Minggu, 22 Agustus 2021

Sin Tiauw Hiap Lu Jilid 088

Tidak kepalang kejut dan girang Yo Ko melihat perempuan ini, cepat dia melompat maju dan menarik tangannya serta berseru:

“Hei, Kokoh, engkau juga datang ke sini? Sungguh payah kucari kau sekian lamanya!”

Perempuan berbaju putih itu memandang sekejap kepada Yo Ko dengan air muka heran, lalu menjawab:

“Siapakah tuan? Kau memanggil apa padaku?”

Yo Ko terperanjat. Dia coba mengamat-amati lagi perempuan ini, kelihatan wajahnya yang putih halus dan cantik, siapa lagi dia kalau bukan Siao-liong-li adanya? Tanpa ragu segera ia menjawab:

“Kokoh... aku Yo Ko, masa kau pangling padaku?”

Kembali perempuan itu memandang sekejap padanya, lalu menjawab dengan nada dingin:

“Selamanya aku tidak pernah kenal kau, mana aku berani dipanggil sebagai Kokoh?”

Berbareng ia terus melangkah ke depan kemudian duduk di sebelah sang Kokcu. Wajah sang Kokcu yang tadinya kaku dingin segera berubah ber-seri karena kedatangan perempuan cantik ini. Dia berkata kepada Kim-lun Hoat-ong:

“Inilah bakal isteriku. Lewat lohor nanti upacara perkawinan segera akan dilangsungkan.”

Habis berkata dia melirik sekejap ke arah Yo Ko seperti kurang senang akan kecerobohan pemuda itu yang salah mengenali orang. Keruan kejut Yo Ko tak terkatakan, segera ia berseru:

“Kokoh, masakah engkau ini bukan Siao-liong-li? Memangnya kau bukan Suhu-ku?”

Perempuan itu mengawasi Yo Ko sejenak, air mukanya menampilkan perasaan heran dan bingung, sejenak kemudian barulah dia menjawab sambil menggeleng:

“Bukan, siapakah Siao-liong-li?”

Kedua tangan Yo Ko mengepal sekencangnya dan diremas-remas hingga lecet, benaknya terasa tawar sekali, ia tidak tahu apakah sang Kokoh marah padanya sehingga tidak mau mengakui dia lagi? Atau disebabkan berada di tempat berbahaya maka sengaja bersikap begini untuk mencari selamat? Atau barang kali di dunia ini benar-benar ada perempuan lain yang serupa dengan dia? Meski Yo Ko biasanya pintar dan cerdik, tapi kini dia tak dapat mengendalikan pergolakan perasaannya teringat cintanya kepada Siao-Jiong-li, dan tanpa terasa dia menjerit.

Melihat pemuda itu bersikap kurang wajar, Kokcu itu mengernyitkan dahi sambil berkata perlahan kepada perempuan berbaju putih itu:

“Liu-ji, hari ini sungguh banyak orang yang aneh.”

Perempuan itu pun tidak menggubris, perlahan dia menuang secawan air lantas diminum, sorot matanya mengerling semua orang, tapi sampai pada Yo Ko, pandangnya menghindarkan pemuda itu dan tidak melihatnya lagi. Jika orang lain tentu akan bersikap tenang untuk melihat apa yang akan terjadi nanti, tapi watak Yo Ko memang tidak sabaran, apa lagi Kokcu itu menyatakan akan menikah lewat lohor nanti. Dalam keadaan bingung dan tidak berdaya, Yo Ko berpaling dan bertanya kepada Kim-lun Hoat-ong:

“Kau pernah bertanding dengan suhu-ku, tentu kau kenal dia dengan baik, coba katakan, apakah aku salah mengenali dia?”

Pada waktu perempuan baju putih itu muncul tadi sesungguhnya Kim-lun Hoat-ong sudah mengenal, tetapi nona itu ternyata tidak mau gubris meski Yo Ko sudah menegurnya sendiri, di antara pasangan muda-mudi ini tentu terjadi pertengkaran, maka ia tersenyum dan menjawab:

“Entahlah, aku pun tidak begitu ingat lagi.”

Sudah tentu jawaban Kim-lun Hoat-ong ini mempunyai dua maksud tujuan. Dia pernah dikalahkan oleh Giok-Ii-kiam-hoat yang dimainkan bersama Yo Ko dan Siao-liong-Ii, dan sekarang kepandaian Yo Ko sudah jauh lebih maju lagi, kalau kedua muda-mudi itu bergabung, jelas dirinya lebih-Iebih bukan tandingan mereka.


PENYANGKALAN SANG KEKASIH

Tapi kalau kedua orang itu bertengkar, biar pun kemudian bergabung lagi menempurnya, asalkan antara jiwa kedua orang itu sudah terjadi keretakan dan tidak dapat saling kontak, maka kesempatan untuk menang bagi dirinya menjadi sangat besar.

BegituIah Yo Ko menjadi melengak oleh jawaban Hoat-ong itu, tetapi ia lantas paham juga maksud tujuan orang. Pikirnya dengan dongkol: “Hati manusia benar-benar keji dan culas, Ketika kau terluka parah, aku membantu menyembuhkan, tetapi sekarang kau malah bermaksud membikin susah.”

Melihat sorot mata kebencian Yo Ko, Kim-lun Hoat-ong tahu pemuda itu merasa dendam padanya, kelak pasti akan membahayakan, maka bila ada kesempatan harus kubereskan sekarang juga. Dia lantas balas menghormat sang Kokcu dan menjawab:

“Kami berterima kasih atas undangan Kokcu untuk menghadiri pernikahanmu, tapi kedatangan kami hanya kebetulan sehingga tidak membawa kado apa pun, sungguh kami merasa tidak enak.”

Kokcu itu merasa senang karena Kim-lun Hoat-ong beserta rombongan mau menerima undangannya. Segera dia memperkenalkan mereka kepada bakal isterinya. Ketika giliran Yo Ko, ia hanya menyebutnya she Yo saja, lalu tidak diberi tambahan keterangan Iain. Tampak perempuan baju putih itu cuma mengangguk perlahan saja tanpa memberi suatu perhatian apa pun ketika diberi-tahu nama setiap orang, juga terhadap Yo Ko ia pun tidak ambil pusing seperti halnya orang Iain.



Muka Yo Ko menjadi merah padam, jantungnya memukul kencang, apa yang dibicarakan Kokcu itu sama sekali tak terdengar lagi olehnya. Kongsun Lik-oh yang berdiri di belakang ayahnya dapat mengikuti gerak-gerik Yo Ko. Ia teringat ketika pemuda itu tertusuk duri bunga cinta segera merasa sakit karena timbul rasa rindunya. Kalau melihat gelagatnya sekarang, apakah memang betul bakal ibu tiriku ini adalah kekasihnya? Masa bisa terjadi secara begini kebetulan? Jangan-jangan kedatangan orang-orang ini justru di sebabkan oleh bakal ibu tiriku ini?

Karena pikiran itu, Kongsun Lik-oh coba mengawasi perempuan baju putih itu. Terlihat air mukanya tenang-tenang saja, tidak merasa suka ria juga tidak merasa kikuk dan malu, sama sekali tidak memper sebagai seorang calon pengantin baru.

Sementara itu Yo Ko merasakan dadanya sesak seakan-akan putus napasnya. Tapi biar pun wataknya mudah terguncang perasaan, namun dia juga seorang yang pintar dan cerdik. Dia pikir kalau sang Kokoh tidak mau mengakui dia, bisa jadi Kokoh mempunyai maksud tujuan tertentu, untuk ini aku harus menjajakinya dengan jalan lain. Segera ia berdiri lalu memberi hormat kepada sang Kokcu, katanya dengan suara lantang:

“Karena ada seorang sanak keluargaku yang sangat mirip dengan wajah nyonya barumu, tadi aku salah mengenalinya, untuk itu aku mohon maaf.”

Kata-kata yang cukup sopan ini diterima dengan baik oleh Kokcu itu, sikapnya pun lantas berubah ramah, ia balas hormat dan menjawab:

“Salah mengenali orang adalah kejadian biasa dan tidak ada persoalan maaf segala, Cuma... cuma di dunia ini ternyata ada orang lain lagi yang serupa dengan bakal isteriku tercinta ini, hal ini bukan hanya kebetulan saja, tapi sesungguhnya teramat aneh.”

Di balik ucapannya ini dia ingin menyatakan bahwa di dunia ini mustahil ada wanita cantik lagi yang serupa dengan calon isterinya.

“Memang, maka aku pun amat heran,” ujar Yo Ko. “Maaf, apakah boleh kutanya siapakah she nyonya yang terhormat?”

“Dia she Liu, apakah kenalanmu itu juga she Liu?” kata sang Kokcu sambil tersenyum.

“Oh, bukan,” jawab Yo Ko. Diam-diam dia me-nimbang mengapa sang Kokcu mengaku wanita itu she Liu. Tapi pikirannya segera tergerak: “Ahh, soalnya aku she Yo.”

Yoliu Yang adalah nama pohon, jadi jelas Siau-liong-li mengaku she Liu karena dia belum melupakan Yo Ko. Terpikir demikian, seketika jari Yo Ko kesakitan lagi. Melihat Yo Ko meringis menahan sakit, Kongsun Lik-oh merasa iba dan sayang padanya, sorot matanya senantiasa mengikuti perubahan muka pemuda itu. Sekuatnya Yo Ko menahan rasa sakit akibat bekerjanya racun bunga cinta. Tiba-tiba teringat lagi sesuatu olehnya, cepat ia tanya:

“Apakah nona Liu ini penduduk sekitar pegunungan ini? Entah cara bagaimana Kokcu berkenalan dengan dia?”

Sebenarnya Kokcu itu juga sangat ingin tahu asal-usuI bakal isterinya. Dia pikir bukan mustahil bocah ini kenal Liu-ji dan dari dia nanti akan diperoleh keterangan lebih jelas mengenai asal-usul bakal isterinya. Maka segera ia menjawab:

“Ya, pertemuan kami memang terjadi secara kebetulan setengah bulan yang silam. Ketika aku sedang mencari bahan obat di lereng gunung, aku temukan dia menggeletak dalam keadaan terluka parah dan kempas-kempis. Setelah kuperiksa, kiranya dia menderita kesesatan lantaran kurang tepat dalam berlatih lwekang. Aku lantas membawanya pulang kemudian mengobati dia dengan obat mujarab keluargaku yang sudah turun temurun, jadi perkenalan kami ini boleh dikatakan secara kebetulan, itu yang dikatakan jika memang sudah jodoh.”

“Oh, ternyata di dunia ini masih ada juga obat mujarab yang dapat menyembuhkan nona Liu, kukira hanya dapat disembuhkan dengan bantuan darah orang lain,” kata Yo Ko.

Mendengar ucapan ini, tiba-tiba perempuan itu menumpahkan darah segar sehingga bajunya yang putih berlepotan darah. Semua orang menjerit kaget dan bangkit.

Kiranya nona Liu memang betul nama samaran Siao-liong-li. Setelah mendengar kata-kata Oey Yong tempo hari, semalam suntuk dia tidak dapat tidur. Setelah dipikir bolak-balik, dia merasa kalau Yo Ko menjadi suaminya, pemuda itu akan dicaci maki orang dan hati sendiri merasa tak enak jika keduanya mengasingkan diri di kuburan kuno. Lama-lama pemuda itu tentu akan merasa kesal dan akhirnya bukan mustahil akan meninggalkannya. Namun cintanya terhadap Yo Ko sebenarnya sudah teramat mendalam, karena itulah dia tegas memutuskan hubungan. Hal ini pun timbul dari cintanya yang suci murni dan demi kebahagiaan dan hari depan Yo Ko.

Demikianlah seorang diri dia mengayunkan langkah tanpa arah tujuan di ladang sepi dan lereng pegunungan. Suatu hari dia duduk bersemadi, mendadak pikirannya bergolak dan sukar diatasi, akibatnya luka dalam yang lama kambuh lagi. Untung Kokcu she Kongsun itu kebetulan lewat dan menolongnya, kalau tidak tentu Siao-liong-li sudah tewas di pegunungan sunyi itu.

Kongsun Kokcu sudah lama menduda. Begitu meIihat kecantikan Siao-liong-li yang tiada taranya, ia menjadi tertarik. Sesungguhnya Siao-liong-Ii sendiri juga sudah putus asa, maka ketika dilamar oleh Kokcu, dia pikir kalau dirinya sudah menjadi isteri orang lain, jelas persoalannya dengan Yo Ko putus, apa lagi Cui-sian-kok ini sangat sunyi dan terpencil, selanjutnya pasti takkan bertemu lagi dengan pemuda itu.

Siapa tahu tiba-tiba muncul Lo-wan-tong Ciu Pek-thong yang mengacaukan Cui-sian-kok dan memancing kedatangan Yo Ko. Kini mendadak berhadapan dengan Yo Ko di tengah sebuah perjamuan, sungguh remuk redam hati Siao-liong-li. Pikirnya: “Aku sudah menerima lamaran orang dan segera akan menikah, lebih baik aku berlagak tidak kenal, biar dia pergi dari sini dengan marah dan membenci diriku selama hidup.”

Sebab itulah dia tetap tidak menggubrisnya meski pun dilihatnya Yo Ko sangat cemas dan bingung, Ketika mendadak Yo Ko berkata tentang penyembuhan dengan bantuan darah orang lain, segera teringat olehnya ketika dirinya terluka parah oleh kaum Tosu Coan-cin-kau sehingga muntah darah, tetapi tanpa menghiraukan keselamatan sendiri Yo Ko menyalurkan darah sendiri untuk menyelamatkan jiwanya, hal ini sungguh terukir secara mendalam di lubuk hatinya. Karena guncangan perasaan itulah seketika ia pun menumpahkan darah segar.

Dengan wajah pucat lesi dia bangkit dan bermaksud melangkah ke ruangan belakang. Kongsun Kokcu cepat berkata kepadanya:

“Duduk saja dan jangan bergerak agar tidak mengganggu urat nadi yang lain.” Kemudian ia berpaling kepada Yo Ko dan berkata: “Sebaiknya kau pergi saja dan untuk selanjutnya janganlah datang lagi ke sini.”

Air mata Yo Ko bercucuran, katanya kepada Siao-liong-li: “Kokoh, bila aku beranjak silakan kau mencaci dan memukul aku, sekali pun kau membunuh aku rela. Tapi mengapa kau tidak mau mengakui diriku lagi?”

Siao-liong-li tidak menjawab, ia menunduk sambil batuk perlahan beberapa kali. Sejak tadi Kongsun Kokcu sudah murka karena ucapan Yo Ko membikin Siao-liong-li muntah darah, namun sebisanya ia bersabar. Dengan suara geram ia berkata:

“Jika kau tidak segera pergi, jangan kau menyalahkan aku tidak kenal ampun.”

Akan tetapi mata Yo Ko hanya menatap tajam kepada Siao-liong-li dan tidak menggubris Kongsun Kokcu. Dia memohon lagi:

“Kokoh, aku berjanji akan mendampingi kau selama hidup di kuburan kuno dan takkan menyesal, marilah kita berangkat sekarang.”

Perlahan Siao-liong-li mengangkat kepalanya, dia lihat sorot mata Yo Ko penuh rasa kasih sayang yang mendalam bercampur rasa sedih dan cemas tak terhingga, tanpa terasa hatinya goncang dan timbul niatnya terima ajakan Yo Ko itu, tetapi segera terpikir lagi olehnya: “Tidak, perpisahanku ini telah kupikirkan dengan masak, bila aku tidak tahan, kelak pasti akan bikin susah dia selama hidup.” Karena itu cepat ia berpaling ke arah lain lalu menghela napas panjang, katanya:

“Aku tidak kenal kau. Apa yang kau katakan sama sekali aku tidak paham, sebaiknya lekas kau pergi saja!”

Beberapa kalimat itu diucapkannya dengan lemah dan lirih, tapi penuh mengandung kasih sayang, kecuali orang dogol macam Be Kong-co yang sama sekali tidak merasakannya, orang-orang yang lainnya segera mengetahui bahwa perasaan Siao-liong-li terhadap Yo Ko sesungguhnya sangat mesra, apa yang dikatakannya itu sesungguhnya bertentangan dengan pikirannya.

Sudah tentu tidak kepalang rasa cemburu Kongsun Kokcu setelah mendengar perkataan itu. Meski Siao-liong-li sudah menerima lamarannya dan bersedia menjadi isterinya, tetapi belum pernah nona itu mengucapkan sesuatu perkataan yang mesra padanya. Dengan geram dia melotot pada Yo Ko, dilihatnya pemuda itu memang gagah dan cakap, sebenarnya memang menjadi pasangan yang amat setimpal dengan Siao-liong-li. Dia pikir kedua muda-mudi itu mungkin memang sudah pacaran, entah pertengkaran urusan apa sehingga berpisah dan Liu-ji mau terima lamarannya, tapi jelas hatinya belum melupakan kekasihnya yang lama. Begitu teringat hal ini, tanpa terasa sorot matanya memancarkan sinar kemarahan dan kebencian.

Hoan It-ong paling setia kepada sang guru. Ia melihat Yo Ko mengacaukan rencana pernikahan gurunya, bahkan sudah mengakibatkan bakal ibu guru muntah darah, dan sang guru tetap bersabar saja. Segera dia tampil ke depan dan membentak:

“Bocah she Yo, kalau kau tahu diri hendaklah lekas enyah dari sini, Kokcu kami tidak menyukai tamu yang tidak kenal sopan santun macam kau.”

Yo Ko anggap tidak mendengar saja, dengan suara lembut dia berkata pula kepada Siao-liong-li:

“Kokoh, apakah engkau benar-benar telah lupa kepadaku?”

Marah sekali Hoan It-ong, dengan tenaga penuh sebelah tangannya mencengkeram punggung Yo Ko, maksudnya sekali pegang segera Yo Ko hendak dilemparkannya keluar. Saat itu Yo Ko sedang bicara kepada Siao-liong-li dengan penuh perhatian, kejadian di luar itu sama sekali tak dihiraukannya. Ketika jari Hoan It-ong menyentuh punggungnya barulah dia terkejut dan cepat mengerahkan tenaga untuk mengerutkan badan, seketika cengkeraman Hoan It-ong mengenai tempat kosong.

“Brettt...!” terdengar suara dan baju bagian punggung Yo Ko terobek.

Karena permohonannya yang berulang tak digubris oleh Siao-liong-li, Yo Ko semakin cemas. Apa bila berada berduaan di kuburan kuno, dengan sendirinya dia akan memohon dengan sabar, tapi kini berada di depan orang banyak, sedangkan Hoan It-ong terus mengganggu, keruan rasa gusar Yo Ko kini menjadi berpindah kepada kakek cebol itu, segera ia berpaling dan membentak:

“Aku sedang bicara dengan Kokoh, kenapa kau mengganggu saja?!”

Dengan suara keras Hoan It-ong balas membentak: “Kokcu suruh kau enyah, kau dengar tidak? Apa bila kau tetap membangkang, jangan kau salahkan kakekmu yang tidak kenal ampun lagi padamu.”

“Aku justru tidak mau pergi, kau mau apa?!” jawab Yo Ko dengan gusar. “Selama Kokoh masih di sini aku pun akan tetap tinggal di sini. Walau pun aku mati dan mayatku menjadi abu tetap aku ikut dia.”

Sudah tentu ucapan Yo Ko itu sengaja diperdengarkan kepada Siao-liong-li. Pada waktu Kongsun Kokcu melirik wajah si nona terlihat air matanya berlinang dan akhirnya menetes, sungguh pedih hatinya, rasa cemburu terhadap Yo Ko makin membakar. Segera ia mengedipi Hoan It-ong dan memberi tanda agar cepat melancarkan serangan maut membinasakan Yo Ko.

Hoan It-ong tidak menduga bahwa sang guru akan menyuruhnya membunuh pemuda itu. Semula dia hanya bermaksud mengusirnya saja, tapi sang guru telah mendesaknya lagi, terpaksa ia angkat tongkatnya dan diketokkan ke lantai hingga menerbitkan suara nyaring, bentaknya:

“Apa kau benar-benar tidak takut mati?!”

Yo Ko merasakan darahnya panas, bergolak di rongga dada, seperti halnya Siao-liong-li, rasanya darah itu akan tumpah keluar. Kiranya aliran lwekang Ko-bong-pay sangat mengutamakan soal mengekang perasaan dan pengendalikan napsu, sebab itulah waktu Siao-liong-li diajarkan oleh gurunya dahulu, ia diharuskan menjauhi segala macam perasaan suka-duka dan pengaruh dari Iuar. Tapi belakangan Siao-liong-li tak dapat menahan perasaannya sehingga beberapa kali muntah darah.

Yo Ko sendiri mendapat ajaran dari Siao-liong-li, maka aliran Iwekang-nya sama. Karena gejolak perasaannya, kaki serta tangannya terasa dingin dan darah hampir tersembur dari mulutnya. Yo Ko menjadi nekat ingin mati saja di hadapan sang Kokoh yang tidak mau gubris lagi padanya. Namun segera terpikir olehnya: “Betapa mesranya Kokoh biasanya, bahwa sekarang dia bersikap sedingin ini, kuyakin pasti ada sebab musababnya, besar kemungkinan dia mendapat tekanan dari Kokcu bangsat ini hingga terpaksa tidak berani mengakui diriku. Apa bila aku tidak bersabar dan mencari jalan keluar, tentu sukar menghadapi orang-orang di sini.”

Karena pikiran itu, serentak timbullah semangat jantannya, dia bertekad hendak melabrak musuh dan menyelamatkan Siao-liong-li keluar dari tempat yang berbahaya ini. Segera ia mengumpulkan semangat dan menenangkan diri, kemudian sambil tersenyum dia berkata kepada Hoan It-ong:

“He, ada apa kau gembar-gembor? Pegunungan sunyi seperti kuburan, kalau tuan muda mau datang masa kau mampu menghalangi dan jika kuingin pergi masa kau dapat menahan diriku?”

Tadi semua orang menyaksikan keadaan Yo Ko yang sedih dan kalap seperti orang gila, tetapi mendadak bisa berubah menjadi sabar dan tenang, sungguh mereka sangat heran, Karena Hoan It-ong memang tiada maksud membunuh Yo Ko sebagai mana perintah sang guru, maka tongkatnya segera disabetkan ke kaki Yo Ko.

Kongsun Lik-oh kenal kepandaian Toa-suhengnya itu amat lihay. Meski tubuhnya pendek tetapi memiliki tenaga raksasa pembawaan. Semalam pun menyaksikan ketahanan Yo Ko digarang di dalam rumah batu, Iwekang-nya jelas tidak rendah, tapi mengingat usianya yang masih muda, rasanya sukar melawan permainan tongkat Toa-suhengnya, apa bila kedua orang sudah bergebrak, pasti sangat sukar untuk menolong pemuda itu. Karena hasratnya ingin menolong Yo Ko, biar pun nampak sang ayah sedang gusar, tapi Kongsun Lik-oh tetap nekat dan tampil ke muka, katanya pada Yo Ko:

“Yo-kongcu, tiada gunanya kau buang waktu di sini dan mengorbankan jiwa.”

Yo Ko hanya mengangguk sambil tersenyum, jawabnya: “Terima kasih atas maksud baik nona. Tapi aku ingin main-main beberapa jurus dengan si jenggot panjang ini, eh, apakah kau suka mainan kuncir, biar kupotong jenggot si cebol ini untukmu.”

Kejut sekali Kongsun Lik-oh dan ia tidak berani menanggapi ucapan Yo Ko, ia anggap kelakar pemuda itu keterlaluan dan barang kali benar-benar sudah bosan hidup.

Hoan It-ong menjadi marah karena jenggotnya diremehkan Yo Ko. Mendadak ia buang tongkatnya lantas melompat maju sambil membentak:

“Bocah kurang ajar! Rasakan dulu jenggotku ini!”

Belum habis ucapannya, tiba-tiba jenggot yang panjang itu telah menyabet ke muka si Yo Ko. Sembari berkelit Yo Ko berkata dengan tertawa:

“Lo-wang-tong tidak berhasil memotong jenggotmu, biarlah aku pun mencobanya.”

Segera ia mengeluarkan gunting raksasa dari ranselnya terus menggunting. Tetapi sekali miringkan kepala, Hoan It-ong putar jenggotnya terus menghantam kepala lawan dengan kekuatan yang hebat.

Cepat Yo Ko melompat ke samping, sebalikya gunting terus membalik dan “creng”, guntingnya telah mengatup. Kejut Hoan It-ong tak terkatakan, secepat kilat dia berjumpalitan ke belakang, sedikit telat saja jenggotnya pasti tergunting putus.

Sesungguhnya gunting Yo Ko dia pesan dari Pang Bik-hong untuk digunakan melawan senjata kebut Li Bok-chiu, dia sudah mempelajari gaya permainan kebut lawan dan cara bagaimana guntingnya harus bekerja. Siapa tahu Li Bok-chiu yang diharapkan belum pernah bertemu, sekarang guntingnya harus menghadapi si kakek cebol yang menggunakan jenggot panjang sebagai senjata. Yo Ko sangat senang, ia yakin betapa pun lihaynya jenggot si kakek tidak lebih lihay dari pada kebut Li Bok-chiu, karena itu dia tidak menjadi gentar, guntingnya terus mendesak lawan.

Hoan It-ong sendiri sudah lebih 30 tahun menggunakan jenggotnya sebagai senjata, apa lagi kedua tangannya juga ikut menyerang, tentu saja tambah lihay. Malahan Ciu Pek-thong yang maha sakti itu pun tidak berhasil menggunting jenggot Hoan It-ong, maka semua orang menyangka Yo Ko pasti juga akan gagal.

Tak terduga permainan gunting Yo Ko ternyata lebih lincah dan hidup serta lain dari pada Ciu Pek-thong. Tentu saja hal ini membikin semua orang merasa heran. Padahal bukanlah karena ilmu silat Yo Ko lebih tinggi dari pada Ciu Pek-thong, tetapi sebelum itu dia sudah mempelajari gaya permainan kebut Li Bok-chiu dan sudah merancang cara bagaimana menggunakan guntingnya, sedangkan gerakan jenggot Hoan It-ong ini justru hampir sama dengan permainan kebut Li Bok-chiu. Oleh karena itu, sekali Yo Ko mulai mainkan guntingnya, dengan sendirinya terasa sangat lancar dan berada di atas angin.

Begitulah beberapa kali jenggot Hoan It-ong kena digunting putus. Sekarang dia sudah tak berani lagi meremehkan Yo Ko yang masih muda. Segera ia ganti serangan jenggotnya disertai dengan pukulan yang dahsyat, terkadang sabetan jenggotnya hanya gerak pura-pura, kemudian disusul dengan pukulan lihay sungguhan, tetapi ada kalanya pukulannya hanya pancingan, lalu jenggotnya menyabet. Sungguh kepandaian yang luar biasa dan lain dari pada yang lain.

Setelah beberapa puluh jurus lagi, Yo Ko mulai gelisah. Ia pikir Kokcu she Kongsun jelas manusia culas dan kejam, ilmu silatnya pasti juga jauh di atas kakek cebol ini, kalau muridnya tak dapat dikalahkan, lalu cara bagaimana melawan gurunya nanti? Yo Ko memperhatikan gerak-gerik lawan, tampak kelakuan kakek cebol itu sangat lucu di kala menggoyangkan kepala menyabetkan jenggotnya, makin keras sabetan jenggotnya, semakin lucu kepalanya itu bergoyang. Tiba-tiba hati Yo Ko tergerak. Ia telah menemukan cara mematahkan serangan lawan.

“Crett!” ia katupkan guntingnya sambil melompat mundur dan berseru: “Berhenti dulu!”

Hoan It-ong tidak mengudaknya, dia bertanya: “Adik cilik, kalau kau menyerah kalah, nah, lekas pergi saja dari sini!”

Tapi Yo Ko menggeleng dan menjawab: “Aku ingin tanya, setelah jenggotmu dipotong, berapa lama tumbuh lagi sepanjang itu?”

“Itu bukan urusanmu!” sahut Hoan lt-ong dengan gusar. “Selamanya aku tak pernah cukur jenggot!”

“Sayang, sayang! sungguh sayang!” ujar Yo Ko sambil menggeleng.

“Sayang apa?” tanya Hoan It-ong melengak.

“Cukup dalam tiga jurus saja segera jenggotmu yang panjang ini akan kugunting putus,” kata Yo Ko.

Mana Hoan It-ong mau percaya dalam tiga-jurus dirinya akan dikalahkan oleh Yo Ko. Bukankah semenjak tadi mereka sudah bergebrak beberapa puluh jurus? Dengan gusar ia membentak:

“Lihat seranganku!” Sebelah tangannya segera memukul.

Cepat Yo Ko menangkis dengan tangan kiri, gunting di tangan kanan balas menghantam batok kepala lawan. Perawakan Yo Ko lebih tinggi, maka untuk memukul lawan dengan sendirinya dari atas ke bawah.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar