Sabtu, 18 September 2021

Sin Tiauw Hiap Lu 130

“Demi keselamatan anak ini, sudah belasan jurus kuberi kelonggaran padamu, kalau tidak lekas kau taruh anak itu maka terpaksa aku tak pedulikan mati-hidupnya lagi.” Sembari berkata pentungnya terus menotok kaki kiri lawan.

Ketika Li Bok-chiu hendak menangkis dengan kebutnya, namun pentung Oey Yong memutar ke atas menjojoh dadanya. Tikaman ini cukup cepat lagi jitu, dan yang diarah adalah tubuh si Kwe Siang kecil yang berada dalam pondongan Li Bok-chiu. Bila saja serangan ini mengenai sasaran, sekali pun Li Bok-chiu sendiri juga akan ikut terluka parah, apa lagi Kwe Siang kecil itu, pasti jiwanya akan melayang seketika. Namun Oey Yong benar-benar sudah menguasai pentungnya dengan sesuka hati, meski tampaknya ujung pentung menempel popok bayi, tapi sedikit pun bayi itu tak terluka selama pentung itu tidak disodorkan lebih maju lagi.

Tentu saja Li Bok-chiu tidak tahu. Dia amat kuatir keselamatan si bayi, cepat dia melompat ke samping dan sebab itu pula ia sendiri pun tak terjaga, tahu-tahu kaki kirinya keserempet pentung dan hampir terjungkal. Setelah sempoyongan dan bisa berdiri tegak, ia segera berpaling dan berkata:

“Kwe-hujin, percuma saja kau terkenal sebagai pendekar berbudi, mengapa kau tega melukai seorang bayi? Apa kau tidak malu?”

Melihat sikap orang tidaklah pura-pura, diam-diam Oey Yong girang karena orang terjebak oleh akalnya, dengan tertawa dia pun menjawab:

“Anak ini bukan bibit yang baik, buat apa dibiarkan hidup di dunia ini?”

Habis berkata ia terus menyerang lagi dan sengaja mengincar Kwe Siang. Dibawa melompat kian kemari oleh Li Bok-chiu, agaknya Kwe Siang kecil itu merasa tidak enak, mendadak dia menangis keras-keras. Diam-diam Oey Yong merasa kasihan, tetapi serangannya justru bertambah kencang, kalau saja Li Bok-chiu tidak berusaha bertahan sekuatnya, tampaknya setiap jurus serangan Oey Yong bisa menewaskan bayi itu. Li Bok-chiu menjadi serba susah, mendadak ia menangkis dengan kebutnya. lalu berseru:

“Kwe-hujin, sebenarnya apa kehendakmu?”

Dengan tertawa Oey Yong menjawab: “Li-totiang, kata orang, di dunia Kangouw jaman ini hanya Li-totiang dan diriku saja tergolong tokoh wanita terkemuka, kebetulan kita bertemu di sini, bagaimana kalau kita coba-coba menentukan siapa yang lebih unggul?”

Diam-diam Li Bok-chiu menjadi dongkol, dengusnya: “Hm, kalau Kwe-hujin sudi memberi pengajaran, sungguh kebetulan bagiku.”

“Tetapi kau membawa anak kecil, kalau aku menang juga kurang berharga,” ujar Oey Yong. “Sebaiknya kau taruh dulu bayi itu, lalu kita bertanding dengan segenap kemahiran masing-masing.”

Li Bok-chiu pikir ucapan Oey Yong ada betulnya juga, apa lagi melihat cara menyerang Oey Yong tadi yang tampaknya tak kenal ampun sedikit pun terhadap anak sekecil itu. Ia coba memandang sekelilingnya, terlihat di sebelah kanan sana di tengah-tengah beberapa pohon besar ada tanah rumput yang tumbuh lebat, tanah rumput itu cocok sekali sebagai kasur. Cepat ia membawa Kwe Siang ke sana dan ditaruh di atas rumput, lalu memutar balik dan berkata:

“Baiklah, mari kita mulai!”

Setelah saling gebrak belasan jurus tadi Oey Yong tahu kepandaian Li Bok-chiu seimbang dengan dirinya. Jika sekarang puterinya bisa direbut kembali, untuk kabur juga sulit kalau Li Bok-chiu balas menyerang seperti perbuatan dirinya tadi, malahan kalau lengah sedikit saja mungkin Kwe Siang bisa celaka. Jalan paling baik mengalahkan Li Bok-chiu, membinasakan atau melukainya dengan parah, barulah puterinya dapat direbut kembali dengan selamat. Lagi pula iblis ini sudah banyak berbuat kejahatan, bila kubinasakan setimpal dengan perbuatannya. Berpikir begini, seketika timbul hasratnya membunuh Li Bok-chiu.

Sudah biasa Li Bok-chiu menjalankan keganasannya, segala cara keji tidak segan digunakannya, dalam hal ini dia suka mengukur orang lain dengan dirinya sendiri. Ketika ia melihat Oey Yong selalu melirik ke arah si bayi, timbul dugaannya bila Oey Yong sukar mengalahkan dia, bisa jadi ia mulai menyerang bayi itu untuk memencarkan perhatiannya. Sebab itulah ia terus menghadang di depan Oey Yong sehingga sulit bagi Oey Yong merebut kembali puterinya.

Dalam sekejap Oey Yong juga telah memikirkan beberapa macam akal. Ia yakin akalnya dapat membinasakan Li Bok-chiu, tetapi betapa pun juga akan membahayakan Kwe Siang, karena itulah ia menjadi ragu-ragu. Pikirnya: “Melihat sikap iblis ini, tampaknya dia amat sayang pada anak Siang, andaikan sementara ini Siang-ji tak dapat kurebut kembali tetapi keselamatannya juga tidak perlu dikuatirkan, maka sebaiknya aku jangan sembarangan bertindak agar tidak keliru mencelakai Siang-ji.”

Setelah berpikir lagi, Oey Yong berkata. “Li-totiang, kepandaian kita berselisih tidak jauh dan sulit menentukan kalah menang dalam waktu singkat. Dalam pertempuran kita nanti kalau mendadak ada binatang buas hendak makan anak itu, bukankah kita juga akan ikut terganggu? Kukira bayi itu kita bereskan saja dulu kemudian kita dapat bertempur sepuasnya.”

Habis berkata dia memungut sepotong batu kecil lantas diselentikkan ke arah Kwe Siang dengan mengeluarkan suara mendesing. Itulah ilmu silat tenaga jari sakti Tho-hoa-to yang terkenal. Li Bok-chiu sendiri sudah pernah melihat Oey Yok-su memainkan ilmu ini. Ia tahu tenaga selentikan ini luar biasa hebatnya. Maka cepat dia gunakan kebutnya untuk menyampuk sambil membentak:

“Apa halangannya bayi itu bagimu? Mengapa berulang kali kau ingin mencelakainya?”

Diam-diam Oey Yong merasa geli. Walau pun cara menyelentik batu itu tampaknya lihay, namun sebenarnya dia menggunakan gerakan memelintir, umpama kata Li Bok-chiu tidak menyampuknya batu itu akan mencelat ke samping, bila menyentuh tubuh Kwe Siang juga takkan melukainya. Tetapi supaya Li Bok-chiu tidak curiga, Oey Yong malah sengaja mengolok-olok:

“Hah, sedemikian sayangnya Li-totiang kepada bocah ini, orang yang tidak tahu boleh jadi akan... akan mengira kau... ha-ha-ha...”

“Mengira aku apa, mengira dia anakku?” damperat Li Bok-chiu dengan marah, mukanya menjadi merah.

“Kau adalah To-koh (pendeta agama To/Tao, lelaki disebut To-su dan wanita disebut To-koh, lain artinya bila ditulis Tokoh) tidak mungkin melahirkan anak, orang lain tentu mengira bocah ini adalah anak... anak adik perempuanmu,” ujar Oey Yong dengan tertawa.



Ia cukup licin dalam adu mulut, ia pun tidak mau rugi. Bahwasanya Kwe Siang dikatakan sebagai anak adik perempuan Li Bok-chiu, hal ini sama saja dengan mengatakan bahwa Li Bok-chiu adalah anak Oey Yong dan Kwe Ceng. Dia sengaja mengucap demikian untuk membalas perkataan Li Bok-chiu tadi yang menyebutkan bahwa Yo Ko adalah ayah Kwe Siang. Sudah tentu Li Bok-chiu tidak tahu maksud Oey Yong ini. Ia pun tidak menaruh perhatian melainkan hanya mendengus saja lantas berkata:

“Baiklah, silakan Kwe-hujin mulai maju!”

“Aku tahu kau selalu menguatirkan keselamatan bocah itu, waktu bertempur tentu perhatianmu akan terpencar. Sekali pun kukalahkan juga kurang berharga,” kata Oey Yong. “Begini saja, akan kucari beberapa potong tali rotan untuk mengelilingi anak itu agar binatang buas tidak dapat mendekatinya, habis itu kita boleh bertempur sepuasnya.”

Habis berkata ia lantas mengeluarkan sebuah pisau kecil berangkai emas, ia memotong rotan-rotan yang banyak tumbuh di sekitar sana. Semula Li Bok-chiu merasa sangsi dan berjaga dengan rapat agar Oey Yong tidak menyerobot bayi itu, tetapi kemudian dilihatnya orang melingkari rotan itu pada beberapa pohon di sekeliling Kwe Siang, jaraknya cukup jauh, dengan demikian binatang buas terhalang untuk mendekati bocah itu. Diam-diam dia mengakui akal Oey Yong yang baik itu.
Dilihatnya Oey Yong terus melingkari pohon-pohon itu dengan rotan sebaris demi sebaris, selapis demi selapis, makin lama semakin banyak. Tampak pula wajah Oey Yong tersenyum aneh seperti orang bermaksud buruk, mau tak mau Li Bok-chiu menjadi kuatir, maka cepat dia berseru:

“Sudahlah, cukup!”

“Baiklah kalau kau bilang sudah cukup,” kata Oey Yong tertawa, “Nah, Li-totiang, kau pernah bertemu dengan ayahku, bukan?”

“Benar,” jawab Li Bok-chiu.

“Aku dengar dari Yo Ko, katanya kau pernah menulis empat kalimat olok-olok terhadap ayahku beserta anak muridnya, apakah betul?” tanya Oey Yong.

Li Bok-chtu terkesiap. Ia pikir kiranya untuk urusan inilah Oey Yong sengaja merecokinya sekarang. Dengan nada dingin ia pun menjawab:

“Ketika itu mereka berlima mengerubuti aku seorang, ini juga kenyataan.”

“Hm, kini kita boleh satu lawan satu dan lihat saja nanti siapakah yang akan ditertawakan orang Kangouw,” jengek Oey Yong.

Dengan gusar Li Bok-chiu lantas membentak; “Janganlah kau temberang, ilmu silat Tho-hoa-to sudah banyak kulihat, paling-paling juga begitu-begitu saja dan tiada sesuatu yang istimewa.”

“Huhh, jangankan ilmu silat Tho-hoa-to, sekali pun bukan ilmu silatnya belum tentu kau mampu melayaninya,” jengek Oey Yong, “Lihatlah, kalau kau mampu, coba saja keluarkan orok itu.”

Diam-diam Li Bok-chiu terkejut “Apakah dia telah mencelakai anak itu?”

Segera ia melompat ke sana. Setelah melintasi sebaris lingkaran rotan dan membelok ke kiri, tiba-tiba terlihat pagar rotan menghalang di depan, yang terbuka adalah jalan yang membelok ke kanan. Tanpa pikir dia terus menyusur ke sana. Terdengar suara Kwe Siang menangis, hatinya menjadi lega. Tapi setelah membelok dan memutar lagi beberapa kali, aneh, tahu-tahu dia berputar keluar dari pagar rotan lagi. Keruan dia menjadi bingung, jelas dia terus memutar ke bagian dalam, kenapa sekarang berbalik berputar keluar.?


MENANG BERTARUNG BAYI MELAYANG

Tanpa pikir lagi ia terus melompat ke bagian dalam pagar rotan, namun tali rotan berjari itu melingkar ke sana-sini serabutan.

“Brett!” sedikit lena, ujung jubahnya terobek sebagian tercantol duri rotan.

Maka ia tidak berani gegabah lagi, sekarang ia bertindak dengan lebih hati-hati. Baru saja ia mengamat-amati lingkaran rotan dengan lebih teliti, tiba-tiba saja Oey Yong sudah berada dalam pagar rotan dan sedang memondong si orok. Kejadian ini sungguh membuatnya terkejut luar biasa, segera dia berseru:

“Hei, lepaskan anak itu!”

Segera Li Bok-chiu menyusuri lingkaran pagar rotan dengan lebih cepat lagi, lingkaran seluas beberapa meter persegi di antara beberapa pohon itu ternyata sukar diterobosnya. Dia berlari-lari ke kanan dan ke kiri, setelah maju kemudian memutar mundur lagi, setelah mengitar beberapa kali akhirnya dia berada lagi di luar pagar. Sudah banyak pengalaman Li Bok-chiu, tetapi belum pernah menemukan kejadian seaneh ini. Dia menjadi heran sekali, apakah di dunia ini benar-benar ada ‘lingkaran setan’? Lalu cara bagaimana mengatasinya?

Selagi ia merasa bingung, dilihatnya Oey Yong telah menaruh kembali anak itu, kemudian memutar ke sana dan membelok ke sini, dengan bebas dan seenaknya saja Oey Yong dapat keluar dari lingkaran pagar. Mendadak Li Bok-chiu menyadari duduknya perkara. Teringat olehnya kejadian malam itu ketika melawan Yo Ko, Thia Eng dan Liok Bu-siang, tiga muda-mudi itu telah memasang gundukan tanah di luar gubuk mereka dan ternyata dirinya tidak mampu menyerang dari depan. Sekarang lingkaran rotan yang dibuat Oey Yong ini tentu berdasarkan ilmu hitung Kiu-kiong-pat-kwa khas Tho-hoa-to.

Setelah merenung sejenak, dia dapat mengambil keputusan. Dia harus menghalau musuh dulu, barulah menyingkirkan tali rotan itu satu demi satu. Kalau sekarang menerobos begitu saja dan musuh menyerang dari arah yang lebih menguntungkan, tentu dirinya akan terjebak dan kalah. Karena pikiran ini segera dia melompat pergi beberapa meter jauhnya, dia sengaja menjauhi pagar rotan itu untuk mengawasi setiap gerak-gerik lawan, sementara dia tidak menghiraukan urusan Kwe Siang lagi.

Tadinya Oey Yong girang ketika melihat Li Bok-chiu tersesat di tengah lingkaran rotan, tetapi mendadak terlihat iblis itu melompat pergi, diam-diam dia pun merasa kagum akan keputusan lawan yang cepat dan tegas itu. Karena keselamatan Kwe Siang sekarang sudah terjamin, dia tidak perlu membagi pikiran lagi, segera pentung bambunya bergerak dan dengan jurus ‘An-kau-kek-tau’ (tahan kepala anjing mengangguk ke bawah) segera dia menyabet leher Li Bok-chiu. Akan tetapi kebut Li Bok-chiu lantas melingkar ke batang pentung.

“Srett!” berbareng ujung kebut terus menyabet ke muka Oey Yong.

BegituIah keduanya saling serang dengan cepat dan sama-sama mengeluarkan segenap kemampuan, hanya sekejap mereka sudah bergebrak sepuluh kali. Usia Li Bok-chiu lebih tua dari pada Oey Yong, dengan sendirinya ia pun lebih ulet. Tetapi gerak serangan Pak-kau-pang-hoat sungguh hebat sekali, bahwa ia dapat bertahan berpuluh jurus dari serangan Oey Yong boleh dikatakan jarang terjadi di dunia persilatan. Dia menyadari apa bila berlangsung lebih lama lagi, tidak lebih dari sepuluh gebrakan lagi pasti akan kalah.

Pentung bambu Oey Yong bukan senjata tajam, tetapi setiap Hiat-to di tubuhnya selalu menjadi incaran, kalau tertotok mustahil jiwanya tidak melayang! Setelah berhasil menangkis beberapa jurus lagi, dahi Li Bok-chiu mulai berkeringat. Sebisanya ia menyabet dua-tiga kali dengan kebutnya, lalu melompat mundur dan berseru:

“Pang-hoat Kwe-hujin memang hebat, aku mengaku kalah. Hanya saja ada sesuatu yang aku tidak paham dan perlu minta penjelasanmu.”

“Ahh, masa pakai penjelasan segala?” ujar Oey Yong dengan tertawa.

“Semua orang tahu ilmu permainan pentungmu adalah kepandaian khas Kiu-ci-sin-kay (pengemis sakti berjari sembilan) Ang Chit-kong. Kalau ilmu silat Tho-hoa-to juga hebat, mengapa Kwe-hujin tidak belajar ilmu silat dari ayah sendiri tapi malah belajar kepandaian orang lain?”

Oey Yong tahu maksud Li Bok-chiu, karena tak dapat menandingi permainan pentungnya maka sengaja mengolok-olok supaya dia menggunakan ilmu silat lainnya. Maka dia lantas menjawab dengan tertawa:

“Kalau kau sudah tahu Pang-hoat ini adalah ajaran khas Kiu-ci-sin-kay, tentunya kau pun kenal nama ilmu permainan pentung ini.”

Li Bok-chiu hanya mendengus dengan muka cemberut tanpa menjawab. Dengan tertawa Oey Yong lantas berkata:

“Permainan pentung ini disebut penggebuk anjing, maksudnya asal melihat anjing boleh gebuk saja, hanya inilah soalnya, masa perlu penjelasan lagi?”

Melihat akalnya tak berhasil menipu Oey Yong agar menggunakan ilmu silat lain, jika adu mulut dirinya juga kalah, segera ia selipkan kebutnya pada tali pinggang, lalu menjengek:

“Hmm, dimana-mana pengemis memang pintar me-rengek, nyatanya sang pangcu juga pintar main mulut, baru sekarang aku kenal!” Habis ini ia terus menuju ke sana dan duduk di bawah pohon.

Kalau Li Bok-chiu mau mengaku kalah dan terus pergi, inilah yang diharapkan Oey Yong, tapi iblis itu ternyata cuma duduk saja di sana. Sesudah berpikir segera Oey Yong tahu maksudnya. Jelas iblis itu merasa berat untuk meninggalkan Kwe Siang yang mungil. Maka jika sekarang dirinya mengambil bocah itu, pasti Li Bok-chiu yang akan gantian mengganggunya, dalam keadaan begitu tentu dirinya akan serba susah pula. Tampaknya bila Li Bok-chiu tidak dibinasakan atau dilukai, sekali pun anak Siang berhasil ditemukan juga sukar membawanya pulang dengan selamat.

Segera Oey Yong mendekati Li Bok-chiu dengan langkah Pat-kwa, tampaknya mengarah ke kanan dan membelok lagi ke kiri tanpa sesuatu yang aneh, tapi kalau mendadak Li Bok-chiu berusaha kabur, tak peduli melompat ke arah mana pun pasti sukar terhindar dari cegatan Oey Yong. Begitulah pentung Oey Yong lantas menutul ke muka Li Bok-chiu. Li Bok-chiu menangkis dengan sebelah tangan sambil membentak:

“Hah! Sejak matinya Tan Hian-hong dan Bwe Tiau-hong, Oey Yok-su memang benar tiada ahli waris lagi.”

Kata-kata ini mengolok-olok mendiang murid Oey Yok-su yang berkelakuan jahat itu dan sekaligus juga menyindir Oey Yong yang cuma mampu menggunakan Pak-kau-pang-hoat dari Kay-pang melulu.

Padahal Giok-siau-kiam-hoat, ilmu pedang seruling kemala, kepandaian khas Tho-hoa-to juga sudah dilatih Oey Yong dengan baik, tapi soalnya dia tidak membawa pedang, kalau pentung digunakan sebagai pedang, tak akan cocok, boleh jadi sulit mengalahkan lawan tangguh seperti Li Bok-chiu ini. Karena itu dia hanya menjawab dengan tertawa:

“Ya, memang brengsek juga beberapa murid busuk ayahku, mereka mana dapat dibandingkan dengan Li-totiang dan nona Liong yang sama-sama suci bersih dari suatu perguruan.”

Li Bok-chiu menjadi murka, mukanya yang putih berubah merah padam, begitu lengan bajunya mengebas, dua jarum berbisa menyambar perut Oey Yong.

Perlu diketahui bahwa Li Bok-chiu meski jahat dan sudah membunuh orang tak terhitung banyaknya, tapi dia tetap bertubuh perawan suci bersih. Dia anggap Siao-liong-li berbuat tidak baik, maka dia menjadi marah mendengar Oey Yong menyamakan dia dengan sang Sumoay dan segera menyerang dengan jarum berbisa yang keji.

Berdirinya Oey Yong dengan Li Bok-chiu sangat dekat, untuk mengelak jelas takkan keburu lagi, terpaksa ia memutar pentung bambu sekencangnya untuk menyampuk jatuh jarum-jarum berbisa itu. Syukurlah permainan pentungnya sudah dikuasai sedemikian sempurna sehingga jarum yang kecil itu bisa ditangkisnya, meski pun begitu ketika jarum itu menyambar lewat di mukanya, terendus bau amis yang memuakkan. Selagi Oey Yong terkesiap, dilihatnya dua buah jarum musuh menyambar lagi. Cepat ia melengos ke samping sehingga jarum-jarum itu menyambar lewat di pinggir telinganya. Diam-diam ia menjadi kuatir kalau jarum-jarum yang beterbangan akan nyasar mengenai Kwe Siang, maka cepat ia berlari keluar hutan.

Segera Li Bok-chiu mengudaknya. Ia sangka Oey Yong hanya mahir memainkan pentung bambu saja, ilmu silat jenis lain bukan tandingannya, maka begitu melompat keluar hutan ia lantas membentak:

“Kalah menang belum jelas, kenapa kau hendak pergi begitu saja?”

Oey Yong memutar balik lalu menghadapinya sambil tersenyum. Li Bok-chiu lantas meng-olok lagi:

“Kwe-hujin, caramu menangkis jarumku tadi juga memakai pentungmu?” Berbareng ia menubruk maju lagi.

Oey Yong pikir kalau pentung bambu tidak disimpan kembali, kalah pun Li Bok-chiu tetap merasa penasaran. Maka dia pun lantas menyelipkan pentung bambu pada tali pinggang, lalu menjawab dengan tertawa:

“Baiklah, sudah lama kudengar Ngo-tok-sin-ciang (pukulan sakti panca bisa) Li-totiang telah banyak membunuh orang, sekarang biar kucoba belajar kenal dengan ilmu pukulanmu itu.”

Li Bok-chiu malah menjadi melengak. Dia heran, kalau orang sudah tahu betapa lihay ilmu pukulannya yang berbisa itu justru menantang bertanding pukulan, bukan mustahil di balik ini ada sesuatu yang tidak beres. Namun dia pun tidak menjadi jeri, segera dia menjawab:

“Baik, aku pun ingin belajar Lok-eng-ciang-hoat dari Tho-hoa-to yang hebat.”

Dilihatnya Oey Yong melancarkan pukulan, segera dia memapaknya dengan telapak tangan kiri, menyusul tangan kanannya juga menghantam pundak lawan. Kedua pukulan sekaligus ini cukup keras dan lihay, maka tampaknya tidak mudah bagi Oey Yong untuk menangkis. Tak terduga ketika menghantam dengan tangan kanan, bahkan Li Bok-chiu tambahi pula dengan menyambitkan dua buah jarum berbisa ke bagian perut Oey Yong.

Sungguh lihay luar biasa sambaran pukulan itu yang disertai dengan jarum berbisa. Pada umumnya orang tentu hanya ber-jaga terhadap pukulannya yang berbisa itu, siapa tahu kalau dari jarak sedekat itu menggunakan senjata rahasia, karena itulah banyak tokoh terkenal dirobohkan olehnya.

Akan tetapi Oey Yong tidak menjadi gugup. Cepat ia tarik kembali pukulannya untuk menangkis pukulan tangan kanan Li Bok-chiu, sebelah tangannya merogoh baju seperti hendak mengambil senjata rahasia buat balas menyerang. Tetapi kelihatannya sudah terlambat. Baru saja tangannya mau ditarik keluar dari bajunya, kedua jarum berbisa dari Li Bok-chiu sudah tinggal beberapa senti jauhnya dari perut. Dalam keadaan begitu, walau pun Oey Yong mempunyai kepandaian setinggi langit tak akan sempat menghindar lagi. Tentu saja Li Bok-chiu sangat girang. Dilihatnya dengan jelas jarum-jarum itu menembus baju dan menancap ke dalam tubuh Oey Yong.

“Aduuhh...!” Oey Yong menjerit sambil memegangi perutnya dan menungging.

Akan tetapi mendadak tangan kirinya memukul ke dada Li Bok-chiu. Pukulan Oey Yong sungguh sangat cepat dan di luar dugaan.

“Bagus!” Li Bok-chiu berseru sambil mendoyongkan tubuhnya ke belakang, berbareng kedua tangannya lantas dipukulkan ke dada Oey Yong.

Dia yakin sesudah Oey Yong terkena jarumnya, dengan cepat racun jarum itu pasti akan bekerja dan menjalar, maka pukulannya ini cuma bertujuan untuk mendorong Oey Yong sejauhnya kemudian biarkan lawan mati keracunan.

Tanpa terduga ternyata Oey Yong tidak berusaha menangkis kedua tangan Li Bok-chiu, melainkan tubuh bagian atasnya kelihatan sedikit bergerak. Li Bok-chiu mengira mungkin badan Oey Yong mulai kaku setelah terkena jarumnya. Tapi ketika kedua tangannya menempel baju di dada lawan, tiba-tiba kedua telapak tangannya terasa kesakitan seperti tercocok benda tajam sebangsa jarum.

Dalam kagetnya cepat Li Bok-chiu melompat mundur. Sewaktu dia memperhatikan kedua tangannya, terlihat di tengah kedua telapak tangan ada luka tusukan yang kecil, sekitar luka itu berwarna hitam, jelas itulah tanda-tanda terkena jarum berbisanya sendiri. Keruan ia terkejut dan gusar, tapi juga bingung dan heran mengapa bisa terjadi begitu? Segera dilihatnya Oey Yong telah mengeluarkan dua buah apel dari bajunya, pada kedua apel itu masing-masing tertancap jarum perak. Baru sekarang Li Bok-chiu tahu duduknya perkara, kiranya dalam baju Oey Yong tersimpan dua buah apel, yakni sebagian apel yang dibelinya dan sempat dibawanya tadi.

Ketika tadi Li Bok-chui menyambitkan jarum, Oey Yong tidak mengelak, tetapi tangannya dimasukkan ke baju untuk menggeser apel ke tempat yang tepat supaya menjadi sasaran jarum musuh. Setelah itu Li Bok-chiu dipancingnya untuk memukul jarum yang menancap di buah apel.

Sebetulnya Li Bok-chiu juga cerdik pandai, tapi sekarang ia mnati kutu menghadapi lawan yang banyak tipu akalnya seperti Oey Yong ini, mau tidak mau dia harus mengaku kalah. Ia merogoh saku dengan maksud mengambil obat penawar, namun segera didengarnya angin keras menyambar, kedua tangan Oey Yong telah menghantam ke mukanya. Cepat dia menangkis dengan tangan kiri. Tiba-tiba dilihatnya kelima jari tangan Oey Yong terbuka dan mengebut ke bagian iganya, kelima jarinya terbuka dengan gaya yang indah seperti bunga anggrek.

Hati Li Bok-chiu tergerak. Dia pikir mungkin inilah Lan-hoa-hut-hiat-to (mengebut Hia-to dengan gaya bunga anggrek) yang terkenal itu. Cepat ia menangkis dan urung mengambil obat, dengan kuku jari ia mencakar jari musuh. Oey Yong lantas menarik kembali tangannya, menyusul tangan lain dengan jari terbuka mengebut ke Hiat-to di pundak lawan, habis itu jari merapat menjadi telapak tangan, segera Oey Yong memukul kembali dengan tangan satunya dan begitu seterusnya secara bergantian.

Muka Li Bok-chiu menjadi pucat sekali, baru sekarang ia mengetahui ilmu sakti Tho-hoa-to memang benar-benar luar biasa. Jangan kata dirinya sudah terkena racun, sekali pun dalam keadaan sehat bukan tandingan Oey Yong. Begitulah dia ingin lekas-lekas meloloskan diri mengambil obat penawar, tetapi Oey Yong terus menyerangnya tanpa kendur sedikit pun, padahal racun jarumnya sangat lihay, sementara itu kadar racun pun telah mulai menjalar dari lengannya ke atas, asalkan menjalar sampai ke ulu hati, maka binasalah dia tanpa tertolong Iagi.

Melihat wajah orang semakin pucat, gerakannya semakin lemah, Oey Yong tahu bila menyerang lagi tentu lawan takkan tahan. Dia pikir kejahatannya sudah lewat takaran, bila sekarang binasa oleh jarumnya sendiri juga pantas dan kebetulan dapat membalas sakit hati kematian ibu kedua Bu cilik. Karena itulah dia menyerang lebih cepat, berbareng dia pun menjaga rapat agar tiada kesempatan bagi lawan melancarkan serangan balasan.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar