Jumat, 12 Maret 2021

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 134

Ketika itu Pek Thong sudah muncul pula dari dalam gua, ia mempepayang satu orang yang tangannya yang kiri mencekal cupu-cupu arak, tangan kanan memegang daging ayam sebelah potong, sedang mulutnya menggigit satu paha ayam juga. Dialah Kiu Cie Sin Kay Ang Cit Kong. Oey Yong dan Kwee Ceng menjadi girang sekali.

"Suhu!" mereka memanggil.

Justru itu Kwa Tin Ok, dengan romannya yang bengis, menghajar nona Oey dengan tongkat besinya.

Oey Yong sedang bergirang sekali, ia tidak menyangka bakal diserang. Itulah jurus dari Hok Mo Thung-hoat yaitu ilmu tongkat Menaklukkan Iblis, yang Tin Ok sengaja menciptakannya di gurun pasir, untuk melawan Bwee Tiauw Hong. Sebaliknya Kwee Ceng melihat itu. Bukan main kagetnya murid ini. Tidak ada waktu lagi untuk mencegah dengan mulut, terpaksa si anak muda mengulur tangan kirinya, menyampok tongkat itu, sedang dengan tangan kanannya, ia menyambar ujungnya, guna membikin tongkat itu tidak jatuh. Dalam kesusu, ia menggunakan tenaga besar. Inilah hebat untuk Kwa Tin Ok. Dia tersampok dan tertarik, dia tidak dapat mempertahankan diri, tongkatnya terlepas, tubuhnya terpelanting jatuh! Kembali Kwee Ceng menjadi kaget.

"Suhu!" ia berseru seraya menubruk, guna mengasih bangun gurunya.

Mulut Kwa Tin Ok mengeluarkan darah, sebab dua buah giginya copot, sedang mukanya bengkak akibat jatuh.

"Untuk kau!" katanya ketika ia mengambil kedua buah giginya itu dan menyerahkannya kepada muridnya. Tangannya berlepotan darah.

Kwee Ceng menjatuhkan diri di depan gurunya. "Teecu salah, suhu," ia kata. "Silahkan suhu menghukum ……"

"Untukmu!" kata pula si guru, tangannya tetap dilonjorkan.

"Suhu ……" murid itu berkata lagi sambil menangis.

Ciu Pek Thong menyaksikan kejadian itu, ia anggap lucu, maka ia tertawa dan berkata; “Semenjak dulu adalah guru yang menghajar murid tetapi hari ini murid menghajar guru! Bagus-bagus!" Ia tidak memperdulikan lagi bahwa ia justru membikin hati Tin Ok menjadi makin panas. Karena sang murid tidak mau menerima giginya, Tin Ok lantas menelan!

"Bagus, bagus!" kembali Pek Thong berseru dan bertepuk tangan.

Oey Yong bingung. Ia tidak tahu kenapa Tin Ok hendak membinasakan dirinya. Ia mendekati Cit Kong tangan siapa ia cekal.

"Biar bagaimanapun juga teecu tidak berani melawan suhu," kata Kwee Ceng mengangguk-angguk. "Barusan teecu kesalahan tangan, maka itu harap suhu menghukum aku……"

"Suhu! Suhu!" membentak sang guru. "Siapa gurumu? Kau mempunyai pemilik dari Tho Hoa To sebagai mertuamu, perlu apa lagi kau dengan gurumu? Kanglam Cit Koay cetek kepandaiannya, mana tepat dia menjadi gurunya Kwee Toaya?"

Kwee Ceng semakin menyesal, ia mengangguk¬-angguk pula. Hebat sekali kemurkaan gurunya hingga Oey Yok Su disebut-sebut sebagai mertuanya dan ia pun disindir "toaya" atau "tuan besar".

Ang Cit Kong tidak dapat mengawasi saja. "Kwa Tayhiap," ia berkata, "Di antara guru dan murid, keterlepasan tangan adalah hal yang umum, oleh karena itu, aku harap kau maafkan muridmu ini. Barusan anak Ceng menggunakan jurus dari ilmu silat ajaranku si pengemis tua, akulah yang bersalah, di sini aku minta maaf kepadamu."

Pengemis itu benar-benar menjura kepada jago Kanglam itu. Mendengar Cit Kong berkata demikian, Pek Thong pikir ia pun baik berbicara. Maka ia berkata kepada Hoe Thian Pian-hok:

"Kwa Tayhiap di antara guru dan murid keterlepasan tangan adalah yang umum sekali, karena sambaran saudara Kwee barusan kepada tongkatmu adalah sambaran ajaranku, di sini aku si Loo Boan Tong mohon maaf padamu." Dan ia pun menjura dalam.

Dalam murkanya, Tin Ok menganggap orang mengejek, ia bukan saja mendongkol pada si tua yang doyan bergurau ini, ia juga menganggap Ang Cit Kong mau main gila terhadapnya, maka itu dengan sengit ia berkata;

"Kamu Tong Shia dan See Tok, Lam Tee dan Pak Kay, kamu semua sangat mengandalkan kepandaian, kamu menganggap dapat malang melintang di kolong langit ini, akan tetapi di mataku, perbuatan kamu semua banyak yang tak pantas, maka akhirnya nanti mesti buruk adanya!"

Pek Thong heran. "Eh, apakah salahnya Lam Tee hingga kau membawa-bawa dia?" ia tanya.

Oey Yong melihat suasana buruk sekali, kalau ia diam saja, si tua bangka berandalan ini bisa mengacau hebat, karena dalam murkanya itu, Tin Ok mesti dibikin sabar dan bukannya dikocok, maka itu ia lantas menyelak. Ia berkata;

"Loo Boan Tong, burung wanyoh mau terbang berpasangan datang mencari kau, apakah kau tidak mau lekas-lekas pergi melihat dia?"

Pek Thong kaget hingga ia lompat berjingkrak. "Apa?" ia menanya.

"Dia ingin bersama kau di musim dingin di tempat yang tersembunyi mandi baju merah……" kata pula si nona.

Pek Thong menjadi terlebih kaget lagi. "Di mana? Di mana?" ia tanya berulang-ulang.

"Di sana!" sahut Oey Yong, tangannya menunjuk ke arah selatan. "Di sana! Lekas kau pergi cari dia!"

"Untuk selama-lamanya aku tidak akan menemui dia lagi!" berseru Pek Thong. "Nona yang baik, apapun kau boleh menitahkan kepadaku asal kau jangan membilang dia bahwa aku berada di sini……!" Belum berhenti suaranya, dia sudah lari ke utara.

"Kau ingat perkataanmu ini ialah janjimu!" kata Oey Yong.

"Kalau Loo Boan Tong sudah mengatakan, dia tidak nanti menyesal!" kata Pek Thong dari jauh, lalu dia lenyap dari pandangan mata si nona.




Maksud Oey Yong memperdayakan si tua jenaka itu pergi mencari Eng Kouw, siapa tahu, Pek Thong takut bertemu sama nyonya itu, dia bahkan kabur. Tapi biar bagaimana, orang toh telah menyingkir, maka lega juga hati nona ini.

Kwee Ceng masih berlutut di depan gurunya, ia masih minta diberi hukuman. Sambil menangis ia berkata pula:

"Buat guna teecu, suhu bertujuh telah pergi jauh ke gurun di utara, tempat yang bersengsara, maka itu biarpun tubuh teecu hancur lebur, sukar untuk teecu membalas budi suhu semua. Tanganku ini bersalah, baiklah teecu tidak menginginkannya pula!"

Dengan tangan kanannya, si anak muda mencabut pedang, dengan itu ia menebas tangannya yang kiri, tetapi Kwa Tin Ok menangkis dengan tongkatnya, hingga kedua senjata bentrok keras, lelatu api muncrat, tangan si guru dirasakan sakit. Itulah bukti muridnya benar-benar mau mengutungi tangannya. Maka lantas ia berkata:

"Baiklah! Sekarang aku ingin kau melakukan sesuatu!"

"Titahkan saja, suhu, teecu tidak akan membantah," Kwee Ceng bilang.

"Jika kau menampik, lain kali jangan kau bertemu lagi!" kata si guru. "Biarlah hubungan kita putus bagaikan ditebas!"

"Teecu akan melakukan itu dengan sungguh-¬sungguh," kata Kwee Ceng, "Kalau tidak sampai mati baru teecu berhenti."

Tin Ok membanting tongkatnya ke tanah. "Kau kutungi kepalanya Oey Lao Shia serta kepala gadisnya!" ia bilang keras.

Bukan main kagetnya Kwee Ceng. Itu titah sangat hebat, yang ia tidak sangka. "Suhu!" serunya. "Suhu……!"

"Bagaimana?" tanya si suhu bengis.

"Entah kenapa Oey Lao Shia bersalah kepada suhu?"

"Hm! Hm!" mengejek si guru. "Aku mengharap Thian memberikan kesempatan sejenak saja untuk aku bisa melihat, asal aku bisa melihat mukamu binatang cilik yang bong in pwee gie!" Dia mengangkat pula tongkatnya, niat menyerang.

Bukan main sedihnya Kwee Ceng, dikatakan bong it pwee gie - tidak mengenal budi. Ia melihat tongkat mengancam. Ia tidak berkisar, tidak berkelit. Oey Yong terkejut, apa lagi ketika ia mendapatkan si pemuda diam saja.

"Menolong dulu, itulah perlu!" pikirnya. Maka ia menggerakkan tongkatnya, dengan jurus "Anjing jahat menghadang jalanan".

Tongkat Tin Ok tidak mengenai sasaran. Bukan main mendongkolnya ketua Kanglam Cit Koay ini. Tangkisan si nona membuatnya terhuyung, meski ia tidak jatuh. Dua kali ia menumbuk dadanya sendiri, lantas dia lari ke arah utara.

"Suhu! Suhu!" Kwee Ceng berteriak-teriak memanggil.

"Apakah Kwee Toaya menghendaki jiwa tuaku?" guru itu bertanya.

Kwee Ceng tercengang. Ia tidak berani mencegah pula. Ia menundukkan kepala. Maka ia cuma bisa mendengar suara tongkat besi mengenai tanah atau batu, makin lama makin jauh, makin jauh, makin samar, lalu lenyap. Ia ingat budinya guru itu ia menjatuhkan diri di tanah dan menangis menggerung-gerung. Sambil menuntun tangan Oey Yong, Cit Kong menghampiri muridnya.

"Kwa Tayhiap dan Oey Lao Shia mempunyai tabiatnya sendiri-sendiri yang sangat luar biasa." ia berkata, "Entah ada terjadi perselisihan hebat apa di antara mereka. Sekarang kau jangan bersusah hati, kau serahkan urusan padaku, nanti aku si pengemis tua yang membereskan, supaya mereka menjadi akur lagi."

Kwee Ceng berhenti menangis, ia bangun. "Suhu, tahukah suhu apa sebabnya itu?" ia tanya.

Cit Kong menggeleng kepala, tetapi ia berkata; "Loo Boan Tong telah kena orang perdayakan. Dia bertaruh mengadu diam maka kejadianlah dia diam tak berkutik. Memang kawan manusia jahat itu hendak membikin celaka padaku, kebetulan gurumu itu sampai, dia melindungiku, dia mengajak aku bersembunyi ke dalam gua. Dengan mengandalkan pada beracun gurumu, orang jahat tidak berani memasuki gua. Maka kita dapat bertahan sekian lama. Gurumu seorang mulia hati, melindungi aku dengan membahayakan dirinya sendiri."

Pengemis itu berhenti bicara, dia mencegluk araknya dua kali, menggerogoti paha ayam, terus ia telan, kemudian menyeka mulutnya. Habis itu, baru ia berkata lagi:

“Pertempuran barusan hebat sekali. Celaka untukku, karena kepandaianku telah ludas, aku tidak dapat turun tangan untuk membantu. Aku bertemu gurumu tetapi tidak sempat bicara dengannya. Aku percaya kegusarannya barusan pasti bukan karena kau keterlepasan tangan. Dia seorang berbudi dan jauh pandangannya, tidak mungkin berlaku cupat pikiran. Beberapa hari lagi tiba waktu perjanjian Pee-gwee Cap-gouw, maka sesudah pertandingan di Yan Ie Law nanti aku menjadi orang pertengahan akan mengakuri mereka."

Kwee Ceng mengucap terima kasih. "Kepandaian kalian berdua sangat pesat anak-¬anak," Cit Kong berkata pula tertawa. "Kwa Tayhiap seorang Rimba Persilatan yang kenamaan tetapi setelah kamu turun tangan, dia jatuh pamornya. Sebenarnya bagaimanakah halnya dengan kamu?"

Kwee Ceng berduka dan malu, ia tidak dapat bicara, maka Oey Yong yang menutur hal perjalanan mereka berdua semenjak berpisah di istana kaisar.

Cit Kong memuji dan berseru mendengar Yo Kang membinasakan Auwyang Kongcu. Ketika ia mendengan Yo Kang menipu Lou Tiangloo sekalian, ia mencaci anak muda itu sebagai anak jadah. Kemudian ia melongo mendengar halnya It Teng Taysu menolong nona Oey sampai pada lelakonya Sin Soan Cu Eng Kouw yang penasaran dan mendendam hebat. Akhirnya ia berseru kaget mengetahui Eng Kouw muncul di Chee-liong-tha di mana nyonya itu seperti hilang ingatan.

"Suhu, apakah suhu kenal Eng Kouw?" Oey Yong tanya.

"Tidak, aku tidak kenal dia," menyahut guru itu, "Hanya waktu Toan Hongya masuk menjadi pendeta, aku berada di sisinya. Dia telah mengirim surat padaku di Utara, dia mengundang aku datang ke Selatan. Aku lantas datang karena aku percaya tanpa urusan penting tidak mungkin dia mengundangku. Aku datang karena sekalian aku ingin mencoba pula makanan Inlam yang lezat, bahkan aku berangkat dengan cepat. Waktu aku bertemu Toan Hongya, dia lesu sekali, sangat beda waktu pertemuan di Hoa San di mana dia gagah bagaikan naga dan harimau. Aku heran sekali.

Besoknya dia mengajak aku berunding tentang ilmu silat maksudnya untuk mewariskan padaku dua macam kepandaian. Sian Thian Kan dan It Yang Cie. Kembali aku menjadi heran. Sian Thian Kang dari Toan Hongya bersama Hang liong Sip-pat Ciang dari aku, Kap Moa Kang dari Auwyang Hong dan Pek Khong Ciang dari Oey Lao Shia, sama tersohornya, sama tangguhnya, maka setelah dia memperoleh It Yang Cie dari Ong Tiong Yang, dia pasti bakal jadi jago nomor satu di kolong langit ini dalam pertempuran yang kedua di Hoa San. Tidak nyana sekarang dia mau mewariskan dua rupa kepandaian itu padaku, ia beralasan merundingkan ilmu silat. Kenapa dia tidak mau mempelajari Hang Liong Sip-pat Ciang dari aku? Mesti ada sebabnya. Hal itu aku telah memikirkannya. Kemudian setelah diam-diam aku berbicara dengan empat muridnya, baru aku ketahui sebab aneh itu. Kiranya, habis mewariskan kepandaiannya padaku, dia hendak membunuh diri……"

"Suhu," berkata Oey Yong, "Toan Hongya itu khawatir, setelah dia mati, It Yang Cie tidak ada yang mewariskan dan itu artinya tidak ada orang yang dapat menguasai lagi Auwyang Hong."

"Benar, aku pun telah melihat hal itu. Karena itu juga, aku bilang aku tidak suka mempelajari dua rupa kepandaiannya itu. Setelah aku menampik, dia baru menutur maksud hatinya. Dia berkata keempat muridnya, biarpun mereka jujur dan setia, tetapi karena perhatian mereka ditumpleki pada urusan pemerintah, tidak akan mereka memperoleh kemajuan. Dia berkata pula, tidak apa aku tidak menyukai Sian Thian Kang tetapi It Yang Cie sangat perlu. Dia bilang, apabila It Yang Cie terbawa ke kubur olehnya tanpa ada yang mewarisi, dia malu bertemu Ong Tiong Yang Cinjin di dunia baka. Aku masih membandel tidak mau menerima warisannya. Aku pikir, dengan membandel artinya jiwanya dapat ditolong."

"Kejadian itu sungguh aneh," kata Oey Yong. "Semenjak dulu adalah umum, seorang mau belajar dan minta diajari dan orang menolak mengajari, akan tetapi kali ini, orang tidak mau belajar tapi ia justru dibujuk, dipaksa!"

"Oleh karena aku tetap menolak," Cit Kong bercerita lebih jauh, "Toan Hongya habis daya, lantas dia masuk menjadi pendeta, mencukur rambutnya, aku hadir dan mendampingi dia. Kejadian itu belasan tahun yang lalu. Ah, bagus, bagus sekarang urusan bisa diselesaikan secara begini."

"Suhu," kemudian Oey Yong berkata pula. "Urusan kami sudah beres, sekarang tentang suhu sendiri."

"Urusanku sendiri!" kata si orang tua. "Di istana aku telah makan segala macam masakan lezat……" dan tak hentinya ia menyebut namanya pelbagai sayur sambil lidahnya menjilati bibirnya.

"Kenapa Loo Boan Tong tidak berhasil mencari suhu?"

"Sebab karena koki raja sering kehilangan banyak sayurnya, dapur istana jadi kacau! Semua orang bilang di dapur istana muncul dewa rase, lantas mereka memasang hio memujaku. Kemudian terdengar oleh pimpinan siewi, dia mengirim delapan siewi untuk menjaga dapur, untuk menangkap dewa rase. Aku jadi sulit, sedang Loo Boan Tong tidak datang-datang. Terpaksa aku pergi bersembunyi di tempat yang sepi. Tempat itu ruang Gok Lek Hoa-tong. Di sana ada ditanam banyak pohon bwee. Itulah tempat raja menggadangi bunga bwee di musim dingin, saat itu musim panas, tidak ada satu setanpun kecuali beberapa orang kebiri tua tukang nyapu. Senang aku tinggal di situ.

Di mana saja di dalam istana, orang bisa makan, seratus pengemis tinggalpun tidak bakal kelaparan. Baru belasan hari aku hidup senang lalu datang gegobrak, mulanya Loo Boan Tong yang menangis seperti setan mengulun, anjing membaung kemudian kucing mengeong, istanapun jadi kacau, lalu beberapa orang berteriak-teriak: 'Ang Cit Kong Looya-cu! Ang Cit Kong Looyacu!' Aku mengingat, aku mengenali mereka adalah rombongan Pheng Lian Houw, See Thong Thian dan Nio Cu Ong……"

"Mau apa mereka mencari suhu?" tanya Oey Yong heran.

"Akupun heran. Aku hendak menyingkir, tetapi Loo Boan Tong berhasil mempergoki aku. Dia sangat girang, dia peluk aku, dia memuji-muji kepada Thian. Kemudian dia menitahkan Nio Cu Ong semua berjalan di belakang……"

Kembali Oey Yong heran. "Kenapa Nio Cu Ong semua dapat diperintah Loo Boan Tong?"

"Ketika itu aku pun sangat heran. Aku melihat mereka sangat takut kepada Loo Boan Tong, apa yang diperintahkan, mereka lantas kerjakan, tidak berani membantah. Demikian mereka diberi tugas mengiringi, Loo Boan Tong menggendong aku sampai di Gu-kee-cun, untuk mencari kalian berdua. Di tengah jalan dia menjelaskan padaku bahwa dia bingung tidak dapat mencariku, malah bertemu Nio Cu Ong semua. Dia hajar mereka, dia suruh mereka membantu mencari di segala tempat. Mereka mengatakan sia-sia belaka mencari di istana sedang istana sangat luas dan lebar."

Oey Yong tertawa. "Loo Boan Tong lihay sekali, dia dapat membikin Nio Cu Ong semua tunduk. Kenapa kawanan iblis itu tidak melarikan diri saja?"

Cit Kong pun tertawa. "Loo Boan Tong mempunyai akalnya sendiri. Dia berkata telah membuat obat pel yang dicampur kotorannya, dia suruh mereka makan satu orang tiga butir, setelah itu dia membilang, obat itu ada racunnya dan akan bekerja setelah lewat empatpuluh sembilan hari, bahwa obat pemunahnya cuma ia sendiri yang dapat membikinnya. Mereka jadi ketakutan, mungkin mereka sangsi, tetapi akhirnya percaya juga. Begitulah mereka jadi dapat diperintah segala macam.”

Kwee Ceng lagi berduka tetapi mendengar cerita sang guru, ia tertawa juga.

"Sampai di Gu-kee-cun, kalian tidak dapat dicari," Ang Cit Kong meneruskan keterangannya, "Loo Boan Tong memaksa mereka mencari terus. Kemarin malam mereka pulang dengan lesu, mereka gagal, dari Loo Boan Tong mencaci-maki, terus diancam, apabila besok mereka gagal lagi, akan dikasih makan lagi obat kotorannya itu. Ia menyebut-nyebut air kencing. Mendengar itu, timbul kecurigaan mereka. Mereka percaya bahwa mereka lagi dipermainkan, bahwa sebenarnya mereka bukan dikasih makan racun. Lantas mereka memancing. Dalam gusarnya, Loo Boan Tong tanpa sadar membuka rahasianya sendiri. Aku menjadi berkhawatir. Mereka itu bangsa licik, aku pikir lebih baik mereka disingkirkan saja, supaya mereka tidak menjadi bahaya di belakang hari.

Mereka itu benar-benar lihay dan merasa bahaya mengancam, mereka mendahului turun tangan. Begitulah Pheng Lian Houw menggunakan kecerdikannya, dia mau adu Loo Boan Tong dengan Leng Tie Siangjin. Tidak dapat aku mencegah lagi. Untuk menolong diri, aku menyingkir. Kebetulan sekali di luar dusun aku bertemu Kwa Tayhiap. Dia melindungi aku menyingkir kemari, kemudian dia pergi kepada Loo Boan Tong, maka Loo Boan Tong pun datang ke mari, hanya di sini, setelah dikocok Lian Houw, dia mengadu kepandaian duduk diam sama si pendeta."

Oey Yong mendongkol juga merasa lucu. "Jikalau tidak terjadi perkara kebetulan, suhu, jiwamu bisa hilang di tangan Loo Boan Tong," katanya. "Untung kebetulan sekali engko Ceng dan aku mendengar lewatnya dua kawan mereka."

"Jiwaku memang sudah tidak berharga, diantarkan di tangan siapa pun sama saja." kata sang guru.

"Suhu, ketika itu kita pulang dari pulau Beng Hee To……" kata si nona.

"Bukan Beng Hee To hanya pulau menggencet setan!" kata sang guru pula.

"Baiklah, pulau menggencet setan," kata sang murid. "Sekarang ini benar-benar Auwyang Kongcu telah menjadi setan! Ketika itu di atas getek kita menolong paman Auwyang Hong dan keponakannya, aku mendengar si bisa bangkotan mengatakan bahwa di kolong langit ini cuma ada satu orang yang dapat menyembuhkan suhu, hanya dia sangat gagah dan lihay, dia tidak bisa dipaksa menolong sedang suhu tidak sudi menolong diri dengan merugikan orang lain, suhu tidak mau minta pertolongan orang itu. Suhu juga tidak mau membilang nama orang. Sekarang kami tahu siapa orang itu, bukan lain daripada Toan Hongya atau It Teng Taysu sekarang ini."

Ang Cit Kong menghela napas. "Jikalau dia menggunakan It Yang Cie menyalurkan jalan darahku, memang dia dapat menyemhuhkan aku," ia berkata, "Hanya karena dia menolong aku, dia bakal menggunakan tenaga dalamnya berlebihan, setelah itu tujuh tahun atau sedikitnya lima tahun, dia tidak dapat memulihkan tenaga dalamnya. Mungkin hatinya tawar dan dia tidak menghiraukan lagi urusan pertemuan yang kedua di gunung Hoa San, tetapi dengan usianya enam atau tujuhpuluh tahun, berapa lama lagi dia bisa hidup? Maka itu, mana bisa aku si pengemis tua membuka mulut mohon pertolongannya?"

Mendengar itu, Kwee Ceng berjingkrak. "Suhu, mari aku yang mengobati!" ia berkata. "Aku telah mempelajari It Yang Cie! Lebih baik sekarang juga digua ini aku menyalurkan semua jalan darahmu?"

Ang Cit Kong menggeleng kepala. "Tahukah kau kenapa It Teng Taysu mengajari It Yang Cie padamu?" ia bertanya.

Ini Kwee Ceng tidak pernah memikirkannya, maka itu mendengar pertanyaan gurunya, ia lantas mengerti, tanpa merasa ia mengeluarkan peluh dingin.

"Ah, It Teng Taysu hendak mencari kematiannya!" ia berseru. "Kalau begitu akulah yang membikin celaka!"

"Ketika dia mengobati Yong-jie, jikalau dia tidak melihat kau diam-diam mempelajari ilmunya, waktu Eng Kouw mencari dia, mustahil dia berani pasang tubuhnya untuk dibunuh nyonya itu?" kata pula guru ini. "Untuk mengobati aku, tidak menjadi soal, tetapi bagaimana kalau dalam waktu lima atau tujuh tahun si bisa bangkotan datang membikin celaka padamu? Bagaimana kau nanti melayani dia? Bolehkah kau menyia-nyiakan pengorbanan It Teng Taysu?"

"Jikalau suhu sudah sembuh, suhu dapat melayani si bisa bangkotan itu," berkata sang murid.

Cit Kong lagi-lagi menggeleng kepala. "Sukar untuk lukaku ini dapat disembuhkan dalam waktu yang cepat," ia berkata. "Sebaliknya hari pertandingan di Yan Ie Lauw di Kee-hin sudah sampai bulu alis. Maka itu tentang sakitku ini dan pengobatannya, baik kita bicarakan lain kali saja."

Oey Yong tertawa mendengar orang berebut omong, yang satu memaksa mau mengobati, yang lain menolak. Ia berkata;

"Sudahlah, jangan kamu berebut mulut! Untuk menyalurkan jalan darah dan meluruskan nadi, aku mengerti!"

"Apa katamu!" Cit Kong menanya heran.

Si nona bersenyum, ia menyahut: "Bahasa aneh yang engko Ceng ingat di dalam hatinya telah disalin jelas kepada kami, sekarang aku pikir-pikir, ilmu itu dapat dipakai menolong suhu." Untuk menguatkan keterangannya, ia menjelaskan penjelasan dari It Teng Taysu.

"Bagus, bagus!" kata Cit Kong girang. "Aku lihat kau memang dapat menolong, cuma untuk itu dibutuhkan waktu sedikitnya setengah sampai satu tahun."

"Suhu," kata Oey Yong kemudian. "Di dalam pertemuan di Yan Ie Lauw, pihak sana pasti bakal mengundang Auwyang Hong, benar Loo Boan Tong tidak bakal kalah tetapi dia berandalan, dia suka mengacau, aku khawatir nanti timbul keonaran, maka aku pikir sebaiknya kita pergi ke Tho Hoa To untuk mengundang ayahku. Dengan begitu barulah kita akan merasa pasti akan kemenangan kita!"

"Kau benar," berkata Cit Kong. "Biar aku yang pergi dulu ke Kee-hin dan kamu berdua pergi ke Tho Hoa To."

"Baiklah kita pergi bersama dulu ke Kee-bin," kata Kwee Ceng. Ia berkhawatir untuk gurunya itu.

"Tidak usah, biar aku pergi sendiri," kata guru itu. "Aku akan menunggang kudamu. Umpama kata ada orang jahat, aku dapat mengaburkannya. Siapa dapat menyusul aku?" Ia lantas lompat naik ke punggung kuda, di mana ia menenggak araknya. Ketika ia menjepit kedua kakinya, kuda itu berpekik menghadap Kwee Ceng, terus dia kabur ke arah utara.

Pemuda itu mengawasi gurunya sampai lenyap dari pandangan matanya, lantas dia mengingat sikap Kwa Tin Ok, gurunya yang ke satu itu dari pihak Kanglam Cit Koay, ia menjadi sangat berduka.

Oey Yong tahu orang bersusah hati, ia tidak membujuk, ia terus menyewa perahu, untuk mengajak orang menaikinya, guna berangkat ke Tho Hoa To. Di dalam perjalanan ini, mereka tidak mengalami sesuatu, maka mereka tiba dengan tidak kurang suatu apapun. Setelah mendarat dan membayar sewa perahu, baru ia berkata kepada kawannya;

"Engko Ceng aku hendak memohon sesuatu kepadamu, kau suka meluluskan atau tidak?"

"Kau sebutkan dulu, aku mendengarnya," menyahut si anak muda, "Jangan nanti soal yang aku tidak dapat melakukannya."

Oey Yong tertawa. "Aku bukan minta kau memotong kepala ke enam gurumu!" katanya.

Pemuda itu tidak puas. "Perlu apa kau menimbulkan urusan itu, Yong-jie!" ia tanya.

"Kenapa aku tidak menimbulkannya?" si nona balik menanya. "Mungkin kau dapat melupakan itu, aku tidak! Biarpun aku baik dengan kau tetapi aku tidak suka kepalaku dipotong olehmu……"

Anak muda itu menarik napas panjang. "Sungguh aku tidak mengerti kenapa toasuhu demikian gusar ……" katanya.

"Toasuhu ketahui baik sekali kaulah orang yang aku cintai. Biar aku mesti mati seribu atau selaksa kali, tidak akan aku sudi melukai kau biar bagaimana kecilpun."







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar