Senin, 06 September 2021

Sin Tiauw Hiap Lu 112

“Hm, aku tiada tempo main-main dengan kau,” jengek Li Bok-chiu, habis itu segera ia hendak melangkah pergi.

Yo Ko menjadi ribut, teriaknya: “Hei, memangnya siapa mengajak kau main-main? Maksudku macan tutul ini punya susu!”

Baru sekarang Li Bok-chiu paham maksud Yo Ko, dengan girang dia berkata: “He, betul! Hanya kau yang dapat memikirkan hal ini.”

Cepat dia mengambil belasan lempeng kulit pohon lantas dipelintir menjadi tali yang kuat. Lebih dulu dia ikat moncong macan tutul itu dengan kencang, barulah meringkus keempat kakinya. Dengan tersenyum barulah Yo Ko melepaskan pegangan pada harimau itu, ia bangkit sambil mengebut debu pasir di tubuhnya.

Kini harimau itu tidak dapat berkutik lagi, sinar matanya memancarkan rasa takut. Yo Ko meraba-raba kepalanya dan berkata dengan tertawa:

“Jangan kuatir, jiwamu takkan kami ganggu, kami cuma minta kau menjadi ibu inang sementara.”

Segera Li Bok-chiu mendekatkan mulut si bayi pada puting susu harimau. Bayi itu sudah sangat kelaparan, maka begitu puting susu harimau masuk mulutnya, sekuatnya ia lantas menyedot. Air susu harimau tutul itu beberapa kali lipat lebih banyak dibandingkan air susu manusia. Tidak berapa lama kenyanglah bayi itu dan terpulas dengan nyenyaknya.

Selama bayi itu menyusu hingga tertidur, pandangan Yo Ko dan Li Bok-chiu tak pernah meninggalkan wajah si kecil yang molek itu. Setelah menyaksikan bayi kenyang menyusu dan terpulas, dan air mukanya yang lembut itu tersenyum simpuI, hati kedua orang menjadi girang dan tanpa terasa mereka saling pandang dan tertawa.

Saling tertawa ini banyak membawa kedamaian bagi mereka, rasa waswas yang tadinya meliputi perasaan seketika lenyap sebagian. Dengan wajah yang penuh perasaan lembut Li Bok-chiu memondong kembali bayi itu sambil ber-nyanyi kecil dengan suara perlahan. Yo Ko lantas mencari rumput yang lunak dan membuat sebuah ‘kasur’ kecil di bawah pohon. Katanya:

“Rebahkan di sini biar dia tidur lebih lelap.”

“Sssst!” tiba-tiba Li Bok-chiu mendesis sambil memberi tanda agar anak muda itu jangan berisik.

Yo Ko melelet lidah dengan muka jenaka, Terlihat si bayi telah tertidur dengan tenteram, baru sekarang ia dapat menghela napas lega. Sementara itu dua ekor anakan macan tutul juga sedang sibuk menyusu pada induknya. Suasana di sekeliling aman tenteram, angin meniup sepoi-sepoi, manusia dan binatang berdampingan dengan damai. Setelah mengalami banyak peristiwa selama beberapa hari ini, baru sekarang Yo Ko merasakan longgar.

Li Bok-chiu duduk menunggui anak bayi itu, kebutnya mengebas perlahan mengusir lalat dan nyamuk yang menghinggapi si kecil. Di bawah kebut ini entah sudah berapa banyak jiwa manusia melayang, untuk pertama kalinya sekarang kebut itu digunakan untuk yang baik dengan perasaan kasih.

Yo Ko melihat Li Bok-chiu memandangi si kecil dengan terkesima, kadang-kadang mengulum senyum, lain saat tampak sedih, mendadak kelihatan terangsang, tapi segera terlihat tenteram lagi. Mungkin batin iblis perempuan ini sedang bergolak dengan hebatnya dan teringat kepada pengalamannya selama ini. Memang Yo Ko tidak jelas kisah hidup Li Bok-chiu, cuma sekedarnya pernah didengarnya dari Thia Eng dan Liok Bu-siang, bahwa tindak-tanduknya sangat keji dan benci kepada sesamanya, tentu dia pernah mengalami kedukaan yang luar biasa. Selama ini Yo Ko benci padanya, sekarang terasa timbul juga rasa kasihannya.

Selang agak lama, Li Bok-chiu angkat kepala, beradu pandang dengan Yo Ko. Melihat air muka anak muda itu tenang ramah, hati Li Bok-chiu agak tercengang, dengan suara perlahan ia berkata:

“Hari hampir gelap, bagaimana baiknya malam nanti?”

Yo Ko memandang sekeliling situ, katanya kemudian: “Kita juga tak bisa membawa ‘mak inang’ raksasa ini dalam perjalanan, sebaiknya kita mencari sebuah goa untuk bermalam, segala persoalan kita tentukan besok saja.”

Li Bok-chiu mengangguk setuju. Yo Ko memeriksa sekitar tempat itu, lantas menemukan sebuah goa yang cukup untuk berteduh sekedarnya. Ia mengumpulkan sedikit rerumputan lalu dijereng menjadi dua kasuran besar dan kecil di dalam goa itu lalu berkata:

“Li-supek, silakan mengaso dulu, aku pergi mencari makanan.”

Tak lama kemudian Yo Ko sudah kembali dengan membawa tiga ekor kelinci dan belasan buah-buahan. Ia melepaskan tali yang membelenggu moncong harimau tutul kemudian memberinya makan seekor kelinci, lalu ia membuat api unggun untuk memanggang dua ekor kelinci yang lain dan dimakan bersama dengan Li Bok-chiu.

“Li-supek, silakan tidur saja, aku berjaga,” kata Yo Ko kemudian.

Dia ambil seutas tali lalu diikat pada dua batang pohon, di atas tali itulah dia tidur secara terapung. Cara tidur Yo Ko adalah latihan utama dari Ko-bong-pay, dengan sendirinya Li Bok-chiu tak merasa heran. Selama ini selain terkadang melakukan perjalanan bersama muridnya, Ang Ling-po, biasanya Li Bok-chiu pergi datang sendiri saja, sekarang Yo Ko menemani dan melayani dia dengan baik dan rapi. lni berbeda rasanya dari pada hidup sendirian di pegunungan sunyi di masa lalu, tanpa terasa Li Bok-chiu menghela napas gegetun.

Tertidur sampai tengah malam, Tiba-tiba Yo Ko mendengar suara burung berkicau di jurusan tenggara, suaranya nyaring halus dan terasa amat enak didengar. Ia pasang telinga mendengarkan sejenak, ia tidak tahu bunyi burung jenis apa yang demikian merdunya. Karena ingin tahu, perlahan dia melompat turun dari ranjang tali dan segera merunduk ke arah datangnya suara burung. Didengarnya suara burung itu kadang kala meninggi dan mendadak rendah, sekali tempo cepat dan di lain saat jadi lambat, mirip sekali dengan orang yang sedang memainkan alat musik. Mau tak mau timbul hasratnya untuk menangkap burung aneh itu.



Begitulah dia terus menyusur maju, semakin lama tempatnya semakin menurun, akhirnya dia sampai di sebuah lembah yang dalam. Terdengar suara burung itu berada tak jauh di depannya, karena kuatir mengejutkan burung itu, dia berjalan dengan perlahan dan langkahnya dibuat enteng, hati-hati sekali ia menyingkap semak-semak dan melongok ke sana, tapi ia menjadi kecewa, heran dan geli.

Burung yang berkicau dengan suara merdu tadi bentuknya amat jelek. Badannya tinggi besar, malahan lebih tinggi satu kepala kalau berdiri berjajar dengan Yo Ko. Bulu di sekujur badannya jarang-jarang mirip dicabuti orang, warna bulunya kuning bercampur hitam dan kelihatan kotor, tampangnya mirip dengan sepasang rajawali piaraan Oey Yong di Tho-hoa-to, cuma kedua rajawali milik Oey Yong sangat cakap, sebaliknya rajawali aneh ini jelek, bedanya seperti langit dan bumi.
Malahan paruhnya besar membengkok, pada batok kepalanya tumbuh sebuah gumpalan daging merah sehingga menyerupai jengger, di antara beribu-ribu jenis burung di dunia ini, rasanya tiada lagi yang lebih jelek dari pada burung raksasa ini. Rajawali jelek ini sedang melangkah kian kemari, terkadang menjulurkan sayap, ternyata sayapnya juga ada kelainan, sebelah kanan pendek dan sebelah kiri panjang, entah cara bagaimana burung ini bisa terbang.

Sikap rajawali aneh ini amat angkuh, dengan bersitegang leher ia berjalan mondar mandir. Setelah berkicau sejenak mendadak suaranya berubah, dari halus merdu berubah menjadi galang menantang. Tiba-tiba di sela-sela sana ada suara mendesis.

Sejak kecil Yo Ko ikut ibunya menangkap ular, maka mendengar suara itu dia tahu ada tujuh atau delapan ekor ular berbisa besar sedang menyusur datang. Sudah tentu dia tidak takut pada ular berbisa, akan tetapi jumlah ular cukup banyak, mau tak mau ia harus berjaga-jaga.

Kini baru timbul rasa waswasnya. Di bawah cahaya rembulan kelihatanlah warna loreng, delapan ekor ular berbisa sekaligus menyambar ke arah si rajawali jelek. Tapi rajawali itu pentangkan paruhnya yang bengkok, berturut-turut dia mencocok delapan kali, kontan kedelapan ekor ular itu tercocok mati. Betapa cepat dan jitu caranya mematuk luar biasa, sekali pun jago silat kelas satu sebangsa Kwe Ceng atau Kim-lun Hoat-ong juga tidak bisa lebih dari itu.

Yo Ko terkesima menyaksikan kesaktian rajawali jelek itu, sekejap lenyaplah perasaan meremehkan dan mentertawakan rajawali buruk rupa itu, sekarang timbul perasaan kagum dan heran. Sementara itu rajawali aneh itu sedang melalap ular-ular berbisa tadi satu demi satu, dari suaranya mengunyah seakan-akan mulut burung itu bergigi saja. Semakin heran Yo Ko menyaksikan itu, ia pikir kalau kejadian ini diceritakan pada orang lain, tentu takkan percaya, Selagi ia terpesona oleh kesaktian rajawali aneh itu, tiba-tiba hidungnya mengendus bau amis busuk, nyata ada ular lagi.

Agaknya rajawali itu tahu datangnya ular. Dia berkaok tiga kali seakan-akan sedang menarik perhatian. Tiba-tiba terdengar suara bergedebuk dari atas pohon, di depan sana menggelantung turun seekor ular sawah (Python) yang bulat tengahnya sebesar mangkuk, kepalanya berbentuk segi tiga, begitu buka mulut segumpal kabut merah berbisa menyembur ke arah rajawali tadi.

Tapi rajawali itu sama sekali tidak gentar, sebaliknya dia malah memapak maju, mulutnya membuka, kabut berbisa tadi dihirupnya semua ke dalam perut. Berulang tiga kali ular sawah ini menyemburkan kabut racun, tapi seluruhnya dapat diisap oleh rajawali jelek itu.


CI-WI-KIAM (Pedang Mawar Ungu)

Rupanya ular sawah itu tahu gelagat jelek karena ada tanda takut dan hendak mengerat mundur, namun rajawali itu cepat sekali mematuk sehingga sebuah mata ular terpatuk buta. Tampaknya leher rajawali itu cekak lagi kasar, gerak-geriknya seperti kurang leluasa, tapi mulur mengkeretnya ternyata secepat kilat sehingga Yo Ko tak sempat melihat jelas cara bagaimana rajawali itu membutakan mata lawan. Karena kehilangan sebuah matanya, ular sawah kesakitan sekali. Ia pentang mulut dan...

”Cratt!” jengger merah di atas kepala rajawali dipatuknya.

Kejadian yang tak terduga ini membuat Yo Ko ikut menjerit kaget. Setelah serangannya berhasil, ular sawah itu cepat merambat ke bawah, tubuhnya melilit beberapa kali di badan rajawali sekuatnya, tampaknya jiwa rajawali itu pasti sukar dipertahankan. Lantaran ibunya tewas oleh pagutan ular berbisa, maka selama hidup Yo Ko sangat benci pada ular. Meski dia tidak menaruh simpati terhadap rajawali buruk rupa itu, tetapi dia pun tidak ingin burung itu dicelakai ular jahat. Maka segera dia melompat keluar, pedangnya membacok tubuh ular itu.

“Blangg...!” terdengarlah suara nyaring, pedangnya terpental balik.

Sungguh Yo Ko kaget tak kepalang. Kun-cu-kiam yang diperolehnya dari tempat Kongsun Ci itu sangat tajam, sampai roda perak Kim-lun Hoat-ong juga terkupas sebagian, betapa pun buas dan ganasnya ular sawah ini terdiri dari daging darah, tapi mengapa Kun-cu-kiam malah terpental? Karena heran dan kejutnya, segera dia tambahi tenaga dan membacok lagi tiga kali.

“Trang! Trang! Trang!” terdengar tiga kali suara nyaring beradunya logam, jelas itu bukan suara pedang beradu dengan sisik ular.

Waktu Yo Ko memeriksa pedangnya, ternyata ada tiga tempat gumpilan kecil. Bahwa badan ular dapat membikin pedangnya mental sudah aneh, malahan mata pedangnya gumpil, hal ini sungguh sukar dipercaya. Di antara mata pedangnya itu jelas ada noda darah ular, terang ular sawah itu terluka oleh bacokannya.

Sementara itu pergulatan antara ular dan rajawali sudah mengalami perubahan keadaan. Kini ular sawah itu semakin kencang melilit lawannya, sedangkan bulu rajawali tampak menegak dan melakukan perlawanan sekuat tenaga.

Diam-diam Yo Ko kuatir bagi keselamatan rajawali. Kalau ular sawah itu membinasakan rajawali, sasarannya selanjutnya tentu dirinya, sedangkan badan ular itu lebih keras dari pedang, lalu cara bagaimana akan melawannya. Jika sekarang melarikan diri jelas bisa lolos dengan selamat, akan tetapi dasar wataknya memang berbudi luhur dan berjiwa pendekar, sekali dia membacok ular sawah, ini berarti dia sudah memihak pada si rajawali untuk menghadapi musuh yang sama, kalau kabur sendirian, betapa pun dia merasa tindakan demikian terlalu rendah dan pengecut. Segera dia mengerahkan segenap tenaganya.

“Trang!” kembali pedangnya membacok tubuh ular.

Namun mendadak tangannya terasa enteng, Kun-cu-kiam itu tinggal setengah yang terpegang di tangannya, badan ular juga lantas menyemburkan darah merah segar, tetapi tubuhnya belum tertebas putus. Karena lukanya cukup parah, lilitan badan ular nampak agak mengendur, kesempatan ini segera digunakan oleh rajawali sakti itu untuk memberosot keluar. Waktu turun ke bawah paruhnya yang bengkok secepat kilat mematuk sehingga mata ular yang satunya juga terpatuk buta.

Ular itu pentangkan mulutnya yang lebar dan memagut kian kemari secara ngawur, tetapi kini kedua matanya sudah buta, tentu saja tidak dapat menggigit sasaran. Siapa tahu rajawali itu justru sengaja menyodorkan kepala dan membiarkan jengger merahnya digigit lagi.

Kembaii Yo Ko terkesiap, tapi setelah dipikir segera dia paham maksud tujuan si rajawali. Tentunya jengger merah burung itu adalah benda berbisa atau mungkin merupakan bagian yang anti ular. Jika ular sawah itu tidak mempan ditebas senjata tajam, maka jalan paling baik adalah membinasakannya dengan racun.

Taring ular tampak menggigit jengger, gumpalan daging di kepala rajawali itu, tubuhnya lantas melingkar. Tapi sekali ini rajawali itu tidak membiarkan badannya terbelit lagi, cakarnya bekerja, ekor ular dicengkeram dan dibetot hingga putus. Sementara itu ular sawah sudah keracunan hebat. Mendadak dia melepaskan gumpalan daging yang digigitnya, lalu badannya terguling. Meski pun rajawali itu tahu bahwa ajal si ular sudah dekat, tetapi dia tidak membiarkan lawannya main gila lagi, kepala ular dicengkeram dan ditekan ke dalam tanah.

Rajawali itu buruk rupa, tapi tenaga saktinya sungguh kuat luar biasa, ular sawah tak bisa berkutik lagi dan tidak lama kemudian matilah ular itu. Si rajawali lantas mengangkat kepala dan berbunyi tiga kali, habis itu dia berpaling kepada Yo Ko dan berkicau dengan suara halus. Dari suara burung itu Yo Ko merasakan nada persahabatan. Perlahan dia mendekatinya sambil berkata:

“Tiau-heng (kakak rajawali), tenaga saktimu sungguh mengejutkan. Aku sangat kagum.”

Entah burung itu paham kata-katanya atau tidak, akan tetapi terdengar dia ‘berkicau’ lagi beberapa kali. Mendadak ia melangkah maju lalu mematuk setengah potong Kun-cu-kiam yang dipegang Yo Ko, tahu-tahu pedang itu sudah direbutnya. Padahal kepandaian Yo Ko sekarang sudah tokoh kelas satu, biar pun jago silat tertinggi takkan dapat merampas senjatanya dalam sekali gebrak saja, akan tetapi sekarang rajawali buruk rupa ini dapat menaklukannya dengan cepat luar biasa.

Tentu saja Yo Ko terkejut dan cepat melompat mundur, ia bersiap siaga kalau burung itu menubruk maju. Tapi dilihatnya rajawali itu sudah membuang Kun-cu-kiam kutung itu dengan sikap yang menghina. Pahamlah Yo Ko akan maksud rajawali itu, katanya: “Aha, tahulah aku. Kau melarang aku mendekati kau dengan bersenjata, padahal tadi kita membunuh musuh bersama, mana aku dapat membikin susah padamu.”

Rajawali itu bersuara perlahan, lalu mendekati Yo Ko sambil menjulurkan sayapnya dan menepuk perlahan beberapa kali punggung anak muda itu. Melihat burung itu sangat cerdik dan dapat memahami ucapan manusia, Yo Ko sangat girang. Ia pun balas meraba-raba punggungnya.

Melihat bangkai ular sawah yang masih menggeletak di sana, Yo Ko menjadi heran apa sebabnya ular itu dapat mematahkan Kun-cu-kiam. Segera ia memotong sepotong ranting kayu, ia menusuk bangkai ular, rasanya lunak, tiada sesuatu yang aneh. Ketika kayu itu ia tusuk ke luka bekas bacokan pedang, tiba-tiba terbentur sesuatu yang keras, sedangkan bagian itu adalah perut dan bukan bagian tulang ular. Yo Ko bertekad mencari tahu, sekuatnya dia tusukan kayunya. Waktu dia tarik kembali, ujung kayu terbelah menjadi dua, tampaknya dalam tubuh ular itu pasti ada sesuatu yang tajam.

Dia berjongkok dan mengamati lebih teliti, dilihatnya di antara rembesan darah yang merah itu samar-samar memancarkan kabut ungu yang tipis. Jarak muka Yo Ko dengan bangkai ular cukup jauh, tapi dia merasakan semacam hawa dingin yang aneh, semakin mendekat kepalanya ke bangkai rasa dingin itu semakin keras. Segera Yo Ko menjemput kembali kutungan Kun-cu-kiam tadi, dia mengupas kulit daging ular bagian yang terluka itu, seketika hawa dingin bertambah kuat. Dia terkejut sekali, disangkanya ada benda berbisa yang sangat lihay, cepat dia gunakan kutungan Kun-cu-kiam untuk membacok.

“Trangg...!” tahu tahu pedang yang sudah kutung itu patah lagi menjadi dua.

Sekarang Yo Ko dapat menduga duduknya perkara. Pasti dalam tubuh ular terdapat senjata tajam. Segera dia gunakan pedang kutung mengupas kulit daging ular agar lebih bersih, akhirnya kelihatanlah sebatang pedang panjang satu meter yang bercahaya ungu. Dengan girang Yo Ko menggunakan pedang kutung mencungkil batang pedang ungu itu.

“Srrr...! Crett!” Mendadak pedang ungu itu tercungkil mencelat, kemudian menancap pada batang pohon di sebelah sana hingga lebih setengah batang pedang yang ambles.

Padahal cara mencungkil tadi tidak terlalu keras, namun pedangnya dapat menancap ke batang pohon seperti batang pisang saja empuknya, benar-benar senjata yang maha tajam dan belum pernah dilihat Yo Ko. Waktu Yo Ko menyembelih ular dan mengambil pedang ungu, selama itu si rajawali sakti mengawasi, tampaknya ia pun tertarik melihat pedang ungu yang luar biasa itu. Se-konyong ia menyerobot maju, gagang pedang digigitnya dan dicabut terus dibawa lari ke tebing gunung sana.

Dalam semalam Yo Ko berulang mengalami peristiwa aneh, ia merasa rajawali buruk rupa itu tak dapat diduga, maka ia segera ikut melompat turun ke bawah sana. Dilihatnya tepi tebing ada sebuah sungai kecil, dengan menggigit pedang ungu tadi rajawali lantas merendam pedang itu dalam air sungai, agaknya untuk mencuci.

Diam-diam Yo Ko mengangguk dan paham maksud si rajawali. Pedang itu sudah sangat lama mengeram dalam perut ular berbisa. dengan sendirinya racun melekat pada batang pedang. Setelah sekian lamanya si rajawali mencuci pedang, kemudian ia berpaling dan melempar pedang itu kepada Yo Ko. Pedang itu se-akan berbentuk selarik sinar ungu menyambar ke arah Yo Ko, namun dengan cepat anak muda itu dapat menangkap, katanya dengan tertawa:

“Terima kasih atas kebaikan Tiau-heng.”

Ia periksa, dilihatnya gagang pedang itu tertulis dua huruf Hindu kuno: ‘Ci-wi’ atau mawar ungu. Yo Ko pegang pedang itu lurus ke depan, lalu menyendalnya perlahan. Seketika batang pedang bergetar dan mengeluarkan suara mendengung, nyata pedang itu sangat lemas. Barulah mengerti akan persoalannya.

“Ah, lantaran pedang sangat lemas sehingga dapat mengikuti lenggak-lenggok tubuh ular, makanya tidak sampai mencelakai dan menembus perut ular meski pun mengeram sekian lamanya di dalam perut.”

Dia coba mengayunkan pedang ungu itu ke samping, sebatang pohon yang cukup besar tertabas putus, sedikit pun tidak memerlukan tenaga. Rajawali tadi bersuara perlahan beberapa kali, kemudian mendekati Yo Ko. Dengan paruhnya yang bengkok ia tarik-tarik ujung baju Yo Ko, lalu mendahului melangkah ke sana.

Yo Ko menduga perbuatan rajawali itu pasti mengandung arti yang dalam, segera ia mengikuti di belakangnya. Langkah rajawali amat cepat seperti kuda sungguh pun berjalan di antara batu pegunungan dan semak belukar. Yo Ko keluarkan kemahiran Ginkang-nya, tetapi rasanya sukar menyusul, syukur rajawali itu menunggunya kalau Yo Ko ketinggalan jauh.

Makin lama tempat yang mereka tuju semakin rendah dan akhirnya sampai di sebuah lembah gunung yang dalam, tak lama kemudian sampailah mereka di sebuah goa besar. Tepat di depan mulut goa, rajawali tiga kali menganggukkan kepala dan bersuara tiga kali, lalu menoleh memandangi Yo Ko.

Dari sikap rajawali itu Yo Ko menduga bahwa binatang itu seperti sedang menjalankan penghormatan ke dalam goa. Ia pikir goa ini pasti didiami orang kosen angkatan tua dan rajawali ini tentu adalah burung peliharaannya, kalau demikian aku harus menurut adat istiadat. Maka Yo Ko lantas berlutut dan menyembah beberapa kali di depan goa sambil berkata:

“Tecu Yo Ko menyampaikan sembah hormat kepada cianpwe dan harap sudi memaafkan kedatanganku yang sembrono ini.”

Selang sejenak tiada terdengar sesuatu jawaban apa pun. Rajawali menarik lagi ujung bajunya terus melangkah ke depan goa. Keadaan di dalam goa gelap gulita, entah betul dihuni oleh orang kosen tokoh persilatan atau didiami oleh setan gendruwo. Meski pun hatinya kebat-kebit namun mati-hidup tak dipikirkan lagi, dengan menjinjing pedang pusaka Ci-wi-kiam yang ditemukannya itu, ia terus mengintil di belakang si rajawali sakti.

Sebenarnya goa itu sangat cetek, hanya beberapa langkah sudah buntu. Di dalam goa, selain sebuah meja dan sebuah bangku batu tiada sesuatu benda lain Iagi. Rajawali itu berkaok tiga kali ke pojok goa. Waktu Yo Ko memandang tampak di sudut sana ada segundukan batu yang menyerupai kuburan, ia pikir: “Tampaknya ini adalah makam seorang kosen, sayang burung ini tak dapat bicara sehingga sukar diketahui asal-usul tokoh ini.”

Ketika dia menengadah, tiba-tiba dilihatnya dinding goa seperti ada tulisan, cuma dinding itu lembab dan berlumut, pula gelap, maka tidak tampak jelas. Segera Yo Ko membuat api dan menyalakan sebatang kayu kering, dia kesut lumut dinding goa, benar di situ ada tiga baris huruf. Goresan tulisan itu amat halus, tetapi melekuk dalam pada batu dinding, tampaknya diukir dengan senjata yang sangat tajam, besar kemungkinan diukir dengan Ci-wi-kiam ini.

Ketiga baris tulisan itu kira-kira berarti: ‘Malang melintang lebih 30 tahun di dunia Kangouw, membunuh habis semua musuh, mengalahkan seluruh jago di dunia ini tidak menemukan lawan lagi, maka bertirakat di lembah sunyi memperisterikan dan berkawankan rajawali Oho, sungguh sayang, selama hidup hanya mengharapkan seorang lawan sama kuat pun sukar ditemukan’. Pada bawah ketiga baris huruf itu disebut pula nama penulisnya, yakni: ‘Kiam-mo Tokko Kiu-pay’.

“Kiam-mo Tokko Kiu-pay,” demikian Yo Ko mengulang kata-kata ini beberapa kali, hatinya merasakan sesuatu yang sukar dilukiskan.

Dari tulisan di dinding goa itu dapatlah ditarik kesimpulan bahwa orang kosen itu lantaran tidak mendapatkan tandingan karena jengkel lalu dia mengasingkan diri di lembah sunyi ini, maka dapat dibayangkan betapa tinggi ilmu silat orang ini tentu sukar diukur. Bahwa orang kosen itu berjuluk Kiam-mo (iblis pedang), maka dengan sendirinya ilmu pedangnya maha sakti. Dia she Tokko dan bernama Kiu-pay (minta dikalahkan), mungkin dia sudah menjelajahi seluruh jagat mencari seorang yang mampu mengalahkan dia akan tetapi tidak pernah terkabul, dia merasa masgul dan hidup menyendiri.

Membayangkan betapa hebat tokoh yang entah hidup di jaman apa, tanpa terasa Yo Ko sangat kagum. Yo Ko angkat obornya dan memeriksa keadaan goa, namun tidak ditemukan lagi sesuatu bekas lain, di atas makam itu pun tak ada tanda-tanda lain pula. Ia menduga mungkin setelah tokoh kosen itu meninggal dunia lalu rajawali sakti inilah yang menguruki jenazahnya dengan batu. Mengenai bagaimana pedang pusaka ‘mawar ungu’ bisa tertelan ke perut ular sawah, karena rajawali sakti ini tidak dapat bicara, tampaknya teka-teki ini tidak akan terungkap selamanya.

Begitulah Yo Ko termenung-menung sejenak, kemudian memadamkan api obor. Dalam kegelapan pedang pusaka yang dipegangnya memancarkan cahaya ungu yang remang-remang, teringat olehnya pedang ini pernah digunakan orang kosen Tokko Kiu-pay malang melintang di dunia persilatan tanpa terkalahkan, dan sekarang pedang pusaka ini jatuh ke tangannya, maka dia lantas berlutut dan menyembah kembali beberapa kali di depan makam batu tadi.

Melihat Yo Ko amat menghormati makam batu itu, rajawali sakti sangat senang, kembali ia menjulurkan sayapnya menepuk pundak anak muda itu. Yo Ko menjadi teringat tulisan tadi, di mana Tokko Kiu-pay menyebut si rajawali sakti ini sebagai kawannya. Jadi rajawali ini meski binatang terhitung angkatan tua pula, kalau kusebut dia ‘Tiau-heng’ (kakak rajawali) rasanya juga tak berlebihan.

BegituIah ia lantas berkata kepada burung itu: “Tiau-heng, tanpa sengaja kita bertemu, agaknya memang ada jodoh antara kita, sekarang kumohon diri untuk pergi. Engkau ingin mendampingi makam Tokko-locianpwe di sini atau hendak berangkat bersamaku?”

Rajawali itu berbunyi beberapa kali sebagai jawaban. Sudah tentu Yo Ko tidak paham artinya, tetapi yang jelas burung itu tetap berdiam di samping makam, Yo Ko menarik kesimpulan bahwa rajawali merasa berat untuk meninggalkan kediaman yang telah ratusan tahun dihuninya ini. Segera Yo Ko merangkul leher rajawali itu dan ber-mesraan sekian lama barulah ditinggal pergi.

Selama hidup Yo Ko tiada mempunyai seorang sahabat karib kecuali saling cinta dengan Siao-liong-li, sekarang bertemu dengan rajawali sakti ini secara kebetulan, meski manusia dan binatang, tapi entah mengapa, rasanya sangat cocok sekali. Sekeluarnya dari goa terasa berat untuk meninggalkannya, maka setiap melangkah beberapa tindak dia lantas menoleh.

Akhirnya setiap kali dia menoleh, selalu si rajawali sakti berbunyi satu kali sebagai tanggapan atas menolehnya, meski jaraknya sudah semakin jauh tapi rajawali itu dapat melihat dengan jelas dalam kegelapan dan selalu menjawab dengan berbunyi satu kali bila Yo Ko menoleh. Sungguh hati Yo Ko sangat terharu, mendadak dia berseru:

“O, Tiau-heng, jiwaku sudah tidak lama lagi, nanti kalau urusan puteri Kwe-pepek sudah selesai dan setelah kumohon diri pada Kokoh, segera aku datang ke sini, rasanya tidak sia-sia hidupku ini apa bila aku dapat terkubur di samping Tokko locianpwe.”

Habis berkata dia memasukkan Ci-wi-kiam ke dalam sarung Kun-cu-kiam, lalu melangkah pergi dengan cepat. Sambil berjalan, di dalam hati Yo Ko terus merenungkan pengalaman aneh tadi, kemudian terpikir olehnya Kun-cu-kiam dan Siok-li-kiam yang dimilikinya bersama Siao-liong-li.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar