Jumat, 20 Agustus 2021

Sin Tiauw Hiap Lu Jilid 086

Waktu itu Tin-ok berkata bahwa ia harus pergi ke Leng-oh-tin di daerah Siangcu, apa bila urusan selesai ia sendiri akan datang kembali buat terima kematian, kalau keempat orang itu bersedia memberi hidup lebih lama beberapa hari kepadanya, dia akan mengambilkan beberapa pil ‘Kiu-hoa-giok-loh-wan’ yang amat mujarab untuk luka-luka dalam, yaitu obat buatan Oey Yok-su dari Tho-hoa-to sebagai balas budi. Sejak kakinya dipatahkan, keempat orang itu memang selalu menderita sakit encok yang jahat. Kini mendengar Tin-ok bersumpah takkan membocorkan tempat sembunyi mereka, juga tak akan mengajak pembantu, barulah kemudian mereka menetapkan harinya untuk bertemu kembali di kelenteng Ong-tiat-jiang di Ka-hin ini.

BegituIah sehabis menutur kejadian-kejadian itu, Soa Thong-thian kemudian berkata: “Yo-kongcu, waktu ayahmu masih hidup, kami semua adalah tamu undangannya. Sampai ia meninggal, sedikit pun kami tidak bersalah kepadanya, maka haraplah suka mengingat kebaikan dulu dan membiarkan kami pergi!”

Dulu Soa Thong-thian berempat adalah jago-jago kelas tinggi di kalangan Kangouw, sekali pun golok mengancam di tengkuknya tak akan gentar, tetapi sejak mereka dikurung lama, kaki buntung, mata buta, jiwa mereka menjadi melempem, semangat jantan hilang, kini tanpa segan-segan mohon ampun pada Yo Ko. Akan tetapi Yo Ko tak menggubris mereka, katanya pula pada Kwa Tin-ok:

“Kau pergi ke Leng-oh-tin, apakah untuk menemui Thia Eng dan Liok Bu-siang enci beradik? Dan untuk urusan apa?”

Tiba-tiba Tio-ok menengadah tertawa panjang, katanya: “Wahai Yo Ko, Yo Ko, kau bocah ini benar-benar tak tahu urusan!”

“Kenapa aku tak tahu urusan?” sahut Yo Ko marah.

“Aku Hui-thian-pian-hok (kelelawar terbang di langit, julukan Tin-ok) sudah tidak pikirkan jiwa lapuk ini lagi, sekali pun di masa muda, aku Kwa Tin-ok juga tidak pernah takut pada siapa pun, betapa tinggi ilmu silatmu paling banyak hanya bisa menakut-nakuti sebangsa manusia-manusia yang takut mati dan tamak hidup, tetapi Kanglam-chit-koay apa kau kira kena digertak orang?” demikian sahut Tin-ok.

Melihat sikap orang yang gagah berani, tanpa terasa Yo Ko jadi menaruh hormat. Maka katanya lagi:

“Kwa-Iok ongkong, ya, memang akulah yang salah, tapi lantaran kata-katamu tadi menghina mendiang ayahku, terpaksa aku berlaku tidak sopan. Nama Kwa-kongkong terkenal di seluruh jagat, Yo Ko semenjak kecil juga sangat kagum, selamanya tak berani kurang ajar.”

“Beginilah baru pantas,” ujar Tin-ok, “Aku melihat kelakuanmu tidak jelek, lagi pula sudah berjasa besar di Siang-yang, maka aku anggap kau adalah tokoh kelas satu. Tetapi kalau macam ayahmu dahulu, sekali pun berbicara saja aku merasa mual.”

Amarah Yo Ko berkobar lagi oleh olok-olok itu, dengan suara keras ia bertanya: “Sebenarnya ayahku berbuat salah apakah? Coba terangkan.”

Harus diketahui bahwa di antara kawan-kawan yang pernah dikenal Yo Ko tidak sedikit orang yang tahu seluk beluk ayahnya dahulu, tapi karena sungkan mengolok-olok ayah seorang ‘Sin-tiau-hiap’ maka semua orang sungkan membicarakannya, sekali pun ditanya Yo Ko sendiri.

Namun dasar Kwa Tin-ok selamanya pandang kejahatan sebagai musuh, wataknya keras jujur, dia tak peduli apakah ceritanya nanti akan menyinggung perasaan Yo Ko atau tidak, segera saja ia ceritakan seluruhnya dari awal sampai akhir, tentang bagaimana Yo Khong tak kenal budi, malahan bersekongkoI dengan Auyang Hong sehingga lima kawannya dari Kanglam-chit-koay terbinasakan dan akhirnya menggaplok punggung Oey Yong. Namun senjata makan tuan, duri landak kutang Oey Yong yang tanpa sengaja tertempel racun ularnya Auyang Hong itu malah membinasakan Yo Khong sendiri.



“Kejadian pada malam itu, beberapa orang ini pun ikut menyaksikannya. Soa Thong-thian, Peng Lian-hou, coba kalian katakan, apakah aku Kwa-Iothai pernah berbohong?” demikian kata Tin-ok akhirnya.

Beberapa perkataan paling akhir ini diucapkannya dengan amat keras hingga bikin kaget. Beberapa puluh ekor burung gagak yang berada di menara kelenteng itu terbang ke udara dengan suara yang berisik.

“Ya, malam itu juga terdapat burung-burung gagak begini...” tutur Soa Thong-thian. “Nih, tanganku ini justru karena digaruk sekali oleh Yo-kongcu, jika Peng-hengte ini tidak cepat bertindak dan tanganku ini terus ditebasnya, mungkin jiwaku akan melayang pada malam itu juga.”

Sungguh tak kepalang rasa pedih dan pilu Yo Ko pada saat itu, ia memegangi kepalanya dan duduk termangu-mangu dengan muka muram, tak diduganya bahwa ayahnya ternyata seorang yang begitu jahat dan keji, sekali pun namanya dan perbuatannya sendiri sekarang lebih cemerlang juga sukar mencuci bersih noda ayahnya itu. Begitulah, untuk sesaat di dalam kelenteng menjadi sunyi, keenam orang tiada yang buka suara, hanya suara gaok masih terus berisik tiada hentinya. Selang agak lama, berkatalah Kwa Tin-ok,

“Yo-kongcu, kau telah berjasa besar di Siang-yang, betapa pun dosa ayahmu juga sudah tertutup semua. Di alam baka pasti dia akan senang karena kau bisa menebus kesalahan orang tua.”

Yo Ko coba merenungkan segala apa yang dialaminya selama ini. Sejak dia kenal suami isteri Kwe Ceng, selalu Oey Yong menaruh prasangka padanya, segala kesalah pahaman dulu semuanya disebabkan ayahnya itu. Tapi kalau tiada ayah dari manakah datang dirinya ini? Namun banyak kematian dan rasa kesalnya selama ini sebenarnya juga gara-gara perbuatan mendiang ayahnya. Tanpa terasa ia menghela napas panjang oleh segala suka duka itu.

“Kwa-lokongkong,” tanyanya kemudian, “Apakah Thia Eng dan Liok Bu-siang berdua enci beradik baik-baik saja?”

“Ya, mereka menjadi begitu girang ketika mendengar kau membakar gudang perbekalan musuh di kota Sin-yang dan membasmi dua ribu pasukan perintis Mongol,” sahut Tin-ok, “Mereka tanya pula tentang keadaanmu selama ini dan berita Siao-liong-li. Nyata kedua enci-beradik itu sangat terkenang padamu.”

“Aih, kedua adik ini juga sudah 16 tahun aku tak melihatnya,” kata Yo Ko kemudian, habis itu mendadak dia menoleh terus membentak pada Soa Thong-thian: “Nah, Kwa-kongkong sudah berjanji hendak serahkan jiwanya pada kalian. Ia orang tua selamanya sekali bicara tidak pernah pungkir janji, maka sekarang lekaslah kalian turun tangan, dan setelah kalian membunuhnya baru aku membunuh juga kalian berempat anjing ini untuk membalaskan sakit hatinya.”

Soa Thong-thian dan Peng Lian-hou menjadi tertegun, sungguh mereka tidak pernah dengar ada bunuh membunuh cara demikian. Maka kata Soa Thong-thian kemudian:

“Yo-tayhiap, kami tidak tahu sehingga berlaku kurang ajar kepada Kwa-lohiap (pendekar tua Kwa), harap kalian berdua memaafkan kami.”

“Jika begitu, nah, ingat baik-baik, kalian sendiri yang tidak menepati janji dan tak inginkan jiwa Kwa-kongkong,” kata Yo Ko.

“Ya, ya,” sahut Soa Thong-thian cepat. “Terhadap budi luhur Kwa-lohiap kami selamanya juga sangat kagum.”

“Nah, sekarang lekas enyah! Lain kali jangan ketumbuk lagi di tanganku,” bentak Yo Ko.

Keruan Soa Thong-thian berempat seakan mendapat lotere. Sesudah memberi hormat, dengan cepat mereka lari keluar kelenteng itu.


SALING MENCARI

Yo Ko menolong jiwa Kwa Tin-ok dan menjaga kehormatannya sebagai seorang ksatria, tentu saja Kwa Tin-ok amat berterima kasih. Dan sesudah membersihkan pecahan patung di ruangan itu, mereka lalu duduk untuk omong-omong.

“Aku pergi ke Leng-oh-tin adalah sebab urusan Kwe-ji-kohnio,” demikian tutur Tin-ok.

“Ha?” Yo Ko rada terkejut. “Ada apakah nona kecil ini?”

“Kedua puteri Kwe Ceng itu masing-masing punya kenakalannya sendiri-sendiri, sungguh bikin orang pusing kepala,” ujar Tin-ok. “Entah mengapa, tiba-tiba Kwe Siang si anak dara itu meninggalkan rumah tanpa pamit entah ke mana, Sudah tentu orang tuanya menjadi kelabakan, lalu mengirim orang ke mana-mana untuk mencarinya, tapi sama sekali tiada kabar berita. Karena aku si buta ini tiada pekerjaan apa-apa di Siang-yang, maka aku juga keluar untuk mencarinya. Sudah ada orang yang mencarinya ke jurusan timur, utara dan barat, karena aku lebih paham keadaan daerah Kanglam maka aku lantas ke selatan sini.”

“Dan apakah sudah mendapatkan beritanya?” tanya Yo Ko.

“Beberapa hari yang lalu secara kebetulan aku mendengar percakapan dua orang kurir bangsa Mongol, katanya puteri kecil Kwe-tayhiap dari Siang-yang telah tertawan pasukan Mongol.”

“Hayaa...! Apakah kabar ini betul atau bohong?”

“Kedua kurir Mongol itu berbicara dalam bahasa mereka dan menyangka tiada orang lain yang paham, tidak tahunya aku pernah tinggal belasan tahun di negeri Mongol, tentu saja semuanya kudengar dengan jelas,” kata Tin-ok pula.

“He, kalau begitu jadi berita ini tidaklah bohong?” tanya Yo Ko terkejut.

“Ya, maka dalam gusarku segera kedua kurir Mongol itu kupersen sebiji ‘Tok-cit-le’ dan hendak melapor ke Siang-yang, siapa tahu di tengah jalan kepergok empat setan tadi,” tutur Tin-ok. “Aku pikir jiwaku tidak jadi soal, tapi berita nona Kwe Siang harus disampaikan, maka aku minta mereka memberi kelonggaran beberapa hari. Aku lalu pergi ke Leng-oh-tin yang berdekatan dan memberi-tahukan kepada Thia Eng dan Liok Bu siang. Mendengar berita itu, segera kedua nona itu berangkat ke utara, sementara aku harus menepati janji datang kemari mengantarkan kematian. Sungguh tidak nyana sekarang ke empat setan jahat ini sendiri tidak dapat dipercaya, sampai saat terakhir mereka tidak berani turun tangan. Ha-ha-ha-ha!”

“Apakah Kwa-kongkong juga mendengar cerita kedua kurir Mongol itu tentang bagaimana cara tertawannya nona Kwe dan apakah jiwanya berbahaya?” tanya Yo Ko sesudah pikir sejenak.

“ltu aku tidak mendengar,” sahut Tin-ok.

“Urusan ini sangat gawat, sekarang juga Wanpwe pergi ke sana dan berusaha menolong sebisanya,” kata Yo Ko, “Dan Kwa-kongkong sendiri bolehlah menyusul belakangan saja.”

“Baiklah, ada kau yang pergi menolongnya, hatiku akan merasa lega. Biar aku menunggu kabar baik saja di Siang-yang,” sahut Tin-ok.

Nyata sejak menyaksikan apa yang dilakukan Yo Ko di Siang-yang tempo hari, hati orang tua ini sudah sangat kagum atas kemampuannya.

“Tapi Wanpwe ada suatu permintaan, aku mohon bantuanmu, Kwa-kongkong,” pinta Yo Ko “Yakni sukalah kau mengganti sebuah batu nisan kuburan ayahku, tulislah puteranya Yo Ko yang mendirikan.”

“Baiklah, pasti akan kukerjakan dengan baik,” sahut Tin-ok.

Dan berangkatlah Yo Ko segera sesudah memberi hormat. Ia membeli dua ekor kuda di Ka-hin dan sepanjang jalan bergantian kuda terus menuju ke Sin-yang tanpa berhenti, maka tidak seberapa hari sudah dekatlah dengan perkemahan pasukan Mongol.

Kiranya raja Mongol yang memimpin pasukan hendak menggempur Siang-yang, ketika tanpa tahu sebab musababnya kedua pasukan perintisnya terbasmi di Tengciu dan Sin-ya, dia menjadi ragu-ragu akan kekuatan pasukan Song yang sebenarnya, maka pasukan induknya berkemah di antara Lam-yang sehingga kedua pihak belum pernah bertempur. Maka nampaklah panji-panji ber-kibar, senjata gemerlapan, perkemahan yang berderet-deret memanjang tanpa kelihatan ujungnya.

Setelah menunggu malam, Yo Ko menyelundup ke perkemahan musuh. Ia lihat penjagaan sangat keras, disiplin amat baik. Kekuatan tentara Mongol memang sangat hebat. Lebih-lebih kemah di mana raja berdiam, penjagaan lebih ketat lagi. Meski tinggi ilmu silat Yo Ko, tapi dia tahu tidak sedikit orang-orang gagah dalam pasukan musuh, betapa pun tangkas sukar juga melawan orang banyak, maka dia pun tidak berani sembarangan unjuk diri.

Malam itu ia hanya dapat menyelidiki perkemahan bagian timur, lalu besoknya dilanjutkan bagian selatan dan lain hari perkemahan barat, berturut-turut empat malam empat bagian pertengahan musuh itu selesai diintainya, tapi masih belum memperoleh kabar berita Kwe Siang. Akhirnya Yo Ko menawan seorang perwira musuh. Di bawah ancaman perwira itu mengaku terus terang bahwa sesungguhnya tidak pernah terdengar mengenai puteri Kwe Ceng dari Siang-yang. Akan tetapi Yo Ko masih ragu-ragu. Ia selidiki lagi beberapa hari, kemudian baru percaya bahwa Kwe Siang memang tidak disekap di sana. Pikirnya:

“Agaknya Kwe-pepek sudah dapat menolong puterinya pulang, atau mungkin kedua kurir Mongol itu juga mendengar dari orang lain, jadi hanya berita bohong belaka.”

Sementara itu musim semi sudah tiba, bunga mekar mewangi. Janji Siao-liong-li 16 tahun yang lalu sudah hampir tiba, maka Yo Ko menuju ke utara, pergi ke Coat-ceng-kok atau lembah putus cinta.


**** 086 ****







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar