Jumat, 09 April 2021

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 150

Kwee Ceng adalah yang pertama tiba. Belum sampai di tembok kota, ia sudah melepaskan payungnya, dan belum lagi kakinya menginjak tanah, ia sudah putar goloknya yang besar menyerang serdadu-serdadu penjaga kota.

Di dalam kota ada sejumlah serdadu yang melihat datangnya musuh dengan cara yang luar biasa, mereka kaget dan heran, mereka pun takut, hilang semangat berkelahinya.

Lagi pula, tentara yang pertama turun itu ada dari rombongan Kay Pang, dari itu hebat penyerangan mereka, dengan lantas mereka mendekati pintu kota. Tentara Mongolia menyusul belakangan. Di antara mereka ada beberapa ratus yang gagal, payung mereka rusak, jiwa mereka melayang. pula mereka yang sampainya ditanah terpencar, banyak yang kena dikurung, ditangkap atau dibinasakan tentara Khoresm. Di antara tentara itu, dalam sepuluh sembilan yang mendarat dengan berhasil. Dengan titahnya Kwee Ceng, mereka memecah diri, yang separuh menyerang musuh, yang separuh memaksa menerjang pintu kota untuk dibuka dan dipentang.

Tentu saja penyerangan itu sangat mengacaukan musuh, suara pertempuran sangat berisik. Jenghiz Khan mendengar suara itu, ia percaya Kwee Ceng tidak melaporkan hal yang tidak-tidak, maka ia lantas bekerja, menitahkan pasukannya maju ke pintu kota, untuk menyerang musuh.

Pintu kota selatan sudah terpentang, beberapa ratus serdadu Mongolia berjaga-jaga di situ, membiarkan ribuan kawannya masuk. untuk bekerja sama. Kawan-kawan yang lainnya menerobos terus saling susul. Belum sampai fajar, buyar sudah tentara Khoresm yang melindungi pintu kotanya.

Shah Muhammad diberitahukan di pintu kota utara belum ada musuh dia memerintahkan membuka pintu kota itu, untuk melarikan diri dari sana. Di sana telah menanti barisan sembunyi dari Kwee Ceng, barisan itu menyambut musuh dengan penyerangan dari kiri dan kanan.

Shah tidak berniat berkelahi lagi. Dia menyuruh Wanyen Lieh bertahan di sebelah belakang, dia sendiri bersama barisan pengiringnya membuka jalan untuk molos dari kepungan, guna kabur paling dulu.

Biar penjagaan rapat tetapi karena musuh berjumlah lebih besar dan mereka itu nekat, pasukan Khoresm bisa terdesak. Kwee Ceng terutama hendak mencari Wanyen Lieh, ia mengubar pangeran Kim yang dapat dikenali dari kopiah perangnya yang terbuat dari emas dan berkilauan. Beberapa kali ia diwartakan musuh bakal bisa lolos diakhirnya, terpaksa ia memegang pimpinan juga.

Pertempuran yang kacau itu berjalan terus sampai terang tanah, banyak musuh yang tertawan tetapi di antaranya Wanyen Lieh tak tampak. Jenghiz Khan lantas berkumpul di istana shah.

Kwee Ceng lagi membereskan pasukannya, mengurus yang terbinasa dan menghibur yang terluka ketika ia mendengar terompet emas dari khan yang agung. Lantas ia lari mentaati panggilan. Di depan istana ia melihat satu pasukan kecil, di antaranya ada Oey Yong bersama ketiga tianglo, si nona lantas menepuk tangan, maka dua serdadunya menggotong sebuah kantung goni yang besar.

"Eh, coba kau terka, apa isi karung ini?" ia tanya si anak muda sambil tertawa.

"Di dalam kota ini terdapat banyak barang luar biasa, mana bisa aku menerka?" sahut si anak muda yang juga tertawa.

"Hendak aku menghadiahkannya kepada kau, pasti kau girang," kata si nona pula.

Tiba-tiba Kwee Ceng ingat halnya Kiu Cian Jin di "Tiat Ciang Hong menghadiahkan Lam Kim sebagai bingkisan untuk Yo Kang, nona itu dimasukkan ke dalam keranjang, maka ia menduga, mesti Oey Yong telah mendapatkan nona yang cantik dan ia sekarang hendak digoda.

"Ah, aku tidak mau," ia kata sambil menggoyang kepala.

"Apakah benar-benar kau tidak mau?" Oey Yong tanya sambil tertawa. "Awas, setelah kau melihat, jangan kau menarik kembali kata-katamu"

Tanpa menanti jawaban, nona Oey mengulur tangan, mengangkat karung, mengeluarkan isinya yang benar saja ada orang dengan rambut kusut dan mukanya penuh darah, pakaiannya seragam serdadu Khoresmia, hanya ketika diawasi, dialah Wanyen Lieh atau Chao Wang, pangeran dari Kim. Maka bukan main girangnya.

"Yong-jie" ia berseru. "Di mana kau dapat membekuk dia?"

"Aku melihat serombongan serdadu kabur dari pintu kota utara," menyahut si nona, "Pasukan itu memakai bendera chao Wang dan seorang panglima dengan kopiah emas dan jubah perang tersulam kabur ke arah timur. Aku tahu Wanyen Lieh sangat licik, tidak bisa terjadi diwaktu kekalahan sebagai itu dia masih berani mengibarkan benderanya dan tetap memakai kopiah dan seragamnya, lantas aku menduga itulah mesti akal belaka guna mengelabui orang. Kalau benderanya ke timur, dia mesti kabur kebarat. Maka bersama Lou Tianglo beramai aku bersembunyi menjaga di sebelah barat. Benarlah dugaanku, di sana aku berhasil membekuk jahanam ini."

Kwee Ceng menjura dalam kepada nona itu. Ia sangat bersyukur. "Yong-jie," ia berkata, "Kau telah membalaskan sakit hati ayahku, aku tidak tahu mesti bilang apa padamu."

Oey Yong tertawa. "Itu hal kebetulan saja," ia berkata. "Kau telah berjasa besar, kau pasti bakal diberi hadiah oleh khan yang agung. Itu baru bagus"

"Sebenarnya aku tidak mengharapkan jasa," berkata si anak muda yang polos.

"Engko Ceng, ke mari," kata si nona kemudian, perlahan, seraya bertindak ke samping.

Kwee ceng mengikuti.

"Benarkah di dunia ini tidak ada yang kau kehendaki?" si nona tanya.

Pemuda itu melengak.

"Melainkan satu keinginanku," jawabnya. "Ialah agar untuk selama-lamanya aku tidak dapat berpisah dari kau."

Oey Yong mengawasi. "Hari ini kau berjasa besar, aku percaya umpama kata kau menyebabkan khan yang agung gusar tidak akan dia menghukummu" katanya.

Pemuda itu belum mengerti, ia berdiam.

"Ah" katanya.

" Kalau hari ini kau minta pangkat atau gelaran, dia pasti menerimanya dengan baik," berkata pula si nona. "Kalau kau juga minta dia jangan menghadiahkannya, dia juga sukar menolaknya. Yang penting sekarang ialah kau mesti mendayakan agar dia menjanjikan dengan mulutnya sendiri apapun yang kau minta dia mesti meluluskannya."




"Benar" kata si anak muda, singkat.

Mendengar jawaban hanya sebegitu, Oey Yong menggoyang kepala. Ia mendongkol. “Rupanya kedudukan sebagai Kim Too Huma paling jempol, bukan begitu?" ia kata.

Kwee Ceng terkejut. sekarang ia sadar. "Aku mengerti sekarang" katanya. "Bukankah kau menghendaki aku menolak jodoh putrinya, supaya dia berjanji dulu, baru aku mengutarakan permintaanku? Dengan begitu dia tidak dapat menolak.?"

Oey Yong tetap kurang puas. "Itu terserah padamu. Mungkin kau tetap suka menjadi menantu raja."

"Yong-jie," berkata si anak muda, "Memang Gochin Baki sangat mencintaiku, tetapi aku menyayangi dia seperti saudara, dulu aku tidak menampik, karena aku hendak menepati janji belaka, maka kalau khan yang agung suka menarik keputusannya, sungguh itu bagus untuk kedua belah pihak."

Mendengar itu, baru lega hati si nona. Ia menatap pemuda itu. Sementara terdengar suara terompet emas yang kedua kali. Kwee Ceng mencekal tangan si nona.

"Yong-jie, kau tunggu kabar baik saja" bilangnya. Terus ia masuk ke dalam istana dengan menggiring Wanyen Lieh.

Melihat munculnya si anak muda, Jenghiz Khan girang sekali. Ia bangkit dari kursinya, untuk menyambut sendiri, ia menarik tangan orang guna berjalan bersama. ia terus menitahkan orang mengambil sebuah kursi, menyuruh anak muda itu duduk di sisinya.

Kwee Ceng lantas memberitahukan bahwa Wanyen Lieh telah ditangkap. Ia lantas menitahkan agar tawanan itu dibawa menghadap.

Jenghiz Khan menjadi lebih girang lagi. Dia melihat pangeran Kim itu berlutut di depannya, ia mendupak dengan kaki kanannya ke kepala orang.

"Ketika dulu kau datang ke Mongolia dengan tingkah kerenmu, pernahkah kau memikir bakal datang satu hari seperti ini?" ia tanya.

Wanyen Lieh tahu ia bakal mati, ia mengangkat kepalanya. "Dulu negaraku, negara Kim, kuat, aku menyesal tidak lebih dulu memusnahkan Mongolia" katanya dengan berani. "Begitulah maka terjadi bencana hari ini"

Jenghiz Khan tertawa lebar. Tidak ayal lagi, ia menitahkan menghukum mati tawanan ini. Maka Wanyen Lieh lantas digusur keluar istana, untuk menerima nasibnya.

Kwee Ceng girang berbareng berduka mengingat akhirnya sakit hati ayahnya telah terbalaskan.

Jenghiz Khan lantas berkata: "Telah aku janjikan siapa dapat memukul pecah kota ini serta membekuk Wanyen Lieh, aku hendak menghadiahkan orang-orang perempuan, permata dan cita dari kota ini maka sekarang pergilah kau menerima itu semua"

Kwee Ceng menggeleng kepala. "Aku dan ibuku telah menerima budi besar, semua itu sudah cukup" katanya. "Segala budak, permata dan cita pun sudah cukup, berlebihan tidak ada gunanya."

"Bagus" khan agung memuji, "Itu sifat seorang ksatria. Sekarang, apakah yang kau kehendaki? Apapun yang kau minta, tidak ada yang aku bakal tidak luluskan."

Kwee Ceng berbangkit, ia menjura. "Aku hendak mengajukan satu permohonan, aku minta khan yang agung tidak buat gusar," ia berkata.

"Kau bilanglah" kata Jenghiz tertawa.

Kwee Ceng lagi hendak menyebutkan permintaannya ketika sekonyong-konyong terdengar tangisan dan jeritan-jeritan yang hebat sekali, hingga orang menjadi terkejut. Semua perwira berlompat bangun sambil menghunus senjata. Mereka menduga tentara dan rakyat musuh berontak. mereka mau pergi untuk menindasnya.

"Tidak apa-apa" berkata Jenghiz Khan sambil tertawa. "Kota anjing ini tidak mau takluk. dia membikin aku kehilangan banyak perwira dan serdadu, dla juga menyebabkan kebinasaan cucuku yang kucintai, maka dia perlu dibasmi secara besar-besaran Nah, mari kita pergi melihatnya"

Jago Mongolia ini bangkit, dia bertindak keluar, dlikuti semua panglima. Dari luar istana mereka naik kuda, kabur ke barat dari arah mana datangnya tangisan dan jeritan-jeritan hebat. Semakin dekat mereka mendengar semakin tegas tangisan yang menyayat hati.

Ketika mereka tiba di luar kota, di sana terlihat berkumpulnya tak terhitung penduduk kota, pria dan wanita, tua dan muda, dikumpulkan satu baris demi satu baris, di tegalan yang kosong. Sebab tentara Mongolia telah menitahkan semua penduduk kota keluar dari rumah mereka, tidak ada satu jua yang ketinggalan. Penduduk itu mengira bakal dilakukan pemeriksaan guna mencari mata-mata, siapa tahu, setelah merampas alat senjata, tentara itu merampas juga barang permata dan lainnya yang berharga, akan akhirnya mereka pilih nyonya-nyonya dan nona-nona yang parasnya elok-elok.

Baru sekarang penduduk itu mengerti bahwa mereka lagi diancam malapetaka. siapa yang melawan, lantas dibacok atau ditombak mati. Kemudian, sesudah pemilihan wanita yang cantik-cantik, tentara Mongolia menyerbu di antara orang banyak, tak perduli tua, wanita dan anak¬anak. semua dibacoki kalang kabutan.

Itulah yang menyebabkan tangisan dan jeritan yang menyayat, seperti menggetarkan langit dan bumi. Ketika Jenghiz Khan beramai muncul, telah jatuh korban lebih dari belasan jiwa, daging dan darah mereka berhamburan, mayat berserakan terinjak-injak kuda.

"Bagus Bagus" Jenghiz Khan tertawa bergelak¬. "Biar mereka tahu rasa"

Tapi Kwee Ceng tidak tega melihatnya. Dia lari ke depan khan yang agung. Ia mohon keampunan untuk mereka. Jenghiz Khan mengangkat tangan.

"Bunuh habis mereka itu satu pun jangan dikasih ampun"

Kwee Ceng terkejut, ia melengak justru itu ia melihat seorang bocah umur tujuh atau delapan tahun lari keluar dari rombongan orang banyak, dia menubruk seorang wanita yang roboh diterjang kuda sambil berteriak-teriak:

"Ibu ibu"

Lantas seorang serdadu menerjang ke arah mereka, dia mengayun goloknya yang panjang, tubuh ibu dan anak itu lantas terkutung menjadi empat potong, hanya sebelum napasnya putus, bocah itu masih memeluk ibunya.

Darah Kwee Ceng naik. "Khan yang agung" dia berseru, "Kau telah bilang bahwa semua wanita, permata dan cita dari kota ini kepunyaanku, kenapa sekarang kau menitahkan melakukan pembasmian?"

Jenghiz Khan tercengang, tapi lantas dia tertawa. "Kau sendiri yang tidak menghendakinya" sahutnya.

"Bukankah kau telah bilang, apapun yang aku minta, kau bakal menerimanya?" si anak muda menegaskan. "Benar bukan?"

Khan mengangguk. dia bersenyum.

"Kata-katanya khan yang agung adalah seperti gunung yang maha besar" kata si anak muda nyaring. "Aku minta kau memberi ampun jiwanya beberapa puluh laksa rakyat negeri ini"

Jenghiz Khan kaget. Ini dia tidak menyangka. Tapi dia sudah memberi janji, mana dapat dia menyangkal? Maka dia jadi mendongkol bukan main, matanya terbuka lebar, merah seperti api Dia mendelik mengawasi si anak muda. Tangannya pun memegang gagang goloknya.

"Telur busuk, benar- benarkah permintaanmu ini?" tanyanya bengis.

Semua pangeran dan panglima pun kaget karena kemurkaan khan. Kwee Ceng juga tidak pernah melihat orang bergusar demikian macam, tanpa merasa hatinya berdebaran, tetapi ia memberikan jawabannya.

"Aku cuma minta rakyat ini diberi ampun," demikian penyahutannya.

"Apakah kau tidak bakal menyesal?" menegasi Jenghiz Khan, suaranya dalam.

"Tidak."pemuda itu menyahut pula. Tapi ia terluka hatinya, sebab itu artinya ia menyia-nyiakan pengharapan oey Yong untuk menolak perjodohan dengan Gochin Baki.

Jenghiz Khan mendengar suara orang menggetar, tanda dari hati takut, hanya orang paksa membesarkan nyali. Mau atau tidak. la menghargainya. Ia lantas menghunus pedang seraya memberi titah menarik pulang tentaranya. Tukang terompet pun segera membunyikan alat tiupnya.

Beberapa laksa serdadu Mongolia, dengan tubuh mereka kecipratan darah, lantas mengundurkan diri dari antara puluhan laksa rakyat itu, terus mereka berbaris dengan seumurnya, belum pernah Jenghiz Khan menemui orang yang berani menentang titahnya, sekarang dia menghadapi Kwee Ceng, bukan main mendongkolnya, tidak bisa dia lantas melenyapkan itu, maka setelah berseru, dia melemparkan goloknya ke tanah, lantas dia mengaburkan kudanya pulang ke dalam kota.

Semua panglima mengawasi Kwee Ceng dengan sorot mata penuh kegusaran. Hati mereka kebat-kebit. Khan gusar, entah siapa yang apes yang bakal kena pelampiasan. Mereka juga tidak puas sekali. Setelah kota terpukul pecah, mereka mengharap dapat melakukan pembunuhan selama beberapa hari, tidak tahunya, harapan menjadi kosong.

Kwee Ceng tahu orang tidak puas, ia tidak menghiraukannya. Dengan perlahan menjalankan kuda merahnya ke tempat yang sepi. Ia menyaksikan sisa peperangan itu. Mayat-mayat berserakan, rumah-¬rumah habis terbakar. Ia berduka untuk nasib rakyat. Ini telah terjadi karena ia hendak menuntut balas sakit hati ayahnya, sebab Jenghiz Khan hendak menjadi jago dunia. Ia memikirkan, apa dosa rakyat ini. Ia menjadi ngelamun bertanya pada diri sendiri: "Aku memukul pecah kota untuk membalas sakit hati ayahku, sebenarnya, pantaskah itu atau tidak?"

Seorang diri, ia masih mondar-mandir di daerah yang sunyi itu, yang pemandangannya menggiriskan. Sampai lohor baru ia pulang ke kemahnya. Di muka kemah disambut dua serdadu pengiring Khan, yang lantas memberi hormat kepadanya sambil memberitahukan dia dipanggil Khan, bahwa sudah lama mereka menanti.

"Tadi siang aku berbantah, mungkin dia hendak menghukum mati " pikir pemuda ini. "setelah sampai begini-jauh, aku melihat salatan saja." Ia memanggil seorang pengiring kepercayaannya, ia berbisik, yang disuruh segera pergi kepada Lou Yoe Kiak. Habis itu ia menuju ke istana, hatinya tidak tenang, tetapi ia telah berkeputusan: "Tidak perduli Khan bagaimana gusar dan aku dipaksanya, aku tetap tidak akan menarik kembali permintaanku mengampuni rakyat Samarkand. Khan, tidak dapat menarik kembali kata-katanya"

Kwee Ceng menduga jenghiz Khan lagi mengumbar hawa amarahnya, tidak tahunya mulai tiba di pintu pendopo, ia sudah mendengar tawa nyaring dan riang orang agung itu, maka ia mempercepat tindakannya. Setiba di dalam, nampak di sisi Khan duduk satu orang, di kakinya ada mendeprok seorang wanita muda, yang menyender kepada kakinya. Orang yang berduduk itu, yang rambutnya telah putih semua tetapi wajahnya sehat, adalah Tiang cun Cu Khu Cie Kie, sedang si nona ialah putri Gochin Baki. Ia girang bukan main, ia lari menghampiri menemui imam itu.

Jenghiz Khan menyambar sebatang tombak dari tangan seorang pengiringnya, begitu membalikkan tubuh, ia menghajar Kwee Ceng dengan tombak itu.

Pemuda ini terkejut, ia tidak melawan, hanya berkelit. Tombak itu mengenai pundaknya dan patah menjadi dua potong. Mendadak Jenghiz tertawa dan berkata

"Telur busuk habis sudah. Jikalau bukannya aku melihat muka Khu Totiang dan anakku, hari ini aku hendak mengutungi lehermu"

Putri Gochin lompat bangun seraya berseru: "Ayah Aku tidak ada di sini, kau pasti menghina Engko Ceng"

Ayah itu melemparkan tombak buntungnya. "Siapa yang bilang?" tanyanya tertawa terbahak.

"Aku melihat sendiri. Apakah ayah masih menyangkal?" kata putri itu aleman. "Hatiku tidak tentram, maka aku datang bersama Khu Totiang untuk menyaksikannya"

Jenghiz Khan menarik tangan putrinya dan tangan Kwee Ceng dengan masing-masing sebelah tangannya.

"Mari duduk, jangan rewel" katanya. "Mari mendengarkan Khu Totiang membaca syair." Memang benar, ketika itu, Tiang cun cu tengah hendak membacakan syairnya.

Setelah pertempuran di Yan ie Lauw, Khu Cie Kie mendapat tahu Ciu Pek Thong, paman gurunya, tidak kurang suatu apapun, dan bahwa yang membinasakan Tam Cie Hian, saudara seperguruannya, adalah Auwyang Hong, maka dengan hati lega ia dan saudara-saudaranya menghaturkan terima kasih kepada Oey Yok su.

Ketika ia mengatur barisannya di Yan ie Lauw, ia mengharap datangnya Yo Kang, untuk membantu pihaknya, maka menyesal bukan main waktu ia mendengar dari Kwa Tin ok tentang tersesat muridnya itu, Cie Kie menyesalkan diri mendapat murid tak kebetulan. Ia menyesal tidak membawa muridnya pergi hanya dibiarkan tinggal tetap di istana, jadi si murid terlalu terpengaruh kehidupan mewah. Justru itu, ia menerima surat Jenghiz Khan, yang diiringi surat Kwee Ceng, yang mengundang dirinya, karena mengingat pemuda itu, yang membuatnya kangen, ia memenuhi undangan dan berangkat bersama belasan muridnya, hingga kesudahannya ia berhasil bertemu sama pendekar Mongolia itu. (Menurut kitab Yuan Sih, setelah surat-¬menyurat tiga kali dengan Jenghiz Khan, baru Khu Cie Kie berangkat ke Mongolia dengan melewati pegunungan Kun Lun San, ia membawa delapan belas muridnya dan mengambil waktu perjalanan empat tahun. Umumnya Khu Cie Kie dikenal sebagai Chang Chun, diambil dari gelarannya, Tian Cun Cu).

Khu Cie Kie melihat kulit Kwee Ceng sedikit menghitam tetapi kesehatannya sempurna. Ia girang sekali. Sebelum Kwee Ceng datang, ia telah bicara sekian lama sama Jenghiz Khan tentang apa yang tampak di tengah jalan, ia menuliskan secara berirama. Beginilah kira-kira syairnya itu:

Sepuluh tahun bencana peperangan, maka laksaan rakyat bersengsara. Di dalam ribuan laksa jiwa, yang hidup tak ada satu dua. Tahun yang lalu menerima panggilan, Tahun ini berangkat memenuhinya, Dengan menerjang hawa yang dingin, Tanpa memperdulikan gunung 3000 lie. Sekarang pun masih mengingat tanah daerah, Dan sisa napas letih masih ada, Asal saja rakyat dapat bebas dari sengsara.

Syair itu oleh seorang pembesar sipil disalin ke dalam bahasa Mongolia, Jenghiz Khan mendengarkan, dia berdiam saja, dia cuma mengangguk. Rupanya dia menginsyafi akibat bencana peperangan.

Khu cie Kie menoleh kepada Kwee Ceng dan berkata "Ketika tahun itu aku serta tujuh gurumu mengadu kepandaian di Yan ie Lauw, gurumu yang nomor dua telah meraba keluar dari sakuku sebuah syair tentang keindahan malam tanggal lima belas bulan delapan di waktu rembulan paling terang dan permainya, setelah itu aku menulis menyambungi syair itu, hanya sekarang, mereka tidak dapat melihat sambungan ini dalam mana aku mengharap terhentinya peperangan untuk menjamin perdamaian."

Disebut ketujuh gurunya membuat Kwee Ceng sangat berduka hingga air matanya mengembang.

"Totiang telah datang ke Barat ini, pasti totiang telah menyaksikan keangkeran angkatan perangku," berkata Jenghiz Khan."Berhubung dengan itu, apakah totiang ada membuat syair untuk memujinya?"

"Di sepanjang jalan aku telah melihat bekas-bekas Khan yang agung menyerang kota dan merampas daerah, dalam hatiku timbul kesan," menyahut Khu Cie Kie " Karena itu aku telah membuat syair. Beginilah syairku."

Thian yang maha mulia mengirim walinya ke dunia, Mengapa tidak menolong umatnya dari penderitaan? Umat ini siang dan malam bersengsara, Menahan hati menelan napas sampai mati tidak berbicara. Mereka berdongak ke langit, Memanggil kepada Thian, Thian tidak menyahut

Sipenterjemah menjublak. Mana dia berani menyalin itu untuk junjungannya? Khu Cie Kie tidak memperhatikan orang itu, ia membacakan pula:

oh, dunia telah dibuka, Di sana hidup ribuan juta manusia, Di sana kejahatan bertempur tak hentinya, Hingga hebatlah penderitaannya. Raja Langit, Ratu Bumi, semua malaikat, Mengapa melihat kematian tidak menolong? si wali berduka tak berdaya, sia-sia siang dan malam berduka saja.

Kwee Ceng merasakan artinya syair itu. Bukankah ia telah menghadapi peperangan dan baru tadi menyaksikan pembasmian manusia?

"Syair totiang indah," berkata Jenghiz Khan, yang memasang kupingnya. "Apakah bunyinya itu? Lekaslah salin"

Penterjemah itu bersangsi, ingin ia membuat salinan lain, tetapi di situ ada Kwee Ceng, ia khawatir anak muda ini nanti menjelaskannya, dengan begitu ia bisa bersalah, maka dengan terpaksa, ia menterjemahkannya juga. Mendengar itu Jenghiz Khan tidak puas.

"Katanya di Tionggoan ada ilmu untuk hidup lama dan tak menjadi tua, tolong totiang mengajari itu padaku," ia minta.

"Ilmu hidup lama dan tak menjadi tua, di dunia ini tidak ada," menyahut imam itu, "Hanya ada juga ilmu bersemedhi dari golongan Too Kauw, ilmu itu benar-benar dapat menolak penyakit untuk menambah umur."

"Bagaimanakah ilmu itu, totiang?" tanya khan agung "Bagaimakah pokoknya?"

"Hukum Thian tidak mengenal sanak. cuma mengenal orang baik," sahut Cie Kie singkat.

"Apa itu yang dibilang baik" Jenghiz Khan menanya pula.

"Nabi tidak mempunyai hati lain, hatinya dicurahkan cuma kepada rakyat."

Khan itu berdiam. Khu cie Kie berkata pula. "Di Tionggoan ada sebuah kitab suci yang dinamakan Too Tek Keng yang kami kaum Too Kauw menganggapnya sebagai mustika. Demikian kata-kataku barusan, dari kitab itu asalnya. Kitab itu pun membilang, serdadu itu senjata tak membahayakan, itu bukan senjatanya bangsa budiman. senjata itu dipakai setelah sangat terpaksa. siapa memuji senjata, dia gemar membunuh orang, dan siapa gemar membunuh orang, dia tidak dapat mewujudkan cita-citanya di kolong langit ini."

Selama perjalanannya ke Barat ini, di sepanjang jalan Khu Cie Kie telah menyaksikan akibat bencana perang, ia merasa sangat terharu, maka ia menggunakan kesempatan ini untuk membuka jalan, guna memohon untuk rakyat.

Jenghiz Khan meminta pengajaran panjang umur, sebaliknya ia dinasihati jangan terlalu menggunakan tentaranya, jangan terlalu banyak membunuh orang, kata-kata itu tidak cocok untuknya, maka ia lantas berkata pada Kwee Ceng.

"Pergi kau menemani totiang beristirahat."







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar