Rabu, 04 Agustus 2021

Sin Tiauw Hiap Lu Jilid 068

Dan di bawah suara tertawaan orang yang gemuruh, mendadak ia pun ayun penggayunya terus menyabet ke pantat Hotu. Lekas-lekas Hotu mengegos, kipasnya lantas menotok dari samping sambil sebelah tangannya dengan cepat menghantam batok kepala Iawan. Serangan kipas ini hanya pancingan belaka, akan tetapi hantaman telapak tangannya itulah yang hebat, pukulan ini menggunakan sepenuh tenaga, niatnya memang ingin menghancurkan batok kepala Yo Ko.

Namun si Yo Ko cukup sigap, sekali berkelit sekalian ia tarik sebuah meja terus didorong ke depan, maka terdengarlah suara “blang” yang keras, pukulan Hotu itu mengenai meja hingga remuk kayu berceceran, meja itu sempal separoh. Melihat betapa hebat tenaga pukulannya, para ksatria mau tak mau sama melelet lidah.

Sementara itu Hotu telah menendang pergi meja tadi, menyusul ia merangsek maju lagi. Nampak hantaman orang tadi begitu lihay, Yo Ko juga tak berani pandang enteng, ia ayun penggayu patah dan keluarkan Pak-kau-pang-hoat buat menempur orang. Tipu-tipu Pak-kau-pang-hoat itu telah dipelajari Yo Ko seluruhnya dari Ang Chit-kong, cara perubahannya dan inti rahasianya sudah diperolehnya pula dari Oey Yong sewaktu orang mengajar Loh Yu-ka, dasar Yo Ko cerdas dan pintar, begitu kedua hajaran itu digabung, ternyata ilmu permainan pentung dapat digunakannya dengan leluasa dan teratur.

Cuma sayang penggayu itu sedikit berat, lagi pula patah sebagian, pemakaiannya kurang leluasa, maka sesudah belasan jurus ia kena dikurung di antara kipas dan telapak tangan Hotu.

Melihat tipu permainan Yo Ko memang benar-benar ajaran asli Pak-kau-pang-hoat meski pun cara memainkannya belum masak dan tipu serangannya kurang tajam, tetapi gerak-geriknya sedikit pun tidak salah, maka tahulah Oey Yong tentu senjatanya kurang cocok. Segera dia maju ke tengah, dia ulur pentung bambunya menyela di tengah-tengah kedua orang.

“Ko-ji, kalau pukul anjing harus gunakan pentung pemukul anjing. Nah, biar pentungku ini aku pinjamkan, sesudah selesai kau hajar anjing galak ini harus segera kau kembalikan,” demikian kata Oey Yong.

Pak-kau-pang atau pentung pemukul anjing adalah senjata pusaka Kay-pang yang tidak boleh dipakai orang lain kecuali Pang-cu sendiri, maka lebih dulu Oey Yong kemukakan syaratnya hanya memberi pinjam saja. Tentu saja Yo Ko sangat girang, cepat ia sambut pentung bambu itu.

“Paksa dia keluarkan obat pemunah,” tiba-tiba Oey Yong bisiki telinganya.

Yo Ko tidak perhatikan pertarungan antar Hotu melawan Cu Cu-liu tadi, sebab itu ia tidak mengerti obat penawar apa. Baru saja dia hendak bertanya, dengan cepat Hotu sudah memukul dari depan. Akan tetapi Pak-kau-pang atau pentung pemukul anjing telah Yo Ko angkat ke atas terus menotok ke perut orang. Pentung bambu itu amat keras lagi ulet. Dengan Pak-kau-pang untuk main Pak-kau-pang hoat, dengan sendirinya sangat cocok dan leluasa, maka tentu saja daya tekanan Yo Ko bertambah lipat.

Sebenarnya Hotu sedang menghantam kepala orang, tetapi demi nampak pentung orang menjojoh perutnya di tempat ‘koan-goan-hiat’ di bawah pusar, tempat ini adalah urat nadi yang mematikan, bocah semuda ini ternyata begitu jitu mengarah Hiat-to, mau tidak mau Hotu menjadi kaget. Semenjak tadi sudah beberapa kali ia bergebrak dengan Yo Ko, tetapi karena marahnya ia tidak pandang berat bocah ini, dan kini nampak caranya menotok demikian jitu barulah ia pandang orang benar-benar lawan yang tangguh. Ia tak berani asal lagi, segera ia tarik tangan melindungi perut dan membalik kipas untuk menutupi dadanya.

Tidak sedikit tokoh-tokoh silat terkemuka yang turut menonton di samping. Demi melihat Hotu mengeluarkan gerak tipu itu untuk melindungi diri dan terang mulai jeri terhadap Yo Ko, semuanya semakin menjadi heran.

“Nanti duIu,” Yo Ko menghentikan serangannya. “Siau-wan-tong tak mau bergebrak percuma dengan orang, kita harus pakai taruhan.”

“Baik,” sahut Hotu, “Kalau kau kalah, kau harus menjura tiga kali padaku dan memanggil Yaya (engkong) tiga kali.”

“Panggil apa?” tanya Yo Ko tiba-tiba pura-pura tak dengar.

Nyata ia mengeluarkan jebakan lagi yang biasa digunakan anak nakal di daerah Kanglam. Bila jebakan semacam ini dikeluarkan secara mendadak, bagi orang yang tak tahu sangat gampang tertipu. Hotu sendiri dibesarkan di daerah Mongol dan Tibet yang terbiasa bergaul dengan orang-orang yang polos dan sederhana, dengan sendirinya dia tidak kenal cara kenakalan anak-anak daerah Kanglam, maka seenaknya saja ia lantas menjawab:

“Panggil Yaya!”

“Em, cucu baik, coba panggil satu kali lagi!” tiba-tiba Yo Ko menyahut.

Karena itu Hotu menjadi merah mukanya, ia insaf telah tertipu lagi, dengan murka kipas dan telapak tangannya segera menyerang pula dengan hebat.

“Kalau kau kalah maka kau harus berikan obat penawar kepadaku,” demikian kata si Yo Ko sembari tangkis setiap serangan orang.

“Aku kalah padamu?!” teriak Hotu marah. “Hm, jangan kau mimpi, binatang cilik!”

“Binatang cilik memaki siapa?” mendadak Yo Ko membentak sambil angkat pentungnya.

“Binatang cilik memaki...” untung Hotu sempat mengerem. Kata-kata “kau” belum sampai tercetus dari mulutnya mendadak dia ingat, maka kata-kata terakhir itu ditelannya kembali mentah-mentah.

“Ha-ha-ha, sekarang kau sudah pintar, ya!” ejek Yo Ko tertawa.

Meski kata-katanya masih terus membanyol, tapi tangkisannya makin lama semakin berat dan sulit. Maklumlah, pangeran Hotu adalah murid kesayangan Kim-lun Hoat-ong dan dia mendapat pelajaran ilmu silat kaum Lama dari Tibet. Kalau tadi dia bisa bergebrak be-ratus jurus dengan murid It-teng Tay-su yang paling kuat, Cu Cu-liu, maka betapa tinggi keuletannya sudah tentu Yo Ko tak bisa menimpaIinya.

Kalau mula-mula Yo Ko bisa permainkan orang karena Hotu dibikin naik darah dengan akal liciknya yang nakal, tetapi kini bergebrak dengan sungguh-sungguh, hanya beberapa puluh jurus saja lantas kelihatan Yo Ko terdesak. Sungguh pun begitu, melihat bocah semuda ini bisa bertahan begitu lama melawan Hotu, para kesatria sangat kagum dan sama memujinya setinggi langit. Mereka pada bertanya anak murid siapakah pemuda itu?



Sementara itu begitu melihat lawannya mulai terdesak maka pukulan-pukulan Hotu semakin diperkuat. Menurut aturan, dengan Pak-kau-pang-hoat lihay yang Yo Ko mainkan, seharusnya ia bisa menangkan musuh. Tetapi ilmu permainan tongkat itu ia dapatkan cara-caranya dari Ang Chit-kong, sedang mengenai inti permainannya baru saja ia dengar dari Oey Yong, kini dia gabungkan ajaran kedua orang itu untuk melawan musuh dengan baik, tapi kalau mendadak hendak mengeluarkan daya tekanan yang tiada tandingan dari Pang-hoat itu, dengan sendirinya masih belum dapat. Maka tidak lama kemudian akhirnya Yo Ko mulai kewalahan.

Sejak tadi Kwe Hu dan Bu-si Hengte ikut menyaksikan pertarungan itu. Mula-mula mereka tidak menduga bahwa Yo Ko berani tampil ke muka. Bu-si Hengte anggap Yo Ko tolol dan berani mati, pasti akan tahu rasa oleh hajaran musuh, tetapi Kwe Hu justru membantah mereka dan bilang Yo Ko seorang pemberani serta cerdik. Tentu saja kedua saudara Bu itu merasa cemburu. Mula-mula mereka merasa lega ketika melihat datangnya Siao-liong-li yang begitu rapat dan hangat dengan Yo Ko, akan tetapi belakangan Yo Ko panggil Siao-liong-li sebagai “Suhu”, walau pun belum tahu benar atau tidak, namun perasaan kedua pemuda ini menjadi berat lagi.

Kini melihat Yo Ko kena didesak Hotu hingga kalang kabut, mereka tahu tidak seharusnya bergirang, tetapi sungguh aneh, dalam hati mereka justru mengharap Yo Ko bisa dihajar orang sekeras-kerasnya. Demikianlah perasaan Bu-si Hengte yang kusut, sebentar senang lain saat muram, dalam sekejap saja sudah beberapa kali berubah perasaan.

Kwe Hu sendiri meski pun tidak tertarik oleh Yo Ko, tapi ia pun tidak membenci. Ia anggap orang tak perlu dipikirkan meski ayahnya bilang dirinya hendak dijodohkan pada pemuda itu, tetapi ia percaya akhirnya urusan ini pasti tidak akan jadi. Demi dilihatnya ilmu silat Yo Ko bukan main hebatnya, hal ini juga membuatnya terheran-heran, dan ketika dilihatnya Yo Ko akan kalah, ia ikut kuatir.

Dalam pada itu Yo Ko juga maklum dalam sepuluh jurus lagi pasti dirinya akan terjungkal dihantam musuh. Selagi berbahaya, dilihatnya Siao-liong-li sedang memperhatikan dirinya sembari bersandar pada tiang rumah, tampaknya setiap saat gadis ini akan turun tangan buat membantu. Pikiran Yo Ko tergerak, mendadak pentungnya menyabet, habis ini tubuhnya terus mencelat pergi, ia melompat lewat di atas kaki Siao-liong-li yang duduk bersandarkan tiang itu.

“Lari ke mana?” bentak Hotu sambil mengudak.

Tak terduga sedikitpun Siao-liong-li angkat kedua kakinya, Kaki kanan menendang ‘kun-lun-hiat’ di mata kaki kanan Hotu, sedangkan ujung kaki kiri mengarah pula ‘Yong-coan-hiat’ di kakinya yang kiri. Ilmu silat Hotu memang sangat hebat. Baru sedikit kaki Siao-liong-li menjengkit, sebelum orang lain memperhatikan, dia sudah tahu orang hendak serang dirinya dengan tipu yang sangat lihay. Dalam sibuknya itu dia sempat gunakan gerakan ‘wan-yan-Iian-goan-tui’ atau tendangan berantai yang mengapung di udara, dengan demikian barulah serangan Siao-liong-Ii yang tak kelihatan itu dapat dihindarkannya.

Yo Ko sendiri sewaktu melompat melewati kaki Siao-liong-li sudah menduga bakal terjadi peristiwa itu, maka tanpa menunggu musuhnya turun, pentung bambunya terus menyodok lagi. Tetapi dengan kipasnya Hotu menahan ujung pentung orang terus melompat ke samping. Ia berdiri jauh dari Siao-liong-li dan memandang beberapa kali pada gadis ini, lalu pikirnya: “Nyata daerah Tionggoan memang banyak terdapat orang pandai. Hanya dua muda-mudi ini saja, kenapa ilmu silatnya begini hebat?”

Sementara itu, dengan menggunakan keuntungan kejadian itu segera Yo Ko lontarkan tipu serangan Pak-kau-pang-hoat, beruntun ia keluarkan tiga serangan yang mematikan hingga Hotu kececar kalang kabut dan terpaksa bertahan sekuatnya. Siapa tahu serangan keempat Yo Ko tak bisa lagi menggunakan kebagusan Pang-hoat itu hingga gerakannya sedikit terlambat. Kesempatan ini dipergunakan Hotu untuk melakukan serangan balasan, maka kembali Yo Ko terdesak lagi.

Bagi orang yang tak kenal Pak-kau-patig-hoat tidak menjadi soal, tetapi Oey Yong merasa sayang akan kelambatan Yo Ko itu, maka segera dia menembang:

“Putar pentung cepat pakai gerakan bagus, hantam anjing galak dari samping tanpa menoleh.”

Apa yang diuraikan Oey Yong tadi adalah istilah Pak-kau-pang-hoat yang artinya sangat dalam. Yo Ko belum pernah mendapatkan petunjuk-petunjuk dari orang pandai, dia tidak tahu cara bagaimana dan kapan tipu serangan itu harus dilontarkan, tapi demi mendengar uraian Oey Yong, betul saja pentungnya segera menyambar dan menyodok dengan cepat. Gerak serangannya sangat aneh, namun Yo Ko sendiri belum tahu bagaimana hasilnya. Siapa tahu, dengan tepat pentungnya justru memapaki kipas Hotu yang waktu itu lagi mengebas hingga terpaksa Hotu lekas-lekas meloncat pergi menghindarkan diri.

“Bagaimana cara pukul anjing kelabakan yang meloncati dinding? Hantam pantat anjing dan gebuk ekornya!” kembali Oey Yong menembang lagi.

Harus diketahui di antara kaum pengemis dengan sendirinya tak ada cendekia atau orang terpelajar, maka Pang-hoat turun temurun dari Kay-pang ini kata-katanya sudah tentu biasa saja. Orang lain mengira ucapan Oey Yong itu digunakan memaki musuh sebagai anjing, tak tahunya justru Yo Ko sedang diberi petunjuk.

Pak-kau-pang-hoat itu meski dibilang tidak diturunkan kepada orang luar kecuali Pangcu, tetapi pertama Yo Ko mahir sendiri, kedua, pertandingan ini besar hubungannya dengan nasib negara dan harus dimenangkan, maka Oey Yong tak pikirkan batas peraturan Kay-pang lagi, dia masih terus mengutarakan istilah Pang-hoat untuk memberi petunjuk pada Yo Ko disesuaikan dengan keadaan masing-masing yang tengah saling labrak itu.

Dan karena setiap uraiannya adalah intisari yang tepat, ditambah Yo Ko memang cerdik sehingga beberapa kali berhasil, maka dia pun tidak sangsi lagi, begitu dengar kata Oey Yong, segera dilontarkan tipu serangannya. Daya kekuatan Pak-kau-pang-hoat ini memang nyata luar biasa hebatnya. Percuma saja Hotu memiliki ilmu silat tinggi, ia terdesak hingga main putar terus oleh ancaman pentung bambunya Yo Ko tanpa bisa membalas. Oleh karena itu tampaknya dua tiga gebrak lagi pasti Hotu akan jatuh kalah, dengan mata terpentang lebar-lebar para kesatria itu menjadi girang luar biasa tercampur kagum.

“Nanti du!u!” teriak Hotu mendadak sambil mendesak Yo Ko mundur setindak.

“Ada apa? Sudah ngaku kalah?” kata Yo Ko tertawa.

“Kau bilang berebut Beng-cu untuk gurumu, kenapa yang kau pakai adalah ilmu silatnya Ang Chit-kong?” sahut Hotu dingin, mukanya muram gelap. “Dan jika kau bilang berebut Beng-cu untuk Ang Chit-kong, bukankah tadi sudah terjadi pertandingan dua babak? Hm, sebenarnya kau sengaja main kelit dan ngawur atau ada maksud lain?”

Betul juga, pikir Oey Yong, kata-kata orang memang susah didebat. Selagi hendak main pokrolan untuk membantah orang, mendadak Yo Ko membuka suara.

“Ya, apa- ang kau katakan sekali ini masih terhitung masuk akal” demikian sahut Yo Ko, “Pang-hoat ini memang ajaran Suhu-ku, sekali pun dapat mengalahkan kau agaknya kau pun belum mau takluk. Kalau kau mau berkenalan dengan ilmu silat perguruanku, hal ini pun tidak susah. Jika tadi aku pinjam ilmu silat aliran lain, sebab aku takut kau akan lebih celaka kalau aku keluarkan kepandaian perguruanku sendiri.”

Kiranya demi mendengar teguran Hotu, segera Yo Ko ingat apa bila dia menangkan orang dengan Pak-kau-pang-hoat, kepandaian Kokoh mana bisa dikenal orang? Dan bukankah Kokoh akan mengomeli aku lupa pada kebaikannya? Padahal pikiran Siao-liong-li polos, di dalam hatinya penuh rasa hangat dan manis madu terhadap Yo Ko, asal bisa pandang si pemuda rasanya sudah puas dan tidak terpikir lagi segala urusan lain, baik Yo Ko menang atau kalah juga boleh, segalanya tidak dianggap penting olehnya, apa lagi soal ilmu silat yang dipergunakan itu, apakah itu diberi petunjuk Oey Yong atau tidak, hal ini lebih-lebih tak diperhatikannya.

Dan karena jawaban Yo Ko tadi, secara diam-diam Hotu membatin: “Bagus, kalau kau tak menggunakan Pak-kau-pang-hoat, dalam sepuluh jurus juga nanti aku cabut nyawamu.” Maka dengan tertawa dingin ia pun berkata:

“Baiklah kalau begitu, aku ingin belajar kenal dengan ilmu silat perguruanmu yang hebat.”

Ilmu kepandaian yang paling apal dan paling bagus yang dilatih Yo Ko di kuburan kuno adalah Kiam-hoat, dengan sendirinya ia lawan orang dengan kemahirannya ini.

“Di antara Tuan-tuan siapa yang sudi memberi pinjam sebatang pedang?” demikian segera ia berkata terhadap para kesatria.

Di antara hadirin sebanyak ribuan orang itu sedikitnya ada dua ratusan yang membawa pedang, maka beramai-ramai mereka menyahut dan ingin memberi pinjam.

“Kau pakai pedang ini saja!” kata Sun Put-ji tiba-tiba sambil meloncat maju dan angsurkan pedangnya yang bersinar mengkilap tajam.

Nyata meski pun Hek Tay-thong dan Sun Put-ji sangat marah terhadap khianatnya Yo Ko pada Coan-cin-kau, tetapi sekarang melihat si pemuda melawan musuh sepenuh tenaga dan membela nama negara, seketika itu mereka kesampingkan urusan pribadi ini dan Sun Put-ji lantas angsurkan pedang pusakanya pemberian mendiang gurunya, Ong Tiong-yang.

Melihat pedang itu begitu bagus, Yo Ko menduga pasti pedang wasiat yang bisa potong emas dan merajang batu, kalau dipakai melawan Hotu tentu tidak sedikit keuntungannya, Tetapi ketika dilihatnya jubah imam yang dipakai Sun Put-ji, seketika itu teringat olehnya hinaan dan penderitaan yang pernah dia rasakan di Tiong-yang-kiong dulu dan terbayang juga kematian Sun-popoh di bawah tangan Hek Tay-thong. Mendadak matanya mendelik, pedang itu tak diterimanya, sebaliknya dari tangan seorang murid Kay-pang ia mengambil sebatang pedang tua hitam karatan.

“Biarlah kupinjam pedang Toako ini,” demikian ia berkata.

Tentu saja Sun Put-ji serba salah sampai terpaku di tempatnya. Sungguh tidak kepalang amarahnya. Dengan maksud baik ia pinjamkan pedangnya, namun orang berbalik begitu kurang ajar. Baiknya ia bisa menguasai dirinya, ia merasa tidak enak cekcok sendiri selagi musuh luar berada di depan mata, maka dengan menahan amarahnya ia kembali lagi ke tempatnya tadi.

Sikap Yo Ko ini juga terlalu keras, terlalu menyolok ia unjukkan perasaannya. Sebetulnya kesempatan itu dapat dipergunakannya untuk memperbaiki hubungan dengan Coan-cin-kau, tetapi lantaran tindakannya itu, hubungan mereka semakin menjadi renggang.

Di lain pihak ketika melihat Yo Ko tidak menerima Pokiam, sebaliknya mengambil pedang bejat yang telah karatan, hati Hotu terkesiap dan bertambah jeri, sebab seorang yang ilmu silatnya sudah sampai di puncaknya, setiap gerakan, setiap tindakan sudah cukup untuk melukai orang dan tak perlu lagi dengan senjata tajam, maka ia pikir apa orang betul-betul begitu temberang, cukup menggunakan sebatang pedang karatan saja? Segera dia pun pentang kipas lempitnya, dia kebaskan beberapa kali dan segera hendak membuka suara menantang. Tapi tiba-tiba dengan ujung pedang Yo Ko menuding empat huruf di atas kipasnya yang ditulis Cu Cu-liu itu.

“Ha-ha, kau adalah bangsa biadab, semua orang sudah tahu, tidak perlu kau pamer lagi,” demikian ejek Yo Ko tertawa.

Muka Hotu menjadi merah. “Crettt!” mendadak kipasnya ia lempit kembali hingga berwujud sebuah pentung pendek, terus saja ia totok perlahan ke ‘koh-cing-hiat’ di pundak Yo Ko, berbareng telapak tangan kiri pun memukul dengan tenaga penuh.

Selama beberapa tahun Yo Ko giat berlatih di kuburan kuno, semua inti pokok dari ilmu silat aliran Ko-bong-pay telah dipelajarinya. Ilmu silat Giok-li-sim-keng ciptaan Lim Tiao-eng yang dilatihnya sendirian dalam kuburan kuno, sampai Ong Tiong-yang, itu jago silat yang diakui nomor satu di seluruh jagat juga kalah padanya, baru kemudian sesudah Ong Tiong-yang mendapatkan ‘Kiu-im-cin-keng’, Lim Tiao-eng dapat dikalahkannya lagi.

Sesudah Lim Tiao-eng menciptakan ilmu silatnya itu dia pun tidak pernah keluar lagi dari kuburan, belakangan hanya diturunkan kepada dayang kepercayaannya dan dayangnya itu lalu menurunkannya kepada Siao-liong-Ii, ketiga perempuan ini bukan saja tak pernah berpijak di kalangan Bu-lim, bahkan dari Cong-lam-san pun tidak pernah turun selangkah pun. Meski Li Bok-chiu adalah Suci atau kakak seperguruan Siao-liong-li, tetapi gurunya sudah keburu tahu jiwanya yang busuk, maka ilmu silat yang paling tinggi belum lagi diturunkan kepadanya.

Kini Yo Ko mengeluarkan ilmu silat Ko-bong-pay yang tak ada tandingannya itu, di antara para hadirin yang berkumpul dari segala golongan dan segala aliran itu, kecuali Siao-liong-li sendiri ternyata tiada seorang pun yang kenal Kiam-hoat apa yang dimainkan Yo Ko.

Pencipta ilmu silat yang hebat ini asalnya seorang wanita, pula dua keturunan muridnya juga wanita semua, jadi mau tak mau gayanya menjadi lemah-lembut dan kurang ganas. Begitu juga ketika Siao-liong-li mengajarkan gerak tipunya kepada Yo Ko, gerak-geriknya membawa gaya perempuan yang lemah gemulai. Tetapi setelah Yo Ko dapat memahami seluruhnya, ia telah ubah semua gaya wanita itu hingga lebih gesit dan lebih cekatan. Dasar Ginkang dari Ko-bong-pay memang tiada taranya, maka tampaklah Yo Ko berlari mengitari ruangan dengan cepat, belum selesai tipu yang satu, serangan berikutnya telah menyusul lagi, ke sana pedangnya mengarah tahu-tahu orangnya pun telah sampai, baru belasan jurus dari Kiam-hoatnya yang hebat itu dilontarkan, para kesatria itu tak ada satu pun yang tak kagum.

Sebenarnya ilmu silat kipas pangeran Hotu terhitung juga satu keistimewaan dalam dunia silat, cara-cara menyerangnya juga mengutamakan kelemasan dan kegesitan, tetapi kini terbentur Ginkang dari Ko-bong-pay yang hebat, nyatalah sedikit pun ia tak bisa berkutik, ditambah lagi kipasnya kena ditulis empat huruf oleh Cu Cu-liu dan tadi sudah diolok-olok Yo Ko, maka tak berani lagi dipentang, karena itu ilmu silat kipasnya kena dikorting lagi.

Di sebelah sana, setelah tahu ilmu silat Yo Ko ternyata begitu lihay, Bu-si Hengte menjadi mati kutu, bersama Kwe Hu, enam mata terpentang lebar-lebar dan tak bisa bicara lagi. Di antara para penonton itu, orang yang paling gembira rasanya tiada lain dari pada Kwe Ceng. Sungguh tidak diduganya bahwa putera adik angkatnya yang sudah almarhum itu bisa melatih silat sebegitu tinggi sampai ia sendiri tidak mengetahui dari aliran mana, bila teringat hubungan keluarga Yo dan Kwe, tanpa terasa dia pun menjadi terharu bercampur girang. Waktu Oey Yong melirik sang suami dan melihat matanya rada merah, sedangkan ujung mulutnya tersungging senyuman, ia pun tahu akan pikiran sang suami, maka tangan Kwe Ceng digenggamnya erat-erat.

Merasa tak ungkulan, Hotu menjadi gelisah bukan main. Ia pikir kalau hari ini terjungkal di tangan bocah ini, maka namanya boleh dikatakan telah terhanyut seluruhnya, jangan lagi hendak menjagoi Bu-lim! Dalam pada itu dilihatnya Yo Ko telah menyerang lagi, sekali tusuk mengarah tiga tempat bagian atas, bila ia melompat berkelit itu berarti jatuh di bawah angin. Maka ia tak menghiraukan lagi akan oIok-olok orang, cepat kipasnya dipentang untuk tangkis tiga tusukan orang, berbareng itu ia meng-gertak, ia pun balas menyerang dengan ‘Hong hong-siok-lui-kang’ (ilmu angin badai dan petir kilat). Ia kibaskan lengan baju dari kiri dan kipas dari kanan menerbitkan angin santer, sedangkan mulutnya terus meng-gertak keras.

Seorang jagoan Bu-lim menandingi seorang pemuda tak terkenal, ternyata terpaksa harus keluarkan ilmu kepandaian terakhirnya untuk membela diri, seumpama akhirnya menang pasti akan kehilangan pamor juga. Akan tetapi asalkan tak kalah saja Hotu sudah terima, mana bisa dia pikir yang Iain-lain. Maka sambil membentak-bentak, serangan-serangannya juga semakin ganas, sebaliknya Yo Ko berlaku tenang saja dengan sikapnya yang gagah menarik. Memang ilmu pedang ‘Bi-li-kiam-hoat’ atau ilmu pedang si gadis ayu mengutamakan gaya manis, kini di-bentak Hotu tentu saja semakin menambah kehalusan dan keindahannya.

Tapi karena Yo Ko hanya mengutamakan gaya serangannya yang indah, maka dalam hal daya tekanan menjadi sukar dilontarkan seluruhnya. Sebaliknya Hotu sudah nekat, makin bertempur makin kalap dan tidak sayang buat adu jiwa, karenanya lambat laun Yo Ko jadi payah sendiri.

Melihat cara pertarungan itu, Kwe Ceng dan Oey Yong yang ilmu silatnya sangat tinggi lantas tahu Yo Ko bakal kecundang, maka alis mereka terkerut semakin rapat, lebih-lebih ketika dilihatnya angin pukulan Hotu semakin keras dan tambah cepat, diam-diam mereka kuatir. Tak terduga mendadak Yo Ko ayunkan pedangnya, lalu terdengar ia berseru:

“Awas, aku akan melepas Am-gi!”

Tadi Hotu sudah merobohkan Cu-liu dengan pakunya yang berbisa. Kini demi mendengar peringatan Yo Ko tadi, dia sangka pedang orang juga sama seperti kipas lempitnya yang di dalamnya tersembunyi Am-gi atau senjata rahasia. Kalau tadi dia menang dengan cara yang licik, maka kini tidak bisa menyalahkan lawan kalau cara itu ditiru. Karena itu, ketika dilihatnya Yo Ko ayun pedangnya, lekas ia melompat ke kiri.


PERTANDINGAN BABAK TAMBAHAN KE DUA

Siapa tahu gerak tangan Yo Ko hanya tipuan palsu belaka, sebaliknya pedangnya terus menusuk, mana ada bayangan senjata rahasia yang dikatakannya? Tahu tertipu, Hotu menjadi marah, ia mendamperat:

“Binatang cilik!”

“Binatang cilik memaki siapa?” tanya Yo Ko.

Akan tetapi sekarang Hotu sudah pintar, ia tak menjawab, hanya serangannya bertambah gencar.

“Awas senjata rahasia!” kembali Yo Ko berseru sembari mengayun tangan kirinya.

Dengan cepat Hotu melompat ke kanan, disangkanya sekali ini orang benar-benar menghamburkan Am-gi, tapi siapa tahu pedang Yo Ko justru menusuk dari kanan secepat kilat. Maka lekas-lekas ia membungkuk sambil mengkeretkan tubuh, ujung pedang orang tahu-tahu menyambar lewat di bahunya, jaraknya tidak lebih hanya satu-dua senti saja. Tusukan itu sangat berbahaya dan cukup keji, tetapi karena tidak kena sasarannya, para kesatria itu sama berteriak: “Sayang!” sebaliknya para Bu-su atau jago silat Mongol pada bersyukur. Meski Hotu berhasil lolos dari ‘lubang jarum’, akan tetapi tidak urung keringat dingin telah membasahi tubuhnya.

“Awas Am-gi!” lagi-lagi ia dengar Yo Ko berseru dengan tertawa sembari ayunkan tangan kiri.

Sekali ini Hotu tak menggubrisnya, dia terus ayunkan tangan memapaki orang. Betul juga kembali lawannya mengapusi belaka. Karena tipunya sudah gagal, mendadak Yo Ko menubruk maju, untuk kesekian kalinya ia ayunkan tangan lagi dan memperingatkan pula dengan tertawa:

“Awas Am-gi!”

“Bin...” belum sampai suku kata pertama ini sempurna diucapkan mendadak pandangan Hotu menjadi silau, tahu-tahu sinar perak gemerdep menyambar dari depan.

Sekali ini jaraknya sudah terlalu dekat, lagi pula ia sama sekali tak berjaga-jaga sesudah beberapa kali kena diapusi, maka tiada jalan lain kecuali melompat ke atas, namun tahu-tahu kakinya terasa sakit tertusuk, beberapa benda kecil lembut sudah menancap pada kakinya. Cara tertipunya ini persis mirip dengan caranya melukai Cu-liu dengan akal licik tadi, tapi dipikirnya senjata orang hanya lembut kecil, meski kena tentunya tidak besar alangannya. Dalam marahnya Hotu menjadi kalap, segera kipasnya menutul dan tangannya memukul hebat dengan tujuan mematikan Yo Ko seketika. Tahu serangannya sudah berhasil, mana mau Yo Ko terlibat dalam pertarungan lagi, dia putar pedangnya menjaga diri dengan rapat.

“Ha-ha, sayang dengan ilmu silatmu yang setinggi ini, kini harus terbinasa di sini, sungguh sayang, sayang sekali!” demikian Yo Ko tertawa terbahak-bahak.

Selagi Hotu hendak merangsek maju, sekonyong-konyong pahanya terasa kaku dan gatal seperti kena digigit nyamuk besar saja. Dia berusaha menahan rasa gatal itu untuk tetap melontarkan serangannya, siapa tahu tempat yang kaku gatal itu cepat sekali bertambah hebat.

“Celaka, Am-gi binatang cilik ini berbisa,” seketika ia terkejut. Baru saja terpikir demikian, rasa gatal pahanya sudah tak bisa ditahan lagi, saking tak tahan tanpa menghiraukan ada musuh besar berada di depan mata, kipas ia lempar dan tangan diulur untuk menggaruk-garuk tempat yang gatal itu.

“Kalau tak digaruk masih mendingan, jika sekali digaruk, celaka tiga belas, rasa gatal-geli seketika akan meresap sampai tuIang sumsum,” ujar Yo Ko sambil tertawa.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar