Jumat, 05 Maret 2021

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 129

"Hus, jangan ngaco!" kata si anak muda. "Mereka orang suci……"

Masih si nona tertawa. "Kalau kau tidak percaya, lihat saja nanti!" katanya.

Habis bersantap, mereka turun dari lauwteng. Si nona bercuriga, ia menoleh ke arah kedua too-kouw itu, kebetulan yang satu lagi menyingkap tutup mukanya, maka melihat muka orang, hampir ia berseru heran. Si too-kouw menggoyangkan tangan, lekas-lekas dia menutup mukanya, untuk terus tunduk dan dahar. Kejadian itu cepat sekali, Kwee Ceng tidak melihatnya.

Di pintu rumah makan, tukang perahu sudah menantikan. Oey Yong memberi tanda bahwa ia hendak belanja sebentar. Tukang perahu mengangguk, ia menunjuk ke pinggir kali dimana ada perahunya. Si nona mengangguk, lantas ia berjalan terus bersama Kwee Ceng. Mereka melihat tukang perahu berdiri menantikan. Di sebuah jalan di sebelah timur, dari mana rumah makan tak nampak lagi, Oey Yong berhenti, matanya mengawasi ke rumah makan.

Tidak lama kedua too-kouw tadi nampak keluar. Mereka mengawasi kuda merah dan burung rajawali. Terang mereka lagi mencari orang. Setelah itu mereka bertindak ke barat.

"Mari," berkata si nona, yang terus menarik ujung baju si pemuda.

Kwee Ceng heran tetapi ia ikut tanpa bicara. Kota Tho-goan tidak besar, tak lama mereka sudah keluar dari pintu timur. Dari situ si nona menuju ke selatan, melewati pintu, lalu mengambil jurusan barat.

"Kita menguntit kedua too-kouw itu?" Kwee Ceng tanya akhirnya. "Ah, jangan kau main-main denganku!"

"Main-main apa?" berkata si nona tertawa. "Too¬kouw demikian cantik, seperti bidadari! Menyesal kalau kau tidak mengikuti dia!"

Si anak muda menghentikan tindakannya. "Yong-jie, kalau kau menyebut lagi, aku akan marah!" katanya.

"Ah, ah, aku tidak takut!" kata si nona. "Coba kau marah, aku lihat!"

Si pemuda kalah desak, ia lantas mengikuti pula. Kira-kira lima enam lie, di sana terlihat kedua imam wanita duduk di bawah pohon kayu di tepi jalan. Ketika mereka menampak si muda-mudi, mereka berbangkit dan berjalan pergi ke jalan kecil yang menuju ke lembah. Oey Yong menarik tangan pemudanya, untuk diajak pergi ke jalan kecil itu.

"Yong-jie!" kata si anak muda. "Kalau kau tetap bergurau, nanti aku pondong kau untuk dibawa balik!"

Si nona tidak memperdulikan. "Aku letih, pergilah kau mengikuti sendiri!" katanya.

Pemuda itu lantas berjongkok. "Mari aku gendong kau!" katanya. Ia kata tidak ingin ia nanti terbit onar pula. Agaknya ia sangat memperhatikan si nona.

Oey Yong tertawa. "Nanti aku singkap sapu tangan penutup mukanya untuk kau lihat!" katanya. Dan ia mempercepat tindakannya, menyusul ke dua too-kouw itu. Ia lari.

Kedua imam wanita itu berhenti jalan, bahkan mereka menantikan. Begitu sampai, Oey Yong menubruk too-kouw yang lebih jangkung, tangannya membuka tutup muka orang.

"Yong-jie, jangan!" Kwee Ceng berseru selagi ia menyusul. Tapi sudah kasep. Ketika ia melihat muka si too-kouw, ia berdiri menjublak. Too-kouw itu bermuka sedih, air matanya mengembang. Dialah Bok Liam Cu, si nona yang baru-¬baru ini mengikuti Yo Kang pergi ke barat.

"Enci Bok, kau kenapa?" tanya Oey Yong sambil merangkul.

"Apakah Yo Kang kembali menghinamu?"

Liam Cu tunduk, ia tidak menyahut. Kwee Ceng menghampiri. "Sie-moay," ia memanggil.

Nona itu yang dipanggil adik - sie-moay - menyahuti dengan perlahan. Oey Yong menarik tangan nona itu, untuk diajak duduk di bawah pohon di tepi kali kecil di dekat mereka.

"Enci, bagaimana caranya dia menghina kau?" ia menanya pula. "Mari kita cari dia untuk membuat perhitungan! Juga aku dan engko Ceng telah dipermainkan dia, hampir jiwa kita melayang di tangannya!"

Liam Cu tidak lantas menyahut, hanya ia menggapai kepada kawannya. "Adik, mari!" ia memanggil.

Karena memperhatikan Liam Cu, Oey Yong dan Kwee Ceng melupakan too-kouw yang satunya lagi. Baru sekarang mereka menoleh dan memandang. Kebetulan too-kouw itu lagi mengawasi si anak muda, hingga sinar mata mereka bentrok. Too-kouw itu menghampiri, ia pun menyingkirkan tutup mukanya, terus ia menjura kepada si anak muda seraya berkata:

"Inkong, baik?"

Kwee Ceng heran sekali. Nona itu ialah Cin Lam Kim. Pantas dia memanggil ingkong, tuan penolong. Ia lekas membalas hormat. Ia sekarang melihat tegas, di rambut dan di kuping si nona ada bunga kecil warna putih dan pakaian dalamnya dari kain kasar, tanda berkabung.

"Mana kakekmu?" ia tanya. "Apa ia baik.”

Nona itu tidak lantas menjawab, ia hanya menangis. Itu tanda kakeknya telah menutup mata. Liam Cu berbangkit, ia menarik tangan Nona Cin, untuk diajak duduk bertiga, hingga tubuh mereka berbayang di permukaan air.

Kwee Ceng duduk terpisah dari mereka, ia duduk di atas sebuah batu, pikirannya bekerja. Ia heran dengan pertemuan sama kedua nona ini. Kenapa mereka dandan sebagai imam dan di rumah makan tidak mau menegur? Kenapa si empeh Cin meninggal dunia?




Oey Yong melihat kedua nona itu tengah berduka, ia tidak menanyakan mereka, hanya ia memegangi tangan mereka masing-masing dengan erat.

"Adik, Kwee Sieko," kata Liam Cu kemudian, "Perahu yang kamu sewa adalah perahunya orang Tiat Ciang Pang dan mereka sudah mengatur daya untuk mencelakai kamu."

Oey Yong dan Kwee Ceng kaget. Mereka tidak menyangka. "Kau maksudkan perahunya si gagu itu?" akhirnya mereka tanya.

"Benar. Tapi dia bukannya gagu, dia berpura-pura. Bahkan dia orang lihay dari Tiat Ciang Pang. Karena suaranya keras, rupanya dia khawatir kamu bercuriga mendengar suara itu, ia pakai akal."

"Kalau kau tidak omong, enci, benar-benar aku tidak tahu," kata Oey Yong. Ia benar-benar kaget sekali.

Kwee Ceng lantas naik ke atas pohon, memeriksa sekelilingannya. Di situ cuma ada dua tiga orang petani. Maka ia berkata dalam hati. "Kalau Oey Yong tidak mengambil jalan mutar, pasti ada orang Tiat Ciang Pang yang menguntit."

Liam Cu menghela napas. Ia berkata pula, perlahan: "Urusanku dengan Yo Kang, kamu telah tahu, hanya kemudian diwaktu membawa jenazah ayah dan ibu angkatku ke Selatan, aku bertemu pula dengannya di Gu-kee-cun di Lim-an……"

"Hal itu kami sudah ketahui, enci," kata Oey Yong. "Kami pun melihat dia membinasakan Auwyang Kongcu……"

Liam Cu heran, matanya dibuka lebar. Ia tak dapat mempercayai. Oey Yong tahu orang sangsi, maka ia memberikan keterangan bahwa waktu itu ia berdua Kwee Ceng ada di kamar rahasia lagi beristirahat. Ia pun menceritakan halnya Yo Kang mengaku jadi pangcu dari Kay Pang, cuma ia menuturkan itu secara singkat, sebab ia lebih ingin mengetahui hal ikhwal nona ini.

"Dia jahat, pasti dia tidak bakal dapat pembalasan baik!" kata Liam Cu sengit. "Maka aku cuma bisa menyesalkan diri yang mataku tidak ada bijinya. Rupanya sudah takdir, nasibku bertemu dengannya."

Oey Yong mengeluarkan sapu tangannya, menyusuti air mata nona itu. Liam Cu sangat berduka, sampai sekian lama, baru dapat ia berkata pula. Dengan tangan kanannya, nona Bok menggenggam erat tangan Oey Yong, tangan kirinya ia mengusap-usap belakang tangan nona itu. Dengan matanya, ia mengawasi rontoknya bunga ke permukaan air.

"Melihat dia membunuh Auwyang Kongcu, aku menduga dia telah merubah perbuatannya yang sudah-sudah," demikian ia melanjutkan. "Aku lebih girang lagi melihat dia disambut kedua orang lihay dari Kay Pang, yang memperlakukan dia hormat sekali. Begitulah aku turut dia sampai di Gakciu di mana pihak Kay Pang mengadakan rapat besarnya di gunung Kun San. Lebih dulu daripada itu, diam-diam dia memberitahukan aku bahwa Ang Pangcu telah meninggalkan pesan agar ia menjadi pengganti pangcu. Aku heran dan girang, tetapi aku sangsi, hanya melihat semua orang Kay Pang begitu menghormati dia, kesangsianku lenyap. Aku bukan orang Kay Pang, tidak dapat aku menghadiri rapat, maka itu aku menanti di dalam kota.

Aku pikir, dengan menjadi pangcu dari Kay Pang, pasti dia bakal bekerja untuk negara dan rakyat, pasti besar usahanya. Aku percaya juga, dia bakal menumpas musuhku, guna membalaskan sakit hati ayah dan ibu angkatku. Malam itu aku berpikir keras hingga aku tidak dapat tidur pulas. Di waktu fajar selagi aku mulai lelah dan tidur layap-layap, mendadak dia pulang dengan jalan lompat masuk dari jendela. Aku kaget, aku kira dia mau main gila pula. Ketika aku hendak menegur, dia mendahului berbisik. 'Adik, urusan gagal, mari kita lekas menyingkir!' Aku lantas tanya dia apa yang terjadi, dia menjawab; 'Di dalam Kay Pang ada pemberontak. Golongan Baju Kotor dan Baju Bersih bentrok karena urusan mengangkat pangcu, mereka bertempur, sudah ada banyak orang yang binasa.' Aku kaget dan heran, aku menanya bagaimana duduknya. Ia menjawab: 'Karena yang terbinasa begitu banyak, aku mengundurkan diriku sendiri, aku tidak mau jadi pangcu lagi.'

Aku pikir, tindakan itu benar. Ia menerangkan pula, 'Tapi pihak Pakaian Bersih tidak mau melepaskan aku syukur aku dibantu Khiu Pangcu dari Tiat Ciang Pang, dengan begitu bisa juga aku meloloskan diri dan berlalu dari Kun San. Sekarang ini mari kita pergi ke Tiat Ciang San untuk menyingkir sementara waktu.' Aku tidak tahu Tiat Ciang Pay itu rombongan baik atau jahat, aku turut padanya.

Setibanya di Tiat Ciang San, baru aku melihat gerak-¬gerik Khiu Pangcu aneh, rupanya mereka adalah dari kaum sesat. Karena itu aku usulkan dia mencari Tiang Cun Cu Khu Cie Kie, supaya imam itu mengundang orang-orang gagah, membantu pihak Kay Pang mengadakan tata tertib partainya, supaya bisa dipilih satu pangcu yang tepat. Aku kata, dia tidak dapat pergi dengan begitu saja, dia mesti ingat budinya Ang Pangcu serta menjalani baik-baik pesannya. Tapi dia aneh, dia bukan bicara dari hal Kay Pang, dia justru menimbulkan urusan pernikahan. Kita jadi bentrok. Aku telah memberi teguran padanya." "Bagaimana kemudian?" Oey Yong tanya selagi si nona berhenti sebentar.

"Besoknya aku menyesal atas percederaan kemarin itu," kata Lim Cu melanjutkan. "Dia benar tidak memperhatikan lagi urusan Kay Pang, tetapi dengan menimbulkan soal pernikahan, itu tandanya dia mencintai aku. Aku merasa telah menegur keras, pantas dia menjadi tidak senang. Hanya malam itu, hatiku jadi bertambah tidak tenang. Aku menyalakan api, aku menulis surat padanya untuk meminta maaf. Aku bawa surat itu ke kamarnya, untuk meletakkannya di bawah jendela. Selagi aku mau mengasih masuk surat itu di sela-sela jendelanya mendadak aku mendengar dia lagi bicara, entah sama siapa. Mulanya aku tidak berniat mendengar pembicaraan mereka, aku hendak menaruh surat itu dan lantas pergi. Tapi aku jadi tertarik sebab aku mengenal suara orang itu. Dia mencoba bicara perlahan, toh aku dapat mendengarnya dengan nyata."

"'Siauw-ongya', demikian aku dengar 'Pikiran wanita memang pasti. Kalau nona Bok tidak mau menurut, kau jangan terlalu banyak pikiran. Pikirannya itu mungkin buat sewaktu-waktu saja. Khiu Pangcu khawatir kau berduka, ia mengirimkan barang ini untuk kau melegakan hati.' Aku heran. Entah barang apa itu yang Khiu Pangcu hendak memberikannya. Maka ingin aku melihatnya."

Mendengar itu, Oey Yong pun heran dan turut ingin mengetahui. Bahkan la sayangi selagi di Tiat Ciang San ia tidak dapat melihatnya, kalau tidak, tentulah ia sudah merampasnya?!

Liam Cu meneruskan pula ceritanya: "Dia membilang terima kasih. Dia kata tidak berduka dan tak usah pangcu mengirimkan sesuatu kepadanya. Tapi orang itu tertawa dan berkata; 'Ongya lihat dulu, aku tanggung ongya girang!' Dia menepuk tangannya perlahan, dua kali. Tanda itu disusul sama datangnya dua orang yang menggotong sebuah keranjang besar. Aku lantas mengintai. Orang tadi menghampiri keranjang itu dan membuka tutupnya.

Oey Yong memotong; "Aku tahu isinya keranjang itu, kalau bukan ular berbisa tentulah kodok. Pernah aku melihat itu!"

Cin Lam Kim sebegitu jauh berdiam saja, dia tidak campur bicara, air mukanya juga tidak berubah, tapi kali ini dia mengawasi nona Oey.

"Adik, kau salah menerka!" kata Liam Cu. "Di dalam keranjang besar itu ada satu orang, ialah adik Cin ini!"

Oey Yong dan Kwee Ceng mengasih dengar suara kaget perlahan. Baru sekarang nona Cin itu berbicara, matanya memandang ke kali, sikapnya tenang sekali. Ia berkata;

"Semenjak inkong dan nona Oey pergi, bersama kakek aku tetap menuntut penghidupan sebagai penangkap ular. Kami selalu ingat kepada inkong, tak habisnya kami membicarakan meskipun inkong tinggal di rumah kami cuma satu hari dua malam. Dengan begitu, hidup kami tidak kesepian. Sampai pada suatu hari, selagi aku menangkap ular, aku kedatangan tiga orang yang berpakaian hitam semua. Tidak karuan rupa, mereka tertawa terhadapku. Aku curiga, lantas aku lari pulang. Mereka mengikuti. Belum aku tiba di rumah, mereka telah berhasil menyusul dan aku lantas dipegang. Aku ketakutan dan menjerit minta tolong. Kakek keluar, dia mau menolong. Lantas kakek dibunuh mereka."

Kwee Ceng gusar sekali hingga ia menumbuk pahanya.

"Dulu ada inkong yang menolong, kali ini ada siapa?" si nona melanjutkan. "Begitu aku dibawa ke gunung Tiat Ciang San. Setibanya di puncak, baru aku tahu mereka juga telah menawan beberapa puluh orang lain yang hidupnya sebagai tukang menangkap ular. Khiu Pangcu mau menangkap banyak ular, untuk dipakai melatih semacam ilmu."

Oey Yong mengangguk. "Aku tahu itu," katanya.

Lam Kim seperti tidak mendegar perkataan si nona, ia bicara terus: "Tiat Ciang Pang menitahkan aku menangkap ular. Sampai sebegitu jauh, aku tidak diganggu, bahkan dia menitahkan aku mengusir kodok hijau untuk berkelahi dengan kodok besar dan juga mengusir ular untuk memakani kodok besar itu. Hanya di dalam beberapa hari, tahulah aku apa sebabnya aksi mereka itu. Ialah mereka memperhatikan cara semua binatang itu berkelahi, lalu mereka melatih diri dengan mencontoh perkelahian kodok hijau dan ular."

Mendengar sampai di situ, Oey Yong berlompat bangun. "Engko Ceng!" katanya, "Juga Khiu Cian Jin lagi mengharap-harap Kiu Im Cin-keng!"

Kwee Ceng tidak mengerti. "Bagaimana?" dia tanya.

"Dia lagi memahamkan ilmu silat Kap Moa Kang dari See Tok. Kalau nanti datang waktu pertemuan yang kedua kali di gunung Hoa San, dia mau menjadi jago nomor satu di kolong langit ini."

Baru sekarang Kwee Ceng mengerti.

"Biar mereka berdua bertempur mati hidup, itu baru bagus," kata Oey Yong. "Engko Ceng, coba bilang, di antara mereka berdua, siapa yang lebih lihay?"

Kwee Ceng berpikir. Lantas ia menggoyang kepala. "Aku tidak tahu, mereka sama lihaynya."

"Ya, biarlah," kata pula si nona. Ia berpaling kepada Lam Kim, untuk menanya: "Enci, bagaimana kejadiannya maka kau dimasukkan ke dalam keranjang?"

"Aku telah menjadi budaknya, jangan kata baru dimasukkan ke dalam keranjang, disuruh mendaki gunung golok atau masuk ke dalam kuali panas, semua terserah kepadanya ……" sahut nona Cin masgul.

Oey Yong tidak puas dengan jawaban itu, tetapi mengingat orang lagi bersusah hati, ia tidak bilang apapun.

"Aku hampir menjerit melihat adik Cin muncul dari dalam keranjang," kata Liam Cu, yang melanjutkan penuturannya. "Dia pun kaget. Bandit Tiat Ciang Pang itu berkata sambil tertawa kepada Yo Kang: 'Siauw¬ongya, permainan ini tak ada kecelaannya, bukan?' Yo Kang menggoyang-goyang tangannya. 'Jangan-¬jangan!' katanya, 'Lekas bawa dia pergi! Kalau nona Bok ketahui ini, bisa onar ……' Mendengar suaranya itu, aku menyangka dia benar berlaku baik padaku. Tapi si bandit membujuk: 'Nona Bok mana tahu? Kalau ongya suka, beberapa hari lagi, apabila ongya turun gunung, dengan cara diam-diam kami nanti mengantarkan dia ke istana, tapi jika ongya sudah bosan, biarkan saja dia disini. Semua akan dilakukan hingga iblis pun tidak tahu.' Lantas dia pegang adik Cin, untuk ditarik keluar dari keranjang, dia kata: 'Baik-baik kau melayani siauw¬ongya. Ini tugas bagus untukmu!'

Setelah itu dia suruh dua orangnya berlalu dengan membawa keranjang itu, dia sendiri turut berlalu sesudah memberi hormat pada Yo Kang. Ketika dia pergi, dia sekalian menutup pintu. Setelah berada sendirian, Yo Kang mengambil gunting, buat menggunting sumbu lilin, hingga apinya jadi lebih terang, dia bisa memandang kecantikan adik Cin. Sembari tertawa dia menghampiri, menarik tangan orang. Dia menanya nama dan umur adik Cin. Adik Cin tidak menyahut. Lantas ia dipeluk dan mukanya dicium, sembari tertawa dia kata; 'Harum sungguh harum!'

Menyaksikan itu, bukan main panas hatiku, mataku seperti kabur, hingga aku tidak melihat apa yang dia lakukan terlebih jauh, sampai aku mendapatkan adik Cin memegang sepasang cagak kecil, dua cagaknya diarahkan ke dadanya sendiri. Ia mengancam: 'Memang aku sudah tidak mengharap lagi jiwaku, asal kau langgar pula tubuhku, aku akan bunuh diri di depanmu!' Aku puji adik Cin. Aku berharap Yo Kang mundur. Dugaanku meleset. Acuh tak acuh, Yo Kang memutuskan dua buah kancing bajunya, dengan itu dia menyentil dua kali. Dengan satu kancing dia membikin jatuh cagak di tangan adik Cin yang lain dia menotok urat gagu orang. Sampai di situ, habis sabarku, maka aku mendobrak jendela dan berlompat masuk ke dalam kamar. Dia tercengang tapi lantas dia tertawa.

"Adikku, kebetulan kau datang!" kata dia padaku.

Entah kenapa melihat dia tertawa, hawa marahku lenyap separuhnya. Ketika kemudian dia membujuk, aku jadi bimbang, tidak tahu aku mesti berbuat apa. Adalah ketika itu, adik Oey, kau memanggil aku." "Ketika itu aku juga tidak menyangka kau berada di atas gunung Tiat Ciang San," kata Oey Yong.

"Ketika enci bertempur sama Khiu Pangcu," kata Liam Cu, "Aku pergi ke luar, niatku untuk membantu, tetapi entah ke mana perginya enci semua. Kembali hatiku menjadi jeri. Diam-diam aku kembali ke kamar, aku mengintai di jendela. Samar-samar aku melihat dia memeluk adik Cin. Tiba-tiba saja aku muntah darah, lantas aku berseru: 'Baiklah, putus kita sampai di sini! Untuk selama-lamanya aku tidak akan melihat pula padamu!' Tanpa menanti jawaban, aku lari turun gunung.

Keadaan sangat kacau waktu itu. Aku melihat dengan membawa obor orang-orang Tiat Ciang Pang meluruk ke puncak Tiong Cie Hong. Dengan begitu, aku turun gunung tanpa rintangan. Hatiku menjadi tawar, niatku ialah untuk mati saja. Aku bertemu sebuah bangunan yang gelap, aku langsung masuk ke dalamnya. Itu adalah sebuah kelenteng. Di tembok kiri aku melihat gambar lukisan seorang imam yang bersenjatakan sepasang pedang panjang, sikapnya gagah, di samping itu ada tulisan tiga huruf, bunyinya Wa Sie Jin, artinya orang mati yang hidup. Aku tidak tahu artinya kata-kata itu, hanya aku berpikir, kalau aku mati, siapa akan membalas sakit hati ayah dan ibu angkatku? Maka itu, aku lantas berdiam di situ, aku di terima menjadi murid tookouw tua dari kelenteng tersebut. Besoknya aku merasakan tubuhku panas, lalu aku lupa akan diriku. Lewat beberapa hari, aku tersadar, aku mendapatkan adik Cin ini ada di depan pembaringanku, lagi merawatku. Ia pun telah berdandan sebagai tookouw."

Oey Yong hendak menanya Lam Kim, bagaimana caranya dia lobos dari Tiat Ciang San, akan tetapi karena khawatir nanti dapat jawaban kurang tepat seperti tadi, ia membatalkan niatnya. Sebaliknya nona itu mengawasi Kwee Ceng, sikapnya seperti juga nona Oey, agaknya ingin ia memperoleh keterangan. Ia lantas berkata:

"Orang she Yo itu telah digaplok beberapa kali oleh enci Bok, dia menjublak saja. Ketika dia mendengar suara berisik dari sakunya dia mengeluarkan pedang pendek, yang ia selipkan di pinggangnya, terus dia memadamkan api. Dia mendekatiku, dia mengusap-usap mukaku, setelah itu dia tertawa dan lompat keluar jendela. Kira-kira satu jam, suara berisik menjadi berkurang, rupanya orang telah pada memburu turun gunung.

Sebenarnya itulah saatnya aku melarikan diri, apa celaka si orang she Yo telah mengikatku, hingga aku mesti rebah di samping pembaringan tanpa berdaya. Masih aku mendengar suara berisik, yang makin lama makin jauh dan akhirnya sirap. Selagi keadaan sunyi itu, si orang she Yo kembali dengan jalan melompati jendela seperti tadi. Lantas dia duduk di kursinya, dari bayangannya aku melihat dia menunjang janggut, dia duduk terpekur. Kemudian aku mendengar dia mengoceh sendirian, katanya: 'Bocah she Kwee itu berani mendaki gunung, mestinya di belakang dia ada orang yang pandai yang menyusul. Maka inilah bukan tempat yang bagus! Buat apa aku berdiam lama-lama di sini?'"

"Manusia hina!" kata Oey Yong sengit.

Lam Kim menyambung: "Kemudian dia menepuk meja, dia kata: 'Hm! Kau tidak sudi bertemu pula denganku selamanya …… Perduli apa? Asal usahaku berhasil, kekayaan dan kemuliaanku bakal tidak ada batasnya, waktu itu di dalam keratonku tentu telah berkumpul tiga ribu selir dan dayang! Mana aku kekurangan si cantik manis?"

"Dasar bangsat!" mendamprat Kwee Ceng yang mendongkol sekali.

Lam Kim terkejut mendapatkan tuan penolongnya begitu gusar. Ia tidak tahu, dari kata-katanya Yo Kang itu, terang sudah orang she Yo itu hendak menjual negara, untuk keuntungan dirinya sendiri.

"Kau menghendaki aku bicara terus?" si nona menegasi.

"Kalau kau letih, kau beristirahatlah dulu," sahut si pemuda.

Nona Cin mengawasi pula, air mukanya berubah, toh ia bersikap tenang. "Letih, itulah tidak," katanya. "Hanya aku mengalami kemalangan dan malu, susah aku mengatakannya ……"

"Kalau begitu, tidak usah kau bercerita. Mari kita omong dari lainnya hal."

"Tidak. Sebenarnya aku mesti menuturkan semua supaya kau tahu."

"Nah, nanti aku pergi ke sana, kau boleh bicara sama enci Bok dan Oey," berkata si pemuda yang lantas berbangkit, untuk bertindak pergi. Ia menduga tentulah Yo Kang sudah main gila terhadap nona ini, sehingga dia likat untuk menuturkan pengalamannya.

Tetapi Lam Kim berkata. "Jikalau kau pergi, sampai mati juga aku tidak akan menuturkan. Selama dua hari ini, enci Bok berlaku baik sekali padaku, meski begitu, aku tidak mau bercerita kepadanya……"

Kwee Ceng memandang Oey Yong, nona itu mengedipkan mata, menganjurkan ia berduduk, maka urung ia mengangkat kaki, bahkan ia duduk pula di tempatnya.

Lam Kim menghela napas. Ia nampak lega hatinya. Lantas ia mulai bercerita pula: “Telah tetap keputusan orang she Yo itu. Dia lantas berbenah. Untuk itu dia menyalakan api. Ketika dia melihat aku di tepi pembaringan, dia terperanjat. Dia menyangka bahwa aku sudah kabur. Dia membawa ciaktay, untuk menyuluhi mukaku. Lantas dia tertawa dan berkata 'Hm! Karena kau, aku kehilangan dia! Sekarang kau pikirlah. Jikalau kau suka menurut aku, akan ajak kau turun gunung. Kalau tidak, boleh tetap rebah di sini, supaya orang-orang Tiat Ciang Pang perlakukan apa mereka suka. Aku menjadi bingung, aku bersangsi. Berdiam di gunung, akibatnya tentu berbahaya, tetapi dengan turut dia, juga entah bagaimana akhirnya. Melihat aku berdiam saja, dia tertawa nyaring. Mendadak timbul nafsu binatangnya, dia lantas merusak diriku ……"

Tiga orang itu berdiam, cuma Bok Liam Cu berdiam sambil mengucurkan air mata. Itu bukti Yo Kang main gila terhadapnya. Ia tahu Yo Kang busuk tetapi tidaklah disangka dia hina begitu rupa. Ia pernah mengasih ampun, tetapi sekarang?

Lam Kim tenang luar biasa. Dia bercerita seperti juga dirinya tidak ada sangkutnya dengan cerita itu. Dia berkata;

"Karena aku telah ternoda, aku lantas mengambil keputusan. Aku ikut dia turun gunung. Aku telah berpikir, aku mesti menuntut balas, setelah itu aku hendak menghabiskan jiwaku. Gunung Tiat Ciang San itu sangat berhahaya, dengan susah payah dia membantu aku turun. Sampai fajar muncul, kita masih ada di tengah gunung. Dia malu bertemu orang Tiat Ciang Pang, dia mengambil jalan dari belakang gunung. Dia sengaja memilih tempat yang tidak ada jalannya. Dengan begitu, sering dia merayap pada pohon rotan. Maka perjalanan jadi semakin lama. Lereng gunung pun makin berbahaya. Di sana ada jurang yang dalam sekali, aku melihatnya hingga kakiku lemas. Tiba di tempat tinggi, kaki tanganku bergemetaran. Dia tertawa. 'Aku nanti gendong kau, asal kau jangan bergerak! Nanti kita berdua habis ……' Lantas dia jongkok di depanku. Aku pikir inilah kesempatan yang paling baik untukku, untuk mati bersama. Aku lantas mendekam di punggungnya, kedua tanganku memeluk erat lehernya. Selagi dia hendak berbangkit, dengan kakiku, aku menjejak keras batu besar di sisiku. Dia kaget. dia menjerit keras. Kita berdua jatuh."

Bok Liam Cu kaget hingga ia berkaok. Tapi segera ia ingat kejahatan Yo Kang, lantas ia mengertak gigi. ia menguatkan hati.

"Aku merasakan tubuhku melayang," Lam Kim meneruskan.

"Aku girang. Kalau tubuhku hancur lebur, dia tentu bakal hancur lebur juga. Mendadak aku merasakan gentakan hebat, mataku kabur, hatiku memukul. Aku menduga habislah aku. Tapi segera aku mendengar Yo Kang tertawa terbahak. Ketika aku membuka mata, aku melihat tangan kanannya merangkul cabang pohon cemara, yang tumbuh di lereng itu. Tubuh kita berdua bergelantungan di cabang, yang telah menolong jiwanya. Tapi dia tidak sadar bahwa aku hendak membikin celaka padanya. Dia menyangka aku ketakutan dan tak dapat berdiri betul. Dia puas sekali kami ketolongan.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar