Senin, 17 Mei 2021

Sin Tiauw Hiap Lu Jilid 012

Dengan cepat Yo Ko melompat bangun membuka pintu, maka tampaklah olehnya dengan mencekal sebatang pentung kayu, muka Kwa Tin-ok pucat lesu, begitu orang buta ini melangkah masuk segera terbanting jatuh di lantai. Demi nampak kedua tangan Tin-ok berwarna hitam, Yo Ko tahu jebakan beracun yang dia pasang di genta itu telah kena sasarannya, maka diam-diam ia merasa girang, tetapi ia pura-pura kaget dan ber-teriak-teriak:

“Kwa-kongkong, kenapakah kau?”

Begitu mendengar suara teriakan Yo Ko, Kwe Ceng dan Oey Yong cepat-cepat datang memeriksa. Setelah tahu Kwa Tin-ok menggeletak di lantai, keruan mereka terkejut. Waktu itu Kwe Ceng sudah bisa bebas bergerak, hanya tenaganya yang masih kurang, maka Oey Yong yang mendukung Tin-ok ke tempat tidurnya.

“Toa-suhu, Toa-suhu, kenapakah kau?” demikian ber-ulang-ulang ia tanya.

Tetapi Tin-ok hanya menggeleng kepala saja, ia tidak menjawab juga tidak menerangkan. Sesudah Oey Yong melihat bengkak hitam pada telapak orang tua itu, maka tahulah dia apa yang telah terjadi.

“Kurang ajar, kembali perbuatan itu perempuan hina dina she Li lagi Ceng-koko, biar aku pergi melabraknya,” katanya dengan gemas. Dia menyangka itu adalah perbuatan Li Bok-chiu. Habis berkata, setelah bikin ringkas pakaiannya, segera Oey Yong melangkah keluar.

“Bukan perempuan itu!” tiba2 Tin-ok berseru.

Tentu saja Oey Yong heran, ia berhenti dan menoleh. “Bukan dia? Lalu siapa lagi?” tanyanya tak mengerti.

Akan tetapi Kwa Tin-ok tidak menjelaskan lebih lanjut. Ia merasa malu karena tak mampu melayani seorang yang boleh dikata sudah tak punya tenaga, bahkan dirinya sendiri kena dikibuli sehingga harus pulang menderita luka, sungguh boleh dikatakan terlalu tak becus. Karena itu, menuruti wataknya yang keras kepala, maka ia bungkam saja.

Di lain pihak Kwe Ceng dan Oey Yong cukup kenal tabiat orang tua ini, kalau mau bilang, sejak tadi ia sendiri sudah menutur, kalau dia sudah tak mau cerita, makin ditanya hanya akan makin menambah kegusarannya. Baiknya luka yang keracunan hanya kulit tangan saja dan tidak lihay. Meski pun orangnya pingsat sesaat, tetapi kelak tidak menjadi halangan.

Sementara itu Oey Yong sudah mengambil keputusan di dalam hati. Kwe Ceng dan Kwa Tin-ok sudah terluka, sedang kekejian Li Bok-chiu susah diukur. Terpaksa dia angkut dulu dua orang luka itu dan antar pulang dahulu kedua bocah ini ke Tho-hoa-to, kemudian dia sendiri akan mencari Li Bok-chiu lagi dan melabraknya!

PERTIKAIAN BOCAH

Sesudah mengaso setengah hari, sorenya mereka sewa sebuah perahu kecil untuk berlayar ke muara laut. Menjelang magrib, perahu membuang sauh dan tukang perahunya hendak menanak nasi.

Karena di dalam perahu itu Yo Ko masih tetap tak menggubris padanya, Kwe Hu menjadi dongkol dan melengos pula, ia bersandar di jendela perahu untuk memandang ke daratan. Tiba-tiba ia lihat di bawah pohon Liu yang rindang sana ada dua anak kecil sedang menangis dengan sedih sekali, tampaknya kedua anak ini adalah Bu Tun-si dan Bu Siu-bun berdua saudara. Rupanya Kwe Hu lebih cocok dengan kedua bocah ini, maka segera ia berseru menegur:

“Hai, apa yang kalian lakukan di situ?”



“Kami sedang menangis, tidakkah kau melihat?” sahut Bu Siu-bun sesudah berpaling dan mengenali Kwe Hu.

“Sebab apakah? Kalian telah dihajar ibumu, bukan?” tanya Kwe Hu lagi.

“Tidak, ibu telah mati!” sahut Siu-bun menangis mengguguk.

Jawaban ini membikin Oey Yong ikut terkejut. Dengan cepat dia melompat ke-gili-gili. Betul saja ia melihat kedua bocah itu menangis dengan sedih sambil meratapi mayat ibu mereka. Waktu Oey Yong memeriksa, dia melihat muka Bu-sam-nio hitam hangus, tampaknya sudah lama putus napasnya. Terang mukanya yang kena ditowel Li Bok-chiu tempo hari dengan Jik-lian-sin-ciang, meski bisa tahan beberapa hari, akhirnya mati juga karena bekerjanya racun. Kemudian Oey Yong bertanya di mana beradanya Bu Sam-thong.

“Entahlah, tak tahu ke mana ayah pergi,” sahut Bu Tun-si masih menangis.

“Begitu melihat ibu rneninggal, pikiran ayah mendadak linglung lagi,” demikian Bu Siu-bun menambahkan, “Meski kami memanggil dia, tapi sama sekali dia tidak menggubris.” Habis menutur, kembali bocah ini menangis terguguk lagi.

“Kalian tentu sudah lapar bukan?” tanya Oey Yong.

Kedua saudara Bu ini mengangguk. Maka Oey Yong lantas perintahkan tukang perahu membawa kedua bocah ini ke perahu dan diberi makan, ia sendiri lantas pergi ke kota yang terdekat untuk membeli sebuah peti mati buat Bu-samnio. Karena hari telah petang, besok paginya baru dicarikan sebidang tanah untuk menguburnya.

Meski masih bocah, tetapi kedua saudara she Bu itu menangis sesambatan sambil meng-gabruk-gabruk peti mati ibunya, sungguh rasanya mereka ingin ikut mangkat sekalian.

Saking harunya Kwe Ceng, Oey Yong dan Kwa Tin-ok ikut mengucurkan air mata. Yo Ko yang berperasaan halus dan gampang tergoncang, meski sedikit pun dia tiada hubungan dengan Bu-samnio, melihat orang pada mengalirkan air mata, tanpa tahan ia pun ikut menangis meng-gerung-gerung.

Hanya Kwe Hu seorang saja yang tidak ikut menangis. Kesatu karena anak ini memang belum kenal adat kehidupan, dan kedua, dia memang mempunyai hati yang keras, maka dia hanya duduk di samping bermain sendiri dengan sapu tangannya.

“Yong-ji,” kata Kwe Ceng kemudian kepada sang isteri sesudah puas menangis, “Marilah kita bawa serta kedua anak ini ke Tho-hoa-to, cuma selanjutnya kau harus lebih banyak perhatian buat merawatnya.”

Oey Yong mengangguk tanda setuju, lalu mereka menghibur kedua saudara Bu itu dan Yo Ko agar berhenti menangis. Setelah itu lantas melanjutkan perahunya sampai di laut, dari sini mereka ganti perahu yang besaran untuk berlayar ke arah Timur, menuju ke Tho-hoa-to atau pulau bunga Tho.

Kalau sekarang Kwe Ceng dan Oey Yong mau pelihara anak-anak piatu, ini adalah karena kebaikan mereka. Siapa tahu berkumpulnya empat bocah ini di satu tempat, kelak menimbulkan mala-petaka yang sukar diakhiri.

Begitulah rombongan mereka akhirnya sampai di Tho-hoa-to dengan selamat. Waktu masih di atas perahu Kwe Ceng telah menyembuhkan dirinya dengan lwekang, maka lukanya sebagian besar sudah sembuh, kini dirawat pula beberapa hari di atas pulau, maka keadaannya sudah pulih kembali seperti sedia kala.

Ketika suami isteri ini percakapkan Auwyang Hong yang sudah belasan tahun tak berjumpa, bukan saja tidak nampak loyo dan mundur ilmu silatnya, bahkan melebihi masa yang lalu, maka mereka menjadi heran dan ber-ulang-ulang menghela napas.

Berbicara tentang asal-usul diri Yo Ko, segera Kwe Ceng keluar melihat bocah itu. Ia lihat anak muda ini sedang bermain dengan puteri kesayangannya dan lagi mencari jangkerik di semak-semak. Dia panggil anak muda itu dan diajak ke dalam kamar, ia tanya semua kejadian yang lalu.

Kiranya selama itu Yo Ko hidup berdampingan dengan ibunya, Cin Lam-khim dan tinggal di kaki bukit Tiang-nia di propinsi Kangsay. Hingga lewat belasan tahun lamanya mereka hidup dari menangkap ular. Selama itu perlahan-lahan Yo Ko tumbuh besar, ibunya Cin Lam-khim, telah menurunkan dasar-dasar Iwekang yang dahulu diperolehnya dari Kwe Ceng.

Dasar Yo Ko memang sangat pintar dan otaknya encer, serta banyak pula tipu akalnya, maka ketika dia berumur tujuh atau delapan tahun, kepandaiannya menangkap ular sudah melampaui sang ibu. Pernah dia dengar cerita ibunya bahwa di jagat ini ada orang yang dapat mengerahkan ular hingga berwujut barisan, dalam hatinya diam-diam dia sangat kagum dan tertarik, maka pada waktu senggang ia suka tangkap beberapa ekor ular hijau untuk memain dan dipelihara, lama kelamaan dia paham betul watak ular, bila dia bersuit sekali, kawanan ular lantas menurut perintah dan berbaris sendiri.

Perlu diterangkan bahwa Auwyang Hong yang berjuluk Se-tok diperoleh dari keahliannya memelihara segala macam binatang berbisa terutama ular-ular yang berbisa jahat. Ia tinggal di gunung Pek-to-san (gunung Onta putih) di daerah barat dan memelihara banyak lelaki tukang angon ular, tetapi cara angon ular kaum Pek-to-san ini adalah ilmu turun temurun, sedangkan Yo Ko mendapatkan kepandaian ini dari bakatnya sendiri, meski pun caranya berlainan, tetapi dasarnya sebenarnya sama.

Belakangan akibat kurang hati-hati ibu Yo Ko telah dipagut oleh semacam ular aneh, obat pemunah racun yang selalu dibawanya ternyata tak mempan mengobati pagutan itu hingga mengakibatkan kematiannya.

Sesudah itu Yo Ko menjadi sebatang-kara, seorang diri dia ter-lunta-lunta di Kangouw, kawan satu-satunya yang selalu berdampingan dengan dia boleh dikatakan melulu burung merah yang bercucuk panjang itu, siapa duga hari itu kebentur Li Bok-chiu hingga burung merah itu terbinasa ditangannya.

Hendaklah diketahui bahwa burung merah bercucuk panjang itu dahulunya adalah piaraan Oey Yong, kini demi mendengar burung itu terbinasa, ber-ulang-ulang Kwe Ceng menyatakan sayang, rasa gemasnya pada Li Bok-chiu menjadi bertambah.

Kemudian dia tanya Yo Ko pula di mana anak ini berada ketika Bu Sam-thong bergebrak dengan Auwyang Hong, dan tanya pula apa Yo Ko kenal dengan Auwyang Hong. Tapi Yo Ko sama sekali tidak memperlihatkan sesuatu tanda, bahkan dia balik bertanya siapakah Auwyang Hong? Ini adalah akalnya Yo Ko yang sengaja mendahului bertanya supaya urusan ini bisa dia cuci bersih.

Tak terduga, Oey Yong adalah wanita terpandai dan tercerdik di jagat ini. Dengan usia Yo Ko yang masih muda, meski pun air mukanya tidak unjuk sesuatu tanda, tapi hendak mengelabui Oey Yong, tidak gampang baginya.

“Baiklah, boleh kau pergi bermain dengan kedua saudara Bu,” kata Oey Yong kemudian, tidak ingin bertanya lebih lanjut.

Jika di antara Oey Yong dan Yo Ko diam-diam adu kecerdasan, maka Kwe Ceng yang berpembawaan sederhana otaknya sama sekali tidak mengetahuinya. Ia tunggu sesudah Yo Ko keluar, barulah ia berkata pada sang isteri.

“Yong-ji,” demikian katanya, “Sudah lama aku punya satu janji di dalam hati, tentunya kau mengetahui, kini berkat kemurahan Thian bisa bertemu dengan anak Ko, maka janji hatiku dapatlah terlaksana.”

Hendaklah diketahui bahwa mendiang ayah Kwe Ceng, Kwe Siau-thian, adalah saudara angkat Engkongnya Yo Ko yang bernama Yo Tiat-sim. Di waktu isteri kedua keluarga ini sama-sama duduk perut, mereka berdua telah saling berjanji bahwa bila kelak yang dilahirkan adalah laki-laki semua, maka mereka harus menjadi saudara angkat, begitu pula jika sama-sama perempuan. Tetapi kalau satu laki-laki dan yang lain perempuan maka mereka harus menjadi suami-isteri.

Belakangan yang dilahirkan ternyata adalah laki-laki semua, yakni Kwe Ceng dan Yo Khong, ayah Yo Ko, maka mereka mentaati sumpah itu dan bersaudara angkat. Tetapi karena Yo Khong telah khianat dan mengaku musuh sebagai ayah hingga nasibnya berakhir dengan mengenaskan. Ia tewas secara menyedihkan di sebuah kelenteng di kota Ka-hin.

Mengingat akan hubungan orang tua itulah, maka Kwe Ceng tidak pernah melupakannya. Kini ia berkata, dan segera Oey Yong tahu akan maksud suaminya.

“Tidak, aku tidak setuju,” demikian ia menjawab dengan menggeleng kepala.

Keruan Kwe Ceng menjadi heran. “Kenapa?” tanyanya.

“Mana boleh anak Hu dapatkan jodoh bocah seperti dia ini,” sahut Oey Yong.

“Meski kelakuan ayahnya tidak baik, tetapi mengingat keluarga Kwe kita dengan keluarga Yo yang turun temurun berhubungan dengan baik, asalkan kita mengajar dia dengan baik, menurut pendapatku, kalau melihat tampangnya yang cakap dan tindak-tanduknya yang cerdik, kelak bukan tidak mungkin akan di atas orang lain,” ujar Kwe Ceng.

“Ya, justru aku kuatir dia terlalu pintar,” kata Oey Yong lagi.

“He, aneh, bukankah kau sendiri sangat pintar, kenapa kau malah mencela orang pintar?” sahut Kwe Ceng.

“Tapi aku justru lebih menyukai engkoh yang tolol seperti kau ini,” kata Oey Yong tertawa.

“Tetapi kalau anak Hu sudah besar, belum tentu serupa dengan kau,” ujar Kwe Ceng ikut tertawa, “Kukira dia tidak menyukai seorang anak tolol. Lagi pula, orang tolol seperti aku, di jagat ini agaknya sukar dicari keduanya lagi.”

“Waduh, tidak malu!” demikian Oey Yong meng-olok-olok.

Begitulah, sesudah bersenda-gurau lalu Kwe Ceng mengulangi lagi pada maksudnya tadi.

“Ayahku pernah meninggalkan pesan, begitu pula sebelum mangkat paman Yo Tiat-sim juga pernah berpesan wanti-wanti kepadaku, maka sekarang kalau aku tidak pandang anak Ko seperti anak sendiri, mana bisa aku menghadapi ayah dan paman Yo di alam baka?”

Sehabis berkata Kwe Ceng menghela napas panjang yang penuh mengandung rasa haru dan menyesal.

“Baiknya kedua bocah itu masih kecil, urusan ini pun tidak perlu buru-buru diselesaikan,” ujar Oey Yong kemudian dengan suara lunak, “Kelak apa bila betul kelakuan Ko-ji tidak jelek, bagaimana kau suka boleh diputuskan sendiri.”

Mendengar jawaban ini, tiba2 Kwe Ceng berdiri dan membungkuk memberi hormat pada sang isteri,

“Terima kasih kalau Niocu (isteriku) sudah setuju, sungguh tak terhingga rasa syukurku,” demikian ia berkata.

“Aku tidak bilang setuju,” tiba2 Oey Yong menjawab dengan sungguh-sungguh. “Tetapi aku bilang harus melihat dahulu bagaimana kelakuan anak itu kelak.”

Saat itu Kwe Ceng masih membungkuk dan belum tegak kembali, pada waktu mendengar jawaban isterinya ia melongo. Tapi menyusul segera ia bilang lagi:

“Ayahnya berubah menjadi busuk karena sejak kecil ia dibesarkan di keraton negeri Kim, tetapi sekarang Ko-ji tinggal di pulau kita, tak mungkin ia berubah menjadi jelek, janganlah kau kuatir.”

Maka tertawalah Oey Yong, segera ia alihkan pembicaraan ke urusan lain.

**** 012 ****







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar