Minggu, 22 Agustus 2021

Sin Tiauw Hiap Lu Jilid 089

Karena itu Hoan It-ong memiringkan kepalanya untuk menghindar. Tak terduga tangan kiri Yo Ko menghantam ke peIipis kanannya. Untuk mengelak terpaksa Hoan It-ong memiringkan kepala lagi, namun lantaran serangan lawan teramat cepat dan caranya memiringkan kepala juga amat cepat, dengan sendirinya jenggotnya yang panjang ikut tergertak ke atas, padahal gunting Yo Ko sudah disiapkan di sebelah kanannya.

“Crett!” tanpa ampun lagi jenggotnya tergunting setengah meter.
Semua orang menjerit kaget, ternyata benar Yo Ko telah memotong jenggot Hoan It-ong hanya dalam tiga jurus seperti apa yang dikatakan sebelumnya tadi. Kiranya menurut pengamatan Yo Ko tadi, diketahui bila Hoan It-ong hendak menyabet dengan jenggotnya ke kiri misalnya, maka kepalanya pasti meleng dulu ke sebelah kanan, jika jenggot hendak menyabet ke atas, maka kepala tentu menunduk lebih dulu. Dari situlah dia lantas menetapkan siasatnya, untuk memotong jenggot lawan harus pura-pura menghantam kepalanya, dengan begitu barulah dia berani sesumbar akan menggunting jenggot lawan dalam tiga jurus saja.

Hoan It-ong terkesima sejenak. Dia merasa sayang dan murka karena jenggot yang sudah dirawatnya selama hidup sekarang digunting begitu saja. Cepat ia sambar kembali tongkatnya, dengan kalap ia serampang pinggang Yo Ko.

Waktu masuk tadi Be Kong-co telah dijatuhkan oleh jenggot Hoan It-ong, maka ia sangat senang melihat jenggot orang terguling putus, serunya sambil tertawa:

“Hehehe…., Hoan cebol, tampangmu memang jelek, tanpa jenggotmu itu kau menjadi semakin buruk rupa!”

Hoan It-ong tambah gemas sehingga serangannya bertambah dahsyat. Selama Yo Ko bergebrak dengan Hoan It-ong, yang dipikirkan hanya jenggot orang saja sehingga belum diketahui sampai di mana kekuatan yang sebenarnya. Kini menghadapi tongkat lawan, dia ingin tahu bagaimana tenaganya. Ketika tongkat lawan menyabet tiba, segera dia menangkisnya dengan gunting,

“Trangg...!”

Lengannya terasa kesemutan dan gunting raksasa itu bengkok. Hanya satu jurus saja gunting sudah tak dapat digunakan lagi.

Melihat perubahan itu, Kongsun Lik-oh menguatirkan keselamatan Yo Ko, maka dia cepat-cepat berseru:

“Yo-Kongcu, tenagamu tidak memadai Toa-suhengku, buat apa kau menempurnya lagi?”

Kegusaran Kongsun Kokcu semakin sengit karena puterinya berulang kali membela orang luar. Dia pelototi anak perempuannya, tampaklah si nona mengawasi Yo Ko dengan penuh perhatian. Ketika dia memandang kepada Siao-liong-li, tampak sikapnya hambar saja seakan-akan tidak ambil pusing terhadap keselamatan Yo Ko. Karena itu Kongsun Kokcu menjadi girang, ia pikir Siao-liong-li ternyata tidak mencintai Yo Ko, terbukti keselamatan pemuda itu sedikit pun tidak dihiraukannya.

Padahal Siao-Iiong-Ii cukup kenal kepintaran dan kecerdikan Yo Ko, ilmu silatnya juga pasti tidak di bawah Hoan-It-ong, dia yakin pertarungan mereka pasti akan dimenangkan oleh pemuda itu, makanya dia sama sekali tidak berkuatir.

Sementara itu Yo Ko telah membuang guntingnya yang sudah bengkok, lalu berkata: “Hoan-heng, kau pasti bukan tandinganku lebih baik kau menyerah saja!”

Dengan gusar Hoan It-ong menjawab: “Asal kau sanggup mengalahkan tongkatku ini, segera aku membunuh diri!” Berbareng tongkatnya mengemplang sekerasnya.

Namun sedikit Yo Ko miringkan tubuhnya, tongkat itu jatuh di sebelahnya. Sekali kaki kiri Yo Ko menginjak, dengan tepat batang tongkat itu terpijak. Sekuatnya Hoan It-ong mengangkat tongkatnya ke atas, namun tubuh Yo Ko juga lantas mengikuti gerakan tongkat itu hingga terbawa ke udara. Dengan mantapnya dia berdiri di atas tongkat dengan satu kaki, yakni kaki kiri. Beberapa kali Koan it-ong menggerakkan tongkatnya agar Yo Ko tergetar jatuh, tetapi tak berhasil.

Dengan murka Hoan It-ong hendak memutar tongkatnya, tapi Yo Ko keburu melangkah maju melalui batang tongkatnya. Keruan gerakan aneh Yo Ko ini amat mengejutkan Hoan It-ong, sementara itu Yo Ko telah melangkah maju lagi satu tindak, mendadak kaki kanan melayang ke depan untuk menendang hidungnya.

Keadaan Hoan It-ong menjadi serba salah, musuh seperti sudah melengket pada batang tongkatnya. Jika dirinya meloncat mundur sama juga seperti membawa musuh lebih maju, kalau tidak meloncat mundur jelas sukar menghindarkan tendangan lawan, sedang kedua tangan memegangi tongkat sehingga tak dapat digunakan menangkis, apa lagi jenggotnya sudah tergunting sehingga tiada senjata buat membela diri lagi. Dalam keadaan kepepet terpaksa ia membuang tongkatnya dan melompat mundur menghindari tendangan musuh.

“Trangg...!”

Ujung tongkat mengetok lantai, ujung lain belum lagi jatuh sudah keburu dipegang oleh Yo Ko. Be Kong-co, Nimo Singh dan lainnya bersorak memuji. Segera Yo Ko ketokkan tongkat rampasannya ke lantai dan bertanya dengan tertawa:

“Apa abamu sekarang?”

Muka Hoan It-ong merah padam, jawabnya penasaran: “Kau main licik, aku tidak merasa kalah!”

“Baik, boleh kita coba lagi,” ujar Yo Ko sambil melemparkan tongkat kepada Hoan It-ong.

Ketika Hoan It-ong hendak menangkap tongkat, tanpa terduga mendadak tongkat itu melompat ke atas sehingga tangan Hoa It-ong menangkap angin, sekali ulurkan tangan, kembali Yo Ko menyambar lagi tongkat itu.



Serentak Be Kong-co dan lainnya bersorak lebih keras, sebaliknya muka Hoan It-ong semakin merah padam. Kim-lun Hoat-ong dan In Kik-si saling pandang dengan tersenyum, mereka memuji kepintaran Yo Ko. Kemarin mereka menyaksikan Ciu Pek-thong menimpuk orang dengan ujung tombak yang patah, namun ujung tombak itu bisa berubah arah di tengah jalan sebelum mencapai sasarannya, jelas Yo Ko telah menirukan cara Ciu Pek-thong. Dengan sendirinya Kongsun Kokcu dan anak muridnya tidak mengetahui seluk-beluk itu, mereka menjadi kaget dan heran atas kepandaian Yo Ko.

“Bagaimana, apakah perlu satu kali lagi?” tanya Yo Ko sambil tertawa.

Hoan It-ong merasa terguntingnya jenggot dan terampasnya tongkat adalah karena tertipu oleh kelicikan lawan, dengan sendirinya ia tidak mau mengaku kalah. Dengan suara keras dan gemas dia menjawab:

“Kalau kau dapat mengalahkan aku dengan kepandaian sejati barulah aku menyerah padamu.”

“Ilmu silat harus mengutamakan kecerdikan,” jengek Yo Ko, “gurumu sendiri teramat tolol, anak muridnya dengan sendirinya goblok, makanya aku memberi nasehat lebih baik kau cari guru lain yang lebih pandai,” jelas dengan ucapannya ini sama saja dia memaki Kongsun Kokcu.

Keruan Hoan It-ong bertambah murka, dengan nekat ia kembali menerjang maju. Dengan melintangkan tongkat Yo Ko angsurkan senjata rampasannya kepada si kakek sambil berkata:

“Sekali ini kau harus hati-hati, kalau sampai kurebut lagi jangan kau sesalkan orang.”

Hoan It-ong tidak berani menjawab, ia genggam tongkat sekencangnya dan siap siaga. Ia pikir hanya ada satu jalan supaya dapat merampas lagi tongkat itu, yakni potong sekalian tanganku ini.

“Awas! ” terdengar Yo Ko berseru sambil menubruk ke depan, tahu-tahu tangan kirinya telah menempel ujung tongkat lawan, berbareng jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan menyolok sepasang mata musuh, malahan kaki kirinya juga ikut menginjak batang tongkat. Inilah jurus ‘Go kau-toat-tiang’ (merampas tongkat dari mulut anjing galak), suatu jurus maha sakti dari Pak-kau-pang-hoat kebanggaan Kay-pang.


BERUSAHA MENGGAGALKAN PERNIKAHAN

Dulu dalam pertemuan besar Kay-pang (kaum pengemis) di Kue-san, dengan jurus ini Oey Yong merebut tongkat penggebuk anjing dari tangan Yo Khong (ayah Yo Ko) dan jadilah dia ketua Kay-pang yang disegani. Cara merebut senjata lawan dengan jurus sakti itu boleh dikatakan tidak pernah meleset, seratus kali tembak seratus kali kena.

Kalau dua kali yang duluan Yo Ko berhasil merebut tongkat lawannya, walau pun caranya juga aneh, tapi gerakannya dapat diikuti dengan jelas oleh penonton, tapi sekali ini bahkan Hoa It-ong sendiri tidak tahu bagaimana caranya, sekejap mata saja tahu-tahu tongkatnya sudah berpindah ke tangan musuh.

“Nah, cebol tua, sekali ini kau takluk tidak?” seru Be Kong-co.

“Dia pakai ilmu sihir dan bukan kepandaian sejati, mana aku mau menyerah?” jawab Hoan lt-ong penasaran.

“Habis cara bagaimana baru kau mau takluk?” tanya Yo Ko dengan tertawa.

“Kecuali kau merobohkan aku dengan kepandaian sejati,” sahut Hoan It-ong.

Yo Ko mengembalikan lagi tongkatnya sambil berkata: “Baiklah, kita boleh coba-coba lagi beberapa jurus.”

Hoan It-ong telah kapok terhadap cara orang merebut senjatanya dengan tangan kosong, dia pikir sebaiknya bertanding senjata saja. Oleh karena itu segera dia berkata:

“Aku sendiri menggunakan senjata sebesar ini, sebaliknya kau hanya bertangan kosong, andai kata aku menang juga kau pasti merasa penasaran.”

“Jelas kau sudah kapok pada caraku merebut senjatamu dengan bertangan kosong,” ujar Yo Ko dengan tertawa, “Baiklah, biar aku pun menggunakan senjata untuk melayani kau.”

Ia coba memandang ke sekeliling ruangan, dilihatnya dinding sekitar tiada sesuatu pajangan apa pun, apa lagi senjata yang bisa digunakan, hanya di halaman sana ada dua pohon Liu dengan ranting pohon yang berlambaian menghijau permai. Ia pandang sekejap kepada Siao-liong-li lantas berkata:

“Kau ingin she Liu, maka biarlah kugunakan ranting pohon liu sebagai senjata.”

Segera dia melompat ke halaman dan mengambil sepotong ranting liu yang bulatan tengahnya sekitar tiga senti dan panjang satu meteran sehingga mirip pentung penggebuk anjing milik Kay-pang, akan tetapi daun Liu tidak dihilangkannya sehingga kelihatan lebih luwes.

Diam-diam Hoan It-ong sangat mendongkol. Ternyata Yo Ko tidak menggunakan senjata yang umum, sebaliknya ranting kayu seperti mainan anak kecil saja, cara ini jelas sangat meremehkan.

Sementara itu Be Kong-co berseru: “Adik Yo, kau pakai golokku ini!” Segera ia melolos goloknya sehingga memancarkan cahaya kemilauan, benar-benar sebatang golok pusaka yang amat tajam.

“Terima kasih,” kata Yo Ko, “Si cebol ini belum mendapatkan guru sakti, kepandaiannya masih terbatas, ranting kayu ini saja sudah cukup untuk menghajar dia.”

Tak kepalang maranya Hoan It-ong. Dengan nada ucapan Yo Ko itu kembali telah menghina nama baik gurunya, ia pikir pertarungan selanjutnya tidak ada ampun lagi. Segera ia putar tongkatnya dengan kencang, ia mainkan ilmu tongkat ‘Boat-cui-tiang-hoat’ (permainan tongkat gebyur air) yang meliputi 9x9=81 jurus. Permainan tongkatnya disebut ‘gebyur air’ maksudnya air digebyurkan juga tidak akan tembus, suatu tanda betapa kencang dan rapat putaran tongkatnya.

Semula angin tongkatnya menyambar dahsyat, namun setelah belasan jurus, lambat-laun terasa arah tongkatnya rada tergeser ujung tongkatnya. Kiranya Yo Ko sudah menggunakan gaya ‘lengket’ dari Pak-kau-pang-hoat, ujung ranting kayu menempel ujung tongkat, ke timur tongkat itu mengarah, ke timur pula ranting kayunya ikut dan begitu pula seterusnya, tapi berbareng itu dia tambahi tenaga betotan atau tolakan menurut gerakan tongkat lawan sehingga mau tak mau ujung tongkat selalu tergeser arahnya.

ilmu ini sejalan dengan ‘Si-nio-boat-jian-kin’ (empat tahil menolak ribuan kati), sejenis ilmu pinjam tenaga musuh untuk menghantam musuh sendiri yang pasti diyakinkan oleh setiap jago silat. Gaya ‘lengket’ dalam ilmu permainan pentung kaum Kay-pang diciptakan juga menurut kunci ilmu silat tadi, gayanya bagus dan tenaganya sukar diukur.

Tentu saja Kongsun Kokcu semakin heran. Sama sekali dia tidak pernah menduga bahwa seorang muda belia dapat memiliki ilmu sakti sehebat itu. Dilihatnya tenaga tongkat Hoan It-ong semakin lama semakin lemah, sebaliknya kekuatan ranting kayu Yo Ko bertambah dahsyat.

Belasan jurus kemudian seluruh badan Hoan It-ong sudah terkekang oleh setiap gerakan ranting kayu. Makin kuat Hoan It-ong memutar tongkatnya, semakin berat rasanya untuk menguasai diri sendiri. Akhirnya ia merasa tersedot ke tengah pusaran angin lesus yang dashyat sehingga kepala terasa pusing dan pandangan kabur.

“Mundur, It-ong!” tiba-tiba saja Kongsun Kokcu menepuk meja sambil berseru, suaranya menggelegar mengagetkan orang.

Hati Yo Ko terkesiap, ia pikir masa begitu mudah muridmu akan lolos dari tanganku. Sedikit tangannya bergerak, dan gaya ‘lengket’ dia ganti dengan gaya ‘putar’, ia berdiri tegak, tetapi pergelangan tangannya terus bergerak dalam putaran kecil sehingga Hoan It-ong ikut terbawa dari kiri ke kanan dan berputar dengan cepat laksana gasingan. Semakin cepat Yo Ko memutar tangannya, semakin kencang putaran Hoan It-ong, tongkat baja yang dipegangnya berputar menegak seperti poros gasingan saja.

“Kau sanggup berdiri tegak tanpa roboh, betapa pun kau terhitung seorang jagoan!” seru Yo Ko sambil menyesakkan ranting kayunya ke atas, lalu ia melompat mundur.

Sementara itu lahir batin Hoan It-ong sudah tak dapat terkuasai Iagi, langkahnya semponyongan, kalau berputar beberapa kali lagi pasti akan terbanting roboh. Sekonyong-konyong Kongsun Kokcu melompat ke atas, selagi terapung di udara sebelah tangannya menggablok ujung tongkat, lalu melompat kembali ke tempatnya semula dengan enteng. Gablokannya kelihatan perlahan, namun membawa tenaga maha dahsyat, kontan tongkat baja itu ambles ke tanah hampir semeter dalamnya dan seketika tidak berputar Iagi.

Dengan berpegangan pada tongkat barulah Hoan It-ong tidak jadi jatuh, namun begitu tubuhnya tetap terhuyung kian kemari laksana orang mabuk. Siau-siang-cu, In Kik-si dan lainnya sebentar memandang Yo Ko, di lain saat memandang Kongsun Kokcu. Mereka pikir kedua orang ini sama hebatnya dan sukar ditandingi, maka biarkan saja keduanya saling genjot, bahkan mereka berharap kedua orang itu mampus semua. Hanya Be Kong-co saja yang berhati polos, kalau bisa ia ingin membantu Yo Ko.

Mendadak Hoan It-ong berlari kemudian berlutut di hadapan sang guru. Dia menyembah beberapa kali, tanpa bicara kepalanya dibenturkan ke tiang rumah. Perbuatannya ini sungguh tak terduga oleh siapa pun, tiada yang menyangka bahwa watak kakek cebol itu ternyata begitu keras, kalah bertanding terus menempuh jalan pendek dengan membunuh diri. Kongsun Kokcu menjerit kaget sambil meloncat maju untuk menjambret punggung Hoan It-ong tetapi lantaran jaraknya terlalu jauh, pula benturan Hoan Itong itu dilakukan dengan sangat cepat, jambretannya itu ternyata luput.

Sementara itu kepala Hoan It-ong telah dibenturkan dengan sepenuh tenaga, tampaknya kepalanya pasti akan pecah berantakan. Namun mendadak terasa tempat yang terbentur oleh batok kepalanya sangat lunak, empuk seperti kasur. Waktu ia menengadah, terlihat Yo Ko telah berdiri di depannya sambil menjulurkan kedua tangannya. Rupanya pemuda ini berdiri paling dekat dengan Hoan It-ong. Ketika melihat gerak-gerik kakek itu mencurigakan segera ia bersiap dan sempat menghadang di depan untuk menyelamatkannya.

“Hoan-heng, apakah kau tahu kejadian apa yang paling menyedihkan di dunia ini?” tanya Yo Ko.

“Apa itu?” Hoan It-ong balik bertanya dengan melenggong.

“Aku pun tidak tahu.” ujar Yo Ko dengan hati pedih, “Hanya duka hatiku berpuluh kali lebih hebat dari padamu, sedangkan aku sendiri belum lagi bunuh diri, lalu mengapa kau malah melakukan hal demikian?”

“Kau menang bertanding, apa yang membuatmu berduka?” kata Hoan It-ong.

Yo Ko menggeleng, jawabnya: “Kalah atau menang bertanding bukan soal bagiku, selama hidupku ini entah sudah berapa kali dihajar orang. Yang jelas betapa cemas dan kuatirnya gurumu ketika melihat kau hendak membunuh diri. Tetapi kalau aku yang membunuh diri dan guruku sama sekali tidak ambil pusing, inilah hal yang paling menyedihkan bagiku.”

Belum lagi Hoan It-ong paham apa yang dimaksudkan Yo Ko, terdengar Kongsun Kokcu membentaknya:

”It-ong, jika kau berbuat bodoh lagi berarti kau tidak taat kepada perintah guru. Kau berdiri saja di samping sana, saksikan gurumu membereskan bocah ini.”

Hoan It-ong paling hormat kepada sang guru, ia tak berani membantah dan segera berdiri ke sana sambil melotot kepada Yo Ko. Mendengar Yo Ko mengatakan kalau dia membunuh diri juga gurunya tidak ambil pusing, seketika mata Siao-Iiong-li basah ber-kaca-kaca, pikirnya: “Jika kau mati, masa aku mau hidup sendiri?”

Setiap selang sejenak Kongsun Kokcu tentu memandang sekejap pada Siao-liong-li untuk mengawasi gerak-geriknya. Ketika tiba-tiba nampak si nona hendak meneteskan air mata, segera ia menepuk tangan tiga kali dan berseru:

“Tangkap bocah ini!”

Tepuk tangan tiga kali adalah tanda perintah kepada anak muridnya. Rupanya Kongsun Kokcu hendak menjaga harga diri dan merasa tidak sesuai untuk bertempur dengan anak muda seperti Yo Ko. Demikianlah anak muridnya serentak mengiakan, 16 orang terbagi berdiri di empat sudut, setiap empat orang lantas membentangkan sebuah jaring ikan.

Datangnya Yo Ko berombongan dengan Kim-lun Hoat-ong dan lain-lain, kalau urusannya telah lanjut begini, pantasnya Kim-lun Hoat-ong membuka suara untuk melerai, tapi dia cuma tersenyum dingin saja dan tetap menonton belaka.

Kongsun Kokcu tidak tahu maksud sikap Hoat-ong yang acuh tak acuh itu. Dia kira orang mengejeknya tak akan mampu menandingi Yo Ko, diam-diam ia mendongkol dan hendak memperlihatkan kemahirannya. Segera ia menepuk tangan lagi tiga kali, dan serentak ke-16 anak muridnya bergeser bertukar tempat sehingga lingkaran kepungan mereka terhadap Yo Ko semakin ciut.

Melihat empat jaring lawan semakin mendekat, Yo Ko menjadi bingung dan tidak berdaya. Ciu Pek-thong yang maha sakti saja pernah tertawan oleh jaring lawan, apa lagi diriku? Lagi pula Ciu Pek-thong cuma berusaha meloloskan diri saja, kemudian dapat melemparkan Be Kong-co dan Hoan It-ong ke dalam jaring sehingga akhirnya dia berhasil kabur, sebaliknya sekarang aku justru ingin tinggal di sini dan tak ingin lari.

Tiba-tiba di antara anak murid Cui-sian-kok terdengar ada yang bersuit. Empat buah jaring serentak bergeser berganti posisi, sebentar bersilang, lain saat melintang atau menegak, mendatar atau menyerang dan terus mendesak maju.

Sukar bagi Yo Ko melayani kepungan jaring-jaring itu, maka terpaksa dia berputar kayun berlarian di ruangan itu, dengan Ginkang maha tinggi aliran Ko-bong-pay dia terus melayang kian kemari. Dia menghindari pertarungan dari depan, tetapi berusaha membuat musuh merasa bingung dan tidak dapat meraba ke mana dia hendak bergeser. Tapi ke-16 orang itu ternyata tidak ikut berputar seperti Yo Ko, melainkan bergerak mempersempit kepungan.

Sambil berlari Yo Ko memeriksa tempat-tempat kelemahan barisan musuh. Setelah mengikuti beberapa kali perubahan, segera dapat ditarik kesimpulan bahwa barisan jaring musuh menirukan jaring laba-laba. Biasanya laba-laba bersembunyi lebih dahulu, kalau musuh sudah terjebak barulah mangsanya ditangkap. Dia pikir untuk memboboI jaring harus digunakan senjata rahasia. Maka sambil berputar segera dia menyiapkan segenggam Giok-hong-ciam (jarum tawon putih). Ketika empat orang di sebelah kiri mulai mendekat, tiba-tiba tangannya bergerak, tapi yang diincar justru empat orang di sebelah kanan.

Senjata rahasia jarum lembut ini biasanya tak pernah meleset, apa lagi jaraknya sekarang sangat dekat, Yo Ko yakin keempat orang itu pasti akan termakan oleh jarumnya. Tak terduga gerakan keempat orang itu pun sangat cepat. Begitu nampak tangan lawan bergerak serentak mereka mengangkat jaringnya ke atas, terdengarlah suara gemerincing nyaring perlahan. Jarum-jarum itu tersedot seluruhnya oleh jaring.

Kiranya jaring itu teranyam dari benang emas dan baja yang sebagian mengandung daya sembrani yang amat kuat. Sekali jaring itu dibentangkan, betapa pun lihay senjata rahasia lawan tentu akan tertahan seluruhnya.

Yo Ko mengira serangannya pasti berhasil, tak terduga jaring musuh ternyata mempunyai daya guna sehebat itu. Dalam seribu kesibukannya dia sempat melotot ke arah Kongsun Kokcu, dia pikir orang ini sungguh maha lihay dan dapat menciptakan senjata yang begitu aneh. Gagal dengan senjata rahasianya, terpaksa Yo Ko memikirkan jalan lain untuk membobol kepungan musuh.

Sementara itu jaring lawan sebelah kanan sudah mendekat. Sekali pimpinannya berseru, terlihatlah gemeredepnya cahaya, sehelai jaring menyambar tiba. Segera Yo Ko mengegos dan bermaksud menerobos ke sebelah sana, tapi jaring depan dan belakang juga menubruk tiba bersama. Mau tak mau Yo Ko mengeluh, dia pikir sekali ini diriku pasti akan disiksa habis-habisan oleh Kokcu jahanam ini kalau aku sampai tertawan olehnya.

Selagi Yo Ko berkuatir, tiba-tiba terdengar seorang pemegang jaring di sebelah belakang menjerit. Waktu ia menoleh, dilihatnya Kongsun Lik-oh telah jatuh tersungkur, ujung jaring yang dipegangnya menjadi tertarik ke bawah. Itulah suatu peluang di tengah barisan jaring musuh. Tanpa pikir lagi secepat kilat Yo Ko segera melompat ke sana dan menerobos keluar dari kepungan musuh. Sekilas dilihatnya Kongsun Lik-oh merintih kesakitan, namun berulang nona itu memberi isyarat kedipan mata agar Yo Ko lekas lari meninggalkan tempat berbahaya itu.

Tergerak hati Yo Ko, pikirnya: “Nona ini telah menyelamatkan aku dengan mengorbankan dirinya, budi kebaikannya sungguh sukar kubalas. Jika aku pergi begini saja, tentu Kokoh akan menikah dengan Kokcu jahanam itu. Biarlah kulabrak dia dengan mati-matian, andai kata tertawan dan tersiksa juga takkan kutinggalkan tempat ini.”

Berkorban bagi cinta suci, mati pun dia tidak menyesal. Dia terus berdiri di ujung ruangan sana sambil menatap tajam kepada Siao-liong-Ii. Dia pikir masa kau sama sekali tidak ambil pusing menyaksikan aku bergumul dengan mala petaka yang akan menimpa ini.

Terlihat Siao-liong-li tetap menunduk tanpa bersuara. Tetapi rasa sedih dan duka nestapa dalam hatinya saat itu sesungguhnya jauh melebihi Yo Ko. Tanpa tedeng aling-aling Yo Ko mengutarakan isi hatinya secara terus terang, maka biar pun menderita namun tekanan batinnya sudah terlampiaskan sebagian. Tapi Siao-liong-li hanya tutup mulut saja, padahal di dalam hati penuh rasa kasih sayang kepada pemuda itu, namun pemuda itu mana bisa mengetahuinya.

Bersamaan dengan itu Kongsun Kokcu sudah menepuk tangan lagi dua kali. Keempat jaring ikan yang terbentang serentak mundur, lalu katanya terhadap Kongsun Lik-oh.

“Mengapa kau?”

“Kakiku mendadak kejang dan kesakitan,” jawab Kongsun Lik-oh.

Sudah tentu Kongsun Kokcu tahu puterinya jatuh hati kepada Yo Ko sehingga pada detik yang menentukan tadi sengaja memberi peluang kepada pemuda itu untuk lolos. Lantaran berada di hadapan orang luar, dia merasa tidak enak mengumbar rasa marahnya, maka segera dia mendengus dan berkata,

“Baik, kau mundur saja. Capsiji maju, gantikan tempatnya!”

Dengan kepala menunduk Kongsun Lik-oh mengundurkan diri, sedangkan seorang anak muda yang rambutnya dikucir dua segera mengiyakan lantas maju dan memegang ujung jaring yang dipegang Kongsun Lik-oh tadi.

Kongsun Lik-oh sempat melirik sekejap pada Yo Ko dengan penuh rasa menyesal. Diam-diam Yo Ko merasa bersalah dan menyesal juga tidak dapat memenuhi maksud baik si nona yang sengaja hendak menolongnya.

Kembali Kongsun Kokcu bertepuk tangan empat kali. Mendadak ke-16 anak muridnya mengundurkan diri ke ruangan dalam. Yo Ko melengak, ia heran apakah orang mengaku kalah begitu saja? Ketika ia berpaling, dilihatnya air muka Kongsun Lik-oh penuh rasa cemas dan kuatir serta berulang memberi isyarat kepadanya agar lekas melarikan diri. Melihat sikap nona itu, tampaknya sebentar lagi bakal datang bencana maut yang sukar dihindarinya. Yo Ko hanya tersenyum, sebaliknya ia seret sebuah kursi, lalu duduk di situ.

Sementara itu di ruangan dalam terdengar suara gemerincing nyaring. Sejenak kemudian ke-16 anak murid tadi sudah muncul lagi, tangan mereka tetap memegangi jaring, hanya saja jaring mereka sudah berganti dengan jaring yang penuh terpasang kaitan dan pisau kecil. Melihat cahayanya yang gemerlapan, jelas kaitan dan pisau itu sangat tajam, asal terkurung di tengah jaring, seluruh tubuh akan tersayat dan mustahil bisa hidup lagi.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar