Kamis, 05 Agustus 2021

Sin Tiauw Hiap Lu Jilid 069

Saking tak tahan Hotu berteriak-teriak dan berkaok-kaok sembari bergulingan di ruangan pendopo. Hendaklah diketahui bahwa racun Giok-hong atau jarum tawon putih yang sakti dari Ko-bong-pay itu jarang dilihat dan didengar di jagat ini, terkena sebuah saja tak tahan, apa lagi kini terkena beberapa buah! Saking lembutnya Giok-hong-tiam itu, pada waktu Yo Ko menyerang, sebagian besar para kesatria tak tahu, hanya mendadak terlihat Hotu jatuh ber-guling hingga tak mengerti kepandaian apa yang digunakan Yo Ko untuk merobohkan lawannya.

Sementara paderi Tibet si Darba telah lari maju, ia angkat sang Sute dan diserahkan pada gurunya, habis ini ia putar balik dan berkata pada Yo Ko:

“Anak kecil, mari aku coba-coba kau!” sambil berkata gada emas segera menyerampang ke pinggang Yo Ko.

Gada itu amat berat dan begitu menyambar lantas menerbitkan sinar emas, maka betapa besar tenaga dan betapa cepat gerak tangan Darba dapat dikira-kirakan. Namun Yo Ko tidak berkelit, ia berdiri tegak, hanya pinggangnya mendadak menekuk ke dalam dan dengan tepat gada orang menyambar lewat di depan perutnya. Siapa tahu gerak tangan Darba memang hebat, begitu gada tak kena sasaran, mendadak senjata itu ia tahan di tengah jalan, dari menyerampang tadi tiba-tiba berubah menyodok ke depan, ke perut Yo Ko.

Perubahan serangan ini sama sekali di luar dugaan semua orang, bahkan Yo Ko sendiri juga terkejut. Lekas-lekas dia tahan pedangnya ke atas gada orang dan tubuhnya lantas mencelat ke atas dengan meminjam tenaga lawan. Sekali sodok tidak kena, tanpa menunggu turunnya Yo Ko, dengan kencang Darba sudah menghantam lagi. Tapi lagi-lagi Yo Ko menahan ke atas gadanya dan untuk kedua kalinya mencelat ke atas.

“Lari ke mana?!” bentak Darba sengit, menyusul gada emasnya mengemplang lagi.

Dengan tubuh terapung di udara, dengan sendirinya Yo Ko tidak leluasa untuk bergerak. Melihat keadaan sangat berbahaya, terpaksa ia keluarkan gerakan untung-untungan, mendadak ia tangkap ujung gada orang, berbareng pedangnya terus memotong lurus ke bawah mengikuti batang gada itu. Dengan cara ini, jika tenaganya tak banyak berselisih dengan Darba, tiada jalan lain bagi Darba kecuali melepaskan gadanya. Tetapi kini tenaga Darba berkali lipat lebih kuat dari pada Yo Ko, ketika sekuatnya ia menarik, dengan cepat Darba melompat mundur. Melihat Ginkang Yo Ko begitu tinggi, gerak-geriknya amat gesit, tiba-tiba Darba bertanya:

“Tidak jelek kepandaian anak kecil, siapakah yang mengajarkan kau?”

Darba berkata dalam bahasa Tibet, sudah tentu sepatah kata saja Yo Ko tidak paham. Ia menyangka orang sedang memaki dirinya, maka dia pun menirukan suara orang, dia pun ucapkan apa yang dikatakan Darba. Dasar pembawaan Yo Ko memang pintar, beberapa kata-kata Tibet itu diucapkan dengan fasih sekali, susunannya juga tak ada yang terbalik sedikit pun, maka dalam pendengaran Darba kata-kata Yo Ko itu menjadi:

“Tidak jelek kepandaian anak kecil, siapakah yang mengajarkan kau?”

Oleh karena itu, tanpa pikir Darba menjawab. “Suhuku ialah Kim-lun Hoat-ong. Aku bukan anak kecil, kau harus panggil aku Hwesio besar.”

Dengan sendirinya Yo Ko tidak mengerti pula. Tapi sedikit pun ia tak mau diakali, ia pikir: “Pendeknya tak peduli kau mencaci maki aku dengan kata-kata yang paling keji, asal aku kembalikan semangkok penuh, maka tidaklah kalah dalam caci maki. Meski kau gunakan bahasa asing memaki aku anjing babi binatang, kontan bulat aku pun memaki kau anjing, babi binatang.”

Maka ia dengarkan kata-kata orang dengan cermat, begitu orang selesai bicara, dengan lagu suara yang sama dalam bahasa Tibet dia pun berkata:

“Suhu-ku ialah Kim-lun Hoat-ong. Aku bukan anak kecil, kau harus panggil aku Hwesio besar.”

Keruan saja Darba terheran-heran. Dengan kepala miring-miring ia mengamat-amati orang dari kanan ke kiri dan dari kiri ke kanan. Ia pikir: aneh, terang kau ini anak kecil, kenapa bilang Hwesio besar? Dan kenapa bilang gurumu juga Kim-lun Hoat-ong? Segera ia berkata lagi:

“Aku adalah murid angkatan pertama Hoat-ong, dan kau angkatan berapa?”

Kontan Yo Ko juga menjawab: “Aku adalah murid angkatan pertama Hoat-ong, dan kau angkatan ke berapa?”

Supaya diketahui bahwa dalam ajaran agama Lama di Tibet, biasanya terdapat apa yang disebut ‘reinkarnasi’ atau penjelmaan kembali. Tatkala itu Dalai dan Pancen Lama belum ada, akan tetapi kepercayaan tentang menitis kembali biasanya sangat dipuja oleh setiap pemeluk agama Lama. Kebetulan waktu mudanya Kim-lun Hoat-ong pernah menerima seorang murid, dan murid ini mati sebelum berusia 20 tahun, maka Darba dan Hotu belum pernah kenal Suheng itu, hal ini cuma sekedar diketahui saja.

Sekarang mendengar apa yang dikatakan Yo Ko tadi, Darba mengira Yo Ko benar-benar adalah reinkarnasi Suheng-nya. Ia pikir jika orang bukan anak sakti yang menitis dengan membawa kepandaian, mana mungkin pemuda seperti ini memiliki ilmu silat begini tinggi? Lagi pula dia adalah pemuda Han, kenapa fasih bicara bahasa Tibet? Karena itulah ia terus mengamat-amati orang sambil kepala miring-miring, semakin dilihat semakin sama dan semakin percaya pula, sampai akhirnya mendadak ia lemparkan gada emasnya terus berlutut menyembah pada Yo Ko.

Kelakuan Darba ini sungguh membikin Yo Ko terheran-heran. Dia pikir apakah Hwesio ini tak ungkulan caci maki dan kini terima tunduk mengaku kalah padaku? Dan bagi penonton keruan saja terlebih heran luar biasa. Lucunya, semua tidak paham dan tidak diketahui tanya jawab dalam bahasa “Mikuluk - kikiluluk” antara Yo Ko dengan Darba tadi. Dalam pada itu yang paling terang duduknya perkara rasanya hanya Kim-lun Hoat-ong. Ia tahu Darba terlalu polos sehingga kena ditipu Yo Ko.

“Darba,” segera ia buka suara, “ia bukan titisan Suheng-mu, lekas bangun dan bertanding dengan dia.”



“Suhu,” seru Darba sambil meloncat bangun terkejut, “aku lihat ia pasti Toa-suheng, kalau tidak, umur semuda ini mana bisa mempunyai kepandaian seperti ini?”

“Toa-suhengmu jauh lebih kuat ilmu silatnya dari pada kau, sebaliknya bocah ini sekali-kali di bawahmu,” kata Kim-lun Hoat-ong.

Tetapi Darba geleng-geleng kepala, tetap tak mau percaya. Kim-lun Hoat-ong kenal watak muridnya yang teramat lurus ini, untuk memberi penjelasan seketika juga tidak bisa terang, maka ia katakan lagi:

“Jika kau tak percaya, kau jajal dia tentu lantas tahu.”

Terhadap apa yang dikatakan sang Suhu biasanya Darba percaya bagai malaikat dewata, kalau dia bilang Yo Ko bukan inkarnasi Toa-suheng tentunya memang bukan. Tetapi umur semuda ini memiliki ilmu silat begitu hebat, hal ini membikin Darba tak bisa tidak percaya, tetapi ia turut juga perintah sang guru dan bertanding lagi untuk menjajal kepandaian asli orang. Ia ingin lihat siapa yang menang dan siapa kalah dengan begitu soalnya lantas bisa diputus. Maka lebih dahulu dia angkat tangan dan berkata pada Yo Ko:

“Baiklah, biar kucoba ilmu silatmu tulen atau palsu, kita tentukan berdasarkan menang dan kalah.”

Melihat Darba berdiri kemudian “kilakiluk” entah berkata apa lagi, hanya sikapnya sangat menghormat, Yo Ko sangka orang telah ucapkan beberapa patah kata yang sopan, maka tanpa merubah sedikit pun ia lalu tirukan lagu suara orang dan mengulangi mengucapkan sekali lagi. Tentu saja di dalam pendengaran Darba menjadi

“Baiklah, biar kucoba ilmu silatmu tulen atau palsu, kita tentukan berdasarkan menang atau kalah.”

Maka Darba juga lantas menjawab: ”Harap kau berlaku murah hati.”

Segera Yo Ko tiru dan menyahut: “Harap kau berlaku murah hati.”

Melihat kedua orang itu mengoceh terus dalam bahasa Tibet, Kwe Hu jadi heran, maka ia mendekati Oey Yong dan tanya sang ibu:

“Ibu, apa yang mereka percakapkan?”

Sejak tadi Oey Yong sudah mengetahui Yo Ko hanya menirukan lagu suara orang secara komplit dan untuk main-main saja sebagai orang muda umumnya, tapi kenapa mendadak Darba me-nyembah kepadanya hal ini pun membikin dia bingung tak habis mengerti. Maka ketika ditanya puterinya, dia menjawab singkat saja:

“O, Yo-koko hanya berkelakar saja dengan dia.” Belum habis dia berkata, mendadak dilihatnya Darba mengangkat gada terus mengemplang ke arah Yo Ko.

Darba anggap sebelumnya sudah dikatakan hendak menjajal, tentunya lawan sudah siap sedia. Sebaliknya melihat sikap orang tadi ramah dan menghormat, Yo Ko tidak menduga orang akan mendadak melakukan serangan, maka pukulan itu hampir-hampir saja kena kepalanya, untung ia sempat melompat ke belakang. Tapi segera ia merangsek maju lagi terus menusuk tiga kali susul menyusul. Darba sendiri sudah punya rasa jeri. Karena Yo Ko sudah lama ikut gurunya, ia kuatir ilmu silatnya tentu lain dari pada yang lain, maka ia berjaga rapat tanpa berani asal.

Setelah beberapa jurus lagi, Yo Ko tahu lawan hanya menjaga diri saja tanpa menyerang, biar pun tidak mengerti maksud tujuan orang, tapi kebetulan baginya untuk melancarkan serangan-serangan. Maka tanpa sungkan-sungkan lagi ia tusuk sini dan bacok sana, ilmu pedang ‘si gadis ayu’ menjadi lebih indah gayanya dan menarik. Akhirnya Kim-lun Hoat-ong menjadi tidak sabar, ia membentak:

“Darba, lekas kau balas hantam, ia bukan Toa-suhengmu!”

Sesungguhnya kepandaian Darba masih di atas Yo Ko, cuma karena merasa takut, ilmu silatnya lantas surut separoh. Sebaliknya Yo Ko dapat keluarkan seluruh kemahirannya, jadi yang satu menyerang semakin hebat dan jitu, sebaliknya yang lain takut dan semakin mengkeret.

“Balas serang segera!” bentak Hoat-ong mendadak, ia telah marah.

Bentakannya begitu keras sehingga telinga semua orang seakan-akan pekak. Begitu juga Darba menjadi jeri, dia tidak berani membantah lagi, begitu Kim-kong-cu atau gada emas diputar, segera ia balas menghujam serangan. Dengan hantaman balasan ini betul juga Yo Ko langsung terdesak sehingga harus berkelit terus, lubang kelemahannya perlahan-lahan mulai kentara. Ketika melihat gerak pedang Yo Ko sedikit lengah, cepat sekali Darba mengemplang, karena tak sempat hindarkan diri, terpaksa Yo Ko menangkis dan terjadi benturan keras kedua senjata.

Sebetulnya beradunya senjata kedua pihak pada waktu bertanding adalah soal biasa saja. Akan tetapi gada Darba terlalu antap, maka selalu Yo Ko memutar pedangnya tak berani membentur senjata orang. Kini tiba-tiba kesamplok, terasalah segera suatu tenaga yang maha besar menindihnya hingga lengannya sakit linu.

“Krakk!” mendadak pedangnya patah menjadi dua.

“Aku yang menang!” teriak Darba segera sembari undurkan diri.

“Aku yang menang!” mendadak Yo Ko tirukan orang dalam basa Tibet, berbareng itu pula separoh pedang patah itu ditimpukkan sekalian pada Darba.

Keruan Darba langsung tertegun, pikirnya: “Mengapa dia yang menang? Apa tipunya tadi hanya pancingan belaka?”

Sementara itu dengan tangan kosong Yo Ko merangsek maju lagi, maka Darba tak berani asal, ia putar gadanya rapat melindungi tubuhnya.

Dulu waktu ikut Siao-liong-li belajar ilmu pukulan dengan tangan kosong di kuburan kuno, sampai tingkat terakhir ia diharuskan mementangkan kedua telapak tangan buat menahan terbangnya 9X9=81 ekor burung gereja hingga tiada seekor pun yang lolos. Ilmu pukulan itu adalah ciptaan Lim Tiao-eng dan selamanya tidak pernah dikenal di dunia ramai, kini Yo Ko mainkan di hadapan umum, nyata daya tekanannya memang luar biasa, meski bertangan kosong, tetapi jauh lebih kuat dari pada tadi ia memakai pedang.

Kalau Darba memutar gadanya begitu hebat hingga membawa sambaran angin kencang menerobos kian kemari di antara ruangan, sebaliknya Yo Ko menggunakan Ginkang yang sangat tinggi menerobos kian kemari di antara celah senjata orang. Meski pun tampaknya amat berbahaya, tapi gada emas orang tetap tak mampu menyenggolnya seujung rambut pun. Sebaliknya dia bisa mencengkeram, menarik, membeset dan macam-macam gerak serangan lain bercampurkan ‘tang-hok-mi-cin’ atau ilmu pukulan halus penahan burung gereja, ia terus menyerang dengan cepat.

Tidak lama kemudian tenaga raksasa Darba makin bertambah, sebaliknya lari Yo Ko juga semakin cepat dan enteng, Nyatalah sekarang, faedah yang ia peroleh dari kegunaannya berlatih di atas ranjang batu pualam di dalam kuburan kuno itu kini telah kentara semua.

Di sebelah sana sejak tadi Siao-liong-li duduk bersandar tiang menyaksikan pertarungan kedua orang itu dengan tersenyum-simpul. Demi nampak sudah lama Yo Ko masih belum menang, tiba-tiba dari bajunya dia keluarkan sepasang kaos tangan putih yang lemas dan tipis.

“Ko-ji, sambut ini!” serunya kepada Yo Ko, berbareng itu ia lemparkan kaos tangan itu ke tengah kalangan.

Kaos tangan Siao-liong-li ini adalah rajutan benang emas putih yang amat halus dan ulet, meski lemas dan tipis tetapi tidak mempan segala macam senjata. Melihat berkelebatnya kaos tangan itu di udara, air muka Hek Tay-thong mendadak berubah. Seperti diketahui, ketika saling gebrak di Tiong-yang-kiong dulu, dengan kaos tangan ini pernah Siao-liong-li mematahkan pedang Hek Tay-thong sehingga ia terdesak dan hampir saja menggorok leher sendiri, karena itu demi nampak kaos tangan ini, seketika kejadian dulu terbayang lagi olehnya.

Sementara itu dengan cepat kaos tangan itu telah disambut Yo Ko, lalu dia mundur satu langkah dan cepat memakai kaos tangan itu. Ketika kemudian ia mengegolkan pinggang bagai seorang wanita, maka dimainkanlah ‘Bi-Ii-kun-hoat’ atau ilmu pukulan si gadis ayu yang paling hebat dan paling indah gayanya dari Ko-bong-pay. Setiap gerak-gerik ilmu pukulan ini menirukan gaya seorang wanita ayu dari jaman purba kala, apa bila dilakukan kaum lelaki sebetulnya kurang pantas, tetapi waktu dilatih Yo Ko, setiap gayanya telah diubahnya, meski pun nama-nama tipu gerakan masih tetap, namun gerak-geriknya dari lemah gemulai sudah berubah menjadi gagah luwes.

Dengan demikian para penonton menjadi lebih tidak mengerti, tiba-tiba mereka melihat Yo Ko berlari cepat, kadang-kadang berdiri tegak, sekejap saja sikapnya berubah lagi. Harus diketahui bahwa jiwa kaum wanita memang banyak ragamnya dan cepat pula ber-ubah, lebih-lebih wanita ternama, tertawanya di waktu suka atau duka, semuanya lebih-lebih sukar diduga. Karena itu, sekali gunakan tipu “Hong giok-kik-koh” (Ang Hong-giok memukul genderang), kedua tangan Yo Ko cepat menghantam, dengan sendirinya Darba mengangkat gadanya untuk menangkis, tetapi cepat sekali Yo Ko sudah ganti tipu ‘Hong-hut-ya-ping’ (Hong-hut minggat malam-malam), di luar dugaan orang ia terus menubruk maju.

Ketika Darba menyabet gadanya dari samping, mendadak Yo Ko gunakan tipu ‘Lok-cu-tui-lau’ (Lok-tu jatuh dari loteng), tahu-tahu ia menubruk bagian bawah musuh. Darba kaget, dia tidak mengerti mengapa tipu serangan orang demikian aneh perubahannya dan susah diraba? Maka lekas-lekas ia melompat buat hindarkan hantaman tangan orang yang telah memotong dari kiri lagi. Tak terduga Yo Ko lantas bertepuk tangan beberapa kali dan susul menyusul menggablok ke depan, kiranya ini adalah gaya ‘Bun-gwe-kui-han’ atau Bun-gwe kembali ke negeri Han yang berirama musik Ohka, seluruhnya meliputi 18 kali tepukan.

Setiap gerakan Yo Ko semuanya ada asal-usul sejarahnya. Darba adalah seorang paderi Tibet, sudah tentu ia tak paham kisah kuno negeri Tionggoan, ia diserang ke atas dan ke bawah, tiba-tiba dari timur, tahu-tahu dari barat hingga ia kelabakan. Tangan Yo Ko memakai kaos benang emas, maka bila mana ada kesempatan segera ia menubruk maju hendak merebut gada Darba. Paderi ini terdesak hingga berkaok-kaok dan kalang kabut.

Dengan sendirinya para pahlawan girang bukan main, mereka pada berseru memberi semangat pada Yo Ko. Kim-lun Hoat-ong tahu ilmu silat muridnya masih berada di atas pemuda ini, cuma berhati jeri, maka selalu kena didahului lawan dan terdesak di bawah angin.

“Gunakan Bu-siang-tay-lik-cu-hoat!” bentaknya tiba-tiba.

“Baik,” sahut Darba menurut. Mendadak gadanya ia pegang dengan kedua tangan terus diayun cepat.

Waktu gada diputar dengan sebelah tangan saja sudah hebat sekali tenaga raksasanya, sekarang ditambah tenaga kedua tangan sekaligus, keruan suara sambaran angin sampai menderu-deru.

‘Bu-siang-tay-lik-cu-hoat’ atau ilmu gada bertenaga raksasa ini, tipu serangannya sangat sederhana, cuma menyerampang delapan jurus dan menghantam delapan kali, semuanya hanya 2x8=16 jurus, tetapi ke-16 jurus ini bisa boIak-balik diulangi, maka Yo Ko terdesak sehingga harus menyingkir jauh-jauh. Jangankan menghadapi secara keras lawan keras, untuk menahan angin gada saja susah.

Di sebelah sana, sejak penggayu besinya patah Tiam-jong Hi-un masih terus merasa penasaran, tapi kini setelah menyaksikan ‘Bu-siang-tay-lik-cu-hoat’ orang yang luar biasa ini, ia pikir ilmu permainan penggayu sendiri sesungguhnya tiada tipu-tipu serangan yang begini keras dan begini kuat, maka mau tak mau ia kagum juga.

Setelah pertarungan berlangsung lama, lilin yang menyala di ruang pendopo itu sudah ada 7-8 batang yang sirap tersambar angin gada. Yo Ko hanya andalkan Ginkang untuk melompat kian kemari asal dapat menghindarkan diri, harapannya asal tak kena dihantam gada orang, mana sempat lagi ia balas menyerang? Karena itu para pahlawan Tionggoan segera menjadi bungkam, sebaliknya berganti para jago Mongol yang bersorak-sorai.

Melihat ilmu pukulan ‘Bi-li-kun-hoat’ sukar memperoleh kemenangan, sedangkan musuh mendesak terlalu kencang, terpaksa Yo Ko main mundur terus hingga akhirnya terdesak sampai di ujung ruangan. Ia hendak ganti tipu gerakan, namun gerak-geriknya di tempat sempit itu tak bebas lagi.

Ilmu permainan gada Darba ini memang beberapa bagian bersifat kalap, setelah Darba mengamuk, ia lupa apakah orang di hadapannya ini mungkin reinkamasi suheng-nya atau bukan. Pada waktu melihat Yo Ko terdesak di pojok ruangan hingga tiga jurusan sudah terkurung, mendadak ia membentak:

“Mampus kau!”

Berbareng itu gadanya menyabet dari samping, maka terdengarlah suara gemuruh diiringi debu pasir berhamburan, kiranya dinding ruangan itu kena dihantam sehingga berlubang besar. Pada saat berbahaya, syukur Yo Ko masih sempat melompat lewat di atas kepala orang. Dalam seribu kerepotannya itu dia tak lupa pula membalas kata-kata dalam bahasa Tibet:

“Mampus kau!”

Gerak lompatannya ini adalah ilmu kepandaian dari ‘Kiu-im-cin-keng’. Sejak huruf ukiran di langit ruangan kuburan kuno itu dilihatnya, bila senggang Yo Ko lantas melatihnya baik-baik, hanya tiada orang yang memberi petunjuk tambahan, maka apa yang dilatihnya tidak tahu apakah betul ataukah salah. Kini menghadapi musuh tangguh, sudah tentu tak berani sembarangan digunakan. Siapa tahu saat terancam elmaut, dengan sendirinya dia menggunakan ilmu sakti itu hingga jiwanya tertolong.

Semua orang mengira hantaman Darba tadi pasti berhasil, maka sebelum serangan orang dilontarkan seluruhnya, secepat kilat Kwe Ceng melompat maju hendak hantam punggung orang. Tiba-tiba jubah merah berkelebat di depannya, Kim-lun Hoat-ong memukulnya juga. Kwe Ceng terkejut oleh serangan orang yang aneh dan cepat ini. Lekas-lekas ia gunakan tipu ‘Kian-liong-cay-tian’ atau melihat naga di sawah, ia tangkis dahulu serangan Kim-lun Hoat-ong.

Keduanya memang tokoh terkemuka dunia persilatan, maka begitu kedua tangan beradu, ternyata sedikit suara saja tak ada, hanya tubuh masing-masing bergoncang, Kwe Ceng mundur tiga tindak, sebaliknya Kim-lun Hoat-ong tetap berdiri tegak di tempatnya. Ternyata tenaga Kim-lun Hoat-ong jauh lebih besar dari pada Kwe Ceng, latihannya juga lebih dalam, namun ilmu pukulannya sebaliknya kalah bagus. Tadi Kwe Ceng melangkah mundur buat mengelak tenaga hantaman lawan supaya tidak terluka, sebaliknya Hoat-ong sambut tenaga orang sekuatnya dengan menahan rasa sakit di dada, maka masih tetap berdiri tegak di tempatnya.

Melulu soal gebrakan ini saja Kwe Ceng boleh dikatakan sudah kalah, akan tetapi kalau pertarungan dilanjutkan, siapa unggul atau asor masih belum tahu. Tapi demi nampak Yo Ko sudah bisa mematahkan serangan Darba tadi, kedua orang ini terhenyak, yang satu girang lega, yang lainnya menyesal dan merasa sayang, lalu mereka pun mundur kembali.

Tokoh-tokoh seperti Kwe Ceng dan Kim-lun Hoat-ong juga menyangka Yo Ko pasti akan celaka, maka yang satu hendak menolong dan yang lain hendak mencegah. Siapa tahu Yo Ko ternyata punya tipu aneh, dari tempat luang yang sempit bisa meloloskan diri. Dan sekali hantam tak kena, Darba tidak memutar lagi, sekalian gadanya terus mengayun ke belakang sekuatnya. Melihat serangan orang cepat luar biasa, otomatis Yo Ko lantas meloncat ke atas, maka melayang lewatlah gada Darba beberapa senti di bawah kakinya. Kembali gerak tipunya ini adalah ilmu silat dari ‘Kiu-im-cin-keng’.

Keruan Oey Yong menjadi terheran-heran menyaksikan kepandaian Yo Ko ini. “Engkoh Ceng, mengapa Ko-ji mahir Kiu-im-cin-keng juga? Apa kau yang ajarkan dia?” demikian ia tanya sang suami.

Nyata, ia sangka karena Kwe Ceng teringat kebaikan persaudaraan dengan ayah Yo Ko, maka pada waktu antar bocah itu ke Cong-lam-san, ilmu sakti dari kitab pusaka itu telah diturunkan padanya.

“Tidak, kalau diajarkan kepadanya, tentu kuberi-tahukan kau,” sahut Kwe Ceng.

Oey Yong cukup kenal jiwa sang suami yang setia dan jujur, kepada orang lain saja bilang satu tetap satu, terhadap isteri sendiri sudah tentu lebih-lebih jujur. Namun dilihatnya Yo Ko selalu melompat kian kemari buat berkelit, setiap kali ketemu bahaya, selalu gunakan ilmu kepandaian Cin-keng untuk melindungi diri. Cuma terang ilmu itu belum terlatih baik, maka tidak dapat gunakan ilmu silat Cin-keng itu untuk balas menyerang dan menangkan orang, meski sementara jiwanya bisa selamat, namun akhirnya pasti kalah.

Diam-diam Oey Yong menghela napas gegetun, pikirnya: “Bakat Ko-ji sungguh luar biasa, kalau dia bisa ikut setahun atau setengah tahun padaku dan dapat mempelajari Pak-kau-pang-hoat dan ilmu silat dalam Cin-keng secara lengkap, mana mungkin paderi Tibet ini bisa menandinginya?”

Begitulah, selagi ia masgul, sekilas tiba-tiba dilihatnya Peng-tianglo, anggota pimpinan Kay-pang yang murtad, dengan pakaian bangsa Mongol mencampurkan diri di antara jago-jago Mongol dan wajahnya kelihatan berseri-seri. Tiba-tiba tergerak kecerdasan Oey Yong, segera serunya:

“Ko-ji, Di-hun-tay-hoat! Ih-hun-tay-hoat!”

Kiranya dalam Kiu-im-cin-keng ada semacam ilmu yang disebut ‘lh-hun-tay-hoat’, yakni mempergunakan tenaga pikiran untuk mengatasi musuh dan mendapatkan kemenangan, dasarnya tiada ubahnya seperti ilmu hipnotis pada jaman sekarang. Dahulu Oey Yong pernah gunakan ilmu ini untuk taklukkan Peng-tianglo pada waktu dia berebut jabatan Pangcu, maka begitu nampak orang, segera ia ingat akan ilmu mujijat itu.

Yo Ko masih ingat cara melatih ‘Ih-hun-tay hoat’, hanya saja dia tidak percaya menggunakan pandangan mata saja bisa menundukkan musuh, makanya tidak pernah ia melatihnya dengan baik. Tetapi ia sangat kagum terhadap kepintaran Oey Yong, pikirnya: “Jika Kwe-pekbo berkata demikian, tentu ada alasannya. Toh aku sudah pasti kalah, biarlah aku mencobanya.”

Karena itu dia masih terus lompat ke sana ke mari untuk berkelit, tetapi batinnya terpisah dari segala perasaan, pikirannya terpusat menjadi satu, ia turuti apa yang dahulu pernah dibacanya dalam kitab Kiu-im-cin-keng. Dalam keadaan demikian ia hanya menangkis dengan sendirinya dan berkelit menurut datangnya suara, sebaliknya sinar matanya terus menatap musuh secara tajam. Sesudah beberapa jurus, Darba mulai merasakan pihak lawan rada aneh, tanpa kuasa dia memandang orang sekejap, berbareng itu gadanya menghantam juga.

Tadi sedikit Yo Ko mengegol pinggul dengan gaya ‘Ban-yo-sian-sian’ atau pinggang si Ban ramping, sedikit ia goyang pinggul hantaman Darba sudah dihindarinya dengan tepat, dan karena ia sudah gunakan ‘lh-hun-tay-hoat’, jiwa-raganya sudah menjadi satu, setiap gerak-geriknya yang dia unjuk, pada mimik wajahnya lantas bersikap sama pula. Maka ketika Darba melihat wajah si Yo Ko tiba-tiba mengunjuk gaya genit, ia tak tahu bahwa orang tengah tirukan gaya menarik Siao Ban, seorang selir ayu penyair Pek Lok-thian dari ahala Tong yang sangat terkenal, tanpa terasa ia tertegun sejenak tetapi segera gadanya mengemplang lagi ke atas kepala Yo Ko.

Yo Ko lekas-lekas mengegos, menyusul ia pentang lima jarinya terus menyisir rambutnya sendiri, sedang lima jari lainnya mencakar ke depan diselingi dengan senyuman manis, itulah tipu gerakan ‘Le-hwa-se-cong’ atau Thio Le-hwa menyisir rambut.

Memang Darba sudah terpengaruh oleh sinar mata Yo Ko yang tajam, dan kini karena tersenyumnya Yo Ko, tanpa terasa ia pun ikut bersenyum pula. Cuma bedanya Yo Ko cakap ganteng, senyumnya sudah tentu menambah bagusnya, sebaliknya tulang pelipis Darba menonjol tinggi, pipinya kempot, maka senyumnya yang menirukan Yo Ko malahan membikin wajahnya semakin seram, sampai penonton ikut mengkirik.

Melihat lawan sudah di bawah pengaruhnya, segera jari Yo Ko menjojoh ke depan dengan tipu ‘Peng-ki-ciam-sin’ atau Peng Ki pintar menjahit. Lekas Darba berkelit, akan tetapi air mukanya menirukan lagak orang seperti lagi tekun menjahit. Melihat Yo Ko dapat memahami maksudnya dan ternyata sanggup atasi musuh dengan ilmu ‘lh-hun-tay-hoat’, sungguh Oey Yong girang tidak kepalang.

“Penemuan Ko-ji sungguh luar biasa,” demikian ia membisiki sang suami. “Dahulu semasa usiamu sebaya dia sekarang, ilmu silatmu belum sebagus dia.”

Kwe Ceng juga lagi girang, maka ia anggukan kepalanya. Harus diketahui bahwa ilmu ‘lh-hun-tay-hoat’ ini melulu mempergunakan pengaruh tenaga kejiwaan. Kalau perasaan pihak lawan tenang dan tetap, sering kali ilmu ini tidak berhasil, kalau tenaga dalam lawan lebih tinggi hingga sampai terpukul kembali, pasti orang yang menggunakan ilmu ini akan terpengaruh sendiri.

Tetapi Darba sudah bingung oleh ocehan Yo Ko dalam bahasa Tibet tadi, ia ragu orang adalah re-inkarnasi Suheng-nya, maka di dalam hatinya sudah timbul rasa jeri dan dengan sendirinya pengaruh ilmu ‘Ih-hun-tay-hoat’ juga lebih cepat hingga sekali coba Yo Ko telah berhasil.

Demikianlah, karena melihat Yo Ko mainkan Bi-li-kun-hoat yang lemah gemulai menirukan gerak-gerik wanita ayu, lalu tahu-tahu ditirukan oleh Darba secara lucu, semua orang yang menyaksikan menjadi ter-heran.
Kwe Hu tidak tahan, ia tertawa terpingkal-pingkal. “Ibu,” katanya pada sang ibu, “Yo-koko punya kepandaian ini bagus sekali, kenapa tak kau ajarkan padaku?”

“Kalau kau bisa Ih-hun-tay-hoat, tentu kau akan bikin geger dan akhirnya kau sendiri bisa celaka,” sahut Oey Yong. Lalu dia menarik tangan sang puteri dan berkata sungguh-sungguh: “Tapi jangan kau anggap lucu, Yo-koko justru lagi bertarung mati-matian dengan musuh, caranya ini jauh lebih berbahaya dari pada memakai senjata!”

Kwe Hu melelet lidah oleh penuturan itu. Ia pandang pula si Yo Ko dan rasanya semakin tertarik, ia lihat bila Yo Ko tertawa, si Darba ikut tertawa, kalau Yo Ko gusar, Darba idem dito. Karena itu ia pun ikut-ikut menirukan mimik orang. Siapa tahu ‘lh-hun-tay-hoat’ ini memang lihay luar biasa, baru saja ia menirukan orang dua kali, segera perasaannya menjadi remang-remang dan semangatnya kabur, tanpa kuasa setindak demi setindak Kwe Hu melangkah ke tengah.

Kaget sekali Oey Yong melihat kelakuan puterinya. Lekas-lekas ia jambret Kwe Hu erat-erat. Tatkala itu jiwa Kwe Hu sudah di bawah pengaruh Yo Ko, dia coba meronta melepaskan diri dari pegangan sang ibu. Baiknya ilmu silat Oey Yong amat tinggi, lagi pula tahu akan bahaya apa kalau sampai Kwe Hu maju lebih dekat lagi. Waktu sudah terlalu mendesak, tanpa ayal ia baliki tangan terus pencet urat nadi tangan Kwe Hu dan diseretnya kembali mentah-mentah agar tidak melihat gerak-gerik Yo Ko lagi.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar