Sabtu, 03 April 2021

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 146

Jenghiz Khan menghunus golok di pinggangnya, ia membacok ke depan, lantas ia lari ke luar kemah, lompat naik ke atas kudanya, semua panglima turut berlari-lari keluar, naik juga ke atas kuda, mereka lari mengikuti.

Jenghiz Khan melarikan kudanya beberapa lie, lalu dia naik ke atas sebuah bukit kecil. semua orang tahu junjungannya hendak mengasah pikiran seorang diri, mereka tidak turut naik, hanya lantas mengitari, mengurung bukit kecil itu. Jenghiz Khan melihat Kwee Ceng berada tak jauh di sampingnya. Kwee Ceng mengeprak kuda merahnya, menghampiri.

Jenghiz Khan memandang ke tanah datar di mana tampak cahaya api bagaikan bintang di pelbagai tenda tentaranya. Ia lantas mengayun cambuknya.

"Anak." katanya, "Dulu waktu kita dikurung sangum dan Jamukha di atas bukit, pernah aku omong sama kau. Apakah kau masih ingat kata-kata itu?"

"Aku masih ingat," menjawab si anak muda. " Ketika itu kau membilangi, kita bangsa Mongolia mempunyai banyak orang gagah, asal kita tidak lagi saling membunuh, hanya kita berserikat menjadi satu, maka kita bangsa Mongolia akan membuat seluruh dunia menjadi lapangan penggembalaan ternak kita."

Jenghiz Khan menjeterkan cambuknya di udara. "Benar" katanya. "Sekarang bangsa Mongolia telah bersatu padu, mari kita pergi membekuk Wanyen Lieh"

Kwee Ceng telah berkeputusan besok pulang ke selatan, tetapi sekarang ia menghadapi urusan besar ini, terpaksa mesti mengubah keputusannya itu. Wanyen Lieh musuh besarnya, tidak dapat ia melepaskannya. Maka ia menjawab raja Mongolia itu,

"Kali ini kita pasti akan membekuk Wanyen Lieh"

Jenghiz Khan berkata lagi: "Khoresm terkenal sebagai negara dengan sejuta serdadu pilihan, akan tetapi menurutku, jumlahnya yang tepat kira-kira enam - atau tujuh puluh laksa jiwa. Kita di sini sebaliknya cuma mempunyai dua puluh laksa jiwa, dari sini, beberapa laksa serdadu diperlukan menghajar anjing Kim, dari itu dengan limabelas laksa serdadu melawan tujuhpuluh laksa jiwa, kau bilang, apakah pasti kita bakal menang?"

Kwee Ceng belum kenal urusan perang tetapi ia muda dan nyalinya besar, ia tidak pernah jeri akan kesukaran, maka mendengar pertanyaan itu, ia berkata dengan gagah:

“Pasti menang"

"Ya, pasti menang" berkata Jenghiz Khan. "Baru-¬baru ini aku telah mengatakan kepada kau bahwa aku akan perlakukan kau sebagai anakku sendiri, mengenai ini hendak aku membilangi kau, kata-¬katanya Temujin tidak pernah dilupakan, sekarang kau turut aku berperang ke Barat, setelah membekuk Muhammad dan Wanyen Lieh, sepulangnya barulah kau menikah dengan putriku"

Inilah apa yang Kwee Ceng harap maka ia mengiakan. Jenghiz Khan melarikan kuda turun dari bukit.

"Kumpulkan tentara" ia menitah. segera pasukan pengiringnya membunyikan terompet.

Jenghiz Khan melarikan terus kudanya ke kemahnya. Selama di sepanjang jalan terlihat tubuh orang bergerak-gerak bagaikan bayangan dan banyak kuda berlari-larian akan tetapi suatu orang tidak terdengar sama sekali, suatu tanda dari tata tertib yang sempurna. Ketika ia tiba di muka kemah, maka tiga laksa serdadunya sudah berbaris rapi di padang rumput, golok panjang mereka berkilauan di antara cahaya rembulan.

Setibanya di dalam kemah Jenghiz.Khan memanggil penulisnya, untuk menitahkan menulis surat pernyataan perang. Penulis itu tidak menanya jelas lagi, ia menggelar kertas kulit kambing di atas tanah, sambil berlutut, ia mulai menulis. Mulanya ia memuji junjungannya, lalu dia mengancam musuh untuk membayar upeti.

"He, kepada siapa kau menulis surat?" bentak Jenghiz Khan dengan murka, penulisnya ia tendang terbalik. "Menulis sama raja anjing kenapa demikian rewel?" Ia mencambuk kepala orang seraya berkata keras "Kau dengar Apa yang aku bilang, kau catat"

Penulis itu ketakutan, ia merayap bangun, mengambil kertas pula dan siap. Ia berlutut seraya mengawasi mulut junjungannya.

Jenghiz Khan menyingkap tendanya, ia memandang ke luar, kepada tiga laksa serdadunya. Ia berpikir. Tapi lekas juga, ia bilang:

"Kau menulis begini, cuma enam huruf" Ia berhenti sebentar, lantas dia mengatakan, keras: "Jikalau kau mau berperang, lekaslah berperang"

Penulis itu heran, tetapi ia menulis. Ia menulis huruf-huruf yang besar

"Berikan cap kebesaranku Lekas kirim"Jenghiz Khan memerintah pula.

Mukhali maju, mencapi surat itu dengan Cap emas, dan seorang opsir pangkat cianhu-thio diperintah menyampaikan permakluman perang itu kepada musuh.

Semua panglima menanti sampai derap kuda si utusan dan pengiringnya sudah terdengar jauh, dengan serentak mereka berseru:

"Jikalau kau mau berperang, lekaslah berperang" seruan ini disambut oleh tiga laksa serdadu dengan teriakan perangnya.

Seperti biasanya, teriakan perang ini segera diikuti oleh pekiknya kuda perang. Maka sejenak itu, seluruh tanah datar jadi seperti menggetar.

Sesudah semua itu Jenghiz Khan menitahkan semua panglima dan tentaranya mengundurkan diri, lalu seorang diri ia duduk di kursi emasnya, untuk berpikir. Kursi itu rampasan waktu dia menyerang Chungtu, ibu kota negara Kim. Bagian belakang kursi berukiran naga melingkar merampas mutiara, sedang di kedua tangannya ada ukiran masing-masing seekor harimau galak. Itulah kursi takhta raja Kim. Ia memikirkan masa mudanya yang penuh dengan penderitaan, ia memikirkan ibunya, istrinya, empat putra-putrinya, lalu juga pelbagai kemenangannya, hingga negaranya menjadi besar dan luas, sedang sekarang ia bakal menghadapi musuh tangguh.

Usia Khan sudah lanjut akan tetapi kupingnya masih terang sekali. Ia mendengar suara seekor kuda yang datang dari kejauhan, beberapa kali binatang itu mengasih dengar suara sedih, lantas berhenti. Ia tahu apa artinya itu. Ialah kuda itu sakit yang tidak dapat diobati lagi, lalu majikannya, yang tidak tega mengawasi, membunuhnya. Tiba-tiba ia ingat, "Aku sudah tua, sekarang aku bakal pergi perang. Dapatkah aku bakal pergi perang. Dapatkah aku kembali dengan masih hidup? Jikalau aku mati mendadak di medan perang, lalu keempat putraku memperebutkan takhta, kedudukan Khan yang agung, tidakkah itu kacau? Dapatkah aku tak mati untuk selama-lamanya?" Ingat kematian, hati pendekar Mongolia ini tercekat.

"Aku mendengar di selatan ada orang yang dinamakan tosu, katanya dapat mengajari orang menjadi dewa, hidup tanpa menjadi tua, benarkah itu?" demikian ia berpikir. Ia lantas menepuk tangan, memanggil seorang pahlawannya. Pahlawan itu dititahkan lekas memanggil Kwee Ceng.

Pemuda itu muncul dalam waktu yang cepat. Ia lantas ditanyai mengenai halnya si tosu atau imam.




"Tentang hidup panjang umur hingga menjadi dewa, anak tidak ketahui benar atau bohongnya," Kwee Ceng memberi keterangan, “Yang benar ialah perihal ilmu bersemedhi, untuk menyalurkan napas dengan sempurna, guna menambah umur."

Jenghiz Khan girang mendengar keterangan itu. "Kenalkah kau orang semacam itu?" ia tanya. "Lekas kau cari seorang saja untuk datang menghadapku"

"Imam semacam itu, apabila dia dipanggil dengan cara sembarangan, pasti dia tidak bakal datang," Kwee Ceng beritahu.

"Kau benar. Nanti aku mengutus pembesar berpangkat tinggi mengundang dia datang ke Utara sini. coba bilang, siapa yang aku mesti undang?"

Kwee Ceng lantas memikirkan kaum Coan cin Pay, di antaranya Tiang cun cu Khu Cie Kie adalah yang paling mahir ilmu silatnya dan sifatnya pun ringan tangan, maka mungkin dia itu dapat diundang. Maka ia lantas memujikan imam itu.

Jenghiz Khan girang, ia lantas memerintahkan penulisnya datang menghadap, untuk dititah menulis surat undangan.

Baru saja penulis ini mendapat bagian, hatinya jadi kecil, maka setelah berpikir, ia menulis ringkas, cuma enam huruf, bunyinya:

"Kami mempunyai urusan, lekaslah kau datang."

Membaca itu, Jenghiz Khan gusar. "Terhadap raja anjing aku bicara begitu rupa, apakah terhadap orang cerdik pandai mesti begitu juga?" bentaknya. "Kau tahu, kau mesti menulis panjang lebar dan hormat"

Penulis itu bingung tetapi ia menurut. Ia lantas mengarang suratnya, yang panjang dan lemah lembut bunyinya, junjungannya diangkat, Khu Cie Kie dipuji tinggi.

"Cukupkah ini?" ia menanya rajanya.

Jenghiz Khan tertawa. "Ya, begini cukup,” katanya. "Kau lantas rapikan, nanti aku mengutus Lauw Tiong Lok, pembesar tinggi berbangsa Tionghoa, yang pergi membawanya, untuk mengundang dia, pasti dia akan datang."

Penulis itu merampungkan suratnya. Jenghiz Khan pun menyuruh Kwee Ceng menulis surat kepada Khu Cie Kie, untuk memberitahukan undangannya itu serta Kwee Ceng sendiri meminta si imam suka datang ke Utara. Habis itu, Lauw Tiong Lok lantas diutus.

Besoknya jenghiz Khan mengadakan kurultai, rapat besar untuk membicarakan lebih jauh soal menyerang ke Barat, di antaranya Kwee Ceng diangkat menjadi "Noyon", suatu pangkat paling tinggi, yang biasa tidak dianugerahkannya kecuali kepada pangeran, keluarga raja terdekat atau panglima perang, setelah mana, anak muda itu ditugaskan memimpin selaksa serdadu untuk turut berperang.

Kwee Ceng telah maju pesat ilmu silatnya tetapi dalam ilmu perang ia masih asing, berhubung dengan ini kedudukannya yang baru, ia tidak dapat tampik, ia lantas pergi kepada Jebe subotai untuk meminta pengajaran. Karena ia bebal, tidak gampang-gampang lantas mengerti, dari itu untuk beberapa hari, ia masgul sekali. Tidakkah tugasnya berat? Bagaimana kalau di harian keberangkatan perang, titahnya tidak sempurna? Bagaimana kalau ia gagal? Tidakkah pasukannya bakal musnah dan kehormatan jenghiz Khan runtuh? Ia bingung hingga ia berniat menghadap junjungannya untuk menampik tugas itu. Disaat mau mengambil putusan akan penampikannya itu, tiba-tiba serdadu pengawalnya masuk dengan warta bahwa ada seribu lebih orang Han yang datang dan lagi menantikan di luar kemah untuk minta bertemu padanya. Ia menjadi girang sekali.

"Ah, begini cepat Kiu Totiang datang?" pikirnya.

Dengan cepat ia pergi ke luar. setibanya di muka tangsi, ia melengak. Di sana ia menampak serombongan orang dengan dandanan sebagai pengemis. Ia heran bukan main.

Dari dalam rombongan tukang minta-minta itu lantas muncul tiga orang, menghampiri si anak muda, guna menunjukkan hormatnya dan memperkenalkan diri Ternyata mereka adalah ketiga tianglo dari Kay Pang, yaitu Lou Yoe Kiak, Kan dan Tio Tiang lo.

"Tahukah kamu tentang nona oey Yong?" ia tanya. Mengingat Kay Pang, ia lantas ingat nona kekasihnya itu.

"Kami telah mencarinya ke mana-mana, belum pernah kami mendengar kabar tentang Pang cu kami," berkata Lou Yoe Kiak. "Baru saja kami mendengar kabar koanjin mau pergi berperang ke Barat, kami datang untuk menyerahkan diri kami."

Pemuda ini heran sekali. "Cara bagaimana kamu mendapat tahunya?" ia tanya pula.

"Khan yang agung telah mengirim utusan mengundang Khu Cie Kie Totiang, kita mendengar dari orang coan cin pay," Yoe Kiak menyahut.

Kwee Ceng menjublak mendongak ke arah Selatan di mana ada gumpalan-gumpalan mega putih, hatinya berpikir Kay Pang tersebar di seluruh negara, toh mereka tidak tahu tentang Yong-jie, kalau begitu, dia lebih banyak terancam bahaya daripada menghadapi keselamatan" Maka tanpa merasa, kedua matanya menjadi merah. Tapi ia menerima kawanan pengemis itu, ia memerintahkan orangnya untuk memernahkan mereka, ia sendiri terus menghadap Jenghiz Khan guna melaporkannya.

"Baik,"Jenghiz Khan menerima baik. "Kau masukkanlah mereka ke dalam pasukan perangmu" sekalian menghadap junjungan itu, Kwee Ceng mengutarakan niatnya mengundurkan diri

Jenghiz Khan gusar, ia berkata dengan nyaring: "siapakah yang dilahirkan lantas dapat berperang? Tidak bisa, bukan? Maka itu, berperanglah, setelah beberapa kali, kau tentu bisa"

Pemuda ini tidak berani banyak omong lagi, ia mengundurkan diri, balik ke kemahnya. Ia bingung dan berduka. Melihat sikap anak muda itu, Yoe Kiak heran, ia menanya apa sebabnya. si anak muda menuturkannya.

"Tidak apa," Yoe Kiak menghibur.

Sorenya, Yoe Kiak masuk ke dalam kemah, ia berkata pada pemuda itu: "Kalau tahu begini, ketika berangkat dari selatan tentulah aku membawa kitab ilmu perang dari sun Bu Cu atau kitabnya Kiang Thay Kong, dengan begitu, bereslah semua."

Mendengar ini, mendadak Kwee Ceng ingat kitab peninggalan Gak Hui. "Ah, mengapa aku melupakannya?" pikirnya. "Bukankah itu kitab ilmu perang?"

Ia lantas mengeluarkan kitab Gak Hui itu, lantas ia membaca. Dan ia membaca terus-terusan hingga malam itu ia lupa tidur dan lupa dahar. Paginya ia masih melanjutkan membaca. Sampai tengah hari barulah ia letih dan mengantuk.

Kitabnya Gak Hui itu lengkap memuat segalanya mengenai pengaturan tentara dan berperang, umpama siasat menyerang dan membela diri, mendidik tentara, mengendalikan kepala-kepala perang, maka itu, si anak muda menjadi ketarik, Ketika itu ia membacanya di dalam perahu, perhatiannya kurang, sekarang lain. Tapi ada bagian-bagian yang kurang jelas, maka ia mengundang Yoe Kiak dan minta tiang lo itu tolong menjelaskan.

"Sekarang ini aku juga kurang mengerti," berkata si pengemis. "Nanti aku pikirkan dulu, sebentar aku mencoba menjelaskannya."

Dan ia mengundurkan diri Tidak lama ia kembali lagi, lalu ia menjelaskannya, dengan sempurna. Bukan main girangnya Kwee Ceng, maka saban-¬saban ia minta bantuan tiang lo. Sebaliknya Yoe Kiak aneh. setiap kali ia ditanya, tidak dapat ia menjawab seketika juga, mesti ia berlalu dulu, untuk memikirkan dan memahamkannya, katanya setelah ia balik lagi, segera ia bisa mengasih keterangan dengan baik sekali.

Mulanya Kwee Ceng tidak memperhatikan itu, sesudah lewat beberapa hari, ia menjadi heran dan curiga. Maka ia ingin mencoba. Demikian itu malam, ia undang Yoe Kiak. la menanyakan satu huruf.

"Nanti aku pikirkan," berkata sitianglo yang lantas mengundurkan diri

"Kalau satu soal, pantas itu dipikirkan," pikir Kwee Ceng seberlalunya si pengemis, "Akan tetapi ini hanya satu huruf, mustahil itu tidak dapat segera diartikannya?"

Maka kepala perang muda ini lantas menyusul dengan diam-diam, untuk mencari tahu apa yang orang perbuat.

Loe Yoe Kiak bertindak cepat ke arah sebuah kemah kecil. Tidak lama ia berdiam di dalam kemah itu, lantas ia kembali. Kwee Ceng lekas kembali ke kemahnya. Yoe Kiak menyusul dengan cepat.

"Sekarang aku telah mengerti," kata si pengemis, yang terus menjelaskannya.

Kwee Ceng lantas tertawa. "Lou Tiang lo" katanya, "Kalau kau mempunyai guru, mengapa kau tidak mengundang dia untuk bertemu sama aku?"

Pengemis itu melengak. "Tidak" sangkalnya.

Kwee Ceng menggenggam tangan orang. "Mari kita pergi melihat" katanya. Dan ia berjalan sambil menuntun, untuk pergi ke kemah kecil tadi.

Di depan kemah itu ada menjaga dua orang pengemis, ketika mereka melihat Kwee Ceng datang, keduanya berbatuk satu kali. Mendengar itu, si anak muda melepaskan tangan Yoe Kiak, ia melompat ke tenda untuk menyingkap. Ia melihat tenda bagian belakang bergerak, seperti bekas orang keluar dari situ. Ia memburu terus. Tiba di belakang tenda, nampak rumput tebal, tidak ada orang di situ. Ia heran hingga ia berdiri saja. Kemudian ia menanyakan Yoe Kiak. Tianglo ini mengasih tahu bahwa kemah itu kemahnya sendiri, tidak ada orang lain tinggal bersama dengannya. Ia heran dan masgul, ia tetap bercuriga.

Setelah itu, kalau Kwee Ceng menanyakan sesuatu kepada Yoe Kiak. pengemis ini baru dapat menjawab di hari besoknya. Karena ini ia percaya benar, di sana mesti ada seseorang, hanya orang tidak sudi menemuinya. sebab orang tidak bermaksud jahat, selanjutnya ia tidak memaksa ingin mengetahui orang itu, ia membiarkannya saja.

Selama belum berangkat perang, Kwee Ceng bekerja. Malam ia membaca kitab dan memahamkannya, mengingatnya baik-baik, siang ia melatih tentaranya, melatih berbaris dan berperang juga. Tentara Mongolia itu biasa berperang di tempat terbuka dengan menuruti caranya sendiri, sekarang mereka terlatih, tugas itu berat, tetapi mereka mesti menurut perintah, mereka terpaksa melakukannya.

Satu bulan lebih Jenghiz Khan bersiap terutama di bagian rangsum, selama itu Kwee Ceng telah berhasil melatih tentaranya hingga pasukannya mengerti apa yang dinamakan delapan barisan Thian-hok Tee-cay, Hong-yang, In-sui, Liong¬hui, Houw-ek. Niauw-siang dan coa-poan, yang berdasarkan barisan rahasia Cu-kat Liang, hanya di tangan Gak Hui, barisan itu diubah pula.

Kemudian datanglah hari yang ditunggu-tunggu. Lima belas laksa serdadu berkumpul di tanah datar selagi udara bersih dan nyaman. Di situ Jenghiz Khan mengadakan sembahyang kepada langit dan bumi, untuk bersumpah keberangkatannya pergi berperang. Kepada semua panglima perangnya ia berkata:

"Batu itu tidak ada kulitnya, jiwa manusia ada habisnya, lihat sekarang rambut kepala dan kumisku sudah putih semua, maka dengan kepergian perang ini, belum tentu aku dapat pulang masih hidup, karenanya hari ini aku hendak mengangkat seorang putra mahkota, supaya semeninggalnya aku, dia dapat menggantikan aku mengangkat benderaku yang agung ini"

Mendengar kata-kata itu, yang tidak disangka, orang heran berbareng girang. Heran sebab itulah luar biasa, dan girang karena memang Khan itu perlu memilih ahli warisnya. Semua mata lantas diawasi kepada pemimpin mereka itu, untuk mendengar disebutkannya nama calon penggantinya .

"Juji, kaulah putra sulungku," berkata Jenghiz Khan, "Kau bilang, aku harus memilih siapa?"

Juji kaget di dalam hatinya. Dia pandai bekerja, dia paling banyak jasanya, dia pula putra sulung, maka dia percaya kalau nanti ayahnya menutup mata, dengan sendirinya dia bakal menggantikan ayahnya. Sekarang dia ditanya secara mendadak. tidak dapat dia segera memberikan jawaban.

Putra yang kedua dari Jenghiz Khan,jagatai bertabiat keras, dengan kakaknya itu ia memang tidak akur, maka mendengar pertanyaan ayahnya dan melihat si kakak menjublak, dia berkata dengan keras¬

"Juji hendak disuruh berbicara, dia hendak diperintah apakah? Apakah dapat kami dibiarkan diperintah oleh anak campuran bangsa Mergid?"

Ada sebabnya kenapa Jagatai mengatakan demikian. mulanya pasukan Jenghiz Khan lemah, waktu itu istrinya kena dirampas bangsa Mergid yang menjadi musuhnya, waktu istri itu kembali, ia sedang hamil, kemudian terlahirlah Juji. Meski demikian adanya si putra sulung Jenghis Khan menerimanya dengan baik, dia memandang si putra sebagai putra sejati. Maka hebatlah sikap Jagatai ini.

Bukan main gusarnya Juji kepada adiknya, ia berlompat dan menjambak dadanya si adik, Ia membentak

"Ayah sendiri tidak memandang aku sebagai orang luar, kenapa kau begitu menghina? Kepandaian apa yang kau punya yang dapat melebihi aku? Kau cuma menang jumawa Marilah kita bertanding. Jikalau dalam hal mengadu panah aku kalah dari kau, aku akan mengutungi jari jempolku. Jikalau kita bertempur dan aku terkalahkan, aku akan rebah di tanah untuk selama-lamanya dan tidak akan bangun lagi" Ia lantas berpaling kepada jenghiz Khan dan berkata. "Ayah silahkan ayah mengeluarkan firmanmu"

Jagatai tidak suka dijambak. dia melawan maka dua saudara itu sudah lantas berkutat. Beberapa panglima segera maju untuk memisah. Borehu menarik tangan Juji dan Mukhali menarik tangan Jagatai.

Jenghiz Khan berdiam, air mukanya muram. Ia ingat masa mudanya di waktu mana sekalipun kehormatan istrinya tidak sanggup membelanya, hingga sekarang terjadilah percederaan yang hebat.

Banyak panglima mempersalahkan Jagatai, yang dikatakan tidak seharusnya berbuat demikian hingga dia menyebabkan orang tuanya menjadi berduka. Akhirnya Jenghiz Khan berkata juga

"Kalian berdua letakkan tangan kamu. Juji putraku yang sulung, aku memang mencintai dan menghargai dia, maka mulai hari ini dan selanjutnya, aku larang siapapun bicara tentang dia"

Jagatai melepaskan tangannya, ia tertawa dan berkata: "Juji memang gagah, siapa pun mengetahuinya. Hanya dia kalah dari adik ketiga ogotai dalam hal kemurahan hati, maka itu aku memilih ogotai"

"Juji, kau bagaimana?"Jenghiz Khan tanya putra sulungnya.

Juji dapat melihat suasana, ia tidak mempunyai harapan lagi, karena ia baik dengan ogotai dan mengetahui baik hati murah dari adik ini, dan ia percaya juga di belakang hari sang adik tidak bakal mencelakainya, ia menjawab

"Baiklah Aku juga memilih ogotai"

Putra keempat, Tuli, tidak menentang pemilihan, maka itu Jenghiz Khan lantas mengadakan pesta, guna mengangkat dan meresmikan putra mahkota. Perjamuan berjalan sampai jauh malam, baru bubar.

Kwee Ceng pulang ke kemahnya dengan rada pusing, disaat ia hendak membuka baju, untuk tidur, satu serdadu pengiringnya lari masuk ke dalam kemahnya dan melaporkan:

“Huma, hebat Pangeran sulung dan pangeran kedua, yang telah minum hingga mabuk. telah membawa pergi masing-¬masing senjatanya untuk bertempur satu sama lain"

Pemuda itu kaget bukan main. "Lekas laporkan kepada Kha Khan" ia memerintah.

"Kha Khan juga sudah mabuk dia telah dipanggil-¬panggil tetapi tidak sadar"

Kwee Ceng menjadi bingung. Hebat kalau dua saudara itu bertempur, sedang mereka mempunyai masing-masing pengikut dan tentara. Akan hebat akibatnya untuk angkatan perang Mongolia seluruhnya. Ia berjalan mondar-mandir. Ia mengoceh seorang diri "Kalau Yong-jie ada di sini, dla dapat mengajari apa yang harus kulakukan"

Sementara itu terdengar suara riuh, tanda dua pasukan hendak mulai bertempur. Mendengar itu, pemuda ini semakin bingung. Tiba-tiba saja Lou Yoe Kiak datang masuk dan menyodorkan sehelai kertas di mana ada tulisannya:

“Pakailah barisan Coa-poan untuk memisahkan kedua pasukan, lalu gunakan barisan Houw-ek untuk mengurung dan menawan yang tidak sudi menyerah."

Selama ini Kwee Ceng telah membaca hapal bunyi kitab Gak Hui, maka begitu melihat surat itu, ia sadar. Ia menyesalkan dirinya: "Kenapa aku begini tolol hingga aku tidak dapat mengingat ini? Perlu apa aku membaca kitab ilmu perang?" segera ia menitahkan pasukan perangnya bersiap.

Tentara Mongolia telah terlatih baik, tata tertibnya sempurna, biar banyak yang sudah mabuk. begitu titah dikeluarkan, mereka segera bersiap hingga sebentar saja sudah berbaris rapi.

Kwee Ceng lantas memimpin mereka memburu ke timur laut, sampai beberapa lie. Di sana ia menerima laporan, kedua pihak pasukan Juji dan Jagatai sudah berhadapan dan pertempurannya mungkin telah dimulai. Ia pun lantas mendengar teriakan riuh dari tentara kedua pangeran itu

"Jangan-jangan aku terlambat" pikirnya bingung sekali. "Jangan-jangan bencana besar tak dapat dicegah lagi" Tapi ia masih ingat untuk memberikan titah-titahnya, mengatur barisannya, Coa-poan-tin, atau barisan ular, yang ia titahkan terlebih jauh untuk menghalang di antara pasukan-pasukan kedua saudara yang lagi menuruti nafsu amarahnya itu.

Juji dan Jagatai menjadi heran atas datangnya pasukan sama tengah itu, hingga mereka melengak.

"Siapa? siapa di sana?"Jagatai berteriak-teriak dengan pertanyaannya. "Kau hendak membantu aku atau Juji si anak haram?"

Kwee Ceng tidak menjawab, ia bekerja terus. Ia menggubah barisan ularnya, Coa-poan-tin, menjadi barisan sayap Harimau, Houw-ekstin, guna seluruhnya datang sama tengah, untuk mempengaruhi pasukan kedua saudara itu. Jagatai segera mendapat lihat bendera Kwee Ceng, ia menjadi gusar.

"Memang aku tahu bangsat bangsa Lam-ban bukan manusia baik-baik" serunya. Ia lantas menitahkan tentaranya menerjang pasukan si anak muda.

Barisan sayap Harimau sementara itu sudah bekerja. Itulah barisan yang dijaman dahulu digunakan Han sin menghajar Han Ie. Barisan itu terdiri dari pelbagai barisan kecil dan barisan-barisan kecil inilah yang bertindak sebat sekali.

Jagatai telah mengerahkan dua laksa serdadunya tetapi sekarang dua laksa serdadu itu kena dipisahkan satu dari lain. Memang tentara itu tidak berkelahi sungguh-sungguh melawan pasukan Juji, ke satu mereka orang sendiri, kedua mereka takut kepada jenghiz Khan, dan sekarang, yang memisahkan mereka bangsa sendiri juga.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar