Kamis, 28 Januari 2021

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 111

"Lihat saja pakaianmu, Lou Toako! Pakaianmu kotor tetapi pakaian mereka bersih sekali. Lou Toako, hendak aku omong terus terang, bajunya cabang Pakaian Dekil itu hitam dan bau, pasti tidak menyenangkan, maka kalau kau mencuci bersih pakaianmu, bukankah kedua cabang lantas menjadi satu?"

"Kau anak hartawan, pasti kau jemu terhadap pengemis," kata Yoe Kiak sambil ia berjingkrak bangun berdiri.

Kwee Ceng hendak menghanturkan maaf tetapi orang lantas ngeloyor pergi, kelihatannya ia mendongkol sekali.

Oey Yong mengulur lidahnya. "Engko Ceng, jangan kau menegur aku," katanya.

Kwee Ceng tertawa. "Sebenarnya aku berkhawatir," kata Oey Yong.

"Kenapa?" pemuda itu tanya. "Aku berkhawatir Lou Yoe Kiak nanti mendupak padamu."

"Tidak karu-karuan dia mendupak aku, kenapa?" Si nona memainkan mulutnya, ia tertawa, ia tidak menjawab.

Kwee Ceng menjadi berpikir. Ia benar tidak mengerti.

Oey Yong menghela napas. "Ah, engko tolol," katanya. "Kenapa kau tidak hendak memikirkan namanya itu?"

Sekarang Kwee Ceng sadar. "Bagus ya!" katanya. "Dengan memutar kau memaki aku bagaikan anjing!" Ia lantas berbangkit, tangannya diulur, untuk mengitik, Oey Yong tertawa dan berkelit.

Tengah muda-mudi ini bergurau, di tangga lauwteng terdengar pula suara tindakan kaki. Segera terlihat munculnya ketiga tiangloo yang tadi pergi mengikuti Yo Kang. Mereka menghampiri terus memberi hormat. Tiangloo yang ditengah, yang mukanya putih dan tubuhnya gemuk, yang kumisnya gompiok, sudah lantas tertawa sebelum ia berbicara. Coba ia tidak berpakaian banyak tambalannya, tentulah orang menyangka dia itu seorang hartawan. Dengan manis ia berkata:

"Jiewi, si pengemis tua she Lou tadi telah dengan diam-diam menurunkan tangan jahat. Kami tidak senang melihat kelakuannya itu maka datang untuk memberikan pertolongan kami."

Kwee Ceng dan Oey Yong terkejut. "Bagaimana itu?" mereka tanya.

"Bukankah dia tidak sudi dahar bersama jiewi tadi?"

"Ya! Apakah dia telah meracuni kami?"

Pengemis itu menghela napas. "Inilah gara-garanya partai kami lagi malang," ia berkata, romannya berduka. "Di luar keinginan kami, di antara kami boleh ada banyak orang buruk semacam dia. Dia itu lihay, asal tangannya menyentil, racun yang disimpan di kuku tangannya bisa tanpa diketahui lagi masuk nyampur ke dalam barang makanan atau arak. Jiewi telah terkena racun itu dan hebat, tidak lewat sampai setengah jam, maka jiewi sukar ditolong lagi……."

Oey Yong terkejut tetapi ia bersangsi. "Kami tidak bermusuhan dengannya, kenapa dia boleh menurunkan tangan jahat?" tanyannya.

"Jiewi telah keracunan berbahaya sekali, baik jiewi lekas makan obat ini, baru jiewi bisa dapat ditolong!" kata si pengemis tanpa menyahuti dulu pertanyaan orang. Ia lantas mengeluarkan satu bungkusan obat bubuk warna kuning, obat itu ia masukkan ke dalam dua cangkir arak, "Lekas minum, jiewi!" katanya pula.

Oey Yong tadi melihat Yo Kang, ia curiga, maka itu mana mau ia minum arak. Maka ia berkata:

"Tadi tuan Yo itu kenal kami, tolong samwie ajak dia datang menemui kami."

"Memang jiewi harus bertemu dengannya," berkata si pengemis. "Tetapi racun jahanam itu berbahaya sekali, baik jiewi minum dulu obat ini. Kalau ayal-ayalan, nanti susah buat diobatinya."

"Samwie baik sekali, terima kasih," berkata Oey Yong. "Nah, marilah duduk kita minum bersama! Sebenarnya kami kagum sekali kepada Kay Pang sebab kami ingat tahun dulu pangcu dari generasi yang kesebelas, di Pak Kouw San dia seorang diri telah melayani banyak lawan yang gagah dengan sepasang tongkatnya, dengan sepasang tangannya, dia telah membinasakan lima jago dari Lok-yang! Sungguh gagah!"

Tiga pengemis itu nampak heran sebab mendadak mendengar orang bicara perihal partainya, maka mereka lantas saling melirik. Heran mereka, kenapa nona begini muda tahu peristiwa dulu itu.

"Ang Pangcu itu lihay sekali ilmu silatnya yang bernama Hang Liong Sip-pat Ciang," berkata pula Oey Yong. "Kepandaiannya itu tak ada bandingannya di kolong langit ini, maka entahlah samwie telah dapat memperlajari beberapa jurus dari ilmu silat itu?"

Mendengar ini, tiga pengemis itu lantas menduga tentulah orang curiga dan tak sudi minum arak campur obat itu. Maka yang beroman mirip hartawan itu berkata sambil tertawa:

"Kalau nona bercuriga, tentu sekali kami tidak berani memaksa, tetapi marilah nona melihat suatu bukti nanti nona percaya. Sekarang jiewi lihat dimataku ada apa yang luar biasa?"

Kwee Ceng dan Oey Yong mengawasi, mereka mendapatkan mata orang bercahaya tajam sekali. Oey Yong melihat tidak ada apa-apa yang aneh, maka ia memikir itulah tak lebih tak kurang sepasang mata babi………

Tetapi si pengemis itu sudah berkata pula: "Jiewi awasi mataku, jangan sekali jiewi memecah perhatian. Lihatlah, sekarang jiewi mulai merasa kulit matamu berat dan kepala pusing, seluruh tubuh jiewi tidak ada tenaganya. Nah, itu alamat terkena racun. Lekas jiewi menutup mata dan tidur!"

Kata-kata itu menarik dan berpengaruh. Kwee Ceng dan Oey Yong benar-benar lantas merasa matanya ingin dirapatkan dan lesu, benar-benar seluruh tenaganya habis.




"Tempat ini menghadap telaga besar," berkata pula si pengemis. "Hawanya pun adem sekali, maka jiewi silahkan berangin dan tidur di sini! Tidur, tidurlah!"

Makin lama kata-kata itu terdengar makin perlahan, kata-kata itu sangat manis dan menarik hati, maka tanpa merasa sepasang muda-mudi itu menguap, lalu tidur pulas dengan mendekam di meja. Beberapa lama sang waktu telah lewat, mereka tak tahu, hanya mereka merasa ada hawa sejuk yang menyampok muka, samar-samar kuping mendengar suara gelombang. Mereka lantas membuka mata. Maka tampaklah di antara mega munculnya sang rembulan, yang baru mulai naik di gunung timur. Mereka terkejut.

Tadi mereka tengah bersantap dan minum arak di Gak Yang Lauw, kenapa sekarang sudah malam? Mereka mau berbangkit, tapi mereka merasakan kaki dan tangan telah diringkus. Mereka mau berseru, merasakan mulut juga telah disumpal biji bebuahan, hingga mereka merasakan mulut sakit.

Sebagai seorang cerdik Oey Yong lantas mengerti bahwa ia telah kena dipermainkan si pengemis gemuk itu, hanya ia belum bisa menerka, orang menggunakan ilmu apa membuat dia dan Kwee Ceng menjadi mengantuk dan lemas akhirnya tidur lupa daratan. Ia mengerti, maka ia tidak mau banyak berpikir. Ia segera melihat ke sekitarnya. Nampak Kwee Ceng di sisinya, kelihatan kawannya meronta, maka hatinya lega sebagian.

Kwee Ceng pun sadar karena ia merasakan sampokan hawa dingin. Ia kaget untuk belungguan yang kuat sekali, hingga ia tidak mampu berontak untuk memutuskannya. Kiranya itu adalah tambang yang dipakai mengikatnya tali kulit kerbau campur kawat. Ketika ia hendak mencoba berontak lagi, tiba-tiba merasa dingin di pipinya, dua kali pipinya disampok pedang. Ketika ia mengawasi, ia dapatkan empat pengemis muda menjagai dia dengan senjata di tangan.

Oey Yong lantas berpikir terus. Satu hal yang membuatnya kaget. Ia mendapat kenyataan berada di atas sebuah puncak, di sekitarnya telaga dengan airnya yang jernih. Di antara sinar rembulan, ia dapat melihat tegas ke sekitarnya. Ia menjadi heran sekali kenapa ia tidak merasa orang telah mengangkutnya ke atas puncak, puncak dari gunung Kun San di tengah telaga Tong Teng itu.

Di depan terlihat sebuah panggung tinggi belasan tombak. Di sekitarnya duduk beberapa ratus pengemis. Semua duduk dengan diam. Itulah sebabnya kenapa mereka mulanya tak nampak, tak ketahuan. Segera setelah ia ingat, hatinya girang. Pikirnya: “Benarlah! Hari ini Cit gwee Capgouw, hari Rapat Besar Kaum Kay Pang! Biarlah aku bersabar, sebentar aku memperdengarkan titah suhu, mustahil mereka tidak akan mentaati…."

Lewat sekian lama, segalanya masih diam saja. Nona ini mulai habis sabarnya. Karena tak dapat bergerak, ia merasakan kaki tangannya baal. Sang waktu pun berjalan terus. Kemudian sinar rembulan menjojoh pinggiran panggung di mana ada tiga huruf besar: "Hian Wan Tay", artinya panggung "Kaisar Hian Wan". Maka ingatlah Oey Yong akan cerita dongeng, katanya dulu hari Oey Tee, Kaisar Hian Wan itu, telah membuat perapian kaki tiga di sini, setelah perapian itu rampung, dia menunggang naga naik ke langit. Jadi inilah panggung yang berhikayat itu.

Sekian lama lagi, di waktu sinar rembulan telah memenuhi seluruh panggung, maka terdengarlah suara yang tiga-tiga kali, suara itu sebentar cepat dan sebentar perlahan, sebentar tinggi, sebentar rendah, ada iramanya. Kemudian ternyata semua pengemis memegang tongkat kecil, dengan itu mereka mengetuk batu hingga berlagu.

Oey Yong menghitung, setelah terdengar sampai delapanpuluh satu kali, suara itu berhenti serentak. Lalu kelihatan berbangkitnya empat pengemis yang usianya tinggi, keempat tiangloo, Lou Yoe Kiak serta tiga tiangloo lainnya yang Oey Yong mengenalinya dengan baik. Mereka itu berdiri di empat penjuru panggung. Semua pengemis pada berbangkit, dengan membawa tongkat ke depan dadanya, mereka memberi hormat sambil menjura.

Si tiangloo putih dan terokmok setelah menanti semua pengemis berduduk pula, lantas berkata dengan nyaring:

"Saudara-saudara, Thian telah melimpahkan bahaya untuk Kay Pang kita, Ang Pangcu kami telah berpulang ke langit di Lim-an!"

Mendengar warta itu, semua pengemis berdiam, hanya seorang yang kemudian berteriak keras, terus ia roboh ke tanah, setelah mana semua pengemis pada menumbuki dadanya, semua menangis sedih, ada yang menggerung-gerung, ada yang mambanting¬-banting kaki. Tangisan mereka itu berkumandang jauh.

Kwee Ceng kaget sekali. "Aku tidak dapat mencari suhu, kiranya ia telah menutup mata…" pikirnya. Ia pun menangis, hanya tidak dapat bersuara sebab mulutnya tersumbat.

Oey Yong bercuriga. Ia pikir: "Kami tidak dapat mencari suhu, musathil mereka bisa! Mungkin kawanan manusia jahat ini lagi mengelabui orang banyak…"

Tengah orang sangat bersedih, Lou Yoe Kiak bertanya: "Pheng Tiangloo, ketika Pangcu berpulang ke dunia baka, adakah tiangloo melihatnya sendiri?"

Si tiangloo putih dan gemuk itu menyahut: "Lou Tiangloo, jikalau Pangcu masih hidup, siapa yang berani makan nyali macan tutul dan hati harimau untuk menjumpainya? Orang yang melihat sendiri Pangcu meninggal dunia berada di sini. Yo Siangkong, silahkan kau memberi keterangan kepada orang banyak!"

Seseorang lantas muncul di antara orang banyak. Dialah Yo Kang. Dengan memegang tongkat bambu, ia naik ke panggung. Semua pengemis berdiam, untuk memasang kuping.

Yo Kang berbatuk satu kali, baru ia mulai bicara. Ia kata: "Kejadiannya baru satu bulan yang lalu. Kejadiannya di kota Lim-an. pangcu telah berkelahi dan orang kesalahan memukul hingga ia mati." Mendengar itu, suara orang banyak menjadi riuh.

"Siapakah musuh itu?!" tanya mereka. Nyata mereka murka. "Lekas bilang, lekas! Pangcu demikian lihay, mungkinkah dia jatuh? Pastilah Pangcu telah dikepung ramai-ramai maka ia roboh!"

Kwee Ceng mendongkol mendengar keterangan Yo Kang itu. "Pada satu bulan yang lalu, suhu ada bersamaku! Ha, kiranya dia lagi main lagi!"

Yo Kang mengangkat kedua tangannya, ia menunggu sampai suara orang reda, baru ia berkata pula:

"Orang yang mencelakai hingga Pangcu mati adalah Tong Shia Oey Yok Su, pemilik dari Pulau Tho Hoa To, bersama tujuh imam bangsat dari Coan Cin Pay!"

Oey Yok Su sudah lama tidak meninggalkan pulaunya, antara kaum pengemis ini, dalam sepuluh, sembilan tidak ada yang mengenal dia, hanya Coan Cin Cit Cu sangat kesohor maka mereka mengenalnya. Mereka mau percaya ketua mereka kalah karena dikeroyok, maka itu mereka mencaci dan mengutuk, ada yang mau lantas pergi untuk menuntut balas.

Tentu saja mereka tidak tahu bahwa mereka lagi dipermainkan Yo Kang, yang mau mengadu mereka dengan Tong Shia dan Coan Cin Cit Cu. Tentang Kanlam Liok Koay, ia tidak takut. Yo Kang bertindak begini karena Ang Cit Kong terluka parah hajaran Kuntauw Kodok dari Auwyang Hong sedang Kwee Ceng, ia menyangka telah mati tertikam olehnya di dalam istana, siapa tahu kemarin ia menemui Kwee Ceng dan Oey Yong di Gak Yang Lauw, karena sudah kepalang, ia minta Pheng Tiangloo membekuk kedua orang itu dengan tipu, dengan liap-sim-hoat, yang mirip dengan ilmu sihir. Ia mengharap Tong Shia, Coan Cin Kauw dan Kay Pang nanti ludas bersama karena bentroknya mereka bertiga…….

Selagi suara orang berisik itu maka bangkitlah salah satu dari tiga tiangloo itu, ialah Kan Tiangloo.

"Saudara-saudara, mari dengar perkataanku!" ia kata. Ia telah putih kumis dan alisnya, tubuhnya tegar, di dalam partainya dia disegani. Maka semua orang lantas berdiam.

"Sekarang ini kita lagi menghadapi dua urusan sangat penting," ia berkata. "Kesatu untuk menuruti pesan Pangcu, yaitu memilih pangcu generasi kesembilanbelas. Kedua guna berdaya mencari balas untuk pangcu kita."

"Benar!" menyahut semua pengemis.

"Tapi kita mesti bersembahyang dulu untuk pangcu," berkata Lou Yoe Kiak. Ia menjumput lumpur, lalu bikin menjadi patung, mirip dengan patung Ang Cit Kong, ia meletakkan di atas panggung, terus ia mendekam di tanah dan menangis sedih. Semua pengemis turut menangis pula.

Oey Yong sendiri berpikir: "Hm, kamu gila! Suhu toh baik-baik saja, dia tidak mati, kenapa kamu tangisi? Kamu gila sudah mengikat aku dan engko Ceng, sampai kita tidak bisa bicara! Inilah kamu yang cari penyakit sendiri, sia-sia belaka kamu bersedih….."

Setelah orang menangis sekian lama, Kan Tiangloo menepuk tangannya tiga kali. Lantas semua orang berhenti menangis. Tiangloo ini berkata:

"Kita sekarang berapat di sini, kita sebenarnya harus mengangkat pangcu baru menurut petunjuk Ang Pangcu, karena Ang Pangcu telah menutup mata, kita harus menuruti pesannya saja, dan kalau pesannya tak ada, kita harus mentaati pemilihan oleh keempat tiangloo. Ini aturan kita turun-temurun. Benar begitu, saudara-saudara?"

Semua pengemis menyahuti membenarkan.

Kang Tiangloo lantas berkata pula: "Yo Siangkong, silahkan kau menyampaikan pesan dari Ang Pangcu!"

Dalam Kay Pang, pengangkatan pangcu baru adalah urusan paling besar dan penting. Pada itu tergantung makmur dan runtuhnya partai. Maka pangcu adalah yang memegang peranan paling penting. Pernah terjadi pangcu mereka yang ketujuhbelas, yaitu Cian Pangcu, meski dia gagah, dia lemah, pimpinannya tidak tepat, maka terjadilah bentrokan di antara kedua golongan Pakaian Bersih dan Pakaian Dekil hingga partai menjadi lemah. Ang Pangcu kemudian menguasai keadaan, dia melarang bentrokan. Dengan begitu, Kay Pang maju lagi. Maka sekarang, selagi menaruh perhatian besar, orang berdiam menanti perkembangan.

Yo Kang memegang Lek-tiok-thung dengan kedua tangannya, ia angkat itu tinggi di atas kepalanya, lalu ia berkata:

"Ang Pangcu kena dikeroyok oleh orang jahat, dia mendapat luka parah hingga jiwanya terancam bahaya. Kebetulan waktu itu aku yang rendah lewat di tempat kejadian, cepat-cepat aku menyembunyikan dia di rumahku, setelah dapat menipu musuh-musuh itu pergi, aku lantas mengundang tabib. Sayang, karena parahnya luka, pangcu tidak dapat ditolongi lagi……."

Mendengar itu, terdengar banyak keluhan.

Yo Kang berhenti sebentar, baru ia melanjutkan: "Ketika Ang Pangcu hendak menghembuskan napasnya yang terakhir, ia menyerahkan tongkat suci ini kepadaku dan dia menugaskan aku yang rendah untuk menerima tanggung jawab yang berat sebagai pangcu yang kesembilanbelas…"

Orang banyak menjadi heran. Tidak disangka, pangcu yang baru adalah pemuda ini yang mirip seorang sastrawan.

Yo Kang cerdik sekali. Setelah mendapatkan tongkat Lek-tiong-thung di rumahnya Sa Kouw di Gu¬kee-cun, ia mendapat kenyataan kedua pengemis gemuk dan kurus itu sangat menghormat padanya, segera ia mendapat pikiran. Lantas di sepanjang jalan ia menanya ini dan itu kepada mereka tentang tongkat itu. Kedua pengemis itu melihat orang memegang tongkat partainya, mereka menjawab segala pertanyaan. Dengan begitu tahulah Yo Kang tentang tongkat itu serta pengaruhnya. Maka ia pikir, selagi Kay Pang sangat besar dan berpengaruh, kenapa dia tidak mau memanfaatkannya? Bukankah Ang Pangcu telah mati dan tentang kematiannya itu tidak ada saksinya? Bagaimana besar faedahnya kalau ia yang menggantikan memegang pimpinan? Ia lantas mengambil keputusan, maka dengan mempengaruh ketiga tiangloo, hendak ia mewujudkan cita-citanya menjadi pangcu dari Kay Pang.

Kan Tiangloo, Pheng Tiangloo dan Nio Tiangloo percaya obrolan Yo Kang. Ini pun kebetulan sekali untuk mereka. Sebenarnya mereka ingin sekali diangkat menjadi pangcu, cuma di dalam hal ini, mereka malang sama Lou Tiangloo. Di bawah pimpinan Ang Pangcu, mereka menerima keadaan. Ang Pangcu dapat bertindak bijaksana, dia bisa mengimbangi keadaan, dia bersedia mengenakan baju bersih dan baju kotor bergantian.

Hanya diantara keempat tiangloo, dia sebenarnya menghargai Lou Yoe Kiak, cuma Yoe Kiak ini, cacatnya ialah tabiatnya keras dan terburu nafsu, beberapa kali pernah ia hampir menerbitkan onar, kalau tidak, pasti siang-¬siang ia sudah diangkat menjadi pangcu.

Untuk rapat besar di Gakciu ini, pihak Pakaian Bersih sebenarnya berkhawatir Lou Yoe Kiak yang nanti kepilih, ketiga tiangloo itu pernah memikir daya untuk mencegahnya, tetapi karena takut kepada Ang Cit Kong, mereka tidak berani bergerak. Maka mereka tidak sangka, sekarang muncul Yo Kang dengan tongkat suci mereka dan katanya Ang Pangcu telah terbinasa. Mereka berduka tetapi mereka tak melupakan urusan besar mereka. Mereka berlaku sangat hormat kepada Yo Kang. Mereka heran Yo Kang tidak mau menerangkan pesan pangcu mereka.

Mereka tidak tahu pemuda ini sangat licin. Baru tiba disaat rapat ini, Yo Kang menyebutkan pesan itu - pesan karangan otaknya sendiri. Mereka menyesal, yang mereka tidak terpilih, akan tetapi mereka dapat menghibur diri, sebab Yoe Kiak tidak terpilih juga. Maka, sambil memikir, mungkin di belakang hari mereka dapat mempengaruhi Yo Kang, mereka mengangguk tandanya mereka suka menerima si anak muda sebagai ketua mereka yang baru.

Kan Tiangloo lantas berkata: "Tongkat yang di pegang Yo Siangkong ialah tongkat sejati dari partai kita, tetapi kalau ada saudara yang menyangsikan, silahkan maju untuk memeriksa”.

Lou Yoe Kiak melirik Yo Kang. Ia sangsi pemuda ini dapat memimpin Kay Pang. Maka ia maju, memeriksa tongkat suci itu. Ia mendapat kenyataan kesejatian nya tongkat itu. Maka berpikirlah ia: "Tentulah Pangcu mengingat budi maka pangcu mewariskan tongkat suci ini kepadanya. Karena pangcu telah memesannya, mana dapat aku membantahnya?" Karena itu ia pun mempercayainya. Ia angkat tongkat ke atas kepalanya, dengan hormat ia menyerahkan kembali kepada Kan Tiangloo, yang tadi menyambuti itu dari tangan Yo Kang. Ia kata:

"Kami menurut kepada pesan Ang Pangcu, kami menjunjung Yo Siangkong sebagai pangcu kami yang kesembilanbelas!"

Mendengar ini semua pengemis berseru memperdengarkan persetujuan mereka.

Kwee Ceng dan Oey Yong tidak bisa bicara, juga mereka tidak bisa bergerak, bukan main mendongkol dan masgulnya mereka.

"Benar dugaan Yong-jie, Yo Kang ini bernyali besar, berani dia main gila seperti ini," pikir si anak muda. "Dia tentunya bakal mendatangkan onar besar."

Oey Yong sebaliknya lagi memikirkan, tindakan apa yang Yo Kang bakal mengambil terhadap mereka berdua, sebab tentulah mereka tidak bakal dilepaskan dengan begitu saja.

Yo Kang mengasih dengar suaranya: "Aku yang rendah, muda usiaku dan cupat pengetahuanku, tidak berani aku menerima tugas yang berat ini."

"Pesan Ang Pangcu demikian rupa, janganlah Yo Siangkong merendahkan diri," kata Pheng Tiangloo.

"Benar!" berkata Lou Yoe Kiak, yang lantas batuk satu kali, lalu ia berteriak dan meludah ke muka si anak muda.

Yo Kang tidak menyangka, tidak dapat ia berkelit, reak si pengemis tua nemplok di pipi kanannya. Ia menjadi kaget. Baru ia mau menanyakan ketiga tiangloo lainnya atau mereka itu pun bergantian telah lantas meludah kepadanya, setelah mana keempat tiangloo itu, dengan menyilang tangan, mereka lantas memberi hormat sambil berlutut dan mendekam. Yo Kang masih tidak mengerti, ia tetap berdiri tercengang.

Perbuatan keempat tiangloo ini disusul oleh semua pengemis lainnya, dengan mengikuti runtutannya, mereka itu menghampiri untuk meludahkan, setiap habis berludah, baru memberi hormat.

"Ini adalah cara meludah tanda hormat kepadaku?" Yo Kang tanya dirinya sendiri. Ia tidak tahu, demikianlah aturan yang dihormati Kay Pang, setiap pangcu baru mesti diperhina, sebab pengemis, mereka mesti bersedia menerima penghinaan khalayak ramai. Ia tidak tahu itulah semacam latihan kebathinan.

Selang sekian lama barulah semua pengemis memberi hormat, lalu ramailah suara mereka:

"Yo Pangcu, silahkan naik ke panggung Hian Wan Tay!"

Yo Kang melihat panggung tidak terlalu tinggi, hendak ia membanggakan kepandaiannya. Lantas ia menjejak kedua kakinya, mengapungkan diri, berlompat naik. Bagus caranya ia berlompat naik itu, karena ia mempunyai ilmu meringankan tubuh yang baik. Hanya di mata keempat tiangloo, terlihatlah kepandaiannya itu masih rendah, tetapi mengingat usianya yang muda, ia tidak dapat dicela. Keempat tiangloo itu percaya ia adalah murid seorang yang pandai.

Begitu lekas berada di atas panggung, Yo Kang mengasih dengar suaranya yang nyaring:

"Penjahat yang mencelakai Ang Pancu masih belum dapat dibinasakan tetapi dua pembantunya aku telah berhasil membekuknya!"

Mendengar itu, berisiklah semua pengemis, segera terdengar teriakan mereka: "Di mana? Di mana? Lekas cincang! Jangan lantas dihukum mati, hukum picis dulu biar dia tahu rasa!"

Kwee Ceng tidak menduga jelek, maka ia kata di dalam hatinya: "Aku hendak lihat siapa pembantunya pembunuh itu…."

Yo kang lantas berseru: "Bawa mereka ke depan panggung!"

Pheng Tiangloo lantas bertindak cepat kepada Kwee Ceng dan Oey Yong, dengan masing-masing sebelah tangannya, ia memegang dan mengangkat tubuh orang, buat dibawa ke depan panggung di mana ia menggabrukkan dua muda-mudi itu.

Sekarang baru Kwee Ceng sadar. "Ha, binatang, kiranya kau maksudkan kami!" ia mendamprat di dalam hatinya.

Lou Yoe Kiak terperanjat ketika melihat Kwee Ceng dan Oey Yong, yang ia kenali, maka ia lantas mengingat kepada keterangan Lee Seng. Ia lantas berkata:

"Pangcu, dua orang ini murid-murid Ang Pangcu! Cara bagaimana dapat mencelakai guru mereka?"

"Justru itulah sebabnya, yang membuat orang semakin gemas!" berkata Yo Kang.

Pheng Tiangloo pun berkata: "Pangcu melihatnya sendiri, mana bisa salah?"

Lee Seng dan Ie Tiauw Hian hadir di dalam rapat ini, keduanya lantas maju dan berkata:

"Harap pangcu ketahui, dua orang itu adalah orang-orang gagah, untuk mereka, kami berdua bersedia menanggungnya dengan jiwa kami. Pasti sekali kebinasaan Ang Pangcu tidak ada hubungannya sama mereka ini!"

"Kalau bicara, biarlah tiangloo kamu yang bicara!" Nio Tiangloo membentak. "Apa di sini dapat kamu campur mulut?!"

Kedua pengemis ini adalah dari golongan Pakaian Kotor dan berada di bawah pimpinan Lou Yoe Kiak, derajat mereka pun rendah, tidak berani mereka berbicara lebih lanjut lagi. Mereka mengundurkan diri dengan sangat penasaran.

"Di dalam hal ini bukan aku yang rendah tidak mempercayai Pangcu," berkata Lou Yoe Kiak kemudian, "Akan tetapi mengingat urusan membalas sakit hati ialah urusan sangat besar, aku mohon Pangcu nanti memeriksanya dengan seksama."







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar