Senin, 09 Agustus 2021

Sin Tiauw Hiap Lu Jilid 073

Cuma kini dia harus pilih jalan paling menguntungkan. Dia ingin tawan Oey Yong sebagai tujuan pertama dan tidak ingin banyak mengikat permusuhan, dia mengharap Yo Ko dan Siao-liong-li angkat tangan dari percecokan ini dan jangan turut campur, di kemudian hari dia masih bisa bikin perhitungan dengan kedua anak muda ini.

Harus diketahui bahwa Kim-lun Hoat-ong adalah seorang pemimpin dari aliran yang agung, maka ia bisa berpikir panjang di samping ilmu silatnya yang luar biasa. Dengan umpakannya tadi, bukanlah dia merendah dan juga tidak gertak sambel belaka.

Betapa pun Yo Ko memang masih berwatak muda. Dia dengar orang bilang kelak dirinya akan melebihinya, sudah tentu hatinya sangat girang.

“Ah, Hwesio tua tak perlu merendah diri,” demikian ia kata dengan tertawa, “untuk melatih setingkat kau sesungguhnya tidak gampang. Oey-pangcu ini telah pelihara aku sejak kecil hingga besar, maka sukalah jangan kau persukar dia, Kalau bukan kesehatannya sedang terganggu, belum tentu ilmu silatmu bisa menang. Kalau kau tidak percaya, kelak bila badannya sudah sehat boleh coba kau bertanding dengan dia.”

Yo Ko sangka Kim-lun Hoat-ong sangat angkuh, keruan kata-kata pancingannya ini boleh jadi lantas lepaskan Oey Yong. Siapa tahu Kim-lun Hoat-ong justru kuatir jika Oey Yong, Siao-liong-li dan Yo Ko bertiga mengeroyok, karena itu tadi ia berlaku sungkan pada Yo Ko. Kini mendengar Oey Yong lagi sakit, dia pikir kebetulan, kalau kalian berdua muda-mudi ini, kenapa aku Kim-lun Hoat-ong harus takut? Ketika ia amat-amati Oey Yong sejenak, betul juga ia lihat wajah orang pucat Iesu, terang sakitnya tidak ringan, maka sekali tertawa dingin, segera dia mendahului berdiri ke mulut tangga loteng.

“Baiklah, kalau begitu kau pun tinggal sekalian!” katanya segera.

Waktu itu Siao-liong-Ii sedang berdiri di tengah-tengah tangga. Karena dialing-alingi Kim-lun Hoat-ong yang memisahkan dia dan Yo Ko, ia menjadi tak sabar.

“He, menyingkir kau, Hwesio, biarkan dia turun!” katanya.

Alis Kim-lun Hoat-ong menegak, dengan gerak tipu ‘tan-ciang-khay-pi’ atau sebelah tangan membelah pilar, cepat sekali ia memotong ke bawah. Memang tenaganya sangat besar, apa lagi dari atas ke bawah, tentu saja serangan ini keras luar biasa. Tak berani Siao-liong-li sambut pukulan, ia kuatirkan Yo Ko yang terpisah di atas Ioteng, maka mendadak ia tutul kedua kakinya, bukannya melompat ke bawah sebaliknya ia mencelat ke atas menyelusup lewat di samping musuh kemudian berdiri sejajar dengan Yo Ko.

Waktu orang menyelusup lewat, cepat juga Kim-lun Hoat-ong menyikut ke belakang, tapi luput, mau tak mau ia pun kagum pada kegesitan dan kecepatan Siao-Iiong-li. Sementara itu Yo Ko sudah menjemput lagi pedang Bu Siu-bun yang terjatuh tadi, lantas diberikan kepada Siao-liong-li.

“Hwesio ini kurang ajar. Mari, Kokoh, kita hajar dia,” ajaknya segera.

Sementara itu di pihak lain Kim-lun Hoat-ong sudah mengeluarkan sebuah roda yang bersuara gemerenceng, roda ini sama besarnya dengan roda emas yang dirampas Yo Ko, hanya warnanya hitam mulus seperti terbuat dari baja.

Kiranya senjata Kim-lun Hoat-ong seluruhnya ada lima roda, masing-masing terbikin dari emas, perak, perunggu, timah dan besi, Bila ketemukan musuh kuat, sekaligus lima roda bisa digunakan berbareng, tetapi selamanya ia hanya pakai Kim-lun atau roda emas dan entah sudah berapa banyak musuh kuat yang dia robohkan, sebab itulah ia memperoleh julukan ‘Kim-lun Hoat-ong’ atau Raja agama Roda emas, sedang roda perak, perunggu, timah dan besi selamanya belum pernah terpakai.

“Oey-pangcu, apakah kau juga akan maju sekalian?” demikian kata Hoat-ong kemudian sambil melirik Oey Yong.

Harus diketahui meski dilihatnya Oey Yong berwajah sakit, tetapi ia tetap gentar atas ilmu silat orang, sebutan ‘Oey-pangcu’ itu maksudnya mengingatkan Oey Yong adalah ketua suatu perkumpulan besar, kalau maju mengeroyok tentu akan merosotkan kedudukannya sebagai Pangcu.

“Oey-pangcu akan pulang saja, dia tiada waktu main-main dengan kau,” seru Yo Ko tiba-tiba. Habis ini dia pun berpaling kepada Oey Yong: “Kwe-pekbo, kau bawa Hu-moay pergi.”

Nyata pemuda ini telah memperhitungkan baik-baik. Meski pun ia sendiri dan Siao-liong-li belum pasti bisa menang mengeroyok Kim-lun Hoat-ong, tapi jika bertahan sekuat tenaga untuk kemudian berdaya melarikan diri, hal ini besar harapan bisa dilakukan. Baiknya kini bukan bertanding silat, asalkan dapat melepaskan diri, peduli apa soal kalah segala. Maka begitu pedang bergerak, segera ia menusuk lebih duIu.

Melihat Yo Ko gunakan ilmu dari Giok-li-sim-keng, segera Siao-liong-li menyusul ikut menyerang dari samping. Dalam hati gadis ini sebaliknya tiada sesuatu perhitungan. Ia melihat Yo Ko bergebrak dengan Hwesio ini, segera ia pun turun tangan membantu.

Tapi sekali ayun rodanya, dua pedang sekaligus sudah ditangkis Kim-lun Hoat-ong. Meja kursi di atas loteng restoran terlalu banyak sehingga merintangi kebebasannya, maka sambil putar rodanya Kim-lun Hoat-ong tendang meja kursi yang menghalang-halanginya.

“Kalau tenaga lawan tenaga, pasti kami kalah, tetapi bila gunakan akal, untuk sementara masih bisa bertahan,” demikian pikir Yo Ko.



Maka waktu nampak meja kursi ditendang orang, sengaja ia tendang kembali alat perabot itu ke tengah untuk merintangi musuh. Dasar Ginkang Yo Ko dan Siao-liong-li sudah tinggi sekali, mereka menyelusup ke sana ke mari dan tidak mau memapak musuh dari depan, kadang-kadang mereka timpuk orang dengan poci arak dan kadang-kadang sampar mangkok piring ke muka orang.

Keruan seluruh loteng restoran menjadi kacau balau dan hancur berantakan. Dan karena ribut-ribut itu, kesempatan digunakan Oey Yong untuk menarik Kwe Hu ke sebelahnya. Darba yang terkena ‘lh-hun-tay-hoat’ Yo Ko ketika itu masih setengah sadar, pangeran Hotu terluka parah oleh racun jarum tawon putih, sedang ilmu silat jago-jago Busu Mongol terlalu rendah, mana mereka bisa menahan Oey Yong.

“Kwe-pekbo, lekas kalian pergi!” teriak Yo Ko.

Akan tetapi Oey Yong saksikan daya serangan Kim-lun Hoat-ong lihay tiada taranya dan tampaknya Yo Ko dan Siao-Iiong-li sukar bertahan meski sudah keluarkan tenaga penuh, bila sedikit lengah hingga musuh turun tangan keji, pasti jiwa kedua muda-mudi ini tak terjamin lagi. Oey Yong tak tega tinggal pergi. Ia pikir orang mati-matian berusaha menolong dirinya, sebaliknya dirinya sendiri malah tinggal pergi, ini sesungguhnya tak patut, Maka ia tetap berdiri di tempatnya menyaksikan pertarungan itu, hanya Bu-si Hengte berulang kali mendesak sang ibu guru.

“Marilah, Sunio (ibu guru), kita berangkat dulu, badanmu kurang sehat, harus jaga diri baik-baik,” demikian kata kedua saudara Bu.

Pada mulanya Oey Yong tak gubris desakan mereka, tapi ketika didesak lagi, akhirnya ia menjadi marah,

“Hm, jadi manusia tidak kenal budi, apa gunanya berlatih silat?” demikian ia mendamperat, “Apa pula manfaatnya kau hidup di dunia ini? Orang she Yo ini beratus kali lebih hebat dari pada kalian. Hm, sebaiknya kalian berdua menggunakan pikiran lebih banyak.”

Maksud baik kedua saudara Bu itu ternyata disambut dengan damperatan oleh sang ibu guru, keruan mereka menjadi kikuk dan malu.

“Bu-keh-koko, hayolah kita maju bertiga!” seru Kwe Hu sambil menyambar sepotong kaki meja patah.

Tetapi cepat sekali Oey Yong menarik sang puteri. “Hm, dengan sedikit kepandaianmu ini apa kau hendak mengantar kematian?” katanya.

Kwe Hu tak yakin atas omelan ibunya, mulutnya menjengkit kurang percaya. Ia lihat ilmu silat Yo Ko dan Siao-liong-li biasa saja tiada sesuatu yang hebat, meski gayanya bagus, tapi gerak senjatanya lambat. Nyata ia tak tahu bahwa ilmu silat kedua orang itu memang jauh di atasnya dan saat itu lagi gunakan Giok-li-kiam-hoat dari Ko-bong-pay yang hebat untuk menempur musuh.


DUA ILMU BERSATU PADU

Beberapa kali Kim-lun Hoat-ong merangsek maju, namun setiap kali pula kena dirintangi meja kursi yang jungkir balik di lantai, sedang Yo Ko dan Siao-iiong-li bisa bergerak cepat dan enteng ke sana kemari main kucing-kucingan.

Tiba-tiba hatinya tergerak. Dia gunakan tenaga kakinya, terdengarlah suara “kraak, peletak” berulang-ulang, perabot apa saja yang merintangi diinjaknya remuk. Roda besi itu diputar cepat menghantam terus-menerus, sambil kaki mengeluarkan tenaga raksasa, ke mana saja menginjak, di sana juga meja kursi hancur ber-keping. Hanya sekejap saja di atas loteng penuh tertimbun kayu hancur, akhirnya ketiga orang saling labrak di atas tumpukan kayu tanpa ada meja kursi yang merintangi lagi.

Kini Kim-Iun Hoat-ong dapat melangkah lebar sesukanya dan rodanya berputar kencang menerbitkan suara gemerantang riuh, dia lakukan serangan cepat terhadap kedua lawannya. Sebaliknya karena sudah kehilangan tameng meja kursi, maka terpaksa Yo Ko dan Siao-liong-Ii harus melawan orang dengan ilmu kepandaian sejati.

Tiga kali Kim-lun Hoat-ong menghantam tangan Yo Ko sampai sakit tergetar, sementara itu serangan ke empat Kim-lun Hoat-ong sudah menghantam lagi dari atas, belum tiba rodanya angin tajam sudah menyambar duluan, betapa lihaynya sungguh sangat mengejutkan.

Lekas-lekas Yo Ko dan Siao-liong-li menangkis berbareng dengan ujung pedang menahan roda, gabungan tenaga dua orang barulah mampu menangkis serangan Hoat-ong, namun senjata mereka pun tertindih hampir-hampir bengkok. Ketika tangan mereka menyendal, roda besi digentak pergi, menyusul cepat Yo Ko menusuk bagian atas orang dan Siao-liong-li membabat kaki kiri lawan.

Mendadak Kim-lun Hoat-ong malah angkat kaki terus menutul pergelangan tangan Siao-liong-li, sedang rodanya menghantam ke samping mengarah tengkuk Yo Ko. Tadinya Yo Ko menyangka lawan pasti akan menghindarkan serangan terlebih dahulu baru kemudian balas menyerang, siapa tahu orang anggap tusukannya bagai tiada terjadi sesuatu, dia menjadi heran apakah orang melatih ilmu sebangsa Kim-ciong-tok dan Tiat-poh-san yang lihay dan kebal?

Namun dalam saat berbahaya, tak sempat lagi buat selidiki kekebalan lawan itu sungguh-sungguh atau palsu, terpaksa ia harus tolong diri sendiri duIu, maka ia pun menunduk dan berjongkok menghindarkan ketokan roda besi lawan. Tak terduga perubahan aneh terjadi. Mendadak Kim-lun Hoat-ong timpukkan roda besinya ke kepala Yo Ko, sedang kedua tangan kosong lantas menjambret Siao-liong-li. Serangan yang aneh dan cepat, ternyata sekaligus Kim-lun Hoat-ong telah serang kedua musuhnya dari arah yang sukar diduga.

Pada detik luar biasa itulah Oey Yong berteriak kaget dan segera bermaksud menyerobot maju menolong, namun tiba-tiba dilihatnya Yo Ko mencelat ke samping dan belum tancap kaki ke bawah, tahu-tahu pedangnya menusuk punggung Kim-lun Hoat-ong dengan cepat. Tipu serangan Yo Ko ini pun sekaligus ‘dwi-guna’, pertama hindarkan bahaya diri sendiri, berbareng memaksa Kim-lun Hoat-ong menarik kembali serangannya pada Siao-liong-li. Tipu serangan ini disebut ‘gan-hing-sip-kik’ atau burung belibis terbang menggempur dari samping, inilah Kiam-hoat dari Coan-cin-pay.

Kim-lun Hoat-ong bersuara heran oleh serangan balasan Yo Ko yang dahsyat ini, lekas-lekas ia angkat kakinya memotong ke pinggiran roda besinya yang waktu itu masih belum jatuh ke tanah hingga roda itu kena dibikin mencelat menyambar kepala Yo Ko lagi sambil bersuara nyaring.

Pada saat berbahaya tadi Yo Ko berhasil keluarkan tipu Kiam-hoat Coan-cin-pay, lekas ia keluarkan pula tipu gerakan Coan-cin yang dinamakan ‘pek-hong-keng-thian’ atau pelangi putih menghiasi langit, dengan batang pedang ia sampuk roda orang. Sebetulnya sampukan ini percuma saja karena pedang enteng dan roda berat. Siapa tahu karena roda itu sedikit tersenggoI, mendadak membawa efek arah roda terus menyambar ke arah Kim-lun Hoat-ong sendiri. Roda besi itu adalah benda mati, tentu saja ia tak kenal siapa majikan dan siapa musuh, terus nyelonong cepat luar biasa. Saking bagusnya kejadian Kwe Hu bertepuk tangan bersorak.

Kim-lun Hoat-ong berani lepaskan senjata untuk menimpuk orang, ia menduga tak akan musuh sanggup merampas rodanya, bila mana senjata lawan kebentur, betapa pun berat senjata itu pasti akan terpental dari cekalan. Siapa duga Yo Ko ternyata punya kepandaian menyampuk roda yang hebat hingga senjatanya menyambar ke arah dirinya sendiri. Dalam marahnya roda yang membalik itu terus ditangkapnya, diam-diam ia gunakan gaya memutar, kembali ia timpukkan lagi, kini ia tambahi tenaga hingga putaran roda makin cepat hingga gotri dalam roda tidak menerbitkan suara.

Padahal Yo Ko berhasil sengkelit balik roda orang tadi sebenarnya secara tidak sengaja sudah keluarkan ilmu Kiu-im-cin-keng. Kini dia coba mengulangi lagi, maka terdengarlah suara “trang” yang keras, pedang tergetar jatuh, berbareng dengan tenaga raksasa Kim-lun Hoat-ong telah memukul ke arah Yo Ko. Sayangnya Kiu-im-cin-keng yang Yo Ko latih masih belum sempurna, maka tenaga yang dipergunakan sekali ini tidak tepat.

Melihat Yo-Ko menghadapi bahaya, sedikit mengegos pinggang cepat sekali pedang Siao-Iiong-li menusuk, tipu serangan ini bukan saja sangat lihay, bahkan gayanya manis menarik, ia telah gunakan kepandaian Giok-li-sim-keng ajaran bab terakhir. Saking bagus dan tepat serangan itu hingga Oey Yong dan Kwe Hu berseru memuji.

Lekas-lekas Kim-lun Hoat-ong melompat untuk tangkap kembali rodanya buat menangkis pedang orang. Kesempatan ini pun dipergunakan Yo Ko menyambar kembali senjatanya yang terpental ke udara tadi. Sungguh gebrakan barusan ini hebat dan berbahaya sekali.

Setiap orang apa bila kepepet timbulnya akal juga lebih tajam, mendadak Yo Ko berpikir: “Kalau aku dan Kokoh gunakan Giok-li-kiam-hoat, saat berbahaya lantas berubah menjadi selamat. Apakah bab terakhir dari Giok-li-sim-keng itu memang mengajarkan cara bersilat kombinasi demikian?”

Karena pikiran itu, segera ia berteriak: “Kokoh, berulangkali kita tak berhasil melatihnya, tapi kini sudah betul. Lihat ini tipu ‘Iong-jik-thian-khe’ (jejak meratai jagat)!” Sambil berkata pedangnya menusuk dari samping.

Tidak sempat Siao-liong-li berpikr, maka dia pun menurut dan gunakan tipu ‘long-jik-thian-khe’ menurut apa yang tercatat dalam Sim-keng, ia memotong dari depan. Tipu serangan Yo Ko adalah Coan-cin-kiam-hoat yang lihay dan Siao-liong-li gunakan Giok-Ii-kiam-hoat yang tidak kenal ampun, paduan serangan pedang ini ternyata luar biasa daya tekanannya.

Karena belum sempat berjaga-jaga, lekas-lekas Kim-lun Hoat-ong melompat mundur, tapi terdengar juga suara “bret-bret” dua kali, kedua pedang mengenai tubuhnya, baju bawah bahu Hoat-ong tertusuk tembus. Sungguh pun ilmu kepandaian Kim-lun Hoat-ong sudah mencapai luar dalam yang hebat, kalau senjata guru silat biasa saja tak akan bisa melukainya, namun Iwekang Yo Ko dan Siao-liong-li sudah terlatih tinggi, bila sampai kena ditusuk, sukar dibayangkan bagaimana jadinya. Maka bajunya terlubang sudah, cukup membikin dia berkeringat dingin.

“Hoa-cian-gwat-he (bunga mekar di bawah sinar bulan)!” terdengar Yo Ko berteriak lagi. Berbareng itu ia membacok cepat ke bawah, sedangkan Siao-liong-li lantas membabat ke kanan dan ke kiri.

Mau tak mau Kim-lun Hoat-ong dibikin kacau oleh serangan dua orang yang bersimpang siur itu. Ia tidak tahu pasti dari arah mana sebenarnya serangan orang, maka terpaksa ia melompat mundur lagi buat menghindar.
“Jing-im-siao-yok (minum sekedar dan jamuan sederhana)!” lagi-Iagi Yo Ko berseru.

Berbareng ujung pedangnya mendoyong ke bawah seperti orang mengangkat poci sedang menuang arak, ada pun Siao-liong-li mengangkat ujung pedang ke atas menuding mulut sendiri seperti mengangkat cawan sedang minum. Nampak serangan kedua orang makin lama makin aneh dan bisa kerja sama dan bantu-membantu dengan amat bagus, di mana ada kelemahan segera dibantu yang lain, setiap kelemahan lantas berubah menjadi tipu serangan yang lihay.

Makin dipikir Kim-lun Hoat-ong makin terkejut,: “Betapa besarnya jagat ini ternyata tidak sedikit orang-orang kosen. Kiam-hoat hebat seperti ini tidak pernah kubayangkan di Tibet. Aih, aku benar-benar seperti katak dalam tempurung dan berani pandang rendah Enghiong seluruh jagat.”

Karena pikiran yang mengkeret ini, dia semakin terdesak. Padahal dengan ilmu kepandaian Kim-lun Hoat-ong yang hebat sesungguhnya sudah jarang ada tandingannya bagi ksatria di daerah Tionggoan.

Meski secara mujur Yo Ko dan Siao-liong-li berhasil mempelajari berbagai ilmu silat yang bagus, tapi keuIetannya kalau dibanding Kim-lun Hoat-ong masih selisih sangat jauh, tapi mereka justru telah pecahkan Kiam-hoat ciptaan Lim Tiao-eng yang luar biasa dan ketika mendadak dikeluarkan, seketika Hoat-ong jadi kelabakan dan terdesak.

Setiap tipu gerakan dari Kiam-hoat baru ini harus dimainkan bersama laki perempuan, tiap gerak serangan mengandung maksud cerita romantis, seperti ‘Kim-pit-siang-ho’ (dua sejoli hidup rukun), ‘siong-he-tui-ek’ (main catur di bawah pohon siong), ‘ti-pian-tiau ho’ (memainkan burung Ho di pinggir kolam), ‘so-swan-heng-the’ (menyapu salju menyeduh teh) dan semuanya itu adalah hidup yang romantis. Kiranya Lim Tiao-eng patah hati dalam soal cinta hingga melewatkan hari tuanya dalam kuburan kuno, dengan bakatnya yang tinggi mempelajari bermacam-macam kepandaian, akhirnya ia salurkan semuanya dalam ilmu silat ciptaannya ini.

Siapa duga beberapa puluh tahun kemudian ada sepasang muda-mudi yang bisa menggunakan ilmu pedangnya yang hebat ini untuk menempur musuh tangguh.

Kalau mula-mula Yo Ko dan Siao-Iiong-li memainkan ilmu pedang itu dengan rada kaku, akan tetapi makin lama semakin lancar dan biasa, semangat mereka pun bertambah kuat. Semakin mereka bersatu padu, semakin Kim-lun Hoat-ong susah menahannya sehingga ia menyesal tadi telah injak hancur semua perabot meja kursi. Kalau masih ada rintangan perabot itu, tentunya daya serangan kedua lawan ini tidak akan begini gencar dan Iihay. Selanjutnya besar kemungkinan ia tak sanggup melawan lagi, terpaksa Hoat-ong mundur selangkah ke tangga loteng, kemudian turun setingkat demi setingkat.

Tentu saja tekanan Yo Ko dan Siao-Jiong-li semakin kuat dari atas ke bawah, tampaknya segera saja Kim-Iun Hoat-ong akan bisa diusir pergi. Tiba-tiba terdengar Oey Yong berseru:

“Membasmi penjahat harus sampai akarnya. Ko-ji, jangan lepaskan dia!”

Kiranya Oey Yong dapat melihat sebabnya Yo Ko dan Siao-liong-li bisa menangkan Kim-lun Hoat-ong adalah karena mengandalkan jurus Kiam-hoat yang bagus. Apa bila hari ini musuh dilepaskan, karena kebetulan ilmu silat paderi asing ini amat tinggi, boleh dikatakan bila ia pulang lalu mempelajari lebih mendalam hingga mendapatkan cara mematahkan Kiam-hoat baru ini, hal ini berarti bibit penyakit, kelak hendak membasminya tentu beribu kali lebih sulit. Maka Oey Yong berteriak agar kedua muda-mudi itu gunakan kesempatan sekarang buat membasminya.

Yo Ko menyahut sekali, segera ia lontarkan tipu-tipu berbahaya seperti ‘siau-wan-ge-kiok’ (pesiar taman menikmati bunga kiok), ‘se-jong-lian-ki’ (main pantun di tepi jendela), ‘cian-ciok-ya-wa’ (menyanding lilin bercakap sepanjang malam), ‘tiok-liam-lim-ti’ (kerai bambu di tepi kolam) dan lain-lain serangan mematikan hingga hampir-hampir Kim-Iun Hoat-ong tak mampu menangkis apa lagi hendak balas menyerang.

Begitulah sebenarnya Yo Ko hendak menuruti pesan Oey Yong membunuh musuh tangguh ini, tapi siapa tahu dahulu waktu Lim Tiao-eng ciptakan ‘Giok-li-kiam-hoat’, dalam hatinya penuh rasa kasih mesra, meski lihay setiap tipu serangannya, tapi tiada satu pun merupakan tipu mengarah jiwa musuh. Karena itu meski Yo Ko berdua mendesak Kim-lun Hoat-ong hingga paderi ini kelabakan dan serba susah, namun untuk mencabut nyawanya juga tidak gampang.

Tentu saja yang paling cemas rasanya ialah Oey Yong yang menonton di samping. Kim-lun Hoat-ong tidak mengerti dari mana asal-usuI Kiam-hoat orang. Dia sangka masih ada tipu-tipu serangan lihay yang belum dilontarkan Yo Ko berdua, asal tipu-tipu lihay itu keluar, boleh jadi jiwanya akan melayang. Dalam keadaan kepepet tiba-tiba dia mendapat akal, ia melangkah mundur dan gunakan tenaga berat pada kakinya hingga tiap-tiap kali ia melangkah mundur, setiap papan undakan tangga patah diinjaknya.

Karena perawakan Kim-lun Hoat-ong tinggi besar, Yo Ko berdua tidak berdaya mencegat ke belakangnya. Pada saat undak-undakan tangga ketiga patah, senjata Yo Ko dan Siao-liong-li sudah tak dapat mencapai lagi.

“Nah, hari ini barulah aku kenal ilmu silat Tionggoan dan amat kagum,” kata Kim-lun Hoat-ong sambil mengangkat rodanya: “Apa namanya ilmu pedangmu ini?”

“Masakah kau tak tahu?” sahut Yo Ko tertawa, “llmu silat Tionggoan yang terkemuka ialah Pak-kau-pang-hoat dan Ji-lo-kiam-sut. Kiam-hoat kami tadi adalah Ji-lo-kiam-sut itu.”

“Ji-lo-kiam-sut?” Kim-lun Hoat-ong tercengang ia mengulangi nama itu.

“Ya,” kata Yo Ko tertawa, “Ji-lo-kiam-sut, ilmu pedang penusuk keledai.”

Karena penegasan ini barulah Kim-lun Hoat-ong sadar bahwa orang sengaja putar kayun untuk memaki (biasanya kaum Hwesio dimaki sebagai keledai gunduI), keruan saja ia marah.

“Bocah kurang ajar, pada suatu hari pasti kau akan kenal lihaynya Hoat-ong,” bentaknya sengit, Kemudian diiringi suara gemerenceng rodanya, dengan langkah lebar ia pun tinggal pergi. Begitu cepat perginya, hanya sekejap saja orangnya sudah menghilang di ujung jalan sana. Yo Ko menaksir tak bisa menyandak orang, ia berpaling dan nampak Darba memayang Pengeran Hotu yang mukanya pucat lesi lagi berdiri di belakangnya.

“Toa-suheng, kau bunuh aku tidak?” demikian kata si Darba yang masih menyangka Yo Ko adalah jelmaan Suheng-nya.

Sungguh pun Yo Ko orangnya nakal dan jahil, tapi wataknya tidak kejam. Ia lihat keadaan dua orang itu cukup ngenas, ia pandang Oey Yong dan menanya:

“Kwe-pekbo, bolehkah kita lepaskan mereka pergi?”

Oey Yong mengangguk tanda setuju. Yo Ko lihat semangat Hotu lesu lemas, dia keluarkan sebotol kecil madu tawon putih, dia tuding Hotu dan unjuk lagak orang minum obat, lalu madu tawon itu diberikannya kepada Darba.

Tentu saja Darba girang bukan main. Dia bicara dengan Hotu dan Hotu lantas keluarkan sebungkus obat bubuk untuk Yo Ko.

“Cianpwe yang bersenjata pit terkena racun pakuku, inilah obat penawarnya,” katanya.

Habis itu Darba memberi hormat sekali pada Yo Ko, lalu Hotu diangkatnya. Memang dia bertenaga raksasa, bobot seorang dianggapnya sepele saja, dia melayang turun perlahan ke bawah loteng, bersama para jago Mongol mereka pun pergi semua.

“Kwe-pekbo,” kata Yo Ko sambil memberi hormat dan serahkan obat penawar pada Oey Yong, “biarlah Siautit mohon diri juga, harap Pekbo dan Pepek jaga diri baik-baik.”

Dasar Yo Ko berperasaan halus dan gampang tergoncang, ketika terpikir olehnya kelak tak bakal bertemu lagi, hatinya menjadi berduka.

“Kau hendak kemanakah?” tanya Oey Yong.

“Aku bersama Kokoh akan mengasingkan diri ke tempat terpencil dan tidak ingin bertemu dengan khalayak ramai lagi, supaya tidak mencemarkan nama baik Kwe-pepek,” sahut Yo Ko.

Hati Oey Yong tergerak, pikirnya: “Hari ini ia menolong aku dan Hu-ji mati-matian, kini ia tersesat dan berdurhaka, mana boleh aku peluk tangan tak menolongnya?”

Karena itu segera ia bilang: “Hendak pergi juga tak perlu terburu dalam sehari dua hari ini. Semuanya tentu sudah letih, marilah kita mencari penginapan untuk mengaso satu malam duIu, besok barulah kita berpisah.”

Nampak orang begitu manis budi, tak enak Yo Ko hendak menoIak, dia terima baik permintaan itu. Oey Yong bereskan semua rekening berikut ganti rugi semua kerusakan pemilik restoran, lalu mereka mencari hotel untuk menginap. Malamnya sesudah makan, Oey Yong menyuruh Kwe Hu pergi mengobrol dengan Bu-si Hengte, sebaliknya ia panggil Siao-liong-li ke kamarnya.

“Moaycu (adik), ada suatu barang ingin kuberikan padamu,” katanya.

“Beri apa?” tanya Siao-liong-li.

Oey Yong tak lantas menjawab, ia tarik si nona agar lebih dekat, ia keluarkan sisir dan menyisir rambut orang per-lahan. Ia lihat rambut Siao-liong-li hitam gombyok mengkilap amat menarik, dengan hati-hati ia gulung rambut Siao-liong-li, kemudian tanggalkan sebuah gelang emas penjepit rambut dari sanggulnya sendiri.

“Moaymoay, aku berikan gelang ini,” demikian katanya kemudian.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar