucapan Li Bok-chiu ada benarnya juga, maka ia membuka lagi Hiat-to yang ditotoknya tadi kemudian berkata:

“Terima kasih banyak bahwa kau suka pergi bersamaku untuk mencari puteriku. Tapi kalau engkau ada urusan lain, biarlah kita berpisah di sini, sampai berjumpa kelak.”

“Urusan penting lain apa? Kalau ada urusan penting, kiranya tidak lebih penting dari pada mencari anak itu. Ehh, tunggu sebentar!” Habis ini Li Bok-chiu langsung menyusup ke dalam goa di balik pepohonan sana untuk membuka tali pengikat kaki macan tutul.

Begitu merasa bebas, sambil meraung satu kali macan tutul itu melompat lalu pergi dengan cepatnya. Tentu saja Oey Yong merasa heran.

“Untuk apa kau menawan macan tutul?” tanyanya.

“Dia itulah mak inang puterimu,” tutur Li Bok-chiu tertawa.

Baru sekarang Oey Yong paham, ia tersenyum. Keduanya lantas kembali ke kota kecil itu untuk mencari jejak Yo Ko. Setiba di sana, tampak Kwe Hu sedang celingukan dan bingung. Nona itu menjadi girang melihat datangnya sang ibu, cepat ia berseru:

“lbu, adik dibawa...” belum habis kata-katanya, ia kaget melihat yang mengikut di belakang sang ibu ternyata Li Bok-chiu adanya.

“Bibi Li akan bantu kita mencari adikmu,” tutur Oey Yong kemudian. “Bagaimana dengan adikmu?”

“Adik Siang dibawa lari Yo Ko, malah kuda merah juga dirampasnya,” jawab Kwe Hu. “Lihatlah pedangku ini. Dengan kebasan lengan bajunya yang tidak berlengan itu, pedangku jadi begini.”

“Hanya dengan lengan baju?” tanya Oey Yong dan Li Bok-chiu berbareng.

“Ya, sekali kebas saja pedang ini langsung bengkok. Sungguh aneh, entah ilmu hitam apa yang berhasil dikuasainya,” kata Kwe Hu.

Oey Yong dan Li Bok-chiu saling pandang sekejap dengan terkesiap. Mereka tahu kalau tenaga dalam seseorang sudah terlatih sempurna, maka dengan benda yang lunak pun dapat digunakan menghantam benda lawan yang keras. Untuk dapat mencapai tingkatan itu sedikitnya perlu waktu beberapa puluh tahun, itu pun jika mendapatkan guru yang mahir. Akan tetapi usia Yo Ko masih muda belia, masa Iwekang-nya sudah mencapai puncak seperti ini?

Hati Oey Yong merasa lega ketika mengetahui Kwe Siang memang digondol oleh Yo Ko. Sedangkan Li Bok-chiu berpikir tentang kehebatan Kang-hu anak muda itu. Tentulah berkat ilmu yang diperolehnya dari Giok-li-sim-keng. Jika saja sekarang dirinya membantu Kwe-hujin merebut kembali puterinya, sebagai imbalannya tentu nyonya Kwe itu pun mau membantu merebut kembali kitab pusaka itu.

Begitulah setelah bertanya arah perginya Yo Ko, kemudian Oey Yong berkata kepada Kwe Hu:

“Kau pun tidak perlu lagi pulang ke Tho-hoa-to. Mari ikut pergi mencari Yo-toako.” Tentu saja Kwe Hu kegirangan dan mengiyakan ber-ulang. Tiba-tiba Oey Yong menarik muka dan berkata lagi: “Kau harus bertemu dengan dia, tak peduIi dia mau mengampuni kau atau tidak tapi kaulah yang harus minta maaf kepadanya dengan setulus hati.”

Tapi Kwe Hu tidak bisa menerima, katanya: “Kenapa begitu? Bukankah dia telah mencuik adik?”

Oey Yong lantas menceritakan secara ringkas apa yang didengarnya dari Li Bok-chiu dan menambahkan:

“Kalau dia bermaksud jahat, mana bisa adikmu hidup sampai sekarang? Lagi pula, dengan kebutan lengan bajunya itu, kalau saja yang diincar adalah kepalamu, coba bayangkan, bagaimana keadaanmu sekarang?”

Ngeri juga hati Kwe Hu mendengar ucapan sang ibu, dia pikir betul juga omongan ibunya. Tetapi apakah benar Yo Ko sengaja bermurah hati padanya? Dasar anak manja, betapa pun mulutnya tidak mau kalah, katanya:

“Dia menggondol adik ke arah utara, tentu dia menuju ke Coat-ceng-kok.”

“Tidak, dia pasti pulang ke Cong-lam-san,” ujar Oey Yong.

Kwe Hu masih merasa penasaran, jawabnya: “lbu selalu membela dia. Padahal kalau dia bertujuan baik, untuk apa dia membawa adik ke Cong-Iam-san?“

Oey Yong menghela napas, katanya: “Kau dibesarkan bersama Yo-toako, tetapi kau masih belum mengenal wataknya. Selamanya dia tinggi hati dan angkuh, tidak tahan dihina orang. Ketika mendadak kau mengutungi lengannya, dia merasa tak sampai hati balas membuntungi lenganmu, tetapi dia pun tidak rela bila menyudahi begitu saja urusan ini, maka dia sengaja membawa pergi adikmu agar kita dibuat kelabakan dan bersedih. Selang sementara waktu, kalau dongkolnya sudah mereda, aku yakin dia pasti akan mengembalikan adikmu. Nah, paham tidak sekarang?” tegasnya. “Karena kau memfitnah dia menculik adikmu, maka ia betul-betul sengaja menculiknya.”

Oey Yong memang sangat cerdas dan pintar. Setelah mendengar cerita Li Bok-chiu, jalan pikiran Yo Ko ternyata dapat diraba dan diukurnya dengan tepat. Padahal Siao-liong-li dan Kwe Ceng menganggap Yo Ko teramat baik, sebaliknya Li Bok-chiu dan Kwe Hu justru menganggap anak muda itu terlampau busuk. Tetapi sampai saat ini satu-satunya yang benar-benar memahami jalan pikiran dan watak Yo Ko ternyata hanya Oey Yong saja.

Demikianlah akhirnya Kwe Hu tidak berani bicara Iagi. Mereka lantas mendatangi warung makan untuk meminjam alat tulis. Oey Yong menulis sebuah surat singkat dan memberi persen kepada pelayan agar segera mengirimkan surat itu kepada Kwe Ceng di Siang-yang. Setelah itu mereka bertiga membeli kuda dan berangkatlah ke Cong-lam-san. Kwe Hu tidak menyukai Li Bok-chiu, di sepanjang jalan sikapnya dingin dan jarang bicara dengannya.

**** 137 ****








OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar