Minggu, 22 Agustus 2021

Sin Tiauw Hiap Lu Jilid 090

Segera Be Kong-co berteriak “He, sahabat Kokcu, mengapa kau mempergunakan senjata sekeji itu terhadap tamu, kau tahu malu tidak?”

Sambil menuding Yo Ko Kongsun Kokcu berkata: “Bukan keinginanku hendak membunuh kau, soalnya berulang kali telah kusuruh kau pergi saja dari sini tetapi kau tidak mau.”

Betapa pun Be Kong-co juga ngeri melihat keempat jaring yang berkait tajam itu. Segera dia bangkit lalu menarik Yo Ko, katanya:

“Adik Yo, orang busuk macam begini sebaiknya kita jauhi saja, buat apa kau merecoki dia lagi?”

Yo Ko tidak menjawab. Dia menatap ke arah Siao-liong-li dan ingin mendengar apa yang dikatakan si nona. Siao-liong-li sendiri memang merasa bimbang. Bahwa dia mau menikah dengan Kongsun Kokcu adalah karena dia merasa berterima kasih atas pertolongan jiwanya, pula tempat kediamannya yang indah permai dan terpencil ini juga cocok sekali sebagai tempat untuk menghindari pencarian Yo Ko. Apa lagi setelah berdiam beberapa hari, dia merasa sang Kokcu adalah seorang yang berpengetahuan luas dan pandai, jelas seorang yang serba pintar, maka sedikit banyak timbul juga rasa sukanya hingga merasa mantap untuk hidup bersamanya.

Siapa tahu dunia yang luas ini terkadang juga seperti amat ciut, Yo Ko bisa muncul di tanah sunyi ini. Kini menyaksikan Kongsun Kokcu mengeluarkan barisan jaring berkait itu, ia pikir Yo Ko pasti tak terhindar dari kematian. Ia pun sudah bertekad, asalkan Yo Ko terkurung oleh jaring, segera dia sendiri juga akan menubruk ke atas jaring itu untuk mati bersama pemuda itu. Berpikir sampai di sini tanpa terasa ia tersenyum simpul dan berhati lega.

Sudah tentu lika-liku yang dipikir Siau-liong-li tidak diketahui oleh Yo Ko. Pemuda itu menyangka kebalikannya, dia pikir diriku sedang terancam bahaya maut, tetapi kau masih dapat tersenyum gembira, keruan rasa pedih hatinya bertambah hebat. Namun pada waktu dia merasa pedih, dongkol dan gelisah itulah, sekilas timbul sesuatu pikiran pada benaknya. Keputusan apa pun yang diambilnya selalu dilakukannya dengan amat cepat, maka tanpa pikir lagi dua kali langsung dia mendekati Siao-liong-li, dengan sedikit membungkuk lalu berkata:

“Kokoh, Ko-ji sedang menghadapi kesulitan, mohon pinjam Kim-Ieng-soh (selendang bergenta emas) dan Ciang-doh (sarung tangan) untuk kupakai sebentar.”

Yang terpikir oleh Siao-liang-Ii pada saat itu adalah betapa bahagianya bisa mati bersama Yo Ko, selain itu tiada sesuatu lagi yang terpikir olehnya. Karena itu tanpa menjawab dia terus mengeluarkan sepasang sarung tangan putih berikut sehelai selendang sutera putih lalu diangsurkan kepada pemuda itu.

Dengan tenang Yo Ko menerima benda-benda itu, katanya pula sambil menatap tajam wajah Siao-liong-Ii:

“Sekarang engkau telah mengakui diriku?”

Dengan penuh kasih sayang Siao-liong-li menjawab sambil tersenyum: “Dalam hati sejak tadi sudah kukenali dirimu!”

Seketika semangat Yo Ko bangkit, lalu tanyanya pula dengan suara gemetar: “Jadi kau pasti akan ikut pergi bersamaku dan takkan menikah dengan Kokcu ini, bukan?”

“Ya, aku bertekad akan ikut pergi bersamamu, dengan sendirinya takkan menikah dengan orang lain,” jawab Siao-liong-li sambil tersenyum. “Ko-ji, aku ini adalah isterimu.”

Jawaban Siao-liong-li yang cukup tegas ini tentu saja amat mengejutkan orang, terutama Kongsun Kokcu, mukanya menjadi pucat pasi. Mendadak dia bertepuk tangan empat kali dengan keras sebagai tanda perintah kepada anak muridnya agar melancarkan serangan serentak. Tanpa bicara lagi ke-16 anak muridnya langsung bergerak sambil membentang jaring mereka.

Bagi Yo Ko, ucapan Siao-liong-Ii bagaikan obat mujarab yang telah menghidupkan dia dari kematian, maka seketika keberaniannya menjadi berlipat ganda. Andai kata di depannya sekarang menghadang lautan api atau minyak mendidih tak terpikir lagi olehnya. Segera ia memakai sarung tangan yang kebal senjata, sedangkan Kim-leng-soh pada tangan kanan terus digentakkan hingga menimbulkan suara “ting-ting-ting” yang nyaring. Laksana ular putih saja selendang sutera putih terus menyambar ke depan.

Pada ujung selendang putih itu terikat sebuah keleningan emas yang dapat berbunyi waktu selendang itu menjulur dan mengkeret, kontan keleningan emas itu telah tepat mengetok ‘lm-kok-hiat’ lawan yang berada di sebelah kanan. Ketika selendang itu tertarik balik, kembali seorang lawan di sebelah kiri juga tertotok, seketika lengan orang itu lemas tak bertenaga dan dengan sendirinya jaring yang dipegangnya terlepas dari tangannya.

Dua kali serangan kilat ini benar-benar luar biasa, sekaligus selendang berkeleningan itu bergerak, seketika barisan jaring musuh kena dibobolkan. Waktu empat orang yang memegangi jaring sebelah barat tertegun sejenak, Kim-leng-soh yang disabetkan Yo Ko menyambar tiba pula.

“Tingg...! Tingg...!” kembali dua orang di antaranya tertotok roboh lagi.

Tetapi pada saat itu juga jaring di sebelah belakang telah menubruk, kaitan dan pisau kecil yang terpasang di jaring segera akan melukainya. Terpaksa Yo Ko menggunakan tangan kiri mencengkeram jaring musuh terus dibetot sekuatnya. Oleh karena dia memakai sarung tangan pusaka, meski kaitan dan pisau tajam itu tercengkeram olehnya takkan melukai.

Sejak dia menciptakan aliran ilmu silatnya sendiri, setiap gerak-geriknya boleh dikatakan selalu timbul secara otomatis dan tanpa ragu. Kini jaring yang kena dicengkeramnya segera digentakkan sehingga jaring berbalik menyambar ke arah para pemegangnya.

Yang dilatih oleh para anak murid Cui-sian-kok itu adalah menyerang dengan jaring serta kemungkinan lolosnya musuh, sama sekali tidak terpikir oleh mereka bahwa jaring dapat terbalik hendak makan mereka. Keruan mereka terkejut ketika melihat pisau serta kaitan tajam di dalam jaring menyambar kepala mereka. Sambil menjerit ketakutan cepat mereka melompat mundur dan melepaskan jaring yang mereka pegang. Anak muda yang berkuncir kecil tadi lebih lemah, tidak urung pahanya terluka oleh pisau sehingga mengucurkan darah, dia jatuh tersungkur dan menangis kesakitan.

“Jangun takut, adik cilik, takkan kulukai kau,” kata Yo Ko sambil tertawa.

Segera dia taburkan kait jaring yang dirampasnya, sedang tangan lain memutar Kim-leng-soh, terdengar suara gemerincing nyaring bunyi keleningan serta benturan pisau dan kaitan tajam pada jaring rampasan itu. Melihat keperkasaan Yo Ko, mana anak murid itu berani maju lagi. Mereka berdiri di sudut sana, cuma tanpa perintah sang guru, biar pun takut mereka pun tak berani melarikan diri. Keadaan yang sesungguhnya mereka sudah dikalahkan Yo Ko, walau pun secara resmi mereka belum mengaku kaIah.

Be Kong-co bertepuk tangan dan bersorak, tapi hanya ia sendiri saja yang bersorak sehingga terasa kesepian. Ia menjadi rikuh sendiri, ia melotot pada Kim-Iun Hoat-ong dan menegur:



“He, Hwesio gede, memangnya kepandaian adik Yo itu kurang bagus? Kenapa kau tidak bersorak memuji?”

“Bagus, bagus sekali kepandaiannya!” jawab Hoat-ong tertawa, “Tapi kan juga tidak perlu gembar-gembor begitu rupa,!”

“Sebab apa?” omel Be Kong-co mendelik.

Sementara itu Kim-lun Hoat-ong melihat Kongsun Kokcu sedang melangkah ke tengah ruangan, maka ia tidak gubris lagi apa yang dikatakan Be Kong-co. Setelah mendengar ucapan Siao-liong-li yang menyatakan bertekad ikut pergi bersama Yo Ko, maka sadarlah Kongsun Kokcu bahwa impiannya yang muluk-muluk selama hampir setengah bulan ini cuma kosong belaka. Dia menjadi sangat kecewa dan gusar, pikirnya: “Jika aku gagal mendapatkan hatimu, paling tidak aku harus mendapatkan tubuhmu. Biarlah kubinasakan binatang cilik ini, dengan begitu mau tidak mau kau harus ikut padaku, lama-lama pikiranmu tentu juga akan berubah.”

Meski wataknya kereng dan kejam, namun dia pun dapat membedakan antara yang benar dan salah. Gadis cantik seperti Siao-liong-li itu sudah menyanggupi sendiri untuk menjadi isterinya dan hari ini akan berlangsung upacara nikahnya, tapi mendadak muncul si Yo Ko dan mengacaukan semuanya, tentu saja dia sangat murka.

Melihat kedua alis sang Kokcu yang menegak dan merapat hingga mata-alisnya seakan-akan tegak semua, Yo Ko merasa terkejut dan waswas, sambil memegang Kim-leng-soh dan jaring rampasan dia siap siaga sepenuhnya. Dia menyadari mati-sendiri dan sengsara atau bahagia Siao-liong-li hanya tergantung pada pertarungan yang menentukan ini, maka sedikit pun dia tak berani gegabah.

Dengan perlahan Kongsun Kokcu mengitari Yo Ko, sebaliknya Yo Ko berputar dengan perlahan, pandangnya sedikit pun tak pernah meninggalkan tatapan musuh yang tajam. Ternyata sang Kokcu masih belum mau turun tangan, tapi ia tahu sekali musuh sudah menyerang tentu langsung menggunakan jurus serangan yang maha lihay.

Sejenak kemudian mendadak kedua tangan sang Kokcu menjulur lurus ke depan tiga kali, lalu bertepuk sehingga menimbulkan suara “creng” laksana bunyi dua potong besi yang dibenturkan.

Yo Ko terkesiap lantas melangkah mundur setindak, tetapi tangan kanan Kongsun Kokcu mendadak menyambar tiba dan tahu-tahu jaring ikan rampasan kena dicengkeramnya terus dibetot sekuatnya. Merasa tenaga betotan lawan luar biasa dahsyatnya, tangan sendiri sampai terasa sakit, terpaksa Yo Ko melepaskan jaring itu.

Kongsun Kokcu melemparkan jaring kepada anak muridnya tadi sambil membentak: “Mundur-semua!”

Kekuatan tepukan tangan Kongsun Kokcu itu amat mengejutkan orang, sekarang semua orang bertambah kaget dan heran bahwa tangan sang Kokcu yang jelas telanjang itu tidak gentar akan ketajaman pisau dan kaitan yang terdapat pada jaring.

Biar pun Kongsun Lik-oh adalah anak perempuannya, juga diketahui ilmu silat sang ayah memang sangat tinggi, tetapi tidak tahu ayahnya memiliki kepandaian sehebat itu. Hanya Hoan It-ong saja sebagai muridnya yang tertua sudah kenal kepandaian sejati sang guru. Dia pandang Yo Ko dan berkata dalam hati: “Hari ini kau pasti mampus!”

Setelah jaringnya terebut, Yo Ko tak mau memberi kesempatan lagi kepada lawan untuk mendahului. Selendang sutera bergerak, keleningan berbunyi “ting-ting”, sekaligus dia incar dua Hiat-to di bagian leher dan bahu. Serangan ini hanya penjajagan saja, karena Yo Ko belum tahu betul betapa lihaynya lawan.

Ilmu silat Kongsun Kokcu memang tersendiri. Serangan Yo Ko tidak digubris, bahkan sebelah tangannya terus menjulur ke depan dan mencengkeram lengan Yo Ko. Terdengar suara “ting-ting” dua kali, kedua tempat Hiat-to yang diincar Yo Ko dengan tepat terketok oleh keleningan. Namun Kongsun Kokcu seperti tidak merasakan apa-apa, cengkeramannya mendadak terbuka terus menyodok ke dagu kiri anak muda.

Yo Ko tahu kalau Iwekang seseorang sudah terlatih sempurna, maka setiap saat dapat menutup Hiat-to di tubuh sendiri apa bila sedang menghadapi serangan musuh. Ada juga Iwekang yang aneh sebagaimana yang dilatih Auyang Hong secara terbalik itu sehingga membingungkan serangan musuhnya.

Tetapi Kongsun Kokcu menghadapi serangannya sama sekali se-akan tidak merasakan sesuatu, seperti di tubuhnya tidak terdapat Hiat-to, kepandaian ini benar-benar sangat luar biasa. Yo Ko mengkeret dan merasa jeri.


MEMPEREBUTKAN KEKASIH

Sementara itu kedua tangan Kongsun Kokcu bergerak naik turun, telapak tangan samar-samar bersemu hitam. Angin pukulannya terasa menyambar dengan dahsyat. Yo Ko tahu kelihayan lawan, maka tidak berani menangkisnya dengan keras lawan keras. Sembari menggunakan Kim-leng-soh melayani serangan musuh, tangan yang lain digunakan menjaga diri dengan rapat.

Hanya dalam sekejap saja belasan jurus telah berlangsung. Yo Ko memperhatikan setiap serangan musuh dengan cermat, tiba-tiba hatinya tergerak. “Ilmu pukulan Kokcu ini tidak aneh, rasanya aku pernah melihatnya entah di mana.”

Pada suatu kesempatan dia melompat mundur sambil berseru: “He, apakah engkau kenal Wanyen Peng?”

Kiranya Yo Ko melihat gaya pukulan Kokcu ini serupa dengan ilmu silat Wanyen Peng, hanya kekuatan Kokcu ini jauh berbeda. Kongsun Kokcu tak menjawab, sebaliknya ia menubruk maju lagi dan melancarkan pukulan dahsyat. Sekali ini Yo Ko melihat gaya pukulannya tidak sama dengan Wanyen Peng, untuk menghindar rasanya tidak keburu lagi, terpaksa Yo Ko menangkisnya dengan tangan kiri.

“PIakk!”

Kedua tangan beradu, Yo Ko tergetar mundur dua-tiga tindak, sebaliknya Kongsun Kokcu tetap berdiri di tempatnya, hanya tubuhnya tergeliat sedikit. Begitu beradu kedua tangan terus berpisah pula, Yo Ko merasakan suatu arus hawa panas menyusup ke tangannya, keruan ia terkejut, pikirnya: “Hebat benar tenaga pukulan jahanam ini, padahal sarung tangan Kokoh yang kupinjam ini kebal terhadap senjata tajam macam apa pun, tapi ternyata tidak mampu menahan tenaga pukulannya.”

Meski kelihatan Kongsun Kokcu berdiri tanpa terhuyung dan sepertinya lebih unggul, sesungguhnya dadanya terasa sakit akibat getaran tenaga pukulan Yo Ko. Ia pun terkejut dan heran: “Bocah ini masih muda belia, ternyata sanggup menahan pukulanku yang dahsyat. Kalau terlibat lebih lama, rasanya belum tentu aku dapat membinasakan dia, sebaliknya kalau berakhir sama kuat maka musnahlah pamorku.”

Mendadak dia bertepuk tangan dua kali sehingga menimbulkan suara nyaring, dia menoleh kepada puterinya dan berseru:

“Ambilkan senjataku!”

Kongsun Lik-oh menyadari apa bila senjata sang ayah dikeluarkan, maka bagi Yo Ko hanya ada kematian dan tak mungkin bisa selamat. Karena sedikit ragu dan merandeknya itu, dengan suara bengis Kongsun Kokcu langsung membentak:

“Ambilkan senjataku, kau dengar tidak?!”

Dengan muka pucat Kongsun Lik-oh mengiakan lalu cepat berlari ke ruangan belakang. Yo Ko telah mengikuti sikap ayah beranak itu. Ia pikir dengan bertangan kosong saja aku tidak dapat melawannya, apa lagi sekarang akan mempergunakan senjata, mana aku dapat lolos dengan hidup. Mumpung ada kesempatan, biarlah aku lari saja sekarang. Segera dia mendekati Siao-lioag-li dan mengulurkan tangan, katanya:

“Kokoh, marilah ikut denganku.”

Kongsun Kokcu sudah siap dengan pukulannya yang maha dahsyat, asalkan Siao-liong-li bangkit dan menggenggam tangan Yo Ko, seketika dia akan menubruk maju menghancurkan punggung anak muda itu. Ia sudah ambil keputusan akan membinasakan Yo Ko meski pun diri sendiri juga akan terluka parah. Ia pikir kalau sampai calon isteri ikut pergi bersama Yo Ko, lalu apa artinya hidup ini baginya?

Tapi tanpa terduga Siao-liong-li tidak bangkit, ia hanya menjawab dengan hambar: “Kini belum waktunya, Ko-ji. Selama beberapa hari ini apakah kau baik-baik saja?” Betapa mesranya pertanyaan terakhir itu.

“Engkau tidak marah lagi padaku, Kokoh?” jawab Yo Ko.

Siao-Iiong-li tersenyum hambar, katanya: “Mana aku bisa marah kepadamu? Coba sini, putar tubuhmu!”

Yo Ko menurut dan memutar tubuhnya, dia tidak tahu apa kehendak si nona. Mendadak Siao-liong-li mengeluarkan benang dan jarum, kemudian diukurnya baju bagian punggung Yo Ko yang robek tercengkeram oleh Kongsun Kokcu tadi.

“Sudah sekian lamanya aku ingin membuatkan sebuah baju baru bagimu, tapi mengingat selanjutnya tidak bakalan bertemu lagi dengan kau, untuk apa kubuatkan baju baru? Aih, sungguh tak nyana engkau akan mencari ke sini,” sembari berkata dengan gegetun, Siao-liong-li lantas menggunakan sebuah gunting kecil untuk memotong sebagian lengan baju sendiri menambal baju Yo Ko yang robek.

Dahulu waktu mereka masih tinggal di kuburan kuno, apa bila baju Yo Ko robek, selalu Siao-liong-li menambalkan bajunya dengan cara demikian. Kini kedua orang sudah tidak memikirkan mati hidup lagi dan se-akan berada berduaan meski di ruangan itu sorot mata semua orang sedang memperhatikan gerak-gerik mereka.

Kim-lun Hoat-ong dan yang lain-lain saling pandang dengan hati heran dan kagum pula. Kongsun Kokcu juga terkesima, seketika tak tahu apa yang harus dilakukannya.

“Selama beberapa hari ini aku telah bertemu dengan beberapa orang yang menarik,” tutur Yo Ko, “Coba terka, Kokoh, dari manakah kuperoleh gunting raksasa itu?”

“Ya, aku pun heran se-akan kau telah menduga sebelumnya bakal bertemu dengan si jenggot cebol itu di sini, maka sengaja memesan sebuah gunting raksasa untuk memotong jengggotnya,” ujar Siao-liong-Ii. “Ai, kau benar-benar nakal. Orang memelihara jenggotnya dengan susah payah selama berpuluh tahun, dalam sekejap saja sudah kau potong, bukankah sangat sayang?”

Melihat betapa kedua orang itu bicara dengan mesra, rasa cemburu Kongsun Kokcu seketika berkobar dan sebelah tangannya segera mencengkeram ke dada Yo Ko sambil membentak:

“Anak jadah, terlalu temberang kau, memangnya kau anggap tiada orang lain di sini?”

Tapi biar pun sekarang langit ambruk atau bumi amblas takkan digubris oleh Yo Ko, serangan Kongsun Kokcu itu ternyata tak dihiraukannya sama sekali, ia hanya menjawab:

“Tunggu sebentar, setelah bajuku ditambal segera kulayani kau.”

Sementara itu jari Kongsun Kokcu sudah tinggal beberapa senti saja di depan dada Yo Ko. Bagaimana pun juga dia harus menjaga harga diri sebagai seorang guru besar ilmu silat, walau pun murka, betapa pun serangannya itu tidak dapat diteruskan lagi ke tubuh lawan yang sama sekali tidak menangkis.

Pada saat itulah terdengar Kongsun Lik-oh berkata dari belakang: “Ayah, senjatamu ini!”

Kongsun Kokcu tidak berpaling, dia melangkah mundur dua tindak sehingga dapatlah menerima senjata yang disodorkan puterinya. Waktu semua orang mengamati, terlihat tangan kirinya sudah memegang sebatang golok tebal dengan bagian yang tajam berbentuk gergaji dan mengerdepkan cahaya keemasan, rupanya terbuat dari emas, ada pun tangan kanannya memegangi senjata berwarna hitam yang panjang kecil. Senjata aneh itu tidak mirip golok juga tidak memper pedang, nampak bergetar perlahan, agaknya batang senjata itu sangat lemas. Nyata kedua macam senjata itu berbeda satu sama lain secara terbalik, kalau yang satu berat dan keras, maka satunya lagi enteng dan lemas.

Seperti diketahui, bobot emas jauh lebih berat dari pada besi. Maka dengan bentuk yang sama, senjata yang terbuat dari emas bobotnya akan berlipat satu kali dari pada senjata terbuat dari besi biasa. Tampaknya golok emas bergerigi itu sedikitnya ada 50-60 kati, sedangkan pedang atau anggar hitam itu entah terbuat dari logam apa?

Yo Ko memandang sekejap pada sepasang senjata lawan yang aneh itu, lalu berkata pula kepada Siao-liong-li:

“Kokoh, tempo hari pernah aku bertemu dengan seorang perempuan gendeng, dia telah memberi-tahukan kepadaku musuh pembunuh ayahku.”

Hati Siao-liong-li terkesiap, cepat dia bertanya: “Siapa musuhmu itu?”

Sambil mengertak gigi Yo Ko berkata dengan penuh dendam: “Bagaimana pun juga kau pasti tak akan menduga tentang mereka, bahkan selama ini aku pun menganggap mereka amat baik.”

“Mereka? Mereka siapa?” Siao-liong-li menegas.

“Siapa lagi mereka kalau bukan...” sebelum sempat Yo Ko menerangkan nama yang akan disebutnya, terdengarlah suara mendenging nyaring memekakkan teIinga, itulah suara benturan antara golok emas dan pedang hitam yang dipegang Kongsun Kokcu itu.

Sekali bergerak, susul menyusul Kongsun Kokcu menusuk tiga kali, pertama menusuk ke atas kepala, kedua menusuk leher sebelah kanan dan ketiga sebelah kiri leher, semuanya menyambar lewat satu-dua senti di atas kulit. Rupanya Kokcu itu ingin menjaga harga diri, kalau lawan tidak menangkis, maka dia pun tidak sudi melukainya, cuma tiga kali tusukannya itu sungguh amat cepat dan jitu, benar-benar kepandaian hebat.

“Sudah!” ucap Siao-Iiong-Ii ketika selesai menambal baju sambil menepuk perlahan punggung anak muda itu.

Yo Ko menoleh sambil tersenyum, lalu melangkah maju dengan menenteng Kim-leng-soh. Meski Kongsun Kokcu telah lama mengasingkan diri di lembah sunyi, tapi pandangannya sedikit pun tidak kurang tajamnya. Orang yang mengajarkan ilmu silat padanya itu paham benar berbagai aliran ilmu silat di dunia dan dahulu pernah berkata kepadanya bahwa bisa jadi jago kelas satu pada jaman ini mampu menandingi Kangfau (Kungfu) tangan besinya, tetapi untuk membobol barisan jaring ikannya belum tentu bisa kecuali Pak-tau-tin dari Coan-cin-kau yang mungkin dapat menandinginya dengan sama kuat dan siapa lebih ulet akhirnya akan menang.

Tapi kalau dua macam senjatanya yang berlainan itu dikeluarkan, diduga di dunia ini tiada orang yang sanggup melawannya. Karena itu dia menduga betapa pun tinggi kepandaian Yo Ko, dalam sepuluh jurus saja pasti akan dibinasakan olehnya. Tetapi ketika menyaksikan sikap Siao-liong-li yang mesra tadi terhadap anak muda itu, dia pun tahu apa bila Yo Ko mati, maka berarti putus harapan pula rencana pemikahan nona itu dengan dirinya. Setelah merenung sejenak, akhirnya dia mendapat akal: “Harus kupaksa dia (Siao-liong-li) memohon ampun kepadaku bagi bocah ini. Dalam keadaan begitu, biar pun hatinya tidak rela, mau tak mau dia harus menikah dengan aku.”

Kalau Kongsun Kokcu merenung mencari akal, Yo Ko juga sedang memikirkan cara melawan orang. Ia pikir orang tidak takut Hiat-to tertotok, ini berarti daya guna Kim-leng-soh tidak banyak artinya. Meski diri sendiri sudah menciptakan aliran ilmu silat, tapi belum sempat dipelajari secara matang, sedangkan senjata musuh terlihat sangat aneh, sekali dimainkan tentu sangat lihay. Selagi Yo Ko merasa tak berdaya, terdengar Kongsun Kokcu telah berseru:

“Awas serangan!”

Berbareng pedang emas begerak menusuk dada. Anehnya tusukan itu tidak langsung ke depan, tapi ujung pedang bergetar dalam lingkaran kecil di depan tubuhnya. Yo Ko terkejut dan melompat mundur. Maklumlah, kalau ujung pedang itu ditusukkan, biar pun hebat jurus serangannya, tentu juga akan dapat dipatahkannya. Tapi sekarang ujung pedang itu terus berputar dalam lingkaran sehingga arah tujuan pedangnya sukar diraba. Bila menangkis ke kiri, kuatir musuh malah menusuk ke kanan, bila menangkis ke atas, siapa tahu kalau dia berbalik menyerang bagian bawah. Karena merasa ragu-ragu, terpaksa dia melompat mundur saja untuk menghindar.

Tapi Kongsun Kokcu gesit bukan main. Begitu Yo Ko melompat mundur, segera dia membayangi lawan, kembali lingkaran pedangnya bergetar lagi di depan Yo Ko, semakin lama lingkaran ujung pedang itu semakin besar, jika semula hanya lingkaran seluas dada, beberapa putaran berikutnya telah mencakup bagian perutnya dan kemudian meluas pula ke bagian leher.

Kim-lun Hoat-ong, In Kik-si dan lainnya adalah maha guru ilmu silat terkemuka, tapi ilmu pedang yang mendesak musuh dengan lingkaran ujung pedang begitu boleh dikata belum pernah mereka lihat, maka mereka heran dan terkejut.

Begitulah, setiap kali Kongsun Kokcu melancarkan tusukan, Yo Ko terpaksa melompat mundur sehingga belasan kali Yo Ko harus menghindar secara begitu tanpa sanggup balas menyerang. Tampaknya serangan Kongsun Kokcu semakin lihay saja, apa lagi golok bergerigi pada tangannya yang lain belum pula digunakan. Kalau sampai golok emas itu ikut menyerang, pasti sukarlah bagi Yo Ko menahannya. Tanpa pikir lagi segera Yo Ko melompat ke kiri sambil mengayun Kim-leng-soh.

“Tringg...!” genta kecil itu menyambar ke depan untuk mengetok mata kiri musuh.

Walau pun Kongsun Kokcu tidak gentar Hiat-tonya tertotok, tapi mata adalah tempat yang lemah dan harus selalu dijaga. Cepat dia miringkan kepala dan segera balas menyerang dengan pedang hitam. Yo Ko sangat girang. Sekali Kim-leng-soh menyendal, terbelitlah kaki kanan musuh. Tapi baru saja hendak dibetot sekuatnya, mendadak pedang hitam Kongsun Kokcu memotong ke bawah.

“Srett!” selendang sutera Yo Ko putus di bagian tengah, pedang hitam yang tampaknya mirip seutas tali itu ternyata tajamnya tidak kepalang.

Terdengar semua orang menjerit kaget, berbareng terdengar pula sambaran angin dan golok bergerigi sang Kokcu membacok ke arah Yo Ko. Sebisanya Yo Ko segera menjatuhkan diri ke lantai dan berguling ke sana.

“Tranggg...!” suara nyaring menggetar telinga, kiranya Yo Ko sempat menyambar tongkat baja Hoan It-ong tadi lantas digunakan untuk menangkis ke atas. Karena benturan golok dan tongkat itu, tangan kedua orang sama-sama sakit kesemutan.

Diam-diam Kongsun Kokcu kaget dan heran akan kemampuan Yo Ko yang sanggup menahan berpuluh jurus serangannya. Segera goloknya menebas lagi dari samping, berbareng pedang hitam juga menusuk dari depan.

Supaya diketahui bahwa permainan golok lebih mengutamakan kekerasan dan kekuatan, sedangkan permainan pedang lebih mengutamakan kelincahan dan kelembutan, jadi sifat kedua jenis senjata itu sama sekali berbeda, maka adalah hal yang tidak mungkin bahwa seseorang dapat menggunakan dua macam senjata itu sekaligus. Namun kini Kongsun Kokcu ternyata dapat memainkan golok dan pedang dengan lihay, sungguh suatu kepandaian khas yang jarang terdapat di dunia persilatan.

Sambil mengertak, Yo Ko putar tongkat baja dan menggunakan kunci ‘menutup’ dari Pak-kau-pang-hoat. Dia bertahan dengan rapat sehingga seketika pedang dan golok Kongsun Kokcu tidak mampu menembus pertahanan anak muda ini.

Cuma Pak-kau-pang-hoat mengutamakan pertahanan gerak serangan, dengan pentung bambu yang enteng tentu dapat dimainkan dengan gesit dan lincah sesuka hati. Kini Yo Ko memegang tongkat baja sebagai pengganti pentung bambu, tentu saja gerak-geriknya tidak leluasa, setelah belasan jurus dia mulai merasa payah. Kongsun Kokcu melihat suatu peluang. Mendadak goloknya menahan ke atas, berbareng pedang hitam menebas ke bawah.

“Krekk!” kontan tongkat baja tertabas kutung.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar