Kamis, 13 Mei 2021

Sin Tiauw Hiap Lu Jilid 010

SAMA-SAMA TERLUKA PARAH

Selama itu Kwa Tin-ok sudah pernah datang sekali mencari Yo Ko. Ia me-raba-raba dan tidak mendapatkan anak muda ini di atas ranjangnya, Kwa Tin-ok menjadi kuatir sekali. Tetapi tatkala untuk kedua kalinya ia datang mencari Yo Ko lagi, ia mendapatkan pemuda ini sudah ada di situ. Selagi ia hendak bertanya tadi kemana tiba-tiba saja ia dengar di atas wuwungan rumah ada suara mendesirnya angin.

Meski mata Kwa Tin-ok buta, namun daya pendengarannya luar biasa tajam. Dia tahu ada dua orang ‘ya-heng-jin’ (orang jalan di waktu malam) yang berilmu silat sangat tinggi lewat di atas rumah, Untuk menjaga segala kemungkinan, orang tua ini lekas-lekas membopong Kwe Hu, sedang senjata tongkatnya segera ia siapkan dan berjaga di dekat jendela, ia kuatir kalau-kalau kedua tamu malam itu kembali lagi.

Betul saja, sejenak kemudian suara mendesirnya angin kembali kedengaran lagi dari jauh mendekat, begitu cepatnya hingga sekejap saja sudah sampai di atas rumah hotel, lalu ia dengar di antaranya lagi berkata:

“Yong-ji, kau kira siapakah dia tadi?”

“Melihat bentuk tubuh dan gerakannya, agaknya dia...” demikian sahut seorang lain.

Mendengar suara percakapan ini, Kwa Tin-ok tahu itulah Kwe Ceng dan Oey Yong suami isteri. Karena itu ia merasa lega, segera ia membuka pintu agar kedua orang itu masuk.

“Baik-kaikkah di sini, Suhu?” segera Oey Yong tanya Kwa Tin-ok begitu melangkah masuk.

“Ya, tiada terjadi apa-apa,” sahut Kwa Tin-ok.

“Aneh, apa mungkin kita telah salah lihat?” kata Oey Yong kepada sang suami.

“Tidak, tidak mungkin bisa, orang ini sembilan bagian pasti dia,” sahut Kwe Ceng sambil menggeleng kepala.

“Dia? Dia siapa?” Tin-ok ikut bertanya.

Lekas Oey Yong me-narik-narik lengan baju Kwe Ceng dengan maksud agar suaminya jangan mengatakan, akan tetapi tidak bisa. Menghormatnya Kwe Ceng terhadap gurunya yang banyak menanam budi, tidak berani ia berdusta meski barang sedikit saja, maka ia lantas menerangkan:

“Dia Auwyang Hong!”

Justru seumur hidupnya paling takut pada orang ini keruan seketika air muka Kwa Tin-ok berubah hebat.

“Auwyang Hong?” ia menegas dengan suara tertahan.

“Betul!”

“Dia belum mampus?”

“Tadi ketika kami baru kembali memetik obat-obatan, di samping rumah kami melihat berkelebatnya bayangan orang, gerak tubuhnya sangat cepat lagi aneh, pada waktu kami mengejarnya, sayang tak tertampak bayangannya lagi. Cuma kelihatannya sangat mirip Auwyang Hong,” demikian Kwe Ceng ceritakan.

Kwa Tin-ok mengerti muridnya ini sangat jujur dan suka terus terang, semakin menanjak umurnya semakin tulus, kalau dia bilang Auwyang Hong, maka pasti bukan orang lain lagi.

Sementara itu karena kuatirkan diri Yo Ko, Kwe Ceng langsung memeriksa ke tempat tidurnya dengan membawa lilin. Dia melihat air muka pemuda ini merah segar, napasnya teratur dengan baik, tidurnya nyenyak, maka ia menjadi girang sekali oleh keadaan bocah ini.

“Dia sudah baik, Yong-ji!” saking girangnya ia teriaki isteri.

Padahal waktu itu Yo Ko hanya pura-pura tidur saja, ia pejamkan matanya buat mencuri dengar percakapan ketiga orang. Ketika lapat-lapat mendengar ayah angkatnya, yakni orang aneh itu bernama Auw-yang Hong, sedang ketiga orang ini amat jeri padanya, tentu saja dalam hati kecilnya diam-diam ia merasa bangga dan senang.

Dalam pada itu Oey Yong menjadi ter-heran-heran melihat keadaan Yo Ko. Terang ia melihat hawa racun di lengannya menjalar terus ke atas, sesudah lewat beberapa jam ini semestinya bertambah hitam bengkak dan merembes lebih luas, siapa tahu hawa berbisa itu sebaliknya malah menghilang, sungguh kejadian yang sukar dimengerti.

Setelah keluar bersama sang suami sekian lamanya, namun rumput obat-obatan yang dia cari tetap belum lengkap, terpaksa seadanya ia gilasi dan racik beberapa macam bahan obat, air perasannya lalu ia minumkan pada Yo Ko.

Besok paginya, Kwa Tin-ok bersama Kwe Ceng dan Oey Yong melanjutkan perjalanan bersama dua anak kecil, mereka ambil keputusan buat pulang ke Tho-hoa-to dahulu untuk menyembuhkan lukanya Yo Ko.

Malamnya terpaksa mereka harus menginap lagi di hotel. Kwa Tin-ok tinggal satu kamar dengan Yo Ko, sedangkan suami isteri Kwe Ceng dan Oey Yong sekamar dengan puteri mereka.

Tengah malam ketika sedang enak-enaknya mereka tidur, mendadak terdengar suara “krak” yang keras di atas rumah, menyusul terdengar suara teriakan dari kamar sebelah, rupanya ada orang merusak daun jendela dan melompat keluar.

Cepat Kwe Ceng dan Oey Yong melompat bangun. Melalui jendela mereka lihat di atas rumah sudah ada dua orang yang sedang bergebrak dengan sengit. Baru saja bisa lihat jelas bentuk tubuh kedua orang itu, tiba-tiba saja terdengar suara “plak” dan berbareng itu satu di antaranya sudah menjerit terus terbanting ke bawah dalam keadaan lumpuh, kaki tangannya kelihatan kaku dan menjulai ke bawah dengan lurus.

Menurut kebiasaan, orang yang berilmu silat tinggi, sekali pun tergelincir jatuh dari tempat tinggi secara tiiba-tiba pasti akan menekuk badan dan menarik kaki, dengan demikian waktu sampai di tanah tidak bakal terluka berat. Akan tetapi orang itu sudah lebih dulu dihantam semaput di atas rumah, maka dengan terbantingnya ini tulangnya pasti akan patah malah kepalanya mungkin akan remuk.

Pada detik yang berbahaya itu, tiba-tiba dari jendela kamar sebelah melayang keluar seorang wanita, orang ini adalah Oey Yong, ia hendak menangkap tubuh orang. Namun ia masih kalah cepat, sebab Kwe Ceng sudah menyerobot di depannya dan dengan enteng sekali ia tarik tengkuk orang pada waktu hampir membentur tanah, terus diangkat ke atas dan kemudian dia turunkan perlahan, habis ini sekali ia enjot kakinya, segera melompat ke atas rumah.



Tapi sekali ini ia yang ketinggalan. Ia lihat sang isteri sudah saling gebrak dengan serunya melawan satu orang, Lawannya berperawakan jangkung dan berjenggot pendek, kakinya di atas dan kepalanya di bawah, hidungnya besar, matanya celong, siapa lagi kalau bukan musuh bebuyutan mereka yang telah selama belasan tahun tak bertemu, Se-tok Auwyang Hong, Si racun dari Barat.

(Se-tok atau Si racun dari Barat adalah julukan Auwyang Hong satu di antara lima tokoh silat kelas wahid pada jamannya. Empat rekannya - yang juga menjadi musuhnya – masing-masing adalah: Tong-sia Oey Yok-su, Si Latah dari Timur (dia adalah ayah Oey Yong), Lam-te Toan-hongya, Si Raja dari Selatan, Pak-kay Ang Tjhit-kong Si Pengemis dari Utara, Tiong Sin Thong Si langit di Tengah. Urut2an nama mereka berlima disebut: Tong-sia, Se-tok, Lam-te, Pak-kay, Tiong-kian-khun).

Begitulah tadi Oey Yong yang sudah banyak maju kepandaiannya, dalam belasan jurus itu tipu-tipu pukulannya ternyata sukar diraba, karena itu, sedikit pun Auwyang Hong tidak lebih unggul.

“Aha, Auwyang-sianseng, baik-baik kah selama ini?” demikian Kwe Ceng menyapa setelah tancapkan kaki di atas wuwungan rumah.

“Apa kau bilang? Kau panggil aku apa?” tanya Auwyang Hong tiba-tiba.

Begitulah mukanya mengunjuk rasa bingung, maka terhadap serangan Oey Yong ia hanya menangkis saja tanpa balas menyerang, sedang dalam hati dia sedang meingat-ingat nama yang diucapkan Kwe Ceng tadi, samar-samar ia merasa ‘Auwyang’ seperti punya hubungan erat dengan dirinya.

Karena pertanyaan tadi, maka Kwe Ceng bermaksud menjelaskan. Namun betapa pintarnya Oey Yong. Ketika melihat penyakit otak miring orang belum sembuh, lekas-lekas ia mencegah, Malahan ia sengaja berseru:

“Kau bernama Tio-Ci-Sun-Li, Ciu-Go-Tan-Ong!”

Auwyang Hong tampak terkejut dan semakin bingung. “Apa?” ia mengulangi. “Aku bernama Tio-Ci-Sun-Li dan Ciu-Go-Tan-Ong?”

“Ya, betul, namamu adalah Pang-The-Cu-Wi dan Cio-Sim-Ham-Yang,” sahut Oey Yong mengacau.

Apa yang diucapkan Oey Yong itu semuanya adalah She atau nama keluarga umum. Dasar pikiran Auwyang Hong memang belum waras, dan sekarang sekaligus Oey Yong melontarkan balasan she yang dikatakan adalah namanya, keruan pikiran Auwyang Hong menjadi semakin ruwet dan otaknya tambah butek.

Berlainan sekali dengan sang isteri, Kwe Ceng adalah orang yang baik budi dan jujur. Dia menjadi kasihan melihat keadaan Auwyang Hong yang hilang ingatan dan linglung itu.

“Sudahlah, lekaslah kau pergi saja, selanjutnya paling baik kita jangan bertemu lagi untuk selamanya,” katanya kemudian.

“He, siapa kau dan siapa aku?” demikian Auwyang Hong masih bertanya.

“Kau adalah Si Racun Tua yang telah membinasakan lima saudaraku!” mendadak suara bentakan menjawabnya dari belakang.

Belum lenyap suara bentakan itu, sebuah tongkat besi menyambar, itu adalah senjatanya Hui-thian-pian-hok Kwa Tin-ok.

Tetapi pada saat itu juga terdengar pula seruan Kwe Ceng: “Awas, Suhu!”

Akan tetapi sudah terlambat, kemplangan tongkat Kwa Tin-ok tepat mengenai punggung Auwyang Hong, tetapi yang terdengar hanya “buk” sekali, tahu-tahu tongkatnya malah membalik, saking keras tenaga baliknya Tin-ok tidak tahan memegangnya, maka baik tongkat mau pun orangnya terperosot jatuh dari wuwungan rumah.

Luar biasa kerasnya hantaman tadi, apa lagi tongkat itu mempunyai bobot beberapa puluh kati, ditambah lagi goncangan yang membalik, maka tongkat itu menyusup masuk ke bawah untuk kemudian dengan tepat menghantam di atas ranjang tamu hotel. Tamu itu sebenarnya sedang terombang-ambing di sorga impian, siapa tahu ketiban malang mendadak, sial baginya, tulang kakinya tertindih patah oleh tongkat yang tidak ringan itu, saking sakitnya ia men-jerit-jerit minta tolong!

Dalam pada itu Kwe Ceng tahu meski gurunya terbanting jatuh ke bawah tentu tidak bakal berhalangan. Ia hanya kuatir kalau-kalau kesempatan itu digunakan Auwyang Hong untuk menguber dan menghantam, maka kejadiannya pasti akan luar biasa hebatnya. Karena itu tanpa pikir lagi segera ia berteriak:

“Awas pukulan!”

Berbareng itu tangan kanan ia putar sekali terus didorong lurus ke depan. Ini adalah satu di antara tipu pukulan Hang-liong-sip-pat-ciang yang disebut ‘Kong-liong-yu-hwe’ atau Naga pembawa sesal, ilmu pukulan ‘Hang-liong-sip-pat-ciang’ (delapan belas jurus ilmu pukulan penakluk naga) ini adalah ajaran guru Kwe Ceng yang lain, yakni Pak-kay Ang Tjhit-kong, pemimpin besar dari Kay-pang atau persatuan kaum jembel.

Selama ini tipu pukulan ‘Kong-liong-yu-hwe’ ini dia latih dengan giat, masih lagi ditambah kegiatan latihan selama belasan tahun, maka tekanan pukulan ini boleh dikata sudah sampai di puncak yang paling sempurna.

Pada mulanya dia dorong ke depan tampak seperti seenaknya saja dan enteng sekali, akan tetapi bila menemukan tenaga rintangan, maka dalam sekejap saja be-runtun bisa bertambah dengan tiga belas tenaga susulan yang satu lebih kuat dari pada yang lainnya secara ber-tumpuk-tumpuk, sungguh tiada sesuatu yang tidak bisa dihancurkan dan tiada lawan yang tidak bisa dirobohkan.

Puncak kesempurnaan tipu pukulan ini dipelajari dan ditemukan dari kitab ilmu silat Kiu-im-cin-keng, suatu kitab yang selamanya dibuat sasaran perebutan di antara lima tokoh tersebut di atas, sekali pun Ang Tjhit-kong dahulu, kalau cuma tipu pukulan ‘Kong-liong-yu-hwe’ ini saja juga tidak selihay seperti Kwe Ceng sekarang ini.

Dalam pada itu baru saja Auwyang Hong berhasil membikin Kwa Tin-ok terpental, segera terasa olehnya ada sambaran angin yang datang dari muka, meski pun tenaga sambaran angin itu tak begitu keras, tapi pernapasannya toh sesak hingga susah bernapas. Sebagai seorang jago kelas satu, ia tahu keadaan berbahaya, maka lekas ia sedikit berjongkok, menyusul kedua tangannya dia dorong ke depan sambil mulutnya mengeluarkan suara “kok”. Ini adalah ilmu ‘Ha-mo-kang’, ilmu weduk kodok yang menjadi kebanggaan seumur hidupnya.

Oleh karena itu, saling beradunya tiga telapak tangan tidak dapat dihindarkan lagi, namun tubuh kedua orang hanya tergetar saja dan tidak sampai ada yang terguling. Akan tetapi Kwe Ceng tidak berhenti sampai di situ saja, dengan cepat ia tambah tenaga pukulannya yang susul-menyusul dan satu lebih kuat dari pada yang sebelumnya seperti gelombang ombak yang ber-gulung-gulung ke pantai.

Sebaliknya dari mulut Auwyang Hong pun tiada hentinya terdengar suara “kok-kok-kok” yang keras, tubuhnya kelihatan ber-goyang-goyang, agaknya setiap saat bisa terbanting roboh oleh daya tekanan Kwe Ceng.

Akan tetapi sungguh aneh, semakin kuat dan semakin bertambah daya tekanan tenaga pukulan Kwe Ceng, maka tenaga tangkisan yang membalik dari Auwyang Hong juga ikut bertambah menurut kebutuhan.

Sudah belasan tahun mereka berdua tidak saling ukur tenaga, kini bertemu kembali di daerah Kanglam, dengan sendirinya masing-masing ingin menjajal sampai di mana kemajuan pihak lain.

Dahulu ketika Hoa-san-lun-kiam atau pertandingan silat di Hoa-san, Kwe Ceng masih bukan tandingan Auwyang Hong, akan tetapi sesudah sekian lama berpisah dan kemajuannya sangat pesat, ilmu silat Kwe Ceng boleh dikatakan telah sampai taraf yang paling masak.

Meski begitu, Auwyang Hong yang berlatih ilmu dari kitab ‘Kiu-im-cin-keng’ secara terbalik (peristiwa diakali Ang Tjhit-kong sehingga Auwyang Hong tertipu dan mempelajari Kiu-im cin-keng secara terbalik dituturkan dalam cerita Sia Tiauw Enghiong), dengan sendirinya juga ada kemajuan tertentu, yang satu betul dan yang lain terbalik, akhirnya tetap yang betul menangkan yang terbalik, maka dengan saling labraknya sekarang, Kwe Ceng telah mampu melawan orang dengan sama kuat.

Supaya tahu bahwa atap rumah di daerah utara jauh berlainan dengan daerah selatan. Oleh karena harus menahan salju di musim dingin, maka atap rumah daerah utara dibuat dengan sangat kuat dan kokoh, tetapi di daerah aliran sungai Hoay karena genteng yang disusun secara tindih-menindih, maka atap yang enteng tetapi praktis.

Auwyang Hong saling ukur tenaga, mereka harus salurkan tenaga pada kedua kaki agar bisa berdiri dengan kokoh. Tapi di luar dugaan, selang beberapa lama terdengarlah suara “kreyat-kreyot” di bawah kaki mereka, menyusul terdengar suara “kraaak” yang keras, tahu-tahu beberapa usuk rumah patah hingga anjlok ke bawah, atap rumah itu berlubang sehingga kedua orang yang saling adu tenaga itu kejeblos ke bawah.

Oey Yong kaget sekali dengan kejadian ini, lekas ia menyusul turun melalui lubang atap rumah itu, namun segera terlihat olehnya kedua orang itu masih tetap tangan beradu tangan, sedang kaki mereka menginjak beberapa usuk yang patah, sebaliknya usuk-usuk itu justru menindih di atas badan seorang tamu hotel penghuni kamar yang ketiban mala petaka itu. Mungkin saking kaget dan saking sakitnya oleh ‘rejeki tiban’ itu, tamu hotel yang sial itu jatuh pingsan.

Kwe Ceng tidak sampai hati membikin celaka orang lain yang tidak berdosa, akan tetapi Auwyang Hong tak pernah pusingkan mati hidup orang lain. Kekuatan mereka sebetulnya seimbang, tapi sekarang Kwe Ceng harus pikirkan orang yang ketindih itu dan tidak tega menambahi tenaga injakannya sehingga tenaga yang sedang beradu itu tidak mendapat tempat sandaran yang kuat, maka lambat laun ia mulai terdesak.

Melihat tubuh sang suami rada mendoyong ke belakang, meski pun hanya mundur sedikit saja, Oey Yong sudah tahu Kwe Ceng bakal kecundang.

“He, Thio-sam Li-si, Tio-ngo Ong-liok, awas pukulan!” demikian ia lalu berteriak, menyusul tampaknya ia ayun sebelah tangannya menabok ke pundak Auwyang Hong.

Meski pukulannya tampak sangat enteng, tapi justru ini adalah pukulan lihay dari ilmu pukulan ‘Lok-eng-cio-hoat’. Apa bila sampai kena digebuk, maka tenaga pukulannya akan terus meresap sampai ke bagian dalam tubuh, sekali pun jago silat kelas berat seperti Auwyang Hong pasti juga akan terluka parah.

Akan tetapi Auwyang Hong bukan Se-tok kalau gampang dipukul. Semula ia memang terkejut sejenak ketika mendengar orang menyebut namanya yang aneh dan tidak keruan itu, tetapi demi mendadak nampak pukulan orang tiba, secepat kilat ia dorong tangannya sekuat tenaga, ia desak tenaga tangan Kwe Ceng dahulu, habis ini ia putar tangannya dan berhasil mencengkeram pundak Oey Yong, ia kumpulkan tenaga dalam pada ujung jarinya untuk merobek kulit daging lawan.

Cengkeraman maut ini sekaligus membikin tiga orang terkejut berbareng, yakni Auwyang Hong, Kwe Ceng dan Oey Yong. Auwyang Hong segera merasakan ujung jarinya tidak kepalang sakitnya, kiranya ia telah menjambret duri lancip ‘kutang berduri landak’ yang dipakai Oey Yong di bagian dalam. Tetapi karena tenaga jarinya kuat luar biasa, sekali jambret tak kurang duri landak yang terbuat dari anyaman benang-benang emas dan tak mempan senjata itu telah kena terobek sepotong.

Pada waktu itu juga tenaga pukulan Kwe Ceng sudah datang lagi setelah didorong oleh Auwyang Hong tadi, dengan sendirinya Auwyang Hong kembali menyambut dengan telapak tangannya, maka terdengarlah suara “plak” yang keras, kedua orang sama-sama mundur dengan cepat, menyusul nampaklah debu pasir berhamburan, dinding roboh dan rumah ambruk.

Kiranya beradunya tangan kedua orang tadi benar2 keras lawan keras dengan sepenuh tenaga sehingga kedua pihak sama-sama tersentak mundur, namun mundurnya mereka telah membobol dinding tembok sampai keluar, sebab itulah setengah dari atap rumah itu ambruk sambil menerbitkan suara gemuruh.

Oey Yong sendiri yang pundaknya kena dijambret meski belum sampai terluka, tetapi tak urung ia pun terkejut sekali, dalam seribu kerepotannya syukur ia masih sempat melayang keluar dari rumah yang roboh separoh itu.

Setibanya di luar, terlihat olehnya jarak antara Auwyang Hong dan Kwe Ceng tidak lebih hanya setengah tombak saja, mereka sama-sama berdiri tegak tanpa bergerak, terang mereka sudah terluka dalam semua.

Oey Yong tak pikirkan untuk menyerang musuh lagi lebih dulu, ia mendekati sang suami untuk melindunginya. Dalam pada itu dia melihat kedua orang ini sama-sama pejamkan mata sedang menjalankan pernapasan: kemudian terdengar suara batuk dua kali, tanpa berjanji kedua orang itu sama muntahkan darah segar berbareng.

“Haha, sungguh hebat, sungguh hebat!” teriak Auwyang Hong. Sesudah itu, disertai gelak-tawa yang keras memanjang, dia segera bertindak pergi dan sekejap saja sudah menghilang tanpa bekas.

Sementara itu berhubung terjadinya onar ini dan karena tetamu yang ketimpa malang tadi, di hotel menjadi geger dan ribut.

Oey Yong tahu tempat ini tidak bisa ditinggali terus, maka ia lantas gendong Kwe Hu, lalu kepada Tin-ok dia berkata:

“Suhu, harap kau payang engkoh Ceng, marilah kita berangkat saja!”

Sesudah tidak lama mereka berjalan, tiba-tiba Oey Yong teringat pada Yo Ko. Dia tidak tahu anak ini telah kabur ke mana, karena kuatirkan luka yang diderita suaminya, urusan lain terpaka dikesampingkannya dahulu.

Pikiran Kwe Ceng pun masih cukup terang, lantaran pernapasannya kena tekanan tenaga pukulan Auwyang Hong, maka ia merasa sesak dan susah buka mulut. Setelah atur napas sambil menggemblok di atas pundak Kwa Tin-ok, sesudah jalan tujuh atau delapan li akhirnya semua urat nadinya berjalan lancar kembali.

“Sudah baik, Suhu,” katanya kemudian.

“Sudah tiada apa-apa?” tanya Kwa Tin-ok sambil melepaskannya.

“Ya, tidak apa-apa,” sahut Kwe Ceng, “Sungguh lihay sekali!”

Dalam pada itu terlihat puterinya yang semalam suntuk tak tidur, mungkin saking letihnya kini sedang tertidur nyenyak di atas pundak sang ibu, hatinya menjadi terkesiap dan ingat sesuatu.

“He, di manakah Ko-ji?” ia tanya cepat.

Meski Kwa Tin-ok mengerti adanya anak muda itu, tapi dia belum tahu siapa namanya, maka pertanyaan Kwe Ceng ini membuatnya bingung tak bisa menjawab.

“Jangan kuatir. kita cari tempat dulu untuk mengaso, sesudah itu barulah kita pergi mencarinya lagi,” sahut Oey Yong.

Sementara itu fajar telah menyingsing, pemandangan sekitar jalan telah kelihatan secara remang-remang.

“Lukaku tak berhalangan, marilah kita pergi mencarinya,” ujar Kwe Ceng.

“Anak ini luar biasa cerdiknya, tak perlu kau kuatir baginya,” jawab Oey Yong mengkerut kening.

Baru berkata sampai di sini, se-konyong-konyong tampak olehnya di belakang tembok bobrok di pinggir jalan sana ada bayangan orang berkelebat dengan cepat, hanya melongok terus mengkeret lagi.

Mana bisa Oey Yong dikelabui, gerak tubuhnya pun cepat luar biasa, dengan gesitnya ia melompat ke sana terus menjambret siapa lagi dia kalau bukan si Yo Ko yang mereka bicarakan itu. Meski sudah konangan, bocah ini hanya tertawa haha-hihi saja.

“Kalian baru sampai, bibi? Sudah lama aku me... menunggu di sini.”

Nampak kelakuan anak muda ini, hati Oey Yong lantas merasa curiga, maka sekenanya ia menjawab:

“Ya,, marilah kau ikut berangkat!”

Yo Ko ketawa terus ikut di belakang mereka.

“Ke mana kau telah pergi?” tiba2 Kwe Hu bertanya.

“Aku pergi mencari jangkerik, wah, senang sekali,” sahut Yo Ko.

“Apanya yang menyenangkan?” ujar Kwe Hu.

“Hm, siapa bilang tidak menyenangkan?” Yo Ko menjengek. “Ada seekor jangkerik besar sudah tarung melawan tiga jengkerik kecil, kemudian datang dua jangkerik kecil lain membantu kawannya, pertandingan menjadi lima jangkerik kecil melawan satu jangkerik besar. Yang besar ini melompat kian kemari, yang di sini diselentik dengan kakinya, yang di sana digigit mulutnya.”

Menutur sampai di sini, tiba-tiba Yo Ko berhenti, ia tidak melanjutkan lagi. Di lain pihak Kwe Hu rupanya menjadi tertarik oleh cerita itu ia ternganga,

“Lalu, bagaimana?” tanpa tertahan ia tanya ketika orang tidak melanjutkan ceritanya.

“Tadi kau bilang tidak menyenangkan, kenapa sekarang kau tanya?” sahut Yo Ko.

Jawaban ini membuat Kwe Hu menjadi marah, segera dia berpaling ke jurusan lain dan tidak menggubris Yo Ko lagi. Siapa tahu hati mudanya Oey Yong ternyata belum hilang sama sekali, ketika mendengar cerita Yo Ko itu cukup tegang dan menarik, pula Yo Ko memang pandai bicara, maka dia pun tak tahan dan lantas tanya:

“Coba terangkan kepada bibi, akhirnya mana yang menang?”

Yo Ko ketawa oleh pertanyaan orang. Dengan gampang dan secara diplomatis dia lantas menjawab:

“Pada saat yang sangat menarik itulah kalian keburu datang sehingga semua jangkerik itu lari.”

Melihat lagak anak ini, Oey Yong tahu dia sengaja jual mahal, dia pikir anak ini memang pandai dan banyak akal, dari kejadian kecil ini saja kelihatan jelas hal ini. Tengah bicara, sementara mereka sudah sampai di suatu desa.

Meski Kwe Ceng terluka dalam, tapi ia masih gagah dan bisa bergerak leluasa, maka ia telah mohon bertemu dengan tuan rumah pada satu gedung besar. Tuan rumah itu ternyata sangat simpatik dan suka menerima tamu, ketika mendengar ada orang luka dan sakit, lekas ia perintahkan centingnya menyediakan kamar tamu. Setelah makan, Kwe Ceng lalu duduk bersila di pembaringan buat merawat lukanya.

Melihat pernapasan sang suami teratur dan semangatnya pun segar, Oey Yong tahu sudah tidak ada bahaya lagi. Waktu ia lepaskan baju luar dan diperiksa, ia melihat kutang lemas berduri landak yang dia pakai pada lapis dalam itu terobek sebagian persis di atas pundaknya, sungguh sayang sekali dan terasa kaget pula.

Kutang wasiat ini adalah pusaka Tho-hoa-to yang menjadi pusaka ayahnya. Benda ini sudah beberapa kali menolong jiwanya dari ancaman maut, tidak terduga hari ini bisa rusak ditangan Auwyang Hong.

Sambil duduk menjaga di samping suaminya, Oey Yong mengingat-ingat kelakuan Yo Ko semenjak bertemu, Entah mengapa ia selalu merasa anak ini masih kecil usianya, tetapi banyak sekali terdapat hal aneh pada diri anak itu yang sukar dimengerti.

Teringat olehnya pada waktu Bu Sam-thong terjungkal ke bawah oleh hantaman Auwyang Hong, kalau tidak salah ia melihat Yo Ko berdiri menonton di sebelah samping, kemudian ketika dirinya suami isteri tengah bergebrak melawan Auwyang Hong, tampak juga Yo Ko masih berdiri di atas atap rumah, begitu juga pada waktu Kwe Ceng dan Auwyang Hong terjeblos ke bawah, bocah itu pun masih berdiri di tempatnya. Kenapa anak ini punya nyali begitu besar? Mengapa dia tidak takut? Dan kenapa Auwyang Hong pun tidak mencelakai dia? Paling akhir setelah Kwe Ceng dan Auwyang Hong menderita luka, dalam keadaan ribut anak itu mendadak menghilang untuk kemudian muncul lagi di tengah jalan.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar