Rabu, 20 Januari 2021

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 106

Oey Yong tertawa. "Ayah, sarung tangan ini bagus untuk mainan, aku menyukainya, hanya ini alat peranti menipu orang aku tidak membutuhkannya! Nah ini, kau sambutlah!" Ia mengayaun tangannya, hendak menimpukkan pedang-pedangan itu. Mendadak, ia membatalkannya. Jarak dengan Kiu Cian Jin jauh juga, ia khawatir tidak dapat menimpuk sampai di sana. Maka pedang itu ia serahkan kepada ayahnya seraya membilangnya sambil tertawa: "Ayah, kau saja yang menimpukkannya!"

Oey Yok Su memang tengah bersangsi, ia ingin mencoba Kiu Cian Jin, maka ia menyambut pedang itu, yang ia taruh di telapak tangannya yang kiri, ujungnya yang lancip di arahkan ke luar, lalu dengan jari tangan dari tangan kanan, ia menyentil. Sekejap saja pedang itu melesat bagaikan terbang!

"Bagus!" berseru Oey Yong dan Kwee Ceng sambil bertepuk tangan.

"Tiat Cie Sin-kang yang hebat!" Auwyang Hong memuji di dalam hatinya. Ia kaget sendiri bertapa lihaynya Tong Shia si Sesat dari Timur ini.

Semua mata diarahkan kepada pedang itu serta Kiu Cian Jin. Di situ ia tampak jongkok tak bergeming walaupun bebokongnya mau dijadikan sasaran pedangnya. Maka cepat sekali, pedang telah mengenai dan menancap.

Serangan Oey Yok Su sangat hebat, jangankan pedang besi, walaupun pedang kayu, kalau sasarannya kena terhajar, korbannya mesti bercelaka.

Kwee Ceng lantas berlompat lari ke arah Kiu Cian Jin. Ketika ia sampai di tempat orang berjongkok, mendadak ia berseru:

"Celaka betul!" Tangannya pun lantas mengangkat sepotong baju, untuk diulap-ulapkan. Ia berseru pula: "Orangnya sudah kabur!"

Kiu Cian Jin telah meloloskan bajunya, yang ia sangkutkan dengan rapi hingga ia tampak seperti terus berjongkok membuang air besar, dengan nyelusup di pepohonan lebat, ia sendiri diam-diam angkat kaki, menyingkir dari tempat berbahaya itu. Dengan kecerdikannya ini ia telah berhasil mengelabui Tong Shia dan See tok yang berpenglamanan dan lihay itu, hingga dua orang itu melengak dan saling mengawasi, lalu keduanya tertawa lebar.

Auwyang Hong kenal baik Tong Shia, yang tak sejujur Ang Cit Kong, yang sukar untuk dibokong, sekarang melihat orang tengah tertawa, ia menganggap inilah kesempatan untuk turun tangan. Dengan mendadak ia berhenti tertawa, terus menjura dalam sekali.

Oey Yok Su terus tertawa hanya sambil tertawa tangan kirinya dilonjorkan, tangan kanan ditekuk, ia membalas hormat.

Sesaat itu tubuh mereka bergoyang sebentar, kemudian Auwyang Hong mundur tiga tindak. Ia telah membokong dengan tidak berhasil. Lantas ia kata:

"Baiklah, kita berdua nanti bertemu pula di belakang hari!" Sembari berkata begitu, ia mengibaskan tangan bajunya, memutar tubuh, dan berlalu.

Air mukanya Oey Yok Su berubah. Dengan lekas ia mengulur tangan kiri ke depan anak gadisnya. Kwee Ceng pun telah melihat, selagi memutar tubuh, Auwyang Hong menyerang secara rahasia, menyerang Oey Yong dengan "Pek-hong-ciang", yaitu ilmu silat tangan kosong yang memerlukan anginnya saja. Ia hanya kalah jeli dengan Oey Yok Su. Tapi ia berseru, dengan kedua tangannya ia lantas menyerang See Tok, untuk memaksa orang membatalkan serangannya.

Auwyang Hong melihat ia ditangkis Oey Yok Su, yang melindungi putrinya, ia lantas menarik kembali serangannya, hanya bukan untuk dibatalkan, tetapi diteruskan menyerang Kwee Ceng, selagi si anak muda menyerang padanya, hingga serangan mereka bakal bentrok, keras sama keras. Kwee Ceng tahu diri, ia tidak mau melayani, maka dengan sebat ia membuang diri, bergulingan, terus berlompat berdiri. Ia kaget hingga mukanya pucat sekali.

"Ha, anak yang baik!" berseru Auwyang Hong. "Baru beberapa hari kau tidak terlihat, kepandaianmu telah maju pesat sekali!" Memang di luar dugaan, si anak muda lolos dari bokongannya itu.

Melihat orang telah turun tangan, Kanglam Liok Koay segera memernahkan diri di belakang Auwyang Hong, untuk memegat. Auwyang Hong maju terus, ia mendekati Coan Kim Hoat dan Han Siauw Eng. Mereka ini tidak berani turun tangan, maka itu, bebas See Tok berjalan melewati mereka, keluar dari dalam rimba.

Oey Yok Su pun berdiam saja. Sebenarnya kalau ia mau turun tangan, dibantu Liok Koay, See Tok bisa dapat celaka, tetapi ia berkepala besar, tidak mau mengepung si Bisa dari Barat itu, ia khawatir nanti orang mentertawakan. Ia memikir, lain kali saja, kalau ada kesempatan, mereka bertempur satu lawan satu. Ia tertawa dingin mengawasi punggung orang.

Ketika itu Kwee Ceng telah lepaskan Gochin Baki berempat dari tambatan. Putrinya Jenghiz Khan ini girang sekali melihat si anak muda tidak mati, maka dengan sengit ia menamprat Yo Kang yang dikatakan sudah menjual cerita untuk mendustakan orang. Tuli menambahkan dengan berkata:

"Orang she Yo itu bilang ia mempunyai urusan mesti lekas pergi ke Gak-ciu, kami menyangka dia orang baik-baik, maka kecewa sekali kami memberikan dia tiga ekor kuda pilihan…"

"Anda," Kwee Ceng tanya, "Bagaimana caranya maka kamu bertemu sama itu dua siluman tua?"

Putri Mongolia itu, dalam kegembiraannya, mendahului memberikan keterangan. Mereka ini sangat berduka mendengar dari Yo Kang bahwa Kwee Ceng telah meninggal dunia, dilain pihak, senang hati mereka mendengar Yo Kang berniat mencari balas. Mereka menaruh kepercayaan besar, senang mereka bergaul dengan orang she Yo itu. Malam itu mereka menginap bersama di sebuah dusun. Yo Kang beberapa kali mencoba membokong Tuli, selalu gagal disebabkan penjagaan yang keras dari kedua pengemis kurus dan gemuk terhadapnya, kalau tidak si gemuk, tentulah si kurus yang meronda sambil memegang tongkat keramatnya. Kecewa ia karena kegagalannya, dari itu, terpaksa besoknya pagi ia minta saja tiga ekor kuda, dengan itu bersama kedua pengemis itu ia berangkat ke barat.

Tuli berempat menuju ke utara, sedang kedua burung rajawali terbang ke selatan, sampai lama, keduanya tidak kembali. Ia tahu waktu itu mesti ada sebabnya. Karena mereka tidak membikin perjalanan cepat, mereka menantikan di rumah penginapan, sampai dua hari. Baru di hari ketiga, kedua ekor burung rajawali itu kembali, keduanya menclok di pundak Gochin Baki seraya berbunyi tak mau berhenti.

"Mari kita ikuti mereka," berkata Tuli, yang merasa heran.

Mereka kembali ke selatan dengan kedua rajawali itu menjadi petunjuk jalan, hanya apa lacur, di rimba itu mereka bertemu Auwyang Hong dan Kiu Cian Jin. Tuli, Jebe dan Borchu gagah tetapi menghadapi Auwyang Hong, mereka tidak berdaya, dari itu bersama si opsir pengiringnya, dengan gampang mereka kena ditawan dan dibelenggu. Malang si opsir, dia menjadi korban paling dulu.

Kiu Cian Jin mendapat tugas dari negara Kim untuk mengacau orang-orang kosen di Kanglam. Supaya mereka bentrok satu sama lain, untuk menggampangi usaha bangsa Kim menyerang ke Selatan. Bersama Auwyang Hong ia berada di rimba itu, kapan ia melihat Tuli berlima, ia lantas menganjurkan Auwyang Hong turun tangan. Syukur kedua burung rajawali telah bisa mencari bantuan dan rombangan Kwee Ceng ini datang tepat. Gochin Baki sangat gembira, sembari menutur ia pegangi tangan Kwee Ceng, ia tertawa tak hentinya.

Oey Yong mengawasi tingkah laku putri itu, ia merasa tak puas. Ia jadi lebih tak senang karena si putri bicara dalam bahasa Mongolia, yang ia tidak mengerti. Ia menjadi tidak sabaran.

Oey Yok Su melihat roman anak gadisnya itu, ia heran. "Yong-jie, siapakah ini perempuan asing?" ia tanya.

"Dialah istrinya engko Ceng yang belum dinikah!" sahut sang gadis.

Ayah itu heran hingga ia hampir tidak mempercayai kupingnya sendiri. "Apa?!" ia menanya, mengulangi.

"Ayah, kau pergi tanya dia sendiri," sahut si anak perlahan. ia malu untuk menjelaskannya.




Cu Cong mendapat dengar pembicaraan di antara ayah dan anak, ia mengerti keadaan berbahaya untuk Kwee Ceng, karena ia tahu baik hal ikhwal putrinya Jenghiz Khan itu dengan muridnya, ia lantas campur bicara, menuturkan duduknya hal itu. Tentu saja ia menyebutkan, jodoh itu desakkan Khan.

Oey Yok Su memang tidak penuju Kwee Ceng, kalau toh ia menjodohkan juga putrinya, itu saking terpaksa. Sekarang ia mendengar ini soal yang baru untuknya, ia menjadi tidak puas. Ia kepala suatu partai, sangat menyayangi putrinya bagaikan mutiara mustika, mana dapat putrinya ini menjadi istri kedua, artinya menjadi gundik?

"Yong-jie!" ia lantas kata kepada putrinya, suaranya keras. "Ayahmu hendak melakukan sesuatu, kau tidak boleh mencegah!"

Anak itu kaget. "Apakah itu, ayah?" ia tanya.

"Anak busuk itu, perempuan hina itu, dua-duanya mesti dibunuh!" sahut sang ayah.

Oey Yong kaget, ia lompat menubruk tangan ayahnya. "Tetapi, ayah, engko Ceng bilang dia sungguh mencintai aku!" katanya.

Oey Yok Su tidak meronta, tetapi ia membentak kepada Kwee Ceng. "Eh, bocah, kau bunuhlah perempuan asing itu, untuk membuktikan hatimu sendiri!"

Kwee Ceng berdiri menjublak. Belum pernah ia menghadapi soal sesulit ini. Ia memang kurang cerdas, dari itu, ia ayal mengambil keputusannya.

"Lebih dulu kau sudah bertunangan, kenapa kau melamar juga putriku?!" tanya Oey Yok Su bengis. "Apakah artinya perbuatanmu ini?!"

Kanglam Liok Koay memasang mata waspada. Sikapnya Tong Shia luar biasa sekali. Setiap saat si Sesat dari Timur ini dapat menurunkan tangan dahsyat, muka orang merah padam. Hati mereka goncang sebab pemilik Tho Hoa To ini sangat lihay.

Kwee Ceng tidak pernah mendusta, maka ia menyahut: "Pengharapanku dalam seumur hidup bisa berkumpul bersama Yong-jie saja, lainnya hal tidak ada di hatiku."

"Baik kalau begitu," kata Oey Yok Su, yang hawa amarahnya sedikit mereda. "Sekarang begini saja. Tidak apa kau tidak suka membinasakan perempuan itu, tetapi kau semenjak hari ini, aku larang kau bertemu pula dengannya!"

Kwee Ceng berdiam, pikirannya bekerja.

"Bukankah kau pasti akan bertemu pula dengannya?" Oey Yong bertanya.

"Di dalam hatiku, dia bagai adik kandungku," sahut Kwee Ceng. "Kalau aku tidak bertemu dengannya, aku suka mengingatnya."

Mendengar itu Oey Yong tertawa. "Kau suka melihat siapa, kau boleh melihatnya!" katanya. "Tentang itu aku tidak perduli!"

"Baik, begini saja!" berkata Oey Yok Su. "Saudara-¬saudara perempuan asing itu ada di sini, aku ada di sini, dan keenam gurumu berada di sini juga, maka hayolah kau membilang jelas bahwa yang bakal kau nikahi adalah putriku, bukan perempuan asing itu!"

Dengan bicara begitu, Oey Yok Su sudah menentang hatinya sendiri, untuk keberuntungan gadisnya, ia suka mengalah. Kwee Ceng berpikir sambil tunduk, maka ia lantas melihat golok Kim-too hadiah dari Jenghiz Khan serta pisau belati pengasih Khi Cie Kee. Ia menjadi bingung sekali. Ia berpikir: "Menurut pesan ayahku, dengan Yo Kang aku mesti menjadi saudara sehidup semati, akan tetapi Yo Kang itu bersifat lain, kelihatannya persaudaraanku dengannya tidak dapat dilindungi lagi. Pula menurut pesan paman Yo, aku harus menikah sama adik Liam Cu. Bagaimana sekarang? Seharusnya pesan orang tua mesti dijalankan. Dengan begitu, perangkapan jodohku dengan putri Gochin Baki pun atas kehendak Jenghiz Khan, seorang tua! Bolehkah karena kata-kata orang tua itu lantas aku mesti berpisah dengan Yong¬jie?" Setelah memikir paling belakang itu, pemuda ini lantas mengambil keputusan. Ia mengangkat kepalanya.

Sementara itu Tuli telah menanyakan Cu Cong tentang pembicaraan di antara Kwee Ceng dengan Oey Yok Su, setelah mengetahui duduknya hal dan menampak kesangsian si anak muda, ia menjadi tidak puas. Ia gusar mengetahui orang tidak mencintai adiknya. Maka dari kantung panahnya, ia menarik keluar sebatang anak panah bulu burung tiauw, sambil memegang itu di tangannya, ia kata dengan nyaring:

“Kanda Kwee Ceng, seorang laki-laki yang mau malang melintang di dunia, dia mesti berbuat hanya dengan satu kata-katanya yang pasti! Oleh karena kau tidak mencintai adikku, mana bisa putri yang gagah dari Jenghiz Khan memohon-mohon meminta kepadamu? Oleh karena itu, mulai hari ini, putus sudah persaudaraan di antara kita! Di masa mudamu, kau pernah menolong aku, kau juga telah menolong ayahku, budi itu, kami ingat baik-baik, dari itu, ibumu yang sekarang berada di Utara, akan aku mengirim orang untuk mengantarkannya, tidak akanaku membikin dia kurang suatu apapun! Kata-katanya seorang kesatria mirip gunung kekarnya, karenanya kau boleh bertetap hati!"

Habis berkata begitu, ia patahkan anak panah itu dan melemparkan di depan kudanya. Hati Kwee Ceng tergerak. Ia lantas ingat masa mudanya di gurun pasir, bagaimana kekalnya pergaulan sama Tuli. Ia jadi berpikir: "Memang, perkataannya seorang kesatria mirip sebuah gunung. Jodoh adik Gochin Baki telah aku menerima dengan mulutku sendiri, bagaimana sekarang aku tidak memegang kepercayaanku? Tanpa kepercayaan, dapatkah aku menjadi manusia? Biarlah Oey Tocu membunuhku, biarlah Yong-jie membenciku seumur hidup, aku tidak dapat berbuat lain!" maka itu ia mengangkat kepalanya dan berkata dengan tegas:

"Oey Tocu, keenam guruku, kanda Tuli, kedua guruku Jebe dan Borchu, aku Kwee Ceng, bukan seorang yang tidak mempunyai kepercayaan, maka itu, aku mesti menikah sama adik Gochin!"

Kwee Ceng bicara dalam bahasa Tionghoa, lalu ia salin itu ke dalam bahasa Mongolia, hingga kedua belah pihak mengerti. Kata-kata ini membikin mereka menjadi heran sekali. Itu diluar dugaan. Tuli dan Gochin Baki heran berbareng girang. Kanglam Liok Koay memuji muridnya sebagai laki-laki sejati! Adalah Oey Yok Su, yang tertawa dingin.

Oey Yong sangat kaget dan berduka, ia terbengong sekian lama. Ia maju beberapa tindak, memandangi si putri Mongolia, tubuhnya kekar, alisnya lancip, matanya besar dan bagus, air mukanya gagah dan agung. Tanpa merasa, ia menghela napas. Ia berkata kepada Kwee Ceng,

"Engko Ceng, aku mengerti. Dia dan kau orang dari satu kalangan, kamu berdua bagai sepasang rajawali putih dari gurun pasir, sebaliknya, aku hanya seekor burung walet di bawah cabang yangliu di Kanglam…."

Kwee Ceng maju satu tindak, ia mencekal tangan si nona. Ia kata: "Yong-jie, aku tidak tahu perkataan kau tepat atau benar, tetapi di dalam hatiku cuma ada kau satu orang! Kau mengerti aku, maka kalau aku dicincang selaksa golok, tubuhku dibakar menjadi abu, dalam hatiku tetap cuma ada kau sendiri!"

Air mata si nona mengembang. "Habis kenapa kau hendak menikahi dia?" ia tanya.

"Aku seorang tolol, segalanya aku tidak mengerti," sahut si pemuda. "Aku cuma tahu, apa yang telah dijanjikan tidak dapat dibuat menyesal. Aku tidak suka omong dusta, tidak peduli bagaimana, dalam hatiku cuma ada kau seorang!"

Oey Yong bingung. Ia girang tetapi juga bersusah hati. "Engko Ceng, aku sudah tahu," katanya, tertawa tawar. "Kalau dari atas pulau Beng Hoo To kita tidak kembali, bukankah itu terlebih bagus?"

"Ini gampang!" memotong Oey Yok Su sambil alisnya berdiri, sebelah tangannya diayunkan ke arah putri Gochin Baki.

Oey Yong telah melihat roman ayahnya, maka ia mendahului lompat menyambar tangan putri dari Mongolia itu, ditarik turun dari kudanya. Oey Yok Su khawatir mencelekai gadisnya, gerakannya terlambat, sesudah putri itu ditarik turun, baru tangannya menghajar pelana kuda. Mulanya tak apa-apa, hanya selang sesaat kemudian, kuda itu tunduk kepalanya, lemas empat kakinya, lalu mendeprok, jiwanya melayang.

Kuda itu kuda Mongolia pilihan, besar dan kuat, tetapi dengan sekali hajar, dia mampus, kejadian itu membuat Tuli semua kaget bukan main. Kalau Gochin Baki kena terhajar, tidakkah tubuhnya ringsek?

Oey Yok Su melengak. Ia tidak menyangka gadisnya mau menolong nona Mongolia. Tapi ia cerdik, sejenak kemudian, ia mengerti sebabnya. Kalau putri itu terbinasa, tentu Kwee Ceng bakal murka, kalau Kwee Ceng murka, mana bisa dia akur lagi dengan gadisnya? Ia lantas berpikir keras. Sama sekali ia tidak takut bocah itu. Kemudian ia memandang kepada gadisnya, yang romannya lesu dan sangat berduka, hatinya menjadi dingin. Paras si nona waktu itu sungguh mirip sama paras istrinya, ibunya Oey Yong, selagi si istri mau menghembuskan napasnya yang terakhir. Oey Yong dan ibunya sangat mirip satu sama lain dan Oey Yok Su sangat mencintai istrinya, meninggalnya membuat ia seperti gila. Sudah lewat limabelas tahun tetapi wajah istrinya kadang-kadang masih terbayang di depan matanya. Sekarang ia melihat roman gadisnya itu, tahulah ia bagaimana anaknya sangat mencintai Kwee Ceng. Akhirnya ia mengela napas, lalu bersenandung. Oey Yong pun berdiri diam, air matanya turun mengucur…..

Han Po Kie menarik tangan Cu Cong. "Dia berkata apakah?" ia berbisik.

"Ia mengulangi tulisannya seorang she Kee di jaman Ahala Gan," Cu Cong jawab. "Itu artinya, manusia di dunia beserta segala bendanya adalah seperti penderitaan yang dibakar di dalam sebuah perapian besar."

"Dia demikian lihay, apalagi penderitaannya?" Po Kie tanya pula.

Cu Cong tersenyum, ia tidak menjawab.

"Yong-jie, mari kita pulang…" akhirnya terdengar suara Oey Yok Su halus. "Untuk selanjutnya, selamanya jangan kita melihat pula bocah ini…"

"Tidak, ayah," sahut si anak menggeleng kepala. "Aku mesti pergi ke Gak-ciu. Suhu menitahkan untuk menjadi pangcu, ketua dari Kay Pang."

Ayahnya tersenyum. "Apa enaknya menjadi ketua Partai Pengemis?" ia menanya.

"Aku telah memberikan janjiku pada suhu, ayah!"

Ayahnya berpikir. "Baiklah," katanya kemudian, "Kau coba-cobalah untuk beberapa hari. Seandainya kau menganggap terlalu jorok, kau wariskan saja kepada orang lain. Bagaimana di belakang hari, kau masih mau menemui bocah ini atau tidak?"

Oey Yong melirik kepada Kwee Ceng, siapa terus mengawasi kepadanya, sinar matanya sangat lesu, romannya sangat berduka. Ia berpaling kepada ayahnya, ia menyahut:

"Ayah, dia mau menikah sama orang lain maka aku pun akan menikah dengan orang lain juga. Di dalam hati dia cuma ada aku satu orang, maka di dalam hatikupun cuma ada dia seorang…"

"Ha!" berkata orang tua itu. "Anak perempuan dari Tho Hoa To tidak dapat dihina orang, itu bagus. Habis bagaimana kalau orang-orang dengan siapa kau menikah nanti melarang kau menemui dia?"

"Hm, siapa yang berani melarang aku!" kata nona itu keren. "Aku toh anakmu!"

"Ah, budak tolol!" berkata ayahnya. "Lewat beberapa tahun lagi aku bakal meninggalkan dunia ini…"

"Tetapi ayah," kata si nona yang berduka, "Begini rupa dia memperlakukan aku, apakah kau mengira aku bakal dapat hidup lama pula?"

Kanglam Liok Koay dijuluki manusia-manusia aneh tetapi mendengar pembicaraan ayah dengan anak itu, mereka menjublak. Di jaman Song itu, masih keras orang menghormati adat-istiadat, dan sopan santun. Oey Yok Su bukannya Seng Tong dan Bu Ong, bukannya Ciu Kong atau Khong Cu, tetapi ia adalah seorang yang aneh, maka julukannya pun Tong Shia, si Sesat dari Timur. Apa yang ia lakukan biasanya sebaliknya daripada umum, sedang Oey Yong, semenjak kecil ia sudah dididik ayahnya yang aneh ini, yang terpelajar tinggi dan luas pengetahuannya, maka ia mengerti, suami istri tinggal suami istri tetapi cinta adalah lain.

Kwee Ceng pun mendengar pembicaraan itu dengan hati terluka. Ia sangat berduka. Ia mau menghibur Oey Yong tetapi apa ia hendak bilang? Maka ia pun berdiam saja.

Oey Yok Su memandang putrinya, lalu ia mengawasi Kwee Ceng, kemudian ia mendongak lagi memandang langit dan mengasih dengar suaranya yang lama dan keras, yang seumpama kata menggetarkan rimba, suaranya itu berkumandang di lembah-lembah. Burung-burung kucica kaget hingga pada beterbangan mengitari pepohonan.

"Burung kucica, burung kucica!" berkata Oey Yong. "Malam ini Gu Long bakal bertemu sama Cit Lie, kenapa kau tidak lekas-lekas membuat jembatan?"

Tapi Oey Yok Su sengit, ia menjumput seraup pasir, ia menimpuk, maka belasan burung jatuh dan mati, setelah itu dia membalikkan tubuh, berjalan pergi tanpa menoleh lagi….

Tuli tidak mengerti pembicaraan orang, karena tahu Kwee Ceng tidak akan menyalahi janji, ia girang sekali. Ia pegang golok Kim-too dari ayahnya, dia cium itu di mulutnya, lalu ia membawanya kepada Kwee Ceng, untuk diserahkan.

"Kanda," katanya, "Aku harap usahamu yang besar lekas selesai, supaya kau bisa pulang ke Utara di mana kita nanti dapat bertemu lagi!"

"Burung kita ini kau boleh bawa," berkata Gochin Baki. "Aku harap kau lekas pulang!"

Kwee Ceng mengangguk. Dari sakunya ia mengeluarkan sepotong tombak pendek, sambil menunjukkan itu, ia berkata pada putri Mongolia:

"Kau bilang ibuku, pasti aku akan pakai senjata ayahku ini untuk membinasakan musuh kami!"

Jebe dan Borchu pun turut mengambil selamat berpisah. Oey Yong mengawasi empat orang Mongolia itu berlalu, Kwee Ceng masih berdiri saja. Ia melihat kedukaan orang.

"Engko Ceng, kau pergilah, aku tidak sesalkan kau," katanya.

"Yong-jie," menyahut si anak muda, yang bicara dari lain hal, "Tongkat Kay Pang dibawa Yo Kang, dan ayahmu membilang, mengenai Kay Pang mungkin terjadi sesuatu, maka malam ini mari kita mencari suhu, besok aku nanti terus pergi bersama kau."

Si nona menggeleng kepala. "Pergi kau sendiri mencari suhu," katanya.

Ia mengasih keluar pisau belati Kwee Ceng, yang ia selipkan di pinggangnya, ia letakkan itu di tanah. Ia juga menurunkan dan membuka pauwhok yang digendol di punggungnya, ia mengeluarkan segulung gambar. Ia berkata:

"Ini pemberian ayah untukmu." Masih ia mengeluarkan lakonnya yang beraneka warna, kemudian ia pisahkan separuh. Ia berkata pula: "Ini barang yang kita kumpulkan di pulau, aku bagi separuh untukmu…" Ia mengawasi bungkusannya itu, di situ cuma ada baju pemberian Kwee Ceng serta sejumlah uang serta beberapa potong pakaiannya untuk salin tiap hari, maka ia tertawa dan berkata pula: "Aku tidak mempunyai barang lain lagi untuk diberikan padamu." Lalu dengan perlahan ia membungkus rapi, ia menggendol itu, kemudian ia memutar tubuhnya, berjalan pergi.

Kwee Ceng tercengang, dengan menuntun kuda merah, ia menyusul. "Sebaiknya kau menunggang kuda," katanya.

Oey Yong menoleh, ia tertawa, tetapi ia jalan terus.

Kwee Ceng masih menyusul beberapa tindak, lantas ia berhenti. Ia masih bengong mengawasi orang pergi hingga nampak seperti bayangan.

"Anak Ceng, bagaimana sekarang?" Han Siauw Eng menegur.

Anak muda itu masih menjublak. "Aku hendak pergi ke istana mencari suhu," sahutnya.

"Itu benar," berkata Kwa Tin Ok. "Oey Lao Shia pernah mengacau di rumah kita, mungkin orang rumah bingung, maka sekarang kita mau pulang. Kalau kau berhasil mencari gurumu, kau undang dia datang ke rumah kami untuk sekalian beristirahat."

Kwee Ceng menurut, selanjutnya ia mengambil selamat berpisah dari keenam gurunya ini. Kemudian ia sendiri, setelah menyimpan pisau belati dan lakonnya, terus menuju ke Lim-an. Malam itu Kwee Ceng memasuki istana, mencari gurunya, hasilnya sia-sia belaka. Ang Cit Kong tidak ada, Ciu Pek Thong entah ke mana. Di malam kedua ia mencari pula, hasilnya sama.

"Tidak ada jalan lain, lebih baik aku pergi menyusul Yong-jie," pikir anak muda ini kemudian. "Baik aku membantu dulu mengurus Kay Pang, kemudian bersama-sama kembali mencari suhu."

Hari itu tanggal sembilan bulan tujuh, tinggal enam hari untuk pembukaan rapat Kay Pang di Gak-ciu. Kwee Ceng tidak takut ketinggalan. Ia menunggang kudanya yang jempol. Dalam satu hari saja ia sudah tiba di batas jalan barat dari Kanglam.

Sementara itu suasana sudah berubah. Separuh dari Tiongkok sudah diduduki bangsa Kim. Batas di timur adalah Hoay-sui, dan di barat kota San-kwan. Untuk kerajaan Lam Sang - Song Selatan - tinggal apa yang disebutkan limabelas "jalan" ialah dua propinsi Ciatkang dan Kangsouw, Liang Hoay (yaitu daerah di antara kedua sungai Hong Hoo dan Yang Cu Kang di Anhui dan Kangsouw), dua jalan timur dan barat dari Kanglam, dua jalan di selatan dan utara dari Kheng¬ouw, empat jalan di Su-coan Barat, Hokkien, Kwietang dan Kwiesay. Maka itu, negara menjadi lemah sekali.

Kwee Ceng berjalan dengan kadang-kadang melepaskan dua ekor burung rajawalinya, guna membantu mencari Oey Yong. Ia sendiri mencari dengan sia-sia. Ketika pada suatu hari ia tiba di kecamatan Bu-leng, di kota Liong-hin, dekat dengan kota Gak-ciu, ia berjalan dengan perlahan. Diwaktu sore, ia menghadapi sebuah rimba lebat, yang kelihatan menyeramkan. Di belakang rimba ada satu bukit yang panjang. Tentu sukar untuk melintasi rimba itu dan gunung sesudah cuaca gelap, maka ia mencari pondokan. Di samping rimba itu ia melihat pagar bambu.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar