Minggu, 28 Maret 2021

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 141

"Kakimu sakit, apa kau kira aku tidak tahu?" kata si nona.

"Apa sih lapar atau tidak lapar? Sengaja aku hendak membikin kau merasai sakit, baru aku akan mengobatimu"

Tin ok gusar, ia menjeblok dengan mangkuk labunya. si nona tertawa dingin, satu serdadu sebaliknya menjerit kesakitan, sebab ia bisa berkelit dan si serdadu tidak.

"Buat apa menjerit-jerit" kata si nona.

"Kau tahu, Kwa Tayhiap membagi sayur labu padamu. Kau tidak tahu terima kasih Lekas bikin bersih"

Serdadu itu takut, ia lapar dan kesakitan, ia lantas bekerja memunguti, ia dahar itu. Ia kesakitan karena mukanya yang kena sayur panas itu. Tin Ok mendongkol bukan main, ia mendongkol dan bergusar tanpa dapat melampiaskannya. Ia duduk separuh menyender, mukanya menyeringai. Ia berniat mencabut anak panah di kakinya, tapi tidak berani. Ia khawatir nanti darahnya menyembur dan ia sukar menyumbatnya. Memang celaka kalau si nona tidak menolong membalut lukanya. Dengan terpaksa, ia menutup mulut.

"Lekas ambil air dingin" menitah si nona bengis. "Lekas"

Perintah itu dibarengi sama tamparan nyaring ke muka serdadu. Tin Ok mendengar itu, ia pikir. "Hebat ini siluman perempuan. Kalau dia tidak bicara, tidak apa asal dia membuka mulutnya, tentulah orang bercelaka"

"Ambil pisau" memerintah pula si nona. "Kau potong ujung bajunya Kwa Tayhiap di dekat lukanya itu" Perintah itu dilakukan satu serdadu.

"Orang she Kwa, kalau benar laki-laki, jangan kau menjerit kesakitan" kata si nona. "Jangan kau membikin nonamu mendongkol, nanti dia tidak mau memperdulikan lagi dirimu"

"Memangnya siapa yang kesudian kau memperdulikannya?" kata Tin Ok sengit. "Lekas kau pergi jauh-jauh" Tapi belum ia bicara habis, mendadak ia merasakan pahanya sangat sakit. Orang telah memegang gagang panah, bukan panah itu dicabut hanya ditusukkan sakit dan kaget, sebelah tangannya melayang. Sekali lagi ia merasakan sakit, kali ini pada tangannya, sebab pada tangannya itu dibelesaki anak panah.

Oey Yong mencabut anak panah dan menyerahkan itu pada siterluka. "Jikalau kau bergerak lagi satu kali, aku akan gaplok dirimu" terdengar pula suara si nona.

Tin ok sangat mendongkol tetapi ia berdiam. Ia tahu, si nona berbuat apa yang dia katakan. Sekarang ini ia bukan tandingan nona itu. Sungguh hina kalau ia sampai digaploki oey Yong. Dengan muka merah padam, ia menutup mulut. Ia mendengar orang membeset beberapa kali pada potongan bajunya, ia merasa lukanya dibalut keras sekali, guna mencegah keluarnya darah. Habis itu ia merasakan dingin. Si nona lagi mencuci lukanya. Ia menjadi heran. "Kalau dia mau bikin aku celaka, kenapa dia menolong? Kalau dia mau mendongi aku Hm Hm Ayah dan anaknya ini, siluman-siluman dari Tho Hoa To, benarkah mereka suka mendongi aku? Boleh jadi dia lagi menggunakan akal jahatnya"

Dilain saat, oey Yong sudah selesai mengobati. Tin ok segera merasakan sakitnya berkurang sebagian besar. Ia tidak tahu oey Yong telah memakai obat siauw Hoan Tan dari Tho Hoa To, obat mustajab nomor satu untuk luka-luka. Setelah itu, ia merasakan lapar, perutnya berbunyi keruyukan.

"Aku kira laparmu palsu, kiranya lapar tulen" kata si nona mengejek, tertawanya dingin. "Baiklah, mari kita berangkat"

Ia bukan mengasih makanan, ia mengajak pergi. Pula ia telah mengayun tangannya, maka kedua serdadu tukang gotong itu kembali merasa sakitnya tongkat dari Partai Pengemis. Mereka ini menggotong lagi orang yang luka itu, yang mereka diperintah memanggilnya "toaya" atau "tuan besar".

Kali ini orang berjalan kira-kira empat puluh lie, sang magrib telah datang, burung-burung gagak pada berbunyi berisik sekali. Entah ada berapa ribu gagak di situ.

Tin ok kenal baik kota Kee-hin, maka tahulah ia telah dibawa ke dekat Tiat ciang Bio, kuil di mana dipuja Tiat Ciang ong Gan ciang si Tombak Besi, panglima perang yang kesohor di jaman Ngo Tay. Di samping kuil itu ada sebuah menara besar, yang sudah semenjak lama menjadi sarang gagak. Penduduk menyangka burung itu burung malaikat, mereka tidak berani mengganggu, maka makin lama burung hitam itu makin banyak.

"Ah, hari sudah gelap. di mana di sini kita mencari pondokan?" berkata si nona.

Tin ok lantas berpikir: "Kalau kita menumpang di rumah penduduk. ada kemungkinan rahasia nanti bocor dan tentara negeri bisa datang untuk melakukan penangkapan" Karena ini, ia menyahut:

"Di sebelah depan, tidak terlalu jauh, ada sebuah kuil tua lainnya."

Si nona tidak menjawab, hanya ia berkata bengis: "Apakah bagusnya burung gagak untuk dipandang? Memangnya kamu belum pernah melihat? Lekas jalan" Kedua serdadu lantas berjalan lagi, kesakitan, ketakutan dan lelah sekali.

Tidak lama sampailah mereka di Tiat Ciang Bio. Kwa Tin ok mendengar oey Yong menolak pintu. Segera hidung mereka tersampok bau kotoran gagak. Itulah tanda kuil sudah lama kosong dan tidak terurus. Ia tadinya menduda nona itu bakal menggerutu karena kuil kotor, tidak tahunya si nona tidak memperdulikannya. Ia lantas mendengar kedua serdadu diperintah menyapu kotoran dan kemudian masak air.

Oey Yong sendiri mengganti obat si jago Kang Lam, habis itu baru dia sendiri pergi mencuci muka dan kaki. Tin ok merebahkan diri di ujung meja. Belum lama, terdengarlah suara si nona:

"Perlu apa kamu memandangi kakiku? Memangnya kakiku dipertontonkan kepada kamu? Awas, aku nanti korek biji matamu"

Kedua serdadu itu ketakutan, mereka menjatuhkan diri dan mengangguk-angguk hingga jidatnya nyaring mengenai lantai.

"Bilang, perlu apa kamu mengawasi aku mencuci kaki?" si nona bertanya lagi.

"Maafkan, nona," kata satu serdadu sambil mengangguk lagi. "sebenarnya hambamu melihat kaki nona bagus sekali"

"Celaka betul," pikir Tin ok. "Mereka masih main gila Entah mereka bakal dikeset kulitnya dan dibetot otot-ototnya atau tidak oleh si nona"

Tapi oey Yong tertawa, katanya: "Macam tolol sebagai kamu masih mengetahui apa yang bagus dan apa yang tidak? Hm"

Dan satu serdadu jumpalitan, karena dihajar tongkat si nona. Setelah itu kedua serdadu itu pergi bersembunyi di belakang. Tin ok diam saja, ia ingin ketahui apa bakal terjadi pula.

Oey Yong berjalan mondar mandir, kemudian terdengar ia mengoceh seorang diri: "Ong Tiat Ciang gagah luar biasa, akhirnya ia toh kepala terpisah dari tubuhnya. Apakah artinya seorang enghiong? Apakah artinya seorang hoohan? Ah, tombak besinya ini tentulah tombak karatan"




Di masa mudanya, sebelum matanya buta, Tin ok bersama Han Po Kie dan yang lainnya pernah main di kuil Ong Gan ciang ini, meski mereka masih kecil, mereka pernah bergantian mencoba mengangkat tombak besi itu, maka mendengar perkataannya nona itu, ia menyahut:

"sudah pasti tombak itu tombak besi, bukan tombak palsu"

"Ah" berkata si nona, yang terus mengangkat tombak itu. "Beratnya tombak ini kira-kira tiga puluh kati. Aku telah membikin tongkatmu hilang, aku belum sempat menggantinya, karena besok kita bakal berpisah, untuk pergi masing-masing, sebab kau tidak mempunyai senjata, baiklah kau ambil tombak ini untuk dipakai sebagai gantinya tongkat."

Tanpa menanti persetujuan oey Yong pergi membikin patah ujung tombak yang tajam, lalu ia menyerahkan tombak yang tinggal gagangnya itu, yang menjadi semacam toya atau tongkat.

Tin ok berduka ketika mendengar si nona bilang besok mereka bakal berpisah. Sekarang ia sebatang kara. Pula aneh, setelah berkumpul seharian sama si nona, sekarang merasa berat untuk berpisahan. Ia memegangi tombak itu, yang antap beratnya, ia merasa senjata itu cocok untuknya. Ia pun berpikir "la memberikan senjata kepadaku, nyata ia tidak bermaksud jahat."

Lalu ia mendengar si nona berkata kepadanya: "Ini obat siauw Hoan Tan bikinan ayahku. obat ini ada faedahnya untuk lukamu. Kau membenci kami ayah dan anak. terserah kepadamu untuk memakainya atau tidak"

Tin ok merasakan tangannya dijejalkan sebuah bungkusan, ia menyambut itu dan memasukkannya perlahan-lahan ke dalam saku. la tidak dapat membilang apapun. Ia mengharap si nona masih berkata-kata, tapi apa yang ia dengar hanya ini:

"Nah, sekarang tidurlah" Lalu sunyi segalanya.

Jago Kanglam ini merebahkan diri, tombaknya diletakkan di sisinya. Tidak bisa ia lantas tidur pulas. Ada saja pikiran yang menyandinginya. Ia mendengar suara gagak yang berisik, namun makin lama makin reda, lalu sunyi segalanya. Mengenai si nona, ia merasa orang tidak tidur hanya duduk terus, duduk tanpa berkutik. Adalah kemudian, terdengar nona itu mengatakan seorang diri, suaranya perlahan, bersenandung. Dia membacakan syairnya Eng Kouw, yang Tin ok tidak mengerti maksudnya. Hanya jago Kanglam ini merasa suara orang sedih, hingga ia menjadi terharu.

Tidak lama dari itu barulah si nona bergerak. rupanya dia merebahkan diri Kemudian, suara napasnya menjadi perlahan lalu berhenti.

Tin ok meraba tombak di sisinya. Kesunyian membuatnya ia berpikir. Di depan matanya lantas bagaikan berpeta Cu Cong lagi membaca kitab bututnya dan Han Po Kie dan coan Kim Hoat seperti lagi menarik-narik kumis patung malaikat. Ia merasakan seperti bermimpi bersama Lam Hie Jin dan Thio A seng tengah saling menarik tombak besi itu, sedang siauw Eng - baru berumur empat atau lima tahun, dua kuncirnya ngacir, selagi dia tertawa haha-hihi, kuncirnya itu memain dengan benang merahnya. Hanya sekejap. segalanya menjadi gelap.

Lenyap segala pertanyaan itu sebaliknya timbullah hawa amarahnya, muncul kebencian yang hebat terhadap si nona. Maka ia berbangkit, sambil membawa tombaknya, ia berindap-indap mendekati si nona. Ia mendengar suara napas yang enteng, bukti bahwa nona itu lagi tidur nyenyak.

"Jikalau aku hajar dia, akan mati tanpa merasa," pikirnya jago ini, yang pikirannya seperti waswas itu. "Tanpa bersikap begini, karena Oey Lao shia sangat kosen, mana bisa aku menuntut balas? Anaknya ini lagi tidur, ini kesempatan yang baik pemberian Thian. Biarlah Tong shia merasakan enaknya kematian anak" Cuma sebentar ia berpikir begitu, ia ingat pula: "Anak ini pernah menolong jiwaku, dapatkah aku membalas kebaikan dengan kejahatan? Ah, biarlah Habis membunuh dia, aku pun membunuh diri di sampingnya, guna membalas budinya"

Cuma bersangsi sebentar, Tin ok segera mengangkat tombaknya. la telah pikir pula: "Aku Kwa Tin ok. seumurku aku jujur dan pemurah, selama beberapa puluh tahun hidupku, tidak pernah aku melakukan apa-apa yang tidak pantas. sekarang aku dapat kembali ke kampung halamanku, meski mati, tidak ada yang dibuat sesalan lagi"

Tepat saat ia mengerahkan tenaga, mendadak mendengar suara tertawa nyaring dari kejauhan, suara itu menyeramkan, membangunkan bulu roma.

Oey Yong terbangun, ia terus berlompat. Maka kagetlah ia menyaksikan Kwa Tin ok lagi mengancam dengan tombaknya Ong Gan cian itu Tapi ia berteriak.

"Auwyang Hong"

Tin ok kecele. Tidak dapat ia meneruskan serangannya itu. la pun segera mendengar suara bicaranya beberapa orang, yang terus mendatangi ke arah kuil. setelah itu, ia mendengar tindakan kaki, mungkin dari tiga sampai empatpuluh orang, terdengarnya di depan dan belakang kuil, di kedua samping.

Setelah mendengar sekian lama, Tin ok berkata dengan perlahan: "Terang mereka datang kemari karena mendapat dengar suara burung gagak. Mari kita sembunyi"

oey Yong setuju, Tin ok menuntun tangan orang untuk diajak pergi ke belakang tapi di pintu pendopo bagian belakang itu, ia mengutuk kedua serdadu tadi. Pintu itu dikunci mereka. sedang begitu, di depan terdengar suara pintu ditolak, Jadi untuk mereka, tidak ada waktu untuk pergi keluar.

"Mari kita bersembunyi di belakang patung," katanya.

Oey Yong menurut. la pun tidak melihat tempat sembunyi lain. Baru mereka memernahkan diri Tin ok mencium bau belerang, maka tahulah ia orang menyalakan api.

"Paduka yang mulia Chao Wang," lalu terdengar suara Auwyang Hong. "Kali ini dalam pertempuran di Yan le Lauw kita tidak memperoleh hasil tetapi kesudahannya kita telah memberi hajaran semangatnya musuh"

Chao Wang atau Wanyen Lieh, tertawa. "Dalam segala hal aku mengandalkan sianseng," ia berkata. "Begitu juga di lain hari, dalam urusan mengambil kitab di Tiat Ciang Pang, aku mengharap sangat bantuan sianseng."

"ltu pasti" kata Auwyang Hong. "sebenarnya, kalau bukan paduka yang mulia telah mengalami bahaya besar ini, siapa menyangka kitab Gak Bu Bok itu adanya di puncak Tiat Ciang Hong?"

"Beberapa budak sianseng telah menolong jiwa anakku, aku berterima kasih sekali," berkata pula Chao Wang si pangeran Kim. "Aku telah kirim mereka ke kota raja, di sana mereka dirawat seumur hidupnya."

"ltu semua menandakan kebaikan paduka yang mulia," kata Auwyang Hong tertawa.

"Khiu Pang cu telah menjadi gusar dan pulang ke gunungnya," kemudian Wanyen Lieh berkata pula, "Di sana pasti dia bakal melakukan penjagaan kuat sekali, maka itu sianseng ada mempunyai akal apa untuk mendapatkan kitabnya Gak Hui itu?"

"Paduka yang mulia mempunyai banyak orang pandai, apakah artinya satu partai Tiat Ciang Pang?" berkata see Tok. "Biarpun Khiu Cian Jin lihay, Auwyang Hong merasa sanggup untuk melayani dia" la lantas tertawa kering.

Lalu terdengar suara Nio Cu ong, Pheng Lian Houw, see Thong Thian dan lainnya, yang mengumpak-umpak see Tok, sebaliknya Khiu Cian Jin tidak dipandang mata sama sekali.

Setelah itu terdengar suara seorang muda: "Tuan-tuan, kata-katamu tidak tepat. Khiu Pangcu lihay sekali, aku telah melihatnya dengan mataku sendiri Aku percaya, selain Auwyang sianseng, tidak ada yang sanggup menandingi dia."

Tin ok mengenal suaranya Yo Kang, hatinya panas sekali. Perkataan Yo Kang itu membikin Nio Cu ong semua kecele dan malu.

"Khiu Cian Jin si tua bangka seperti ampas, sekalipun Kwee Ceng bocah dia tidak dapat mengalahkannya" tiba-tiba terdengar suara Leng Tie siangjin. " Kepandaian dia itu biasa saja"

Mendengar itu, Auwyang Hong tertawa dingin. "Kalau begitu, dapatkah sianjin mengalahkan Kwee Ceng?" ia bertanya.

Diam-diam orang tertawa. Mereka ingat peristiwa di Ci Han Tong di istana di mana Leng Tie siangjin telah dibikin terlempar dari dalam air tumpah.

"Bukan aku memandang rendah kepada siangjin," berkata pula Auwyang Hong. "orang dengan kepandaian seperti kau, meski kau belajar lagi sepuluh tahun, belum tentu kau dapat menjadi tandingan Khiu Pangcu. Nama Tiat Ciang sui¬siang-pauw menggetarkan dua propinsi Lian ouw, hingga aku sekalipun, tidak berani memandang enteng terhadapnya" sekali lagi see Tok tertawa kering.

Leng Tie siangjin mendongkol bukan main, ia malu, akan tetapi ia tidak berani membuka mulut guna melawan bicara. Mukanya menjadi merah.

Kwa Tin ok mendengar orang bicara, ia menahan napas. Ia mengenal semua orang tangguh itu. Kalau tadi ia ingin mati bersama oey Yong, sekarang sebaliknya ia khawatir dirinya dan si nona nanti terbinasakan.

Habis itu terdengar hamba-hambanya Wanyen Lieh mengatur tatakan untuk Wanyen Lieh bersama Yo Kang dan Auwyang Hong beristirahat.

"Auwyang sianseng," terdengar suara Yo Kang. "Dalam buku siangkoan Kiam Lam, boanpwee melihat ada catatan tentang ilmu untuk memecahkan pukulan Tangan Besi."

Auwyang Hong girang mendengar keterangan itu hingga ia berlompat bangun sambil menegasi:

"Benarkah itu?"

"Boanpwee tidak berani mendusta," kata Yo Kang, yang menyebut diri "boanpwee", yang terlebih muda. "Hanya sayang, bagian pelajaran itu termuat di dalam halaman-halaman yang justru kena dirobek-robek si perempuan hina dina"

Auwyang Hong menyesal sekali. Ia tidak takut Khiu Cian Jin tetapi kepandaian orang itu ia malui. Maka sayang ilmu memecahkan ilmu silat Tangan Besi telah lenyap dan musnah.

"Boanpwee telah membaca, bunyinya masih boanpwee ingat samar-samar," berkata pula Yo Kang, "Sayang kepandaianku tidak berarti dan aku tidak dapat menyelami catatan itu. Di dalam hal ini boanpwee mengharap petunjuk sianseng."

Mendengar ini, timbul harapannya see Tok. "Bagus, bagus" serunya. Hanya sejenak, ia terus menghela napas. Kemudian ia berkata: "Keponakanku telah terbinasa di tangan Oey Yok su dan orang-orang Coan Cin Pay, dengan begitu Pek To san menjadi tidak ada ahli warisnya lagi. Aku pikir baiklah aku ambil kau sebagai muridku."

Yo Kang girang bukan main. Inilah justru harapannya. Tidak ayal lagi, ia berlutut di hadapan see Tok, untuk paykui.

Tin ok menyesal dan mendongkol bukan main. "Dia turunan baik-baik, mengapa sekarang dia mengakui musuh sebagai ayahnya?" pikirnya. "sudah begitu, mengapa dia juga mengangkat orang jahat sebagai gurunya? Dia tenggelam semakin dalam, mungkin tidak ada harapan untuk ia berbalik pikir."

Melihat putranya mengangkat guru, Wanyen Lieh berkata: "Di sini di tanah asing tidak dapat disediakan hadiah untuk upacara mengangkat guru ini, baiklah ditunda sampai lain hari."

Auwyang Hong tertawa dan berkata. "Tentang barang permata, di Pek To San telah tersedia cukup, Auwyang Hong cuma mengharap bakat baik dari anak ini, supaya dia menjadi ahli warisku yang berarti."

"Sianseng, maaf," berkata Wanyen Lieh.

Nio Cu ong beramai lantas memberi selamat kepada Auwyang Hong, Yo Kang dan pangeran Kim. yang pertama karena mendapat murid, yang kedua karena mendapat guru, dan yang ketiga karena putranya mendapat guru pandai.

"Tengah ramai mereka memberi selamat, mereka mendengar seorang berkata-kata nyaring: "Sa Kouw sudah lapar sa Kouw sudah lapar sekali Kenapa aku tidak diberi makan?"

Kwa Tin ok mendengar suara itu yang ia mengenalinya, ia menjadi heran. "Kenapa anak itu berada bersama Wanyen Lieh dan Auwyang Hong?" pikirnya.

"Benar" terdengar suara Yo Kang, yang tertawa. "Lekas cari makanan untuk si nona, jangan bikin ia kelaparan hingga nanti sakit"

Tidak lama setelah suara pangeran muda itu, sa Kouw terdengar sudah mulai memakan apa-apa sembari makan maka terdengar pula suaranya.

"Saudara yang baik, kau bilang hendak mengajak aku pulang, kau minta aku selalu mendengar perkataanmu, tetapi kenapa sampai sekarang aku masih belum sampai di rumahku?"

"Besok kita akan sampai di rumahmu," kata Yo Kang. "Sekarang kau dahar biar kenyang dan lantas tidur baik-baik,"

Sa Kouw berdiam, hanya sebentar. "Saudara yang baik," katanya pula, "suara apa itu di atas menara?"

"Kalau bukan burung tentulah tikus," sahut si pangeran muda.

"Aku takut," kata si nona tolol.

"Ah, nona tolol, takut apa?" Yo Kang berkata tertawa.

"Aku takut setan" sahut si nona.

"Di sini banyak orang, mana setan berani datang ke mari?" bilang pangeran muda itu.

Tin ok mendengar nyata, suara Yo Kang sedikit menggetar dan tertawanya pun tidak wajar.

"Aku takut setannya si kate dan gemuk itu," berkata si nona pula.

"Hus, jangan ngaco belo" kata Yo Kang, kembali tertawa.

"Apa sih si kate gemuk? Buat apa kau menyebut nyebut"

"Hm, jangan kau kira tidak tahu" berkata sa Kouw "si kate gemuk itu mati di kuburan nenekku maka arwah nenek bisa mengusir dia pergi dari pekuburan, untuk melarang dia tinggal di kuburan, setelah diusir, dia nanti pergi mencari kau"

"Tutup mulut" Yo Kang membentak. " Kalau kau terus banyak bacot, nanti aku panggil kakekmu, biar dia nanti membawa kau kembali ke Tho Hoa To" Ancaman itu rupanya memakan, sa Kouw lantas menutup mulutnya.

"Hai, kau menginjak kakiku" tiba-tiba see Thong Thian membentak. Rupanya si tolol, karena takutnya kepada setan, telah menggerakkan kakinya.

Tin ok segera berpikir. la percaya dengan si kate gemuk itu tentulah dimaksudkan Han Pe Kie, saudaranya yang nomor tiga. Saudara itu terbinasa di Tho Hoa To, terang dia dibunuh Oey Yok su, maka kenapa setannya hendak mencari Yo Kang? la heran.

Sa Kouw memang tolol tetapi kata-katanya itu mesti ada sebabnya, itu bukan ocehan belaka. Karena di situ ada banyak musuh, biarnya ia hendak menanyakan si nona tolol, tidak dapat ia melakukannya. Lalu ia ingat kata-kata Oey Yok su selama di Yan le Lauw bahwa dia adalah manusia macam apa dan bagaimana dia bisa sependapat dengan mereka.

"Oey Yok su tidak mau membunuhku, maka bagaimana dia dapat membunuh kelima saudaraku? Kalau bukan oey Yok su yang membunuhnya, kenapa adik yang nomor empat membilang dia melihat sendiri Oey Yok su membunuh saudaraku yang nomor dua dan nomor tujuh?"

Tengah ia berpikir, Tin ok merasa oey Yong menarik tangan kirinya dan di telapak tangannya lantas mencoret beberapa huruf, mulanya huruf "kiu" = minta, lalu yang lain: "satu hal." la lantas membalas dengan menuliskan pertanyaan: "urusan apa itu?" oey Yong menulis pula: "Membilangi ayahku siapa membunuh aku."

Mengetahui pertanyaan itu, Tin ok melengak. la tidak mengerti maksud si nona. sedangkan ia berpikir, Ia merasakan angin bergerak di sisinya, lalu oey Yong lompat keluar dari tempat sembunyi, sambil tertawa, nona itu berkata

"Auwyang Peehu, kau baik?"

Mendengar suara orang, Nio Cu ong semua terkejut, dengan serentak mereka menghunus senjata masing-masing, lantas mengambil sikap mengurung. Di antaranya ada yang berseru:

"siapa kau?"

Oey Yong tidak takut, ia bahkan tertawa terus. "Ayahku menitahkan menanti Auwyang Peehu di sini" katanya keras.

"Perlu apa kamu membikin banyak berisik tidak karuan?" Auwyang Hong tertawa.

"Bagaimana ayahmu ketahui aku bakal tiba di sini?" ia menanya.

"Ayahku mengerti ilmu bintang dan meramalkan tidak ada apa-apa yang ia tidak tahu," menyahut si nona. "Asal dia menghitung-hitung menuruti ilmu hitung Bun ong Kwa lantas dia tahu segalanya."

Auwyang Hong tidak menanyakan lagi, meski ia hanya percaya satu bagian dari perkataan si nona dan tidak mempercayainya yang sembilan bagian. See Thong Thian sendiri berlaku cerdik. Ia sudah lantas pergi ke luar kuil, kekelilingan, memeriksa, habis itu, ia masuk kembali dengan hati lega. Ia tidak mendapatkan kawan si nona. Sesudah menyimpan senjata masing-masing, orang merubungi Wanyen Lieh.

Oey Yong menghampiri tempat duduk. untuk bersila di situ. "Auwyang Peehu, kau membikin ayahku bersengsara" katanya, tertawa.

Auwyang Hong tidak menyahut. Ia tahu bocah ini lihay mulutnya, kalau ia salah omong, di depan orang banyak bisa mendapat malu. Maka ia menantikan perkataan lebih jauh dari si nona.

"Auwyang Peehu," berkata pula oey Yong. "Ayahku telah terkurung imam-imam dari Coan cin Kauw di dusun Sinteng-tin di Siauw Hong Lay, jikalau kau tidak menolong, dia sukar meloloskan dirinya."

See Tok bersenyum. "Mana bisa jadi" katanya.

"Enak sekali kau bicara, Auwyang Peehu" berkata pula si nona. "Seorang laki-laki, dia berbuat, dia bertanggung jawab. Terang-terang kaulah yang membinasakan Tam cie Hian, si imam dari Coan cin Kauw, entah kenapa sekarang kawanan imam telah menggerembengi ayahku. Sudah begitu muncul juga Loo Boan Tong ciu Pek Thong, yang mengacau. Ayahku tidak mau mengaku atau menyangkal semua itu, maka juga, habis bagaimana?"







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar