Senin, 18 Januari 2021

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 105

"Kouw-kouw!" Sa Kouw lantas memanggil, tanpa ia mengetahui apa bedanya "adik kecil" dengan "kouw¬kouw" atau bibi.

Baru sekarang Oey Yong mengerti bahwa ayahnya hendak mencoba bagian bawah dari si tolol itu sebab Kiok Leng Hong hilang kedua kakinya, kalau Leng Hong bersilat seorang diri, kuda-kudanya tidak nampak, kalau ia mengajari dengan mulut, mestinya nona itu sempurna bagian atas, tengah dan bawahnya.

Dengan terus menyebut "kouw-kouw" itu sama dengan artinya Oey Yok Su menerima si nona sebagai muridnya.

"Kenapa kau tolol?" ia tanya pula.

"Aku Sa Kouw," sahut si nona tertawa. "Tolol" ialah "Sa"

"Mana ibumu?" tanya Oey Yok Su, alisnya mengkerut.

Nona itu meringis, "Ia sudah pulang…" sahutnya.

Masih Oey Yok Su menanya beberapa kali, jawaban si nona tidak karuan, maka ia menghela napas panjang. Ia tidak tahu orang tolol semenjak dilahirkan atau karena suatu penderitaan yang mengagetkan. Kecuali Leng Hong hidup pula, tidak nanti ada orang lain yang mengetahui sebab-musabab itu. Dengan mendelong, tocu dari Tho Hoa To ini mengawasi mayatnya Tiauw Hong.

"Anak Yong," katanya selang sesaat, "Mari kita lihat barang-barang Kiok Sukomu itu."

Oey Yong menurut, maka ayah dan anak itu masuk pula ke dalam kamar rahasia. Mengawasi tulang-belulang Kiok Leng Hong, Oey Yok Su berdiri mendelong, kemudian air matanya mengucur turun.

"Anak Yong," katanya. "Diantara semua muridku, Leng Hong yang paling pandai, maka kalau bukan kakinya buntung, seratus siwi pun tidak akan sanggup menawan dia!"

"Itu wajar!" sahut putrinya. "Ayah, apakah kau mau menerima Sa Kouw sebagai muridmu?"

"Ya," ayahnya menyahut. "Aku akan ajarkan dia ilmu silat, bersyair dan menabuh khim, juga ilmu Kie¬bun Ngo-heng. Apa yang dulu sukomu niat pelajarkan, tetapi belum kesampaian, semua akan aku ajarkan kepada anaknya ini!"

Oey Yong mengulur lidahnya. "Hebat penderitaan ayah," pikirnya.

Oey Yok Su membuka peti besi, ia memeriksa isinya. Melihat semua itu, ia menjadi semakin berduka. Ketika ia membeber sebuah gambar, ia menhela napas.

"Gambar bunga dan burung Kaisar Hwie Cong ini indah dilukisannya," katanya, "Maka sayang sekali, negara yang indah pun ia hanturkan kepada bangsa Kim…." Selagi ia menggulung pula gambar itu, mendadak Oey Yok Su berseru, "Ih!"

"Ada apa ayah?" tanya Oey Yong.

"Kau lihat!" sahut ayah itu, tangannya menunjuk kepada sebuah gambar san-sui, lukisan pemandangan alam, gunung dan air.

Oey Yong mengawasi, ia melihat gambar sebuah gunung tinggi dengan puncak lancip menjulang ke langit, masuk ke dalam mega, di bawah mana ada jurang yang berair, di lembah ada sekumpulan pohon cemara, yang penuh salju, yang semuanya doyong ke Selatan, seperti bekas diserang angin Utara yang hebat, di puncaknya, di sebelah Barat, sebaliknya ada sebuah pohon cemara yang berdiri tegak, di bawah pohon itu, dengan tinta merah, ada lukisan seorang jenderal perang lagi bersilat dengan pedang. Muka jenderal itu tak nampak jelas, tetapi dandanannya membuat siapa yang melihat, mesti menaruh hormat. Seluruh gambar memakai tinta hitam, kecuali manusianya ini, yang merah merong, hingga kelihatan mencolok mata. Gambar itu pun tidak ada tanda-tanda pelukisnya, cuma ada syairnya seperti berikut:

"Setelah bertahun-tahun maka baju perang penuh debu dan tanah, Maka aku sengaja mencari bau harum di paseban Cui Bie, Gunung yang indah, sungai yang permai, belum dipandang cukup. Tindakan kuda mendesak hingga malam terang bulan pergi pulang."

Oey Yong memperhatikannya, lalu ia ingat. Beberapa hari yang lalu, di paseban Cui Bie Teng di puncak Hui Lang Hong, ia pernah melihat syair itu yang ada tulisannya Jenderal Han See Tiong yang kesohor.

"Ayah," katanya, "Ini tulisan Tiong Bu Han Kie Ong, sedang syairnya buah kalam Gak Bu Bok."

"Benar," berkata ayahnya, "Gak Bu Bok menulis syair ini melukiskan gunung Cui Bie San di Kota Tie-ciu, hanya gunung yang dilukisan begini berbahaya keadaannya bukan gunung Cui Bie San itu sendiri. Latar belakang lukisan ini bagus tetapi pelukisnya bukan seorang pelukis jempolan."

Oey Yong ingat waktu di Hui Lay Hong, Kwee Ceng sangat ketarik sama syairnya yang ditulis Han See Tiong, yang ia ukir di batu dengan jeriji tangannya, dan si pemuda seperti tidak hendak meninggalkannya. Maka itu ia kata kepada ayahnya:

"Sebaiknya gambar ini diberikan kepada menantumu!"

Oey Yok Su tertawa dan berkata: "Memang anak perempuan berpihak ke luar, maka itu, aku hendak bilang apa lagi?" Ia pun memilih serenceng mutiara seraya berkata pula: "Mutiara yang dulu si Bisa bangkotan serahkan kepadamu, aku telah ambil dari Tho Hoa To dan membayar kembali kepadanya, maka itu sekarang kau ambillah ini."

Oey Yong tahu ayahnya sangat membenci Auwyang Hong, ia mengangguk, ia menyambut mutiara itu seraya terus mengalungkan di lehernya. Ia sedang berbuat begitu waktu kupingnya mendengar suara burung rajawali putih berbunyi keras beberapa kali di udara, suaranya nyaring dan kesusu. Ia sebenarnya sangat menyukai burung rajawali itu tetapi mengingat burung telah diambil oleh putri Gochin Baki, ia menjadi tidak senang, meski begitu, ia toh lari keluar, masih ingin ia membuat main burung itu.

Tiba di luar, ia melihat Kwee Ceng berada di bawah sebuah pohon liu yang besar, seekor rajawali memacuk bajunya di pundak dan menarik-narik, yang satunya lagi berputaran memutari seraya ia berbunyi tak hentinya. Sa Kouw kegirangan, ia berlari-lari memutari Kwee Ceng, ia bertepuk-tepuk tangan sambil tertawa dan bersorak.

"Yong-jie, mereka mendapat susah!" kata Kwee Ceng melihat si nona muncul. "Mari kita pergi menolong!"

"Siapa mereka?" Oey Yong menanya.

"Kedua saudara angkatku, yang pria dan wanita!"

Nona itu memonyongkan mulutnya. "Aku tidak mau pergi!" katanya.




Kwee Ceng melengak, ia tidak mengerti tapi lekas ia berkata pula: "Ah, Yong-jie, jangan seperti bocah! Mari kita lekas pergi!" Habis berkata, ia menarik kudanya, melompat naik ke punggungnya.

"Habis, kau menghendaki aku atau tidak?" Oey Yong tanya.

Pemuda itu menjadi bingung. "Kenapa aku tidak menghendaki kau?" ia balik menanya. Dengan tangan kiri ia menahan kudanya, tangan kanannya diangsurkan untuk menyambuti si nona.

Oey Yong tertawa, lalu ia berpaling ke arah ayahnya, sambil berkata nyaring: "Ayah, kita hendak pergi menolong orang! Kau bersama keenam suhu sebaiknya turut juga!"

Ia terus menjejak tanah dengan kedua kakinya, dengan begitu tubuhnya mencelat tinggi, tangan kirinya diluncurkan, menyambut tangan kanan Kwee Ceng, untuk ditarik, maka itu, tubuhnya lantas melayang naik ke atas kuda hingga ia duduk di sebelah depan!

Kwee Ceng memberi hormat dari atas kuda kepada gurunya, setelah itu ia melarikan kudanya, yang lantas lari kabur. Kedua burung rajawali pun terus terbang, sambil berbunyi mereka terbang cepat di sebelah depan, untuk menunjukkan jalan. Kuda mereka itu girang sekali bisa bertemu lagi sama majikannya, dia lari keras dengan gembira, kalau burung bukannya burung rajawali, mungkin keduanya ketinggalan di belakang. Kedua burung itu terbang ke sebuah rimba lebat di sebalah depan, terus turun. Kuda itu sangat mengerti, tanpa perintah majikannya, ia lari terus ke arah rimba itu.

Setibanya Kwee Ceng di luar rimba, dari dalam situ ia mendengar suara nyaring bagaikan cecer pecah, katanya:

"Saudara Cian Jin, telah lama aku mendengar Tangan Besimu yang lihay, aku sangat mengaguminya, maka itu sekarang baiklah aku menggunakan dulu kepandaianku yang tidak berarti ini mengambil nyawa yang satu ini, setelah itu aku minta kau menggunakan tanganmu yang lihay terhadap yang lainnya. Setujukah kau, saudara?"

Menyusuli itu maka terdengarlah suara gemuruh diikuti jeritan yang menyayat hati. Sebuah pohon kelihatan bergerak bagian atasnya, lalu roboh.

Kwee Ceng kaget, ia lompat turun dari kudanya, ia lari ke dalam rimba. Oey Yong lompat turun, ia menepuk-nepuk kepala si kuda merah seraya berkata:

"Pergi lekas menyambut ayahku!" Kemudian ia menunjuk ke jalan dari mana mereka datang.

Kuda merah itu mengerti, dia berbalik dan lari pergi. "Semoga ayah lekas datang…" kata nona Oey ini dalam hatinya, "Kalau tidak, kita bisa susah di tangan si Bisa bangkotan!" Lalu ia lari ke dalam rimba tetapi dengan cara sembunyi.

Begitu ia melihat ke depan, Oey Yong menjadi kaget sekali, hingga ia tercengang. Di sana Tuli, Gochin Baki, Jebe dan Borchu berempat sedang tertawan, masing-masing ditambat di atas sebuah pohon kayu.

Di bawah pohon, Auwyang Hong berdiri bersama Kiu Cian Jin. Di sebuah pohon lain, yang sudah roboh, ada tertambat seorang lain, yang seragamnya mewah, sebab ialah si punggawa perang Song yang mengantarkan keempat orang Mongolia itu pulang ke negerinya. Hanya perwira itu sudah mati, sebab pohonnya telah dihajar roboh oleh See Tok. Di situ tidak ada pasukan serdadu mereka, rupanya tentara telah diusir ini dua jago tua.

Kiu Cian Jin tidak berani mengadu tenaga tangan Auwyang Hong, tapi iapun tidak mau omong terus terang, sebab ia hendak memegang derajatnya, selagi ia hendak menggunakan alasan, guna menutup diri, tiba-tiba ia melihat munculny Kwee Ceng. Ia jadi terperanjat bahkan girang. Ia segera mendapat pikiran. "Kenapa aku tidak mau pinjam tangannya See Tok menyingkirkan bocah ini?" demikian pikirnya.

Auwyang Hong pun heran. Nyata Kwee Ceng tidak mati terkena pukulan ilmu Kodoknya. Waktu itu putri Gochin Baki berseru:

"Engko Ceng, lekas tolongi aku!"

Melihat suasana itu, Oey Yong sudah lantas mengasah otaknya. "Sang waktu mesti diperlambat, sampai ayah datang!" demikian ia peroleh akal.

Kwee Ceng sendiri menjadi gusar, ia jadi tak kenal takut. "Bangsat tua, apa kamu bikin di sini?!" ia mendamprat. "Kembali kamu mencelakai orang, ya?!"

Auwyang Hong hendak menguji kepandaian Kiu Cian Jin, meski diperlakukan kurang ajar, ia bahkan bersenyum. Tidak demikian dengan si orang she Kiu itu.

"Ha, binatang cilik yang baik!" dia membentak. "Di sini ada Auwyang Sianseng, mengapa kau tidak berlutut memberi hormat? Apakah kau sudah bosan hidup?!"

Kwee Ceng sangat membenci orang ini, yang di rumah penginapan sudah ngaco belo, memfitnah dan mengadu gurunya dengan Oey Yok Su, di sini kembali dia mencelakai orang, maka itu tanpa membilang apapun, ia menghampiri, terus menyerang dadanya. Pemuda ini menyerang dengan Hang Liong Sip-pat Ciang, yang sekarang telah maju jauh sekali. Ia menggunakan tenaga menyerang enam bagian dan tenaga menarik empat bagian, dari itu, habis menyerang, tinjunya cepat ditarik pulang. Kiu Cian Jin berkelit, tetapi ia kena ditarik anginnya tinju itu, tubuhnya mundur hanya diluar keinginannya, dia ditarik ke depan, terus jatuh terjerunuk!

"Hm!" Kwee Ceng mengejek seraya tangannya yang kiri dilayangkan, guna menyambut muka muka orang, hendak menghajar hingga gigi rontok dan lidah terkancing putus, supaya jago tua ini tidak dapat mengacau lagi menerbitkan gelombang yang tidak-¬tidak.

"Tahan!" berseru Oey Yong tiba-tiba seraya ia melompat keluar dari tempat persembunyiannya.

Kwee Ceng heran, ia batal menggaplok, tetapi karena ia sebat, ia ubah gerakan tangannya, segera ia menyambar ke arah leher, untuk mencekuk, setelah itu ia mengangkat tubuh orang.

"Yong-jie, bagaimana?" ia menanya seraya ia berpaling.

Oey Yong khawatir Kwee Ceng mencelakai orang tua itu, kalau itu sampai terjadi, pasti Auwyang Hong turun tangan. Inilah ia mau cegah, untuk menjalankan akalnya.

"Lekas lepaskan!" ia berkata. "Orang tua ini mempunyai semacam kepandaian yang lihay pada kulit mukanya, kalau pipinya dihajar, tenaganya berbalik bekerja, kau pasti terluka dalam!"

"Ah, mustahil?" kata Kwee Ceng yang tidak percaya.

"Aku tidak tahu, asal ia mementang mulut dan meniup, seekor kerbau pun dapat terkelupas kulitnya!" kata pula si nona. "Masih kau tidak lekas mengundurkan dirimu!"

Pemuda ini masih tetap tidak percaya, akan tetapi ia menduga kekasihnya itu ada maksud, maka ia menurut, melepaskan cekikannya.

"Syukur nona ini mengetahui bahaya," Kiu Cian Jin berkata. "Kita berdua tidak bermusuhan, maka selagi Thian murah hati, masa aku ambil sikap yang tua menindih yang muda dan sembarang melukai kau?"

Oey Yong tertawa. "Itu benar!" ia bilang. "Kepandaian kau yang lihay, loosiansseng, aku sangat mengagumi, karena itu, hari ini aku mau minta pengajaran dari kau, untuk beberapa jurus saja, tetapi aku harap janganlah kau melukai aku…"

Habis berkata si nona lantas memasang kuda-¬kuda, tangan kirinya dikibaskan ke atas, tangan kanan ditarik ke dalam, terus di bawa ke mulutnya, untuk mengasih dengar siulannya beberapa kali. Ia tertawa pula dan berkata:

"Sambutlah ini! Jurusku yang dinamakan silat Meniup Terompet Keong!"

"Ah, nona kecil, sungguh besar nyalimu!" berkata Kiu Cian Jin. "Auwyang Sianseng kesohor namanya di seluruh negara, mana dapat ia membiarkan kau tertawa mengejek dia..?"

Oey Yong tidak meladeni kata-kata itu, tangan kanannya melayang ke kuping orang, hingga terdengarlah suara mengelepok yang nyaring. Ia lantas tertawa dan berkata:

“Dan ini namanya Pukulan Berbalik ke arah Kulit Tebal!"

Berbareng dengan itu, dari luar rimba terdengar suara orang tertawa yang disusul dengan pujian,

"Bagus! Sekalian saja kau menggaplok lagi satu kali!"

Mendengar suara itu, Oey Yong girang bukan kepalang. Ia mengenali suara ayahnya. Dengan begitu, hatinya menjadi mantap. Sembari menyahut, tangannya melayang. Kembali tangan yang kanan.

Kiu Cian Jin buru-buru menundukkan kepala untuk berkelit. Tapi gaplokan itu gertakan belaka, yang benar adalah susulan tangan kiri. Ia melihat itu, lekas berkelit pula. Atas ini, tangannya si nona melayang pergi pulang, hingga ia menjadi repot berkelit tak hentinya. Akhirnya, kuping kanannya tergaplok pula!

Kiu Cian Jin kaget. Ia mengerti, kalau terus-terusan begitu hebat untuknya. Maka ia lantas membalas menyerang. Dengan dua kepalannya, ia memaksa si nona mundur, setelah itu lompat ke samping.

"Tahan!" ia berseru.

"Apa?" Oey Yong tertawa. "Apakah sudah cukup?"

Kiu Cian Jin mengasih lihat roman sungguh-sungguh. "Nona, kau telah terluka dalam!" ia berkata. "Lekas kau pulang untuk bersemadhi di kamar rahasia lamanya tujuh kali tujuh menjadi empatpuluh sembilan hari! Jangan kena angin atau jiwamu yang muda tidak bakal ketolongan!"

Melihat roman orang sungguh-sungguh untuk sejenak Oey Yong tercengang, tetapi lekas juga ia tertawa pula. Ia tertawa terkekeh, kepalanya memain.

Ketika itu Oey Yok Su yang tadi cuma terdengar suaranya saja, telah tiba bersama-sama Kanglam Liok Koay. Mereka heran melihat Tuli beramai menjadi orang tawanan. Auwyang Hong sendiri lagi keheran-heranan. Ia heran untuk Kiu Cian Jin. Ia tahu betul, orang she Kiu ini lihay sekali, dulu pernah dengan tangannya yang seperti besi itu ia menghajar mati dan luka pada jago-¬jago dari Heng San Pay, sampai partai itu roboh dan tak dapat bangun lagi, maka kenapa sekarang ia kena digaplok Kwee Ceng, kena dicekuk pula, dan melayani Oey Yong nampak tak berdaya? Ia menduga-duga, apakah benar orang mempunyai kepandaian di kulit muka? Itulah kepandaian yang ia belum pernah dengar, itu mirip khayal……

Selagi si Bisa dari Barat itu ragu-ragu, matanya menjurus kepada Oey Yok Su, ia melihat di pundak pemilik pulau Tho Hoa To itu tergantung sebuah kantung sulam buatan Su-coan, yang sulamannya sutera putih adalah seekor unta. Ia mengenal baik sekali, itulah kantung keponakannya. Ia menjadi kaget. Habis membinasakan Tam Cie Toan dan Bwee Tiauw Hong, ia pergi, tapi sekarang ia kembali, niatnya untuk melihat keponakannya.

"Mungkinkah Oey Yok Su telah membunuh keponakanku untuk membalas sakit hati muridnya?" Ia berpikir. Maka ia lantas menanya dengan suaranya menggetar:

“Bagaimana dengan keponakanku?"

Oey Yok Su menjawab dingin: "Bagaimana dengan Bwee Tiauw Hong muridku!"

Auwyang Hong merasakan tubuhnya beku separuh. Auwyang Kongcu namanya saja keponakannya akan tetapi nyatanya ia adalah anaknya sendiri yang didapatkan dari hubungan gelap antara dia dan istri kakaknya. Jadi paman dan ipar telah main gila dan terlahirlah "Keponakan" yang dimanjakan itu. Ia sangat kejam, jahat sebagai bisa, tetapi terhadap anaknya, ia sangat menyayangi, melebihkan jiwanya sendiri. Ia tidak menyangka keponakannya bakal terbinasa, sebab dengan kedua kakinya rusak, ia percaya Oey Yok Su dan Coan Cin Cit Cu, yang adalah orang-orang kenamaan, tidak mungkin menurunkan tangan mengambil nyawa sang keponakan, siapa tahu, kesudahannya, keponakan itu toh menerima nasibnya.

Oey Yok Su berdiri dengan waspada terhadap See Tok. Ia mengerti kalau si Bisa dari Barat kalap, ia mesti bekerja keras untuk membela diri.

"Siapa yang membunuh keponakanku?" akhirnya Auwyang Hong menanya, suaranya serak. "Muridmu atau muridnya Coan Cin Cit Cu?"

See Tok masih tidak percaya pemilik Tho Hoa To membinasakan orang yang kakinya telah buntung dua-duanya. Itu perbuatan memalukan.

Dengan tetap dingin, Oey Yok Su menjawab pula: "Dia pernah mempelajari ilmu silat Coan Cin Pay serta pernah mempelajari sedikit silat dari Tho Hoa To. Pergilah kau cari dia!"

Pemilik Tho Hoa To itu menyebut Yo Kang akan tetapi Auwyang Hong menduga Kwee Ceng. Bukan main panas hatinya, tetapi dalam keadaan seperti itu, ia masih dapat menguasai diri.

"Nah, apa perlunya kau membawa-bawa kantung keponakanku?" ia tanya.

"Peta Tho Hoa To berada pada dia, aku mesti mengambilnya kembali," menyahut Oey Yok Su. "Tidak dapat aku menanti sampai dia masuk ke dalam tanah…."

"Kata-kata yang bagus!" ujar Auwyang Hong. Ia terus menahan sabar. Ia tahu baik sekali, kalau ia menempur Tong Shia, mereka mesti berkelahi sampai satu atau duaribu jurus tanpa ada ketentuan siapa menang siapa kalah, bahkan ada kemungkinan ia tak berada di atas angin. Ia ingat Kui Im Cin-keng telah didapatkan, dari itu, soal membalas sakit hatinya bolehlah ditaruh di belakang. Tapi di sini ada Kiu Cian Jin.

"Dia ada di sini, dia dapat membantuku," pikirnya. "Kalau dia dapat mengalahkan Kanglam Liok Koay beserta Kwee Ceng dan Oey Yong, lantas dia dapat membantuku! Tidakkah dengan begini aku bisa mengambil jiwanya Oey Yok Su?"

Karena berpikir begini, harapannya lantas timbul. Lantas ia menoleh kepada si orang she Kiu.

"Saudara Cian Jin, pergi kau membinasakan delapan orang ini, aku sendiri melayani Oey Lao Shia!" katanya.

Kiu Cian Jin mengibaskan kipasnya yang besar, ia tertawa. "Begitu pun bagus!" sahutnya. "Setelah membinasakan mereka berdelapan, nanti aku membantu kau!"

"Benar begitu!" menjawab Auwyang Hong, yang lantas menghadapi Oey Yok Su, terus ia berjongkok perlahan-lahan.

Oey Yok Su lantas bersedia. Ia memasang kuda-kudanya yang disebut "put teng put pat", ia mengambil apa yang dinamakan kedudukan "tong hong it bok". Ia memasang mata jeli.

sementara itu Oey Yong berkata kepada Kiu Cian Jin. "Baiklah kau bunuh aku dulu!" bilangnya tertawa.

Orang tua itu menggeleng-geleng kepala. "Ah, sebenarnya aku tidak tega…" katanya. "Aduh, aduh, celaka!" ia terus menjerit. "Sungguh tidak kebetulan…!" ia lantas memegang perutnya, tubuhnya membungkuk.

"Kau kenapa?" Oey Yong tanya.

Kiu Cian Jin meringis. "Kau tunggu sebentar, aku hendak membuang air…"

"Cis!" si nona meludah.

"Aduh!" Kiu Cian Jin berkoak pula, lalu ia memegangi pinggiran celananya, terus ia lari. Melihat romannya, dia benar-benar perutnya sakit dan kebelet ingin membuang air besar.

Oey Yong mengawasi tanpa berani mengejar. Ia sangsi orang benar-benar sakit perut atau lagi menggunakan akal bulus. Tiba di pinggiran, Kiu Cian Jin berjongkok.

"Nah, ini kertas untukmu!" berkata Cu Cong, yang lari kepada orang she Kiu itu, pundaknya ia tepuk, sedang tangannya menyerahkan kertas yang ia keluarkan dari kantungnya.

“Terima kasih!" mengucap Cian Jin. Ia lantas pergi ke gompolan rumput di mana ia berjongkok.

"Pergi jauhan sedikit!" kata Oey Yong yang memungut sepotong batu kecil, ia menimpuk orang tua itu. Batu melayang bagaikan terbang tetapi Kiu Cian Jin menyambutnya.

"Nona takut bau busuk?" katanya tertawa. "Baiklah, aku akan menyingkir sedikit lebih jauh. Kau orang delapan mesti menunggu, aku larang kamu pada melarikan diri…..!"

Dengan masih memegangi celananya, Cian Jin pergi sampai belasan tombak, di situ ia baru jongkok, hingga tak terlihat.

"Jie suhu, jangan-jangan bangsat tua itu mau melarikan diri!" berkata Oey Yong.

Cu Cong tertawa. "Mungkin dia mau lari tetapi dia tidak bisa," sahutnya guru yang nomor dua itu. "Kau ambillah dua rupa barang ini untuk kau buat main…."

Oey Yong melihat sebatang pedang dan sebuah sarung tangan dari besi di tangan gurunya itu, maka tahulah dia tadi selagi menepuk pundak Kiu Cian Jin, gurunya sudah memindahkan barang orang. Ia periksa pedang itu, lantas ia tertawa geli. Selama di dalam kamar rahasia ia melihat Kiu Cian Jin mempermainkan Coan Cin Cut Cu dengan menikam perutnya dengan pedang itu, tidak tahunya itulah pedang rahasia, yang dapat dibikin melesak atau ngelepot tiga kali. Maka ia lantas menghampiri Auwyang Hong.

"Auwyang Sianseng, aku tidak mau hidup lagi!" katanya sambil tertawa, tangan kanannya terus diayunkan ke perutnya, ia tumblas dengan pedangnya Kiu Cian Jin, hingga pedang itu melesak masuk.

Auwyang Hong dan Oey Yok Su yang bersiap untuk bertempur menjadi kaget, tetapi Oey Yong sudah lantas mencabut pedangnya, yang menjadi pendek, sembari memperlihatkan kepada ayahnya, ia menuturkan rahasia pedang tukang sulap itu.

Auwyang Hong menjadi melengak dan berpikir: "Apa mungkin tua bangka itu main gila sedang sebenarnya dia tidak mempunyai guna?"

Oey Yok Su terus mengawasi si Bisa dari Barat itu, ketika ia melihat tubuh orang mulai tak jongkok lagi, ia dapat menerka hati orang. Ia lantas menyambut sarung tangan besi dari anaknya, untuk meneliti. Ia melihat ukiran huruf "Ki" di telapak tangan, di sebelah belakangnya ada ukiran seekor ular kecil serta seekor kelabang kecil, yang berguling menjadi satu. Ia ingat itu adalah lengpay atau tanda dari Tiat-ciang Sui¬siang-piauw Kiu Cian Jin.

Pada duapuluh tahun yang lalu, lengpay itu sangat berpengaruh di dunia kangouw, siapa yang membawanya, dia dapat lewat dengan bebas di selatang dan di utara sungai Tiang Kang atau di hulu dan hilir sungai Hong Hoo, bahkan golongan Hitam dan Putih sangat jeri terhadapnya. Maka itu heran, mungkinkah pemilik lengpay itu adalah ini orang yang besar mulutnya saja? Sembari berpikir, Oey Yok Su kembalikan sarung tangan itu kepada putrinya. Auwyang Hong juga berpikir keras, ia turut merasa heran.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar