Jumat, 26 Maret 2021

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 140

Pek Thong masih gusar. "Apakah kau dapat membunuh aku?" dia berteriak. "Jangan meniup kerbau" sembari mengoceh, Pek Thong menyerang terus, makin lama makin hebat, karenanya terpaksa Oey Yok su melayani, untuk membela diri.

Coan cin Liok Cu menjadi kecele. Mereka mengharap datangnya sang paman guru, dia bersama Oey Yok su nanti membantu melawan rombongan Auwyang Hong, siapa tahu, paman gurunya tidak dapat diajak bicara, dia berlaku sangat sembrono.

"Susiok. jangan menempur Oey Tocu" Ma Giok berteriak.

"Benar, Loo Boan Tong" Auwyang Hong turut berkata. "Kau bukan tandingan saudara Yok, lekas kau lari sipat kuping"

Inilah kata-kata yang berbisa yang membikin Pek Thong menyerang makin kalap. oey Yong masgul melihat itu, maka ia lantas kata pada si tua bangka berandalan itu.

"Ciu Toako, kau menggunakan kepandaian dari Kiu Im cin-keng melayani ayahku, maka bagaimana nanti kau membilangnya kepada Ong Cinjin di dunia baka?"

Pek Thong tertawa berkakak. "Apakah kau melihat aku menggunakan ilmu silat dari kitab itu?" ia kata. "Aku telah berikhtiar mati-matian untuk melupakan bunyinya kitab itu Hm, mempelajariya gampang, melupakannya sukar sekali"

Oey Yok su heran dan masgul mendengar perkataan si orang tua kebocah-bocahan itu. Ketika ia menempur di pulaunya, ia mendapat kenyataan Pek Thong hebat sekali. sekarang ia merasakan orang jauh terlebih lemah tetapi aneh, ia melayani dia seimbang kosennya. Kenapa begini, lebih lunak tetapi tebih lihay? Ia juga tidak mengerti, kenapa Pek Thong membuang ilmu silatnya yang lama.

Auwyang Hong, yang menyembunyikan diri di dalam kabut, senang menyaksikan pertempuran di antara dua jago itu, hanya ia berkhawatir juga, umpama Pek Thong menang, dia nanti membantu rombongan Khu Cie Kie. Karena ini ia memikir, baiklah ia lekas-lekas memukul pecah.Thian Kong Pak Tauw Tin. Ia berpikir dan bekerja, ia lantas mulai dengan penyerangan lebih jauh.

Ong Cie It dan Lauw Cie Hian menjadi bergelisah. "Ciu susiok, mari membinasakan Auwyang Hong dulu" mereka berteriak.

Ciu Pek Thong juga melihat kawanan keponakan muridnya itu terancam bahaya, ia segera merangsak Oey Yok su, tangan kirinya terbuka, tangan kanannya terkepal, lalu satu kali, ketika kepalanya hampir mengenai muka lawannya, mendadak ia mengubah, kepalan menjadi tangan terbuka, tangan terbuka menjadi kepalan, sambil tertawa, ia menyambar dan langsung.

Oey Yok su terperanjat. Inilah ia tidak sangka. Ia lantas mengeluarkan tangannya, untuk menangkis, tapi ia terlambat sedikit, ujung alisnya telah kena kebentur ujung tangan lawan, meski benar ia tidak terluka, ia merasakan panas sekali.

Habis berhasil dengan serangannya itu, Ciu Pek Thong sadar, segera dengan tangan kirinya ia menghajar lengan kanannya sambil mendamprat,

"Harus mampus Harus mampus Inilah jurus dari Kiu Im Cin-keng"

Oey Yok su tengah membalas menyerang ketika ia mendengar perkataannya Pek Thong itu, ia terkejut, ia hendak membatalkan penyerangan itu tapi sudah kasep. tangannya sudah mampir di pundak orang, kemudian si berandalan itu berseru.

"Ah, hebat, pembalasan datang cepat sekali"

Dalam keadaan kacau itu, karena keberandalannya Ciu Pek Thong, Kwee Ceng mengingat kedua gurunya, ia khawatir mereka nanti mendapat celaka, maka ia menghampiri Kwa Tin ok. Ia memimpinnya ke dekat Ang cit Kong, supaya keduanya berdiam bersama. Dengan perlahan sekali, ia berkata kepada mereka:

"Jiewi suhu, mari pergi beristirahat di Yan ie Lauw, sebentar sebuyarnya kabut baru kita lihat bagaimana baiknya:"

Ketika itu, kembali terdengar suara Oey Yong: "Eh, Loo Boan Tong, kau dengar perkataanku atau tidak?"

"Aku tidak bakal mengalahkan ayahmu, kau jangan khawatir" menyahut si jenaka.

"Aku menghendaki kau lekas menghajar si bisa bangkotan" berkata si nona. "Hanya aku melarang kau membinasakannya"

" Kenapa begitu?" tanya Pek Thong, yang kaki tangannya bekerja terus.

"Jikalau kau tidak mau dengar .perkataanku, nanti aku beber riwayatmu yang busuk" berkata si nona.

"Riwayat busuk apa itu?" tanya si tua. "Kau ngaco belo"

"Baik" menyahut si nona, yang membikin suaranya keras dan panjang "Empat buah perkakas tenun maka tenunan burung wanyoh bakal terbang berpasangan"

Pek Thong kaget mendengar itu. "Baik, baik" ia lekas berkata, "Aku suka dengar perkataanmu. Eh, bisa bangkotan, kau ada di mana?"

Auwyang Hong tidak penyahut. Adalah Ma Giok yang berkata: "ciu susiok, kau ambil kedudukan di Pak Kek chee untuk mengurung dia"

Oey Yong tidak bicara lagi sama Pek Thong, hanya ia membilang pada ayahnya. "Ayah, Khiu Cian Jin bersekongkol sama bangsa asing, dialah satu pengkhianat besar, lekas kau bunuh padanya"

"Anak. mari kau ke sampingku" ada jawaban si orang tua.

Dalam kabut itu, Khiu Cian Jin tidak nampak di mana adanya. Hanya segera terdengar tertawa nyaring dari Ciu Pek Thong yang berseru:

"Bisa bangkotan, lekas kau bertekuk lutut di depan kakekmu, nanti aku beri ampun" Dari suara itu dapat diduga pihak Coan Cin Pay telah menang unggul.

Kwee Ceng sementara itu sudah mengantarkan kedua gurunya ke pinggiran lauwteng Ya Ie Lauw, setelah itu ia pergi lagi, guna melanjutkan mencari Wanyen Lieh. Ia telah pergi ke segala penjuru, masih tidak memperoleh hasil. Entah ke mana perginya pangeran bangsa Kim itu. Bahkan see Thong Thian semua, berikut Khiu Cian Jin, entah telah menyingkir ke mana.

"Hai, bisa bangkotan, kau hendak lari ke mana?" kembali terdengar suara Ciu Pek Thong.




Ketika itu kabut nampak makin tebal, tidak ada lowongan seperti tadi. suara orang juga terdengar semakin berat, menjadi kurang nyata. Karena ini orang menjadi jeri sendiri.

Oey Yong menempelkan rapat tubuhnya kepada tubuh ayahnya. Ma Giok telah memberikan titahnya perlahan sekali, untuk kawan-kawannya memperciut lingkaran, supaya mereka memasang kuping mendengar gerak-gerik lawan. Maka itu, sejenak, segalanya menjadi sunyi senyap.

Tidak berapa lama, terdengarlah suara Khu Cie Kie: "Dengar suara apakah itu?"

Di sekitar mereka, mendengar suara sar¬ser, atau sas-sus, suara itu dari jauh mendatangi semakin dekat, semakin dekat.

Oey Yong berteriak "si bisa bangkotan melepaskan ularnya. Tidak tahu malu"

Oey Yok su pun mendengar suara itu dan mengenalinya, ia sebenarnya ketahui ilmu mengusir ular tetapi sekarang ia tidak dapat menggunakan itu. Asal ia meniup serulingnya, ular bakal menari-nari secara kalap. Hanya sekarang ia tidak mempunyai serulingnya. Ia telah membikin patah alat tetabuhannya itu ketika ia mendengar warta palsu tentang putrinya sudah mati kelelep. Maka sekarang ia turut menjadi bingung.

Ang cit Kong telah naik ke atas lauwteng Yan ie lauw, ia mendengar segalanya, ia berteriak

"Si bisa bangkotan mengatur barisan ularnya, semua naik ke lauwteng"

Ciu Pek Thong lihay ilmu silatnya tetapi la paling takut sama ular, maka begitu mendengar suara oey Yong, ia paling dulu ngiprit ke lauwteng, bahkan karena khawatir ular nanti menyantol kakinya, di tangga lauwteng ia tidak bertindak lagi hanya berlompat, maka di lain saat tibalah ia di wuwungan paling tinggi dari lauwteng itu di mana hatinya berdebaran sekian lama. suara ular terdengar makin keras.

"Sayang hiat-niauw tidak ada di sini," kata oey Yong seraya ia menarik tangan ayahnya diajak naik ke lauwteng.

Kawanan Coan Cin Pay juga naik ke lauwteng, mereka jalan sambil berpegangan tangan satu dengan lain dan naiknya merayap. In cie Peng kejeblos, ia jatuh terguling hingga kepalanya benjut, ia merayap bangun untuk naik kembali. Oey Yong tidak mendengar suara Kwee Ceng, ia bingung.

"Engko Ceng, kau di mana?" ia tanya. Tetapi beberapa kali ia memanggil, tidak memperoleh jawaban. ia jadi semakin berkhawatir.

"Ayah, aku hendak cari dia," ia kata pada ayahnya.

"Perlu apa kau mencari aku?" terdengar suara Kwee Ceng dingin "Lain kali tidak usah mencariku, aku pun tidak akan menyahut" Kiranya pemuda ini berada di samping si pemudi.

"Anak busuk" membentak Oey Yoksu sengit seraya tangannya menyampok.

Kwee Ceng berkelit sambil menunduk. Ketika hendak membalas, terdengar desingan panah, yang menyambar ke kayu jendela, hingga semua orang menjadi kaget. suara panah itu diikuti teriakan-teriakan banyak orang, disusul, pula hujan anak panah. Teranglah itu suara satu pasukan tentara, entah berapa besarnya. Kemudian terdengar lagi teriakan-teriakan

"Jangan kasih lolos semua pemberontak"

Khu cie Kie menjadi gusar sekali. "Pastilah kawanan anjing Kim itu sudah bersekongkol sama pembesar negeri" katanya sengit.

"Pastilah pembesar di Kee-hin ini yang datang untuk menawan kita"

"Mari kita menerjang turun" kata Ong cie It panas hatinya.

"Kita labrak mereka"

Cek Tay Thong justru berteriak-teriak "celaka Ular Ular"

Semua orang kaget, berkhawatir dan gusar sekali. sekarang mereka mengerti, untuk pertempuran ini, Wanyen Lleh dan Auwyang Hong sudah melakukan persiapan, bahkan mereka berlaku curang dan hina.

Melihat semua itu, Ang cit Kong segera mengasih dengar suaranya. "Kita dapat melawan panah, tidak dapat kita melawan ular Dapat kita menyingkir dari ular, tidak dapat kita menyingkir dari panah. Maka itu, semua lekaslah mengangkat kaki"

Di atas wuwungan, ciu Pek Thong mencaci kalang kabutan. Dia telah menyambut dua batang anak panah dengan apa ia menangkis setiap anak panah lainnya yang menyambar-nyambar ke arahnya.

Lauwteng Yan ie Lauw terkurung air di tiga penjuru dan tentara negeri dengan menggunakan perahu-perahu kecil telah datang dari tiga penjuru itu sambil mereka menyerang dengan panah: disebabkan kabut tebal, mereka tidak berani datang terlalu dekat.

"Kita menuju ke barat, kita ambil jalan darat" terdengar pula suara Cit Kong.

Dalam kekacauan itu, dengan sendirinya Pak Kay menjadi komandan di antara rombongan orang gagah itu, semua orang telah mendengar perkataannya, semua lantas turun dari lauwteng. Kembali mereka rapah-repeh, sebab kabut masih tetap tebal dan dijarak satu kaki, sukar mereka melihat satu sama lain. Disaat seperti itu, mereka melupakan permusuhan, bahkan mereka berjalan sambil saling tuntun.

Khu Cie Kie bersama Ong cie It, dengan pedang di tangan masing-msing berjalan paling depan. Mereka memutar rapat pedang mereka dalam jurus siang-kiam Hap-pek, sepasang pedang bersatu padu.

Kwee Ceng menuntun Ang cit Kong dengan tangan kanannya, tangan kiri bergedangan dengan orang lain. Ia justru kena memegang tangan yang halus dan lunak. Itulah tangannya oey Yong, maka ia terkejut. Lantas ia melepaskan cekalannya.

Oey Yong terdengar berkata: "Siapa menghendaki kau memperhatikanku?" Dingin suaranya itu.

Ketika itu terdengar seruan Khu Cie Kie: "Lekas kembali. Di depan kita, semuanya ular"

Ang cit Kong bersama Oey Yoksu berada paling belakang, terdengarlah suara ular yang berisik sekali, sedang baunya yang memuakkan menyambar hidung. Oey Yong tidak tahan, lantas muntah. Oey Yoksu menyambar putrinya, untuk dipeluk. Semua orang bingung. Panah hebat masih dapat ditangkis tetapi barisan ular berbisa itu?

Disaat berbahaya, tiba-tiba terdengar suara keras dan dingin dari seseorang: "Siluman perempuan cilik mari serahkan tongkat bambumu pada si buta" orang mengenali, itulah suaranya Kwa Tin ok.

Mendengar suara itu, Oey Yok su dan oey Yong lega hatinya. Si nona tidak menghiraukan dicaci sebagai "siluman perempuan cilik", ia lantas menyerahkan tongkatnya.

Kwa Tin ok menyambut tongkat sambil berkata "semua orang mari mengikuti si buta menyingkir dari sini"

Hui Thian pian-hok adalah orang Kee-hin asli, ia mengenal baik kampung halamannya, meski benar matanya buta, kabut tidak menjadi rintangan untuknya. Ia sekarang cuma mengandalkan kupingnya, akan mendengar suara ular. Maka itu, ia memasang kuping mencari tahu di mana tidak ada suara panah atau ular. Ia memang ketahui di sebelah barat ada sebuah jalan kecil, justru dari sana tidak terdengar suara apa-¬apa. Demikian dengan dingkluk-dingkluk ia menuju ke barat.

Jalanan kecil itu adalah jalanan yang tak terpakai umum, sudah beberapa tahun ini di sana juga tumbuh pohon bambu, maka itulah sebuah jalan mati. Maka juga dengan lantas mereka terintang phon-pohon bambu.

Khu Cie Kie bersama ong cie It menggunakan pedang mereka merobohkan setiap pohon yang menghadang, di belakangnya, semua orang mengikuti.

"Ciu susiok. kau di mana?" tanya Ma Giok. "Lekas ke mari"

Pek Thong duduk berdiam di alas wuwungan, ia mendengar panggilan itu, tetapi ia jeri sama ular, ia berdiam saja.

Sesudah berjalan belasan tombak, orang telah berhasil melewati rujuk bambu itu. Di situ terlihat nyata sebuah jalan kecil. Di sana suara ular tidak terdengar nyata, sebaliknya seruan-seruan tentara agak semakin nyaring. Rupanya ada rombongan tentara yang mencoba jalan memutar untuk memegat.

Semua orang tidak takut sama tentara negeri. Bahkan Lauw Cie Hian lantas berkata: “Cek sutee, mari kita maju bersama, kita mampusi beberapa pembesar anjing itu"

"Baik" menyambut Tay Thong. Maka keduanya lantas maju di depan, mereka menangkis setiap anak panah.

Orang maju terus, maka tidak lama kemudian, tibalah mereka dijalan besar. Di sini mereka disambut hujan yang lebat dan guntur yang menulikan kuping. Turunnya hujan menyebabkan kabut tersapu habis. Benar cuaca tetap gelap. tetapi sekarang mereka dapat melihat samar-samar satu sama lain.

"Mara bahaya telah lewat, tuan-tuan, persilahkan" berkata Kwa Tin ok.

Artinya ia mempersilahkan orang mengambil jalan sendiri-sendiri Ia pun mengembalikan tongkatnya oey Yong, seorang diri ia bertindak ke timur tanpa berpaling lagi.

"Suhu" Kwee Ceng memanggil.

"Kau bawa Ang Loohiap ke tempat yang sunyi, untuk berobat," berkata guru itu, "Setelah beres kau pergi ke dusun Kwa-kee-cun mencariku"

"Baik, suhu" menyahut sang murid.

Oey Yok su menyambut sebatang panah yang melayang ke arahnya, ia bertindak ke depan Tin ok seraya berkata:

"Jikalau bukan hari ini kau telah menolong jiwaku, sebenarnya tidak sudi aku menjelaskan kepadamu "

Belum habis kata-kata itu, Tin ok sudah berludah hingga ludahnya mengenai hidung orang. Dia berkata dengan sengit,

"Berhubung dengan kejadian hari ini maka kalau nanti aku menutup mata, aku tidak mempunyai muka untuk menemui keenam saudara angkatku"

Oey Yok su gusar sekali, ia lantas mengayun tangannya. Kalau Tin ok kena dihajar, pasti terbanglah jiwanya. Tapi Kwee Ceng berlompat maju, ia mewakili gurunya menangkis.

Oey Yok Su dan Kwee Ceng terpisah belasan tindak. tidak keburu si anak muda menolong gurunya, akan tetapi Oey Yoksu batal menyerang, dengan perlahan-lahan dia mengasih turun tangannya, untuk ditarik pulang, lalu sambil tertawa lebar dia berkata.

"Kamu kira aku Oey Yok su orang macam apa? Maka dapat berpandangan serupa sebagai kamu?" Ia lantas memutar tubuhnya kepada putrinya seraya berkata. "Yong-jie, mari kita pergi" Ia juga berpaling kepada Ang cit Kong, untuk menjura, habisitu dengan hanya satu kali berkelebat, ia sudah lantas memisahkan diri beberapa tombak jauhnya

Mendengar suara Oey Yok su itu, Kwee Ceng melengak. Ia menjadi ragu-ragu. Tapi ia tidak dapat memikir lagi. Saat itu, dengan suara berisik, terlihat tibanya satu pasukan serdadu menerjang mereka.

Coan cin Liok Cu lantas maju, menyambut terjangan, untuk membalas menghajar.

Oey Yok su sebaliknya tidak sudi berkelahi, ia menghampiri Ang cit Kong tangan siapa ia pegang untuk ditarik, sambil berkata:

"Saudara Cit, mari kita pergi ke depan untuk minum beberapa cangkir arak. Nanti kita bicara di sana" cit Kong setuju sekali dengan ajakan itu.

"Bagus Bagus" sahutnya, terus ia mengikuti, maka sebentar kemudian, mereka berdua sudah menghilang di tempat yang gelap.

Kwee Ceng membiarkan gurunya pergi, sekarang ia hendak membantu gurunya yang tertua. Justru itu, serangan tentara kembali datang. ia tidak berniat mencelakai banyak orang, maka ia menggunakan tangan kosong merobohkan siapapun yang berada paling dekat dengannya.

Dalam kekalutan itu terdengar suara nyaring dari Khu Cie Kie berarnai. Itu disebabkan di antara tentara negeri ada orang-orangnya Wanyen Lieh, ialah kawanan Tiat elang Pang dari Khiu Cian jin, maka mereka tidak selemah serdadu negeri, hingga mereka tidak gampang dapat dipukul mundur.

Kwee Ceng berkhawatir untuk gurunya yang paling tua, ia lantas memanggil-manggil: “Toasuhu Toasuhu Toasuhu di mana?" tapi suaranya tidak mendapatkan jawaban.

Ketika itu Oey Yong berdiri menyender di sebuah pohon. ia tidak mengikuti ayahnya. Habis menyambut, tongkatnya dari Tin ok, pikirannya kusut. Ia telah melihat ayahnya diludahi tertua dari Kang Lam cit Koay, ia masgul bukan main. Impiannya yang manis telah buyar. Maka juga ia berdiam saja menyaksikan tentara negeri lewat di dekatnya. Tapi selagi ia berdiam, ia mendengar teriakan Tin ok. Ia terkejut. Tanpa merasa, ia berlompat, lari ke tempat dari mana teriakan itu datang. Ketika ia sampai, tepat ia melihat Tin ok rebah di tanah dan seorang punggawa mengayun golok panjangnya ke punggung si buta itu. Tapi opsir itu tidak berhasil membinasakan jago Kanglam itu. Tin ok dapat berkelit dengan menggulingkan tubuh, terus ia bangun berduduk seraya membalas menyerang.

Opsir itu menjerit dan roboh pingsan. Tin ok mencoba bangun lagi, tapi gagal, rupanya ia terluka, baru ia melempangkan tubuh, kembali roboh. Oey Yong lari menghampiri, ia melihat kaki orang terkena panah. Ia mengulur tangannya, untuk memberikan bantuan.

Kwa Tin ok rupanya mendapat tahu siapa yang menolongnya, ia menarik tangannya hingga terlepas, tetapi ia kembali jatuh, sebab sebatang panah menyambar kaki yang lain.

"Untuk apa berlagak menjadi enghiong atau hoohan?" kata Oey Yong dengan mengejek. Ia lantas menotok dengan ilmu totoknya "Lan-hoa Hut-hiat ciu", ia menotok jalan darah di pundak si buta, dimana jago Kanglam itu tidak berdaya lagi, dia lantas bisa dipegang untuk tidak jatuh pula.

Dia masih mau berontak tetapi gagal, separuh tubuhnya tidak dapat digerakkan. Hanya sambil terpaksa dia membiarkan dipepayang pergi, mulutnya mencaci kalang kabutan.

Belasan tombak jauhnya Oey Yong membawa pergi guru Kwee Ceng itu, lalu ia singgah di sebuah pohon, untuk beristirahat. Di sini ia terlihat sejumlah serdadu, mereka lantas menyerang dengan belasan batang anak panah. Terpaksa ia maju, untuk menangkis mundur serangan itu. Tin ok ia biarkan sembunyi di belakang pohon.

Jago Kanglam itu mendengar suara datangnya anak-anak panah, ia tahu Oey Yong lagi berkelahi untuk menolong dirinya, pikirannya menjadi berubah, maka ia berhenti mencaci, ia berkata.

"Jangan kau perdulikan aku. Pergilah kau lari sendiri" sekarang ia bicara dengan perlahan.

"Hm" bersuara si nona. "Aku justru hendak menolong kau. Aku mau lihat, apa dayamu menolaknya"

Keduanya menyingkir ke belakang tembok kate di dekat situ. Penyerangan telah terhentikan, tetapi oey Yong dibikin capai sekali oleh tubuh yang berat dari Kwa Tin ok, maka itu dengan napas sengal-sengal ia menyender di tembok.

"Habislah sudah" kata Tin ok sambil menghela napas. Ia seperti putus asa. "Di antara kita, budi telah habis semuanya, maka kau pergilah semenjak ini anggap saja aku si buta she Kwa sudah mati"

Oey Yong berkata dengan dingin. "Terang-terang kau belum mati, mengapa kau menganggap dirimu sudah tidak ada di dunia ini? Jikalau kau tidak mencari aku untuk membalas sakit hati, nanti aku yang mencari dirimu"

Dengan mendadak si nona menotok dua kali dengan tongkatnya, jalan darah wietiong di tekukan dengkul. Tin ok tidak menyangka sama sekali, segera ia roboh mendelepok di tanah. Dalam hatinya, ia lantas mencaci si nona. Ia tidak tahu nona itu hendak menyiksa bagaimana atas dirinya. Ia memasang kuping, ia mendengar orang telah berjalan pergi.

Ketika itu suara pertempuran terdengar semakin jauh, rupanya Coan Cin Liok Cu telah berhasil menghajar tentara negeri. Hanya sekarang Tin ok mendengar suara Kwee Ceng memanggil¬-manggil.

"Toasuhu" suara itu makin lama makin perlahan. Itu tanda Kwee Ceng telah pergi mencari ke lain jurusan.

Sekian lama lagi, sunyilah di sekitarnya. Cuma di kejauhan terdengar keruyuknya ayam-ayam jago.

"Ini yang terakhir aku mendengar keruyuk ayam," pikir ketua Kanglam Cit Koay ini. "Kalau besok pagi ayam berbunyi di sekitar kola Kee-hin, aku Kwa Tin ok. bakal tidak mempunyai kuping untuk mendengarnya lagi"

Tengah ia berpikir itu, ia mendengar tindakan kaki dari tiga orang. Tindakan kaki yang satu enteng sekali yang dua sangat berat. Ia lantas menduga kepada Oey Yong. Dugaan ini nyata tidak meleset.

"Ini toaya" kata si nona, "Lekas gotong"

Kata-kata itu dibarengi sama totokan, membebaskan jago Kang Lam itu, yang merasa tubuhnya lantas diangkat dinaikkan di alas bale-bale, untuk digotong pergi. la berdiam saja. Ia merasa heran, hendak menanya, tetapi bila ia berkata nanti disenggapi si nona.

Mendadak seorang yang jalan di sebelah depan, menjerit kesakitan. Rupanya orang itu dihajar si nona, yang terdengar berkata bengis.

"Lekas jalan kalian semua tukang mengganggu rakyat, tidak ada satu dari kalian yang baik" Lalu yang di belakang pun menjerit.

"Terang sudah, dia telah menawan dua serdadu untuk menggotongku," Tin ok berpikir. "Benar dia pintar dia mendapat pikiran semacam ini" Tin ok menggigit rapat giginya atas dan bawah.

Ia menahan sakit hebat sekali disebabkan rasa nyeri yang dahsyat di kedua kakinya yang terpanah tadi. Ia malu kalau merintih dan si nona nanti mengejeknya. Ia merasa dibawa di jalanan yang sukar, yang turun dan naik. Kemudian ada cabang-¬cabang pohon yang melanggar mukanya. Jadi mereka berada di tempat yang pepohonannya lebat. Dua tukang gotong itu tetap berjalan tidak tetap. saban¬saban mereka terhuyung, tandanya mereka letih sekali. Mereka jalan terus karena tongkat si nona seperti tidak mengenal kasihan

Tin ok menduga telah dibawa pergi sekitar tiga puluh lie. Ia percaya sudah tengah hari. Pakaiannya kuyup bekas ditimpa hujan tetapi sekarang pakaiannya sudah hampir kering tersorot matahari dan terkena angin. Lalu ia mendengar suara tonggeret dan anjing, juga nyanyian sipetani pria dan wanita. Suasana tenang sekali, beda dengan tadi di waktu terjadi pertempuran kacau.

Oey Yong membeli buah labu dan masak itu dengan nasi. Ia makan satu mangkuk, yang semangkuk lagi ia letakkan di depan Kwa Tin ok.

"Aku tidak lapar" kata jago Kanglam itu.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar