Rabu, 03 Februari 2021

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 115

Tengah bertempur, mendadak Oey Yong membuat satu perubahan. tongkatnya bukan ia cekal gagangnya, hanya bagian tengahnya, dan bukan menyerang, ia terus putar itu dengan asyik, hingga tongkatnya nampak bulat. Tentu saja itu bukan cara bertarung, bagaikan orang tengah main-main saja.

Mulanya Kan Tiangloo heran hingga ia tercengang, habis itu ia menyerang si nona, untuk mencegah kurungan. Ia mengarah pundaknya si nona.

Oey Yong melihat datangnya serangan, bukannya menangkis, ia hanya menjaga. Tapi ia tidak membuat kedua tongkat bentrok, cuma mendekatkan saja, lalu bagaikan memancing, ia menarik.

Kan Tiangloo terkejut. Ia menyerang tetapi merasa tongkatnya seperti tertarik dengan keras. Jadi terang si nona telah meminjam tenaga lawan. Dalam kagetnya, ia lantas menarik. Kembali ia terkejut. Tongkatnya itu seperti nempel sama tongkat lawan, tertarik atau menarik. Ia kaget sebab ia tahu, di dalam halnya tenaga dalam, ia mesti menang daripada si nona, tetapi sekarang ialah yang kena dipengaruhi. Tujuh atau delapan kali sudah ia menarik, sia-sia belaka, tongkatnya tidak bisa dia membebaskannya.

Tah Kauw pang-hoat ada delapan pokoknya, dan sekarang Oey Yong lagi menggunakan pokok "melibat" maka tongkatnya seperti ada talinya yang mengikat tongkat si tiangloo.

Kan Tiangloo penasaran, ia mengerahkan tenaganya dan memainkan Tay-lek Kim-kong Thung¬hoat, yaitu ilmu tongkat Arhat Tangguh, dengan begitu hebat ia membuat ujung tongkatnya bergerak keempat penjuru. Tetapi aneh tongkat si nona, kemana ujung tongkat baja menuju, ke sana tongkat bambu mengikuti. Nampaknya seperti si tiangloo yang berkuasa, sebenarnya dia seperti lagi dikendalikan. Atau diumpamakan kuda binal, kuda itu lagi diumbar oleh penunggangnya yang lihay.

Akhirnya Pheng Tiangloo yang menonton dengan kekaguman dan keheranan, tertawa dan berkata:

"Pangcu kau telah lelah, istirahatlah!"

Suara itu perlahan dan halus, sedap didengar telinga. Oey Yong benar-benar lantas merasa tubuhnya lelah. Ia pun memikir, setelah bertempur sekian lama, sudah waktunya ia beristirahat. Begitu ia merasa, begitu ia menjadi letih dan lesu, matanya pun menjadi kantuk.

Tapi sekarang pandangannya Kan Tiangloo sudah berubah, ia percaya si nona adalah pangcunya yang tulen, ia hendak melindungi si nona, maka mengetahui Pheng Tiangloo lagi menggunakan Liam¬sin-hoat, ilmu sihirnya, ia lantas membentak:

"Eh, Pheng Tiangloo, kau hendak berbuat apa kepada pangcu?!"

Pheng Tiangloo tidak memperdulikannya, ia tertawa perlahan dan berkata pula: "Pangcu hendak beristirahat, ia telah sangat letih, kau jangan ganggu padanya….."

Oey Yong mengerti ia terancam bahaya akan tetapi ia merasakan tubuhnya lemas dan matanya mau meram saja, ia merasa mesti beristirahat. Hanya disaat separuh was-was dan separuh sadar, mendadak ia ingat perkatan Kwee Ceng tadi. Bagaikan tersadar, ia lantas tanya kawannya:

"Engko Ceng, bukankah kau membilang tadinya bahwa di dalam kitab ada disebut hal ilmu memindahkan arwah?"

Kwee Ceng mengerti pertanyaan itu. Ia memang telah bercuriga terhadap Pheng Tiangloo, kecurigaannya bertambah menyaksikan Oey Yong berubah sikap, pertempuran berhenti sendiri secara demikian aneh dan romannya si nona pun sangat lesu. Ia sudah memikir untuk menghajar tiangloo itu kalau ia main gila, maka mendengar pertanyaan itu, ia segera mendekati Oey Yong dan membisiki padanya bunyi ilmu memindah arwah.

Kedua ilmunya si tiangloo dan yang termuat di dalam Kiu Im Cin-keng ada serupa intinya, ilmu sihir belaka, maka ilmu itu harus dilawan dengan kekuatan hati, diri sendiri harus dapat dikendalikan. Maka Kwee Ceng telah membisiki si nona untuk menguatkan hati, Oey Yong yang masih sadar, lantas menuruti nasehat si pemuda. Ia lantas meramkan mata, pemikirannya dipusatkan. Ia mengempos semangat, membikin bathinnya kuat. Selang tidak lama, lantas lenyap rasa lesu dan kantuknya. Ketika ia membuka matanya, ia sadar seperti biasa.

Pheng Tiangloo girang sekali. Ia percaya si nona meram karena terkena pengaruh ilmunya. Ia lantas memikirkan daya lainnya, untuk membikin nona itu membuka matanya, ia terus diawasi sambil tersenyum! Ia tahu mesti ada terjadi keanehan, ia lekas-lekas balas bersenyum. Ia hendak menggunakan ilmunya untuk mempengaruhi si nona. Tapi sekarang ia gagal, dari tersenyum, tanpa merasa ia tertawa sendiri.

Oey Yong melihat perubahan tiangloo itu, ia mengerti ilmu dari Kiu Im Cin-keng telah bekerja dan memenangi si tiangloo, maka itu ia bukan cuma tersenyum, ia lantas tertawa lebar.

Pheng Tiangloo kaget. Ia masih ingat akan dirinya, ia mencoba mengendalikan diri. Tapi sudah kena dibikin kaget, tidak dapat ia menguasai dirinya. Bahkan dari berdiri diam, lantas berjingkrak, terus tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya! Ia tertawa haha-hihi, ia berteriak, makin lama suaranya makin keras. Semua pengemis menjadi heran, semua dibikin bingung karenanya.

"Eh, Pheng Tiangloo, kau bikin apa?" Kan Tiangloo menegur. "Kenapa kau begini kurang ajar terhadap pangcu?"

Pheng Tiangloo tidak memperdulikan teguran itu, ia terus tertawa terpingkal-pingkal. Ia menunjuk hidungnya. Kan Tiangloo mengira ada apa-apa yang aneh pada hidungnya, ia mengusap. Tapi ini membuat rekannya tertawa lebih hebat. Akhirnya Pheng Tiangloo lompat turun ke bawah panggung di mana ia terus tertawa sambil bergulingan!

Baru sekarang semua pengemis menjadi curiga. Dua muridnya Pheng Tiangloo lantas lari kepada gurunya itu, mengasih bangun, akan tetapi mereka ditolak, guru itu tertawa tak hentinya. Karena ini mukanya lantas menjadi merah tua.

Kalau orang biasa terkena ilmu Oey Yong, paling juga dia merasa lelah dan ingin tidur, tidak demikian dengan Pheng Tiangloo, yang sendirinya tukang sihir. Karena ia melawan, kesudahannya, akibatnya menjadi hebat. Ia menyerang, sekarang dia kena dibalas diserang, serangan itu dahsyat untuknya.

Kan Tiangloo menjadi tak enak hati. Ia khawatir Pheng Tiangloo mati karenanya. Maka ia lantas menjura pada Oey Yong dan berkata:

"Pangcu, Pheng Tiangloo berlaku kurang ajar, dia harus dihukum berat, tetapi aku mohon dengan kemurahan hati pangcu, sukalah ia diberi ampun."

Lou Yoe Kiak juga io Tiangloo, lantas turut maju, sambil menjura, mereka pun memohon keampunan bagi tiangloo yang telah menjadi seperti gila itu. Hanya sekali mereka ia minta-minta ampun, di sana terdengar suara aneh dari Pheng Tiangloo sendiri…….

Oey Yong tidak menjawab ketiga tiangloo itu, ia hanya berpaling kepada Kwee Ceng. "Engkong Ceng, cukupkah sudah?" ia menanya.

"Cukup!" menjawab si anak muda. "Kasihlah dia ampun!"

Oey Yong lantas menghadapi ketiga tiangloo itu. "Samwie, kamu menghendaki aku memberi ampun padanya, boleh," dia berkata. "Aku hanya minta kamu tidak dapat meludah kepada tubuhku!"




Kan Tiangloo melihat jiwa Pheng Tiangloo terancam, ia menjawab dengan cepat: “Aturan kami ditetapkan oleh pangcu, maka itu pangcu juga yang dapat menetapkan atau menghapuskannya. Teecu semua menurut perintah saja."

Senang Oey Yong mendengar jawaban itu. Ia tertawa. "Sekarang pergilah kau menotok dia pada jalan darah thongkok-hiat dan siang-kiok-hiat!" ia memberi petunjuk.

Kan Tiangloo lompat turun dari panggung, ia menghampiri Pheng Tiangloo menotok kedua jalan darah yang ditunjuk. Dengan lantas tiangloo berhenti tertawa, hanya kedua matanya mencelik hingga terlihat putih semua, sedang jalan darahnya menjadi sulit.

Oey Yong tertawa. "Sekarang benar-benar aku mau beristirahat!" katanya. "Eh, mana si orang she Yo itu?" ia tanya. Ia heran melihat Yo Kang tidak ada di antara mereka.

"Dia sudah pergi," menyahut Kwee Ceng.

Si nona berjingkrak. "Kenapa dia dikasih pergi?" katanya. "Dia pergi kemana?"

"Dia pergi mengikuti si tua bangka she Khiu itu," sahut Kwee Ceng seraya tangannya menunjuk.

Oey Yong memandang ke telaga di mana perahu layar tengah berlayar pergi. Tentu saja tidak dapat menyusul Yo Kang atau Khiu Cian Jin, maka dia cuma bisa mendongkol dan menyesal sendiri. Ia mengerti kebiasaan Kwee Ceng, yang sangat jujur. Rupanya ini engko Ceng masih ingat persahabatan dari dua turunan, dia jadi suka memberi ampun pada pemuda she Yo yang jahat itu.

Yo Kang cerdik, begitu melihat pertempuran antara Oey Yong dan Kan Tiangloo, ia mengerti, jikalau ia tidak lantas mengangkat kaki, dia bakal menghadapi bahaya, dari itu, diluar tahu orang - selagi orang menonton pertempuran - ia nelusup kepada rombongannya Khiu Cian Jin dan minta pertolongan orang she Khiu itu.

Kapan Khiu Cian Jin mengetahui orang adalah putranya Wanyen Lieh, ia menepuk dada memberikan kepastian untuk menolong, kemudian sesudah melihat suasana - bahwa pastilah Oey Yong yang bakal jadi ketua Kay Pang dan si nona bersama Kwee Ceng adalah musuh-musuh tangguh, diam-diam dia mengajak orangnya pangeran itu berlalu dari gunung Kun San.

Kemudian Oey Yong menghadapi semua orang Kay Pang, sambil mengangkat Lek-tiok-thung, ia berkata:

"Sekarang ini, selama Ang Pangcu masih belum kembali, akulah yang buat sementara waktu mengurus partai. Kan Tiangloo bersama Nio Tiangloo, silahkan kau berangkat menyambut pangcu. Kamu membawa murid-murid kantung delapan dan menyambutnya di timur sana. Lou Tiangloo sendiri berdiam di sini untuk beristirahat."

Suaranya ini wakil pangcu disambut dengan riuh oleh orang-orang Kay Pang itu. Kemudian Oey Yong menanya:

"Pheng Tiangloo ini tidak lurus hatinya, coba kamu bilang, dia harus dihukum bagaimana?"

Kan Tiangloo menjura, ia berkata: "Dosa saudara Pheng ini besar sekali, dia harus dihukum berat, akan tetapi mengingat dulu ia telah membantu pangcu mendirikan jasa besar untuk partai kita, teecu mohon dia diberi ampun dari hukuman mati."

Oey Yong tertawa. Ia berkata: "Aku memang telah menduga, kau bakal memintakan ampun untuknya. Baiklah! Mengingat dia telah tertawa cukup banyak sekarang dia dipecat kedudukannya sebagai tiangloo, biar dia menjadi murid kantung delapan!"

Ketiga Tiangloo she Kan, Nio dan Lou itu menghanturkan terima kasih, Pheng Tiangloo sendiri juga mengucapkan terima kasihnya.

Oey Yong berkata pula: "Sebenarnya sukar mencari kesempatan untuk berkumpul di sini, kalian semua tentu ingin berbicara banyak, maka pergilah kamu bicara asal terlebih dahulu kamu mengubur baik-¬baik dua saudara Lee Seng dan Ie Tiauw Hin. Aku melihat Lou Tiangloo adalah orang yang paling baik, selanjutnya semua urusan aku serahkan padanya dan kamu mesti mendengar segala perintahnya. Aku sendiri, sekarang juga mau berangkat. Nanti di Lim-an kita bertemu lagi!"

Begitu ia berkata, Oey Yong mencekal tangannya Kwee Ceng, dituntun berlalu turun gunung. Melihat demikian, semua orang Kay Pang mengiringinya sampai di kaki gunung, sampai nona itu berdua dibawa perahu dan lenyap di antara kabut malam, baru mereka kembali ke puncak gunung, di mana dengan dipimpin Lou Tiangloo, mereka membicarakan segala urusan.

Hari sudah terang ketika Oey Yong dan Kwee Ceng kembali ke Gak Yang Lauw. Di sana mendapatkan kuda mereka, sepasang burung rajawali dan burung hiat-niauw menantikan mereka. Semua binatang itu nampak girang bertemu dengan majikannya.

Oey Yong memandang jauh ke timur, ia menyaksikan sang Batara Surya seperti meloncat keluar dari gelombang telaga Tong Teng Ouw. Sinar fajar itu sangat indah dan menawan hati.

"Pemandangan begini indah, jangan kita lewatkan," kata si nona kemudian, tertawa, "Engko Ceng, mari kita naik ke atas!"

Kwee Ceng menurut. Tapi ketika mereka tiba di atas dan ingat kejadian kemarin, pengalaman itu membuatnya mereka bergidik sendiri. Kejadian itu sangat berbahaya. Hanya keindahan alam membuat mereka dengan cepat melupakan kejadian kemarin. Belum lama lagi mereka minum arak, mendadak Kwee Ceng melihat air muka si nona berubah, agaknya ia bergusar.

"Engko Ceng, kau jahat!" katanya tiba-tiba.

Kwee Ceng kaget, "Kenapa?" tanyannya heran.

"Kau tahu sendiri!"

Kwee Ceng berpikir tetapi ia tidak ingat apa-apa. "Yong-jie yang baik, kau jelaskanlah," pintanya.

"Baik," menyahut si nona. "Sekarang aku tanya kau! Tadi malam kita didesak ke jurang, jiwa kita terancam bahaya. Kenapa kau melemparkan aku? Apakah kau kira kalau kau mati aku bisa hidup? Apakah kamu masih belum tahu hatiku?" Habis itu si nona menangis, air matanya jatuh ke dalam arak.

Kwee Ceng terharu mendapatkan orang demikian mencinta dirinya. Ia mengulur tangan, mencekal erat-erat tangan kanan nona itu. Tidak dapat ia mengucapkan sesuatu.

Oey Yong menghela napas perlahan, melegakan hatinya. Ia sebenarnya hendak membuka mulut ketika mendengar tindakan kaki di tangga, lalu terlihat nongolnya kepala orang. Keduanya terkejut. Itu adalah Tiat Ciang Siu-siang-piauw Khiu Cian Jin.

Kwee Ceng segera melompat bangun, akan menghalangi di depan si nona. Ia khawatir orang tua itu nanti menyerang.

Tapi Khiu Cian Jin bukannya menyerang, ia hanya bersenyum, tangannya diangkat, menggapai, setelah itu dia memutar tubuh, lantas turun lagi. Kelihatan nyata orang jenaka tetapi dalam keadaan ketakutan…………

"Dia takut pada kita, ini aneh!" berkata Oey Yong. "Nanti aku lihat." Tanpa menanti jawaban, si nona lantas lari turun.

Kwee Ceng lekas membayar uang arak, lekas-lekas ia menyusul. Tapi setibanya di bawah, ia tidak mendapatkan Khiu Cian Jin atau Oey Yong. Ia menjadi kaget dan berkhawatir. Tentu sekali ia takut nona itu celaka di tangan si Tangan Besi. Maka ia lantas memanggil-manggil:

"Yong-jie! Yong-jie! Kau di mana?"

Oey Yong mendengar panggilan Kwee Ceng tetapi ia tidak menyahut. Ia lagi menguntit Khiu Cian Jin, kalau ia bersuara, orang akan mengetahui lagi dibayangi. Ia menguntit terus.

Ketika mereka berjalan di pinggir sebuah rumah besar, Oey Yong sembunyi di balik tembok di pojok utara. Ia hendak menguntit terus setelah si orang tua jalan sedikit jauh. Akan tetapi Khiu Cian Jin seorang cerdik, begitu ia mendengar suara Kwee Ceng, ia menduga si nona lagi mengikutinya. Maka setelah menikung di ujung tembok, ia menyembunyikan diri.

Dengan begitu, mereka sama-sama bersembunyi. Dengan begitu, sama-sama mereka berdiam. Yang satu menantikan yang lain, yang lain menunggu yang satu. Selang sekian lama, karena dua-duanya tetap bersembunyi, mereka ingin melihat. Keduanya menongolkan kepala. Apa mau dikata, waktunya tepat, bareng sekali. Maka sinar mata mereka bentrok satu sama lain. Nyatanya mereka bersembunyi dekat satu dengan lain: satu di pojok sana, satu di pojok lain - jarak di antara mereka tidak ada setengah kaki! Tentu sekali, keduanya menjadi sama kagetnya.

Setelah menyaksikan peristiwa di Kun San, Oey Yong jeri terhadap orang tua ini, yang sekian lama ia mengiranya seorang penipu besar, cuma namanya saja kesohor tapi gunanya tidak ada, tidak tahunya, dia sangat lihay. Khiu Cian Jin sebaliknya jeri terhadap si nona, karena sudah beberapa kali dia bercelaka di tangan si nona ini. Maka, setelah sama-sama berseru kaget, sama-sama juga mereka menyingkir!

Oey Yong tidak puas. Segera ia kembali, untuk menguntit lagi. Ia pikir lewat jalan memutar rumah besar itu. Karena ia khawatir Khiu Cian Jin sudah pergi jauh, ia bertindak cepat. Ia ingat tiba lebih dahulu di ujung tembok timur, untuk dapat menguntit terus.

Juga Khiu Cian Jin berpikir seperti si nona, ia pun jalan memutar. Tidak heran kalau l mereka jadi bersamplokan lagi! Sekarang mereka bertemu di tembok menghadap ke selatan.

Oey Yong sudah lantas berpikir: "Jikalau aku memutar tubuh dan pergi dari sini, bisa-bisa nanti ia membokong punggungku! Dia sangat lihay, mana bisa aku mengelit?" Maka itu, ia lantas tersenyum. Ia berkata: "Khiu Locianpwee, dunia ini benar-benar sempit! Kembali kita bertemu di sini…!" Sambil berkata begitu, si nona pun berpikir: "Baiklah aku mengulur waktu! Aku mesti menanti engko Ceng, waktu itu aku tak usah takut lagi………."

Khiu Cian Jin juga sama berpikir seperti si nona. Dia tertawa dan berkata: "Hari itu kita berpisah di Liam-an, siapa sangka sekarang kita bertemu pula di sini. Apakah kau banyak baik, nona?"

Oey Yong heran tak kepalang. "Bangsat tua, kau ngaco belo!" katanya di dalam hati. "Terang-terang tadi malam kita bertemu di Kun San, sekarang kau menyebut-nyebut tentang pertempuan di Lim-an! Baik, biarlah kau ngoceh tidak karuan! Aku ada membuat ilmu silat Tah Kauw Pang-hoat, kenapa aku tidak menghajar dia sebelum sadar?" Maka ia lantas berteriak nyaring: "Engko Ceng, kau hajar punggungnya!"

Khiu Cian Jin kaget. Ia mengira Kwee Ceng muncul di belakangnya. Ia lantas menoleh. Oey Yong sangat sebat, berbareng sama teriakannya, tangannya mengeluarkan tongkat, terus menyapu ke bawah!

Juga Khiu Cian Jin sangat licin. Ia menoleh dengan cepat, ia tidak melihat Kwee Ceng, lantas ia insyaf bahwa ia diperdayakan. Ia pun mendengar bersiurnya angin, maka lantas berlompat. Maka bebaslah ia dari sapuan itu. Akan tetapi Oey Yong tidak sudi mengasih hati. Gagal sapuannya, ia mengulangi. Dan ia mengulanginya terus, berulang-ulang, untuk membikin orang tak dapat bernapas.

Bukan main takutnya Khiu Cian Jin. Dengan terpaksa, ia berlompatan. Tidak ada kesempatan untuk melesat jauh, guna melarikan diri. Setelah tujuh atau delapan kali lompat-lompatan terus, betis kirinya kena juga oleh ujung tongkat, tidak ada waktu lagi, dia menjerit mengaduh dan tubuhnya terbanting.

"Tahan! Aku hendak bicara!" ia berkata, tangannya diangkat.

Oey Yong menghentikan serangannya, ia mengawasi sambil tertawa geli, tetapi begitu orang bangun sambil berlompat, tidak menanti kaki orang mengenai tanah, ia menyapu lagi. Dalam keadaan seperti itu, Khiu Cian Jin tidak dapat berkelit lagi, maka sekali lagi terguling memegang tanah. Ia bandel sekali, setiap kali jatuh, ia bangun sambil berlompat, maka si nona pun, setiap orang berlompat dia membarenginya menyapu. Dengan demikian, enam kali orang she Khiu itu jatuh bangun.

Habis itu, Cian Jin terus mendekam di tanah. Ia tahu percuma berlompat bangun. Ia pun tidak berani berkutik.

"Kau berpura-pura mampus?" kata Oey Yong tertawa.

Khiu Cian Jin menyahut sambil berlompat bangun, hanya kali ini ia berlompat seraya menarik tali celananya, hingga tali itu putus, sambil berbuat begitu, ia berteriak-teriak:

“Kau mau pergi atau tidak? Aku hendak melepaskan tanganku!"

Nona Oey melengak. Ia tidak menyangka bahwa seorang ketua partai main gila seperti itu. Tentu saja ia takut orang membuktikan ancamannya, artinya Khiu Cian Jin meloloskan pakaian, maka terpaksa sambil berludah ia memutar tubuhnya untuk bertindak pergi. Ia lantas mendengar suara orang tertawa kegirangan, disusul suara tindakan kaki. Ketika ia mencoba menengok, ia melihat Khiu Cian Jin masih memegangi celananya, bahkan sekarang ia lari hendak mengejar. Nona ini mendongkol berbareng merasa lucu, tetapi ia terpaksa lekas-lekas lari.

Khiu Cian Jin belum lari jauh ketika ia memikir sudah cukup mengusir nona, maka ia berhenti mengejar, tetapi saat itu, Kwee Ceng muncul dari ujung rumah, lantas maju menghalang, kedua tangannya digerakkan, tangan kirinya menjaga dada, tangan kanan diajukan.

"Celaka!" berseru Khiu Cian Jin. Ia lantas berhenti mengejar.

"Hajar dia, engko Ceng!" Oey Yong berkata. "Jangan ladeni ocehannya!"

Kwee Ceng lantas bersiap. Ia tahu Khiu Cian Jin pendusta, tapi di Kun San ia telah melihat ketangguhannya, dia tidak mau memandang enteng.

"Eh, anak-anak, kau dengar kata-kata kakekmu!" berkata Khiu Cian Jin sambil tetap memegangi celananya. "Selama beberapa hari ini kakekmu termaha gegares, menjadi mulas perutnya. Sekarang pun kakekmu mau buang air besar…"

"Engko Ceng, hajar dia!" berkata Oey Yong yang sendirinya tak berani maju bahkan ia mundur.

"Aku tahu hatimu, anak-anak," berkata pula Khiu Cian Jin. "Jikalau kamu tidak diberi kesempatan menyaksikan kepandaiaan kakekmu, kamu tentu tidak puas, kamu tidak suka menyerah, maka sayang sekali sekarang justru perut kakekmu lagi sakit, semua yang ada di dalam perut mau melonjor keluar. Baiklah anak-anak yang manis, aku beri waktu padamu. Tujuh hari maka kakekmu akan menanti kalian di kaki gunung Tiat Ciang San! Beranikah kalian pergi ke sana?"

Oey Yong telah menyiapkan seraup jarumnya, hendak menyerang apabila saatnya tiba, akan tetapi ia mendengar orang menyebut nana gunung Tiat Ciang Pang, mendadak ia ingat huruf-huruf dalam gambar peninggalan Kiok Leng Hong, yang bunyinya "Tiat Ciang San-hee" atau "di bawah gunung Tiat Ciang San" - gunung Tangan Besi. Maka ia lantas menyahut:

"Baiklah, biar tempat itu mirip kedung naga atau gua harimau, tentu kamu nanti pergikan! Di mana adanya Tiat Ciang San itu?"

"Dari sini kau pergi ke barat," berkata Khiu Cian Jin, tangannya menunjuk, “Kamu nanti melintasi Siang-tek, Sin-cu dan sungai Goan Kang. Kamu ikuti sungai mengalir. Nanti kamu tiba di Louw-kee dan Sin-kee. Di antara itu ada sebuah gunung tinggi seperti lima jari menunjuk ke langit, nah itulah gunung Tiat Ciang San. Gunung itu sangat berbahaya, kakekmu sendiri sangat lihay, maka itu kedua bocah, umpama kata kamu takut, baiklah sekarang saja kamu mohon ampun dari kakekmu, lantas bolehlah tak usah kamu pergi ke sana!"

Oey Yong mendengar keterangan "seperti lima jari menunjuk ke langit", ia jadi bertambah girang.

"Baiklah!" ia memberikan jawabannya, "Sekarang aku memberi kepastian, dalam waktu tujuh hari kami pergi mengunjungi gunungmu!"

Khiu Cian Jin mengangguk-angguk, mendadak ia berteriak pula: "Celaka!" berulangkali dan tanpa membilang apa-apa lagi, ia lari keras ke barat!

Kwee Ceng tidak mengubar, bersama Oey Yong ia mengawasi sampai orang telah pergi jauh. Kemudian ia berkata pada si nona:

"Yong-jie, ada satu hal yang bagiku benar-benar tidak jelas. Cobalah kau yang menerangkan."

"Apakah itu?" Tanya Oey Yong.

"Cianpwee she Khiu ini sangat lihay, kenapa dia gemar sekali memperdayakan orang?" Kwee Ceng mengutarakan keheranannya. "Kau lihat sendiri, ada kalanya dia berpura-pura berkepandaian sangat rendah. Di Kwie-in-chung dia telah meninju dadaku, coba dia mengeluarkan tangannya seperti tadi malam, mana bisa jiwaku bisa hidup sampai sekarang? Apakah dia berlagak gila saja? Atau apakah dia ada maksud yang lain?"

Oey Yong berpikir, ia menggigit jari tangannya. "Dalam hal ini, aku juga sangat tidak mengerti," sahutnya sesaat kemudian. "Tadi aku serang dia berulang kali, dia selalu roboh tak berdaya sama sekali, dia tidak mampu membalas menyerang, bahkan dia lantas main gila. Apa mungkin dia juga memperdayakan orang diwaktu menekuk melengkung tongkat baja?"

Kwee Ceng menggeleng kepala. "Dia telah meremas tangan Lou Toangloo," dia menambahkan. "Ketika ia menyambut seranganku dengan tipu silat Kek San Tah Gu, itu ilmu sejati. Ilmu itu tak dapat dipalsukan……"

Oey Yong lantas membungkuk, dengan tusuk kondenya, ia menggurat-gurat tanah, lalu selang sesaat, ia menghela napas.

"Benar-benar kau tidak dapat menerka tua bangka itu lagi memberi pertunjuk apa," katanya. "Biarlah, mari kita pergi ke Tiat Ciang San, setibanya di sana pasti kita akan mendapatkan pemecahannya."

"Buat apa kita pergi ke Tiat Ciang San?" tanya Kwee Ceng, bersangsi. "Benar urusan kita telah selesai tetapi kita harus mencari suhu. Tua bangka itu pandai main gila, perlu apa kita menangkapnya benar-¬benar?"

"Engko Ceng, mari aku tanya kau," kata si nona. "Bukankah gambar yang ayahku berikan padamu telah basah dan huruf-huruf apakah yang telah kau lihat di situ?"

"Surat itu telah rusak sampai artinya tak dapat ditangkap," kata Kwee Ceng sambil menggoyangi kepalanya.

"Habis, apakah kau tidak memikirkannya?" tanya pula Oey Yong tertawa.

Kwee Ceng benar-benar tidak dapat memikir atau menduga. "Ah, Yong-jie yang baik," katanya. "Kau tentu telah dapat memikir sesuatu, maka lekaslah kau jelaskan padaku!"







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar