Rabu, 07 April 2021

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 148

"Oey Pangcu apa?" tanya Kwee Ceng.

"Aku salah omong," berkata Yoe Kiak, menyambungi. "Aku mau menyebut Ang Pangcu. Jikalau Ang Pangcu ada di sini, dia tentu girang sekali."

Kwee Ceng mengawasi tianglo, hendak ia menanya pula ketika serdadu-serdadunya di luar tenda menerbitkan suara berisik, bersama ketiga tianglo ia lari ke luar. Di sana sekalian serdadu membuat berisik sambil tangan mereka menunjuk ke tanah. Tanah yang tadinya rata, bergerak-gerak, sebentar mumbul, sebentar rata pula. Tidak lama anak muda ini mengawasi, ia segera mengerti sebabnya.

"Auwyang Hong lihay, dia bisa menyungkur tanah" katanya. Lantas dia menitahkan beberapa puluh serdadu naik kuda, untuk jalan mondar-mandir di atas tanah itu, di bagian mana saja yang munjul. sekian lama sekalian serdadu itu bekerja, lalu tak ada lagi tanah yang munjul. Maka dianggap Auwyang Hong tidak tahan dan telah mati karenanya.

"Coba gali," Kwee Ceng menitah.

Ketika itu sudah tengah malam. Orang memasang obor. Semua serdadu berdiri memutari tempat yang digali oleh belasan serdadu. Setelah menggali belasan tombak. tubuh Auwyang Hong kedapatan berdiri diam. Tempat terpisah duapuluh tombak dari liang jebakan. Maka hebatlah tenaganya Auwyang Hong, tidak perduli tanah di situ tidak keras. Berkat tenaga dalamnya, dia dapat nelusup bagaikan tikus. Dia lantas digotong naik.

Lou Yoe Kiak menghampiri, meraba dadanya. Tubuh See Tok masih hangat. "Coba ambil rantai dan belenggu," tianglo menitah.

Baru saja pengemis ini berkata demikian, mendadak tubuh Auwyang Hong bergerak dan sebelah tangannya menyambar kaki kanan si pengemis di bagian otot nadi kaki.

Semua serdadu kaget, mereka berteriak mengatakan mayat hidup. Mereka tidak tahu, Auwyang Hong telah menutup jalan napasnya dan berpura-pura mati, Setelah berada di luar urukan, dia membuka jalan napasnya seraya terus membekuk si pengemis.

Kwee Ceng lompat menubruk. tangan kirinya menekan jalan darah kie-kut-hiat dan tangan kanannya menekan jalan darah yang penting. Dalam keadaan biasa, tidak mungkin Auwyang Hong dapat ditotok secara demikian. Dia terkejut, hendak membela diri, tetapi kasep. dia kalah gesit. Dia merasakan tubuhnya kaku. Tapi dia mengerti, Kwee Ceng tidak menyerang hebat, kalau tidak tentu dia bisa mati. Terpaksa dia melepaskan tangannya dari kaki Yoe King. Dia berdiri diam.

"Auwyang sianseng," Kwee Ceng berkata, "Aku hendak mengajukan satu pertanyaan padamu. Adakah kau melihat nona oey?"

"Aku melihat hanya bayangannya," menjawab See Tok. "Itu sebabnya kenapa aku datang mencari ke mari."

"Apakah kau melihat nyata?" Kwee Ceng menanya pula.

"Jikalau bukan setan budak itu berada di sini, kau pasti tidak dapat menggunakan jebakan ini untuk menangkap orang" sahut si Bisa dari Barat.

Kwee Ceng melengak. "Nah, kau pergilah" katanya akhirnya. "Kali ini aku memberi ampun padamu"

Dengan satu dorongan tangan kanan dengan perlahan, pemuda ini membikin tubuh orang terpelanting setombak lebih. Ia berbuat begini karena ia khawatir jago Barat yang lihay itu menggunakan kesempatan menyerang dirinya.

Auwyang Hong berpaling, ia berkata dingin: "Biasanya aku bertempur sama bangsa cilik, tidak pernah aku menggunakan senjata, tetapi kau dibantu si budak setan licik dan banyak akal muslihatnya, maka aku menyingkir dengan kebiasaanku Dalam waktu sepuluh hari, aku akan datang lagi ke mari dengan membawa tongkat ularku. Kau telah melihat sendiri bisa di kepala tongkatku, karenanya kau berhati-hatilah" Lantas ia angkat kaki.

Kwee Ceng mengawasi orang menghilang, lalu ia merasakan sambaran angin Utara yang dingin, ia menggigil sendiri. Ia lantas mengingat lihaynya tongkat see Tok. ia merasa ngeri. Tongkat itu telah lenyap di dasar laut tetapi sembarang waktu Auwyang Hong dapat memperoleh yang lainnya, sedang ular berbisanya punya banyak. Berbayang di depan matanya bagaimana Yan Ie Lauw, si bisa bangkotan itu membuat Coan Cin Cit Cu kewalahan. Tentu sekali, tongkat ular itu tidak dapat dilawan dengan tangan kosong sedang dia sendiri tidak pernah meyakinkan ilmu silat senjata tertentu, Liok Koay mengajari ilmu silat biasa. Ia menjadi bingung, matamya mendelong mengawasi awan putih di langit

Tidak lama, hawa udara menjadi dingin sekali, maka serdadu pelayan menyalakan api. Kwee Ceng berdiam di dalam kemahnya. Semua kuda pun dimasukkan ke dalam tangsi. Kawanan pengemis tidak membekal baju kulit, untuk melawan hawa dingin, mereka mencoba menggunakan tenaga dalam. Adalah kemudian, Kwee Ceng menitahkan tentaranya membuat baju kulit kambing untuk mereka. Besoknya hawa menjadi lebih dingin, saiju di tanah berubah menjadi es.

Menggunakan saat dingin ini, tentara Khoresm datang menyerang. Tapi Kwee Ceng telah bersiap, ia menyambut dengan barisan Liong Hui Tin, ia menang, lantas melabrak, mengejar ke Utara.

Sudah biasa Kwee Ceng tinggal di gurun Utara, ia tidak takut hawa dingin. Tapi ia ingat Oey Yong. Kalau benar si nona ada bersamanya, bagaimana nona itu dapat melawan hawa dingin? Ia menjadi berkhawatir.

Malamnya, diam-diam pemuda ini memeriksa semua kemah. Tidak berhasil mencari si nona. Ketika ia balik ke kemah, di sana Yoe Kiak lagi mengepalai penggalian lubang jebakan.

"Auwyang Hong sangat licin, setelah satu kali terjebak, mana dia kena dijebak untuk kedua kalinya?" berkata si anak muda.

"Dia tentu menduga kita memakai akal lain, tidak tahunya kita tetap sama liang kita ini," menjawab si pengemis. "Biarlah dia dibikin bingung dengan itu pembilangannya, yang kosong ialah yang berisi, yang berisi ialah yang kosong, kosong dan berisi tak dapat diterka "

Kwee Ceng mengawasi tajam. Ia berpikir: "Inilah muslihat dari kitab ilmu perang, cara bagaimana kau mengetahuinya?"

Yoe Kiak tidak menghiraukan sikap orang, ia berkata "Kalau kita menggunakan lagi karung pasir, dia bakal dapat daya untuk menghindarkannya, maka kali ini kita mengubah cara, kita gunakan air panas, kita banjur dia"

Memang Kwee Ceng mendapatkan di luar tenda ada puluhan serdadu lagi menyiapkan belasan kuali besar, sebagai airnya mereka mengampaki kepingan--kepingan es.

"Dengan begitu bukankah dia bakal mati terseduh?" si anak muda tanya.




"Memang koanjin telah berjanji dengannya mengampuni tiga kali," menyahut Yoe Kiak. "Tetapi kalau kali ini dia mampus, artinya bukan roboh langsung di tangan koanjin, maka biar dia mau diberi ampun, tidak bisa. Dengan begitu koanjin tidak menyalahi janji."

Kwee Ceng menganggap alasan itu benar juga, ia berdiam saja. Setelah sekian lama, selesai sudah jebakan itu diatur. Tetapi sebuah kursi kayu diletakkan di tengah-tengahnya. Di luar, dapur pun dinyalakan apinya, untuk orang memulai memasak air. Hawa sangat dingin, nyalanya api lambat, es lumer dan keburu beku lagi, maka Yoe Kiak berulang kali mendesak:

"Lekas, kobarkan api"

Justru saat itu terlihat bayangan orang mencelat muncul. Dan itulah See Tok Auwyang Hong. Dengan tongkatnya dia menyingkap tenda, terus berkata:

"Eh, bocah tolol, kali ini kau mengatur liang jebakan, kakekmu tidak takut" Terus dia mengenjot tubuh ke arah kursi, duduk bercokol di atasnya.

Yoe Kiak bertiga menjadi bingung sekali. Tidak disangka orang datang demikian cepat. Air mereka belum termasak panas, bahkan air sangat dingin. Dalam hati mereka mengeluh menyaksikan See Tok bercokol di kursinya.

Mendadak terdengar suara nyaring, disusul cacian Auwyang Hong. Kursi terjeblos bersama orang yang duduk di atasnya. Di situ tidak ada persediaan pasir, musuh tidak bisa diuruk. Auwyang Hong, gampang berlompat naik dari liang jebakan.

"Koanjin, lekas keluar" akhirnya ketiga tianglo berteriak sebab mengkhawatirkan keselamatan si anak muda. Berbareng dengan itu di belakang mereka terdengar teriakan:

"Tuang air"

Ketika Yoe Kiak mendengar suara itu, tanpa sangsi lagi ia berteriak-teriak: "Tuang air. Tuang air"

Sekalian serdadu mentaati titah, dengan sebat mereka menggotong kuali-kuali besar itu, airnya dituangkan ke liang perangkap.

Auwyang Hong lagi berlompat naik ketika dia diseblok air, dia kaget dan kembali jatuh. Dia mengerti ancaman bahaya, lantas bersiap. Sekali lagi dia berlompat naik. Kali ini dia salah menaksir. Dia mengira bakal terus disiram dengan air. Memang benar, dia disiram, hanya dia lupa memikir, setelah diangkat dari dapur, air es yang baru lumer itu segera membeku lagi. Maka sekarang dia tertimpa es yang keras. Dia kaget bukan main, dia kesakitan pada kepalanya. Kembali dia jatuh. Sekarang dia jatuh hebat, sebab kakinya pun terbelesak dalam air yang lagi membeku menjadi es, hingga ia tak dapat bergerak. Ia mengerahkan tenaganya, untuk berlompat naik lagi, tetapi tubuhnya sebatas pinggang sudah keuruk dan kegencet es

Dalam hal menuang air dari dalam kuali, serdadu-serdadu Kwee Ceng sudah terlatih: Empat serdadu menggotong sebuah kuali, empat yang lain menggotong yang lainnya, demikian juga yang lain-¬lainnya lagi. Kalau yang empat bersedia di tepi liang, empat yang lain bersiap untuk menggantikannya, demikian selanjutnya. Maka, rapi sekali tertuangnya air. ini pula yang menyebabkan Auwyang Hong menjadi tidak berdaya.

Yoe Kiak semua girang karena tipu mereka menjadi hal yang kebetulan - air panas berganti dengan air es. Setelah itu ia mengatur tindakan guna meringkus korban. Serdadu-serdadu diperintah membongkar es di sekitar see Tok. Lalu es yang membungkus tubuh itu dilibat dengan dadung dan ujung dadung diikatkan ke serombongan dua puluh ekor kuda. Begitu sudah siap, kuda dituntun untuk jalan, menarik es, diangkat naik.

Berisiknya suara sekalian serdadu, maka dari lain-lain tangsi orang datang berkerumun, untuk menyaksikan, menonton. Banyak obor dipasang terang-terang hingga segalanya tampak nyata.

Auwyang Hong terbungkus es, dia tidak dapat bergerak. Karenanya sangat murka, matanya mendelik, giginya terbuka, alisnya berdiri. Dia mendongkol mendengar semua serdadu berteriak-teriak kegirangan.

Yoe Kiak khawatir, karena lihaynya tenaga dalam Auwyang Hong nanti bisa berontak melepaskan diri. Itu berbahaya sekali, maka ia hendak menambah es dengan menyiramkan yang baru lumer. Untuk itu ia memerintahkan serdadunya masak es lagi.

"Jangan," berkata Kwee Ceng, yang ingat kepada janjinya. "Tiga kali dia mesti diberi ampun. Gempurlah es itu, biarkan dia pergi."

Ketiga tianglo menghela napas, mereka menyesal, tetapi mereka juga laki-laki, mereka tidak menentang. Yoe Kiak sendiri yang mengangkat martilnya menghajar es.

"Keanjin," tiba-tiba Kan Tianglo tanya, "Orang seperti Auwyang Hong ini, berapa lama dapat bertahan digencet es?"

"Mungkin tiga hari dan tiga malam, lewat dari itu, jiwanya terancam bahaya," jawab Kwee Ceng.

"Baiklah, tiga hari lagi baru kita lepas," kata tianglo she Kan itu. "Jiwanya boleh diampuni, kesengsaraan tak dapat dia tak menderitanya"

Kwee Ceng ingat akan sakit hati gurunya, ia mengangguk. Besoknya, lain-lain pasukan pun datang menonton. Menampak demikian, Kwee Ceng menyuruh serdadu mengurung See Tok di tenda, supaya tidak jadi tontonan terlebih jauh. Anak muda kata pada Yoe Kiak:

"Pepatah kuno membilang, seorang ksatria dapat dibunuh, tidak dihina, dan dia ini, tetap seorang guru besar, dia tidak dapat diperhina sembarang orang." Karena ini bukan saja serdadu, semua perwira pun dilarang menonton.

Tepat tiga hari, ketiga tiang lo menggempur es dan Auwyang Hong dimerdekakan. Dia lantas duduk bersila, menyalurkan tenaga dalamnya. Selang setengah jam, tiga kali dia muntahkan darah hitam, setelah itu dengan roman mendongkol, dia ngeloyor pergi. Melihat keuletan orang, Kwee Ceng dan ketiga tiang lo kagum sekali. Mereka menyayangi si Bisa yang sesat ini.

Selama tiga hari Auwyang Hong digencet, hati Kwee Ceng tidak tenang. Sekarang setelah orang berlalu, tetap merasa tidak tentram. Ia khawatir See Tok nanti muncul setiap waktu. Untuk menenangkan diri, ia duduk bersemedhi. Di sebelah itu, ada lagi hal yang memberatkan hatinya. Ialah teriakan orang yang tidak dikenal, yang menitahkan menuangkan es kepada See Tok - es pengganti air panas. Ia ingat, itu suaranya oey Yong. Mulanya ia tidak memperhatikan, baru selama tiga hari, ia mengingat baik-baik, lalu selanjutnya, suara itu seperti terus mendengung di kupingnya

"Tidak salah. Yong-jie ada di dalam pasukan ini" serunya sendiri seraya berlompat bangun. "Aku mesti mengumpulkan semua pumggawa dan serdadu, untuk memeriksa satu demi satu orang, mustahil dia dapat lolos" Hanya sejenak ia mengubah pikirannya. Ia ingat "Yong-jie tidak sudi menemui aku, perlu apa memaksanya?" Maka ia menjadi berduka sekali. Ia bengong memgawasi gambar nona yang ia dapat dari Lou Tiang lo.

Malam itu selagi kesunyian memerintah jagat, Kwee Ceng mendengar derap kuda mendatangi, lantas disusul suara serdadu teguran pengawalnya, kemudian muncullah seorang pesuruh, yang menghaturkan surat titah dari Jenghiz Khan.

Angkatan parang Mongolia maju dengan lancar, di mana-mana mereka memperoleh kemenangan, beberapa ratus lie lagi, mereka bakal tiba di samarkand, salah satu kota kenamaan di Khoresm. Jenghiz Khan mendapat tahu kota itu telah dijadikan ibu kota baru oleh shah Muhammad, bahwa di situ telah dikumpulkan belasan laksa serdadu berikut rangsum yang cukup, kotanya sendiri pun kuat, maka untuk menggempur kota itu, ia pikir baiklah penyerangan dilakukan serentak.

Dengan datangnya titah panggilan itu, besok paginya Kwee Ceng memberangkatkan pasukannya menuju ke selatan mengikuti sungai, dalam waktu sepuluh hari, tibalah ia diluar kota samarkand. Musuh rupanya melihat pasukannya yang berjumlah kecil, musuh keluar dan menerjamg. Ia melawan dengan dua barisan, Hong-yang dan In-sui. Musuh kehilangan seribu jiwa lebih, dengan kekalahan itu, mereka lari masuk ke dalam kota.

Di hari ketiga tibalah pasukan besar dari Jenghiz Khan sendiri, disusul oleh Juji dan ogotai. Maka samarkand lantas dikepung. Benar-benar kota itu kuat, sulit untuk dipecahkan dan dirampas. Sebaliknya, banyak serdadu yang roboh menjadi korban.

Lewat satu hari lagi, putranya Jagatai penasaran, dia menyerang seorang diri. Dia berani sekali, dia merangsak hebat. Tapi celaka, dia kena dipanah kepalanya dan mati di situ juga.

Jenghiz Khan sangat menyayangi cucunya itu, ia sangat berduka. Ketika mayat sang cucu digotong pulang, Ia memeluk. Air matanya bercucuran. Ia sendiri yang mencabut anak panah musuh. Ia terkejut ketika mendapatkan anak panah itu memakai bulu burung rajawali dan terbungkus emas di mana ada ukiran huruf-huruf yang berbunyi: "chao Wang dari negeri Kim."

"Hm, kiranya Wanyen Lleh sijahanam ada di sini" dia berseru. Lantas melompat naik kudanya, ia memberi pengumuman

"Semua perwira tinggi dan rendah, siapa saja yang dapat paling dulu memanjat kota dan memecahkan serta berhasil membekuk Wanyen Lieh, guna membalas sakit hati cucuku, maka kota ini, semua wanita, permata dan citanya, akan dihadiahkan"

Seratus serdadu berkuda segera mengumumkan lebih jauh janji junjungannya ini, maka dalam waktu pendek. semua barisan lantas merangsak maju, seruan mereka mengguntur, semua berlomba memanjat tembok atau menggempur pintu kota.

Musuh membela diri dengan keras, kotanya tidak dapat digempur, sebaliknya pihak Mongolia rugi empat ribu orang. Inilah kekalahan pertama dari Jenghiz Khan selama dia maju di Khorems, ia menjadi sangat mendongkol dan berduka.

Pulang ke kemahnya, Kwee Ceng memeriksa kitab perang Gak Hui. Ia mencari daya untuk dapat memukul pecah kota samarkand. Ia tidak berhasil. Kota samarkand lain daripada kota-kota di Tiongkok. Lantas ia menyuruh orang mengundang Lou Yoe Kiak. Ia percaya, Yoe Kiak bakal pergi mencari oey Yong, maka kalau Yoe Kiak meminta waktu, ia hendak menguntitnya.

Yoe Kiak cerdik, dia telah mengatur orang-¬orangnya, dari itu di mana Kwee Ceng sampai lantas ada orang Kay Pang yang menyambutnya sambil berseru. "Ini tentu dayanya Yong-jie untuk bisa menghindarkan diri dariku. sungguh dia cerdik, dia dapat menerka segalanya yang aku pikir"

Selang satu jam, Yoe Kiak kembali. Ia berkata "Kota ini kuat sekali. Cobalah tunggu beberapa hari, Kita lihat bagaimana gerak-gerik musuh, baru kita memikir lagi."

Kwee Ceng mengangguk dengan terpaksa. Waktu berangkat dari Mongolia, pemuda ini polos sekali dan tolol, tetapi sekarang sang waktu dan pengalamannya, membikin dia mendapat banyak kemajuan. Dia jadi bisa berpikir. Demikian malam berdiam seorang diri di dalam kemahnya, ia memikirkan syair gambar nona itu. Itulah artinya asmara.

"Pastilah Yong-jie tidak menganggap aku tidak berbudi," pikirnya. "Tentu ia lagi mengharap-harap penghaturan maafku terhadapnya. Sayang aku tolol, tidak tahu aku caranya untuk menebus dosa, untuk membikin puas hatinya"

Oleh karena susah pulas, sampai jam tiga barulah Kwee Ceng layap-layap. Ia lantas mimpi bertemu oey Yong. Ia segera menanya bagaimana caranya harus minta maaf. Si nona membisiki, ia jadi girang sekali, ia berlompat bangun dan ia sadar. Lantas ia menjadi berduka. Ia tidak ingat lagi kisikan si nona, sia-¬sia ia memikirkannya. Tapi ia ingat satu hal. Ia berteriak:

"Lekas undang Lou Tianglo datang ke mari" Perintah itu dijalankan.

Lou Yoe Kiak menyangka ada urusan militer penting, dia datang hanya dengan berkerebong baju kulitnya, sepatunya tidak keburu dipakai. Kwee Ceng lantas berkata padanya:

"Lou Tianglo, biar gimanapun besok malam aku ingin bertemu nona oey. Tidak perduli kau memikirkannya sendiri, atau kau minta bantuan orang lain, besok sebelum tengah hari, kau mesti telah memberikan satu daya upaya yang bagus untuk memukul pecah kota"

Pengemis itu kaget. "Oey Pangcu tidak ada di sini, bagaimana cara koanjin dapat bertemu dengannya?" ia kata.

"Kau pandai berpikir, kau tentu mempunyai daya," kata si anak muda. "Kalau besok siang kau tidak menghaturkan dayamu, aku akan menjalankan undang-undang ketentaraan"

Yoe Kiak masih hendak bicara, Kwee Ceng telah memberi perintah kepada serdadu pengiringnya:

"Besok tengah hari kau perintahkan seratus algojo menanti di muka tenda ini"

Serdadu itu memberikan penyahutannya, sedang Yoe Kiak. dengan roman masgul, ngeloyor pergi. Besok paginya, salju turun besar-besaran, tembok kota menjadi licin. Mana bisa kota itu dipanjat? Maka Jenghiz Khan tidak mencoba menyerbu kota. Ia bersangsi meninggalkan kota itu. Hawa udara sangat dingin. Kalau ia maju terus ke Barat, belakangnya bisa dipotong musuh. Kalau lama ia berdiam di situ, musuh bisa mendapat bala bantuan. Ia menjublak memandangi puncak yang tinggi seperti masuk mega. Ia jalan mondar-mandir dengan menggendong tangan.

Puncak itu mencil sendirian, mirip pohon tanpa cabang dan daun, maka penduduk samarkand menamakannya "Puncak Gundul". Dan kota samarkand dibangun dengan menyender puncak. Hebat pendirian kota ini. Mengingat kuatnya kota, entah berapa banyak belanja pendiriannya. Juga panglima yang mengatur rencana dan tukang--tukang yang mengerjakannya, mereka semua pasti pintar sekali. Kota terbuat dari batu semua, di situ rumput pun tidak tumbuh. Mungkin kera juga tidak dapat memanjatnya.

Lama Jenghiz Khan memandang hingga ia berpikir: "Semenjak aku bergerak, aku telah melakoni beberapa ratus kali perang besar dan kecil belum pernah aku nampak kesukaran seperti kali ini. Adakah Thian hendak memutuskan aku?"

Salju turun terus, semua tenda menjadi putih, sebaliknya di dalam kota, tampak asap mengepul.

Kwee Ceng pun ada kemasgulannya sendiri. Ia menantikan sang waktu dengan hati berdebaran. Dapatkah Oey Yong memberi akal kepadanya? Bagaimana kalau Yoe Kiak bungkam? Bisakah dia membunuh pengemis itu?

Mendekati tengah hari pemuda ini duduk sendirian dalam kemahnya. Ia berpikir keras. Algojo-algojonya telah siap menantikan.

Kemudian, tanpa merasa terdengarlah bunyi terompet dari markas besar. Itu tanda bahwa sang tengah hari telah tiba. Berbareng dengan itu, Lou Yoe Kiak muncul di dalam kemah, terus dia berkata

"Aku telah dapat memikir satu daya, hanya dikhawatirkan koanjin sukar menjalankannya."

Tapi Kwee Ceng sudah lantas menjadi kegirangan. "Lekas bilang" ia mendesak. "Apakah yang menjadi kesukarannya? Biarpun itu meminta tenagaku, akan kukerjakan juga"

Yoe Kiak menunjuk puncak gundul. "Nanti tengah malam, Oey pangcu menantikan koanjin di sana."

"Benar saja, inilah suara Yong-jie," kata sipemuda dalam hatinya. "Ia hendak membikin aku tidak berdaya. Puncak ini tinggi melebihi Tiong cie Hong beberapa lipat, jurangnya hebat, sekalipun ada burung rajawali, belum tentu aku dapat mendakinya. Mungkinkah di atas puncak ada dewa yang akan meluncurkan dadung mengerek aku naik?"

Ia menjadi masgul. Lantas membubarkan barisan algojonya. Dengan menunggang kuda, seorang diri ia mendekati puncak gunung gundul itu. Ia melihat es bertumpuk bersusun bagaikan batu yang licin mengkilap. Es itu mirip yang dipakai menggencet Auwyang Hong. cuma burung dapat terbang ke atas puncak itu Pemuda ini mengangkat kepalanya, memandang ke puncak. Tiba-tiba kopiahnya jatuh. Mendadak ia sadar.

"Ah" katanya seorang diri. "Bukan maksud hatinya Oey Yong menjanjikan aku mendaki puncak ini, ia hanya hendak menguji hatiku apakan aku benar-benar tulus memcintainya. Biarlah, aku nanti mencoba mendakinya. Umpama aku jatuh terpeleset hingga mati, aku toh telah menunjukkan hatiku" setelah berpikir begini, hatinya menjadi lega.

Malam itu habis bersantap. Kwee Ceng siap. Ia membekal pisau belati serta sepotong dadung panjang. Belum lagi jagat gelap seluruhnya, ia sudah keluar dari kemahnya, untuk menuju ke puncak. Di luar kemah, ketiga tiang lo menantikannya.

"Kami mengantarkan koanjin," kata mereka.

Ia heran. "Mengantar aku naik?"

"Benar," menjawab Yoe Kiak. "Bukahkah koanjin berjanji akan bertemu Oey pangcu di atas puncak?"

Kembali si pemuda heran sekali. "Jadi benar-benarkah Yong-jie menjanjikan aku?" pikirnya. Jadi dia tidak mendustai aku?" Ia heran berbareng girang. Maka lantas ia mengikuti ketiga tianglo itu.

Di kaki puncak sudah menanti beberapa serdadu pengiringnya bersama beberapa puluh ekor kerbau dan kambing. ia heran.

"Potonglah" Yoe Kiak menitah.

Seorang serdadu mengangkat goloknya yang lancip. ia menebas sebelah kaki belakangnya seekor kambing, selagi darahnya masih panas, lantas ditancapkan di es. sebentar saja, darah itu membeku keras, sedang paha kambing itu sendiri nancap di es keras seperti nancapnya paku.

Belum lagi Kwee ceng mengerti maksud penyembelihan kambing itu serta ditancapnya paha di es di kaki puncak itu, satu serdadu yang lain sudah membacok kutung satu kaki yang lainnya dari kambing itu terus kaki itu ditancapkan seperti yang pertama. Jaraknya kedua kaki kambing empat kaki. Setelah ini, barulah ia sadar. Ketiga tianglo itu hendak membuat tangga dari kaki kambing, tangga untuk mendaki puncak. Perbuatan itu menyiksa binatang tetapi terpaksa dilakukan karena tidak ada lain jalan.

Lou Yoe Kiak lompat naik ke tangga kaki kambing undakan pertama, Kan Tianglo mengutungi kaki kambing lainnya, dia lemparkan kepada kawannya, Yoe Kiak menyambut dan menancapnya dengan sebat, kemudian dia naik satu tindak. Hal ini dilakukan terus-menerus, dalam waktu singkat, pengemis itu telah naik tingginya belasan kaki. Sekarang ketiga tianglo bekerja semua, bekerja sama. Karena sudah tinggi, kalau kaki kambing dilemparkan ke atas, sesampainya di atas sudah dingin, maka kambing hidup dikerek naik, kakinya dikutungi di atas juga. Demikian orang bekerja terus, akhirnya Kwee ceng pun membantu. Ketika akhirnya mereka tiba di puncak, ketiga tianglo sangat letih, sedang si anak muda mengeluarkan peluh .

"Koanjin, dapatkah kau memaafkan aku?" kata Yoe Kiak setelah ia dapat bernapas lega.

Tapi Kwee Ceng kagum dan bersyukur. "Aku justru tidak tahu bagaimana membalas kebaikan tianglo bertiga," jawabnya.

" Ini titah pangcu. Yang lebih sukar pun kami akan melakukannya. Siapa suruh kami mempunyai Pangcu yang luar biasa?"

Yoe Kiak tertawa, juga dua kawannya, kemudian mereka mendahului turun dari puncak, untuk itu, mereka dibantu dadung yang diikat di pinggang masing-masing.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar