Senin, 11 Januari 2021

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 100

Oey Yong mengawasi. Di jidat anak muda terlihat keringat mengetel. Kulit muka orang pun lesu dan pucat sekali. Tapi, meskipun itu semua, ancaman bahaya sudah lenyap. Maka legalah hatinya, ia menjadi girang.

"Engko Ceng, kita sudah melewati dua hari!" katanya.

"Plok!" demikian satu suara nyaring. Nyata Kwee Ceng telah menggaplok mukanya sendiri. "Sungguh berbahaya!" katanya. Ia masih hendak menggaplok lagi si nona mencegah.

"Jangan, itu tak ada artinya!" kata Oey Yong tertawa. "Kau ketahui lihaynya Loo Boan Tong, dia masih tak sanggup mempertahankan diri dari suara seruling ayahku, apapula kau tengah terluka parah?"

Tanpa terasa, karena ancaman bahaya itu, Kwee Ceng dan Oey Yong sudah memasang omong. Mereka lupa keadaan mereka, tidak ingat lagi untuk main berbisik saja.

Koan Eng dan Yauw Kee tengah kelelep asmara, mereka tidak mendapat dengar, tetapi tidak demikian dengan Auwyang Kongcu di ruang dalam. Pemuda ini memasang kupingnya, hingga ia mengenali suaranya Oey Yong. Ia kaget berbareng heran. Ia masih mendengar lagi tapi suara lantas sirap. Ia menjadi sangat menyesal karena kedua kakinya luka parah hingga tak mampu berjalan. Tetapi ia ingin berjalan pula, maka terpaksa menggunakan kedua tangannya, yang dijadikan seperti kaki, hingga tubuhnya terangkat ke atas, kakinya naik tinggi sedangkan kepalanya berada di bawah!

Koan Eng bersama pengantinya berdiri berendeng, tangan kirinya merangkul leher istrinya itu, terletak di pundak istrinya. Ia terkejut ketika kupingnya mendengar suara berkerisiknya rumput, segera ia menoleh. Maka terlihatlah seorang berjalan dengan kedua tangan di jadikan kaki. Ia segera berbangkit seraya mencabut goloknya.

Auwyang Kongcu telah terluka parah, ia pun sudah kelaparan, tubuhnya menjadi sangat lemah, ketika ia lihat berkelebatnya sinar golok, kagetnya tak kepalang, tidak ampu lagi ia roboh pingsan.

Koan Eng melihat orang tengah sakit, ia lompat mengasih bangun, buat dikasih duduk di atas bangku, tubuhnya disenderkan pada meja. Selahi suaminya menolong orang, Thia Yauw Kee menjerit kaget. Ia tidak usah mengawasi lama karena orang itu adalah Auwyang Kongcu, yang di Poo-ceng telah menangkap dirinya.

Koan Eng menoleh karena jeritan istrinya. Ia terkejut mendapatkan muka si istri, yang seperti orang sangat ketakutan.

"Jangan takut," ia menghibur. "Dia telah patah kakinya."

Tapi istrinya menyahut lain. "Dia orang jahat, aku kenal dia!" demikian sahutnya.

"Oh!" seru Koan Eng tertahan.

Auwyang Kongcu sadar. "Bagi aku nasi, aku lapar sekali," ia memohon.

Yauw Kee mengawasi. Ia melihat orang bermata coleng dan beroman sangat kucel, timbul rasa kasihannya. Ia memang berperangai halus dan pemurah hati, ia menjadi tidak tega. Ia menghampiri kuali untuk mengisikan satu mangkok nasi, kemudian ia angsurkan pada pemuda yang celaka itu.

Auwyang Kongcu menyammbut, terus ia makan. Habis satu mangkok, ia minta lagi, maka habislah tiga mangkok, setelah itu ia merasa tenaganya pulih. Ia mengawasi Yauw Kee. Mendadak timbul pula pikiran yang buruk.

"Mana nona Oey," ia tanya.

"Nona Oey yang mana?" Koan Eng balik menanya.

"Nona Oey putrinya Oey Yok Su dari Tho Hoa To," Auwyang Hong menjawab.

"Oh, kau kenal nona Oey?" kata Koan Eng. "Kabarnya dia sudah menutup mata…"

Pemuda itu tertawa. "Ah, kau hendak memperdayaku?" katanya. "Terus-terang aku telah mendengar suaranya barusan!"

Terus dengan mendadak ia menekan meja dengan tangan kirinya, kemudian tubuhnya melesat, hingga dilain saat ia sudah berdiri pula dengan kedua tangannya. Ia berputaran di ruang itu, mencari Oey Yong. Sia-sia ia mencari, maka ia memasang mata sambil memasang kupingnya. Ia mengawasi ke arah darimana datangnya suara Oey Yong, dari arah timur. Tapi di situ ada tembok, tidak ada pintu. Ia sangat cerdas, tak usah berpikir lama, ia lantas mencurigai lemari.

"Mesti ada rahasianya di situ," demikian pikirnya.

Maka ia lantas menarik meja, dibawa ke depan lemari itu, kemudian ia naik ke atas meja, segera membuka daun lemari. Ia menyangka ada pintu rahasia di situ, tapi ia kecele. Ia melihat bagian dalam lemari yang hitam dan kotor. Ia berputus asa akan tetapi pikirannya bekerja terus. Maka terlihatlah olehnya mangkok besi, bahkan di situ ia mendapatkan beberapa tapak jari tangan, yang masih baru. Mendadak hatinya tergerak. Segera ia mengulur tangan, meraih mangkok itu. Ia menarik tetapi mangkok tidak bergeming. Ia tidak mau sudah, sekarang ia memutar. Mangkok itu terus bergerak, ia memutar terus. Maka segeralah terdengar suara, disusul bergeraknya pintu rahasia hingga di sana terlihat Oey Yong dan Kwee Ceng lagi duduk di dalam kamar rahasia.

Bukan main girangnya kongcu ini melihat si nona, hanya menampak Kwee Ceng ada beserta nona itu, ia berbalik menjadi kaget berbareng iri dan cemburu.

"Adikku, apakah kau tengah berlatih?" ia menanya. Ia melihat dua orang itu berdiam saja.

Semenjak tadi Oey Yong merasa pasti rahasianya bakal ketahuan. Ia telah mengawasi setiap gerak-¬gerik Auwyang Kongcu, ketika orang membuka lemari, ia lantas berpikir.

"Jangan bergerak," ia bisiki Kwee Ceng. "Aku akan pancing dia mendekat, lalu kau hajar dia dengan ang Liong Sip-pat Ciang untuk menghabisinya."

"Tetapi aku tidak dapat menggunakan tenaga di tanganku," Kwee Ceng membilang, berbisik juga.

Oey Yong masih hendak berbicara lagi, pintu sudah terbuka dan Auwyang Kongcu muncul di depan mereka, maka lekas-lekas ia mengasah otaknya: "Dengan cara bagaimana aku dapat menghalau dia hingga suka pergi jauh-jauh, supaya aku bisa melewatkan terus lima hari lima malam dengan tenang? Kalau aku membuka mulut, bisa celaka engko Ceng…Bagaimana sekarang?"

Auwyang Kongcu jeri terhadap Kwee Ceng, melihat orang berdiam saja, ia mengawasi dengan tajam hingga ia dapat melihat roman yang lesu, mukanya pucat. Dia lantas ingat pembilangan pamannya bahwa Kwee Ceng pernah dihajar dengan Kuntauw Kodok di dalam istana, kalau tidak lantas mati, si anak muda mestinya terluka parah. Maka sekarang, ia melihat keadaan Kwee Ceng dan menyaksikan sikap mereka berdua, sebagai orang cerdik, ia lantas dapat menduga duduknya hal. Untuk mendapat kepastian, ia hendak mencoba.

"Adik, kau keluarlah," ia berkata. "Buat apa berdiam di dalam kamar ini, membikin pikiran menjadi pepat…" Sembari berkata, ia mengulur sebelah tangannya, berniat menarik ujung baju si nona.

Oey Yong tidak menyahut, hanya ia angkat tongkatnya menghajar kepala orang. Auwyang Kongcu kaget, lekas ia berkelit. Hebat serangan itu, sebagaimana anginnya pun berkesiur keras. Ia lompat jumpalitan, turun dari meja.




Oey Yong menjadi sangat menyesal. Kalau dapat ia bergerak, ia bisa menyusulkan dengan serangan yang kedua, yang pasti tidak bakal gagal. Sekarang ia cuma bisa numprah terus, jengkelnya bukan kepalang.

Sementara itu Koan Eng dan Yauw Kee heran bukan main mendapatkan kamar rahasia itu serta di dalam ada orangnya, mereka sampai diam menjublak saja. Ketika kemudian mereka mengenali Oey Yong dan Kwee Ceng, waktu itu si nona Oey sudah menyerang Auwyang Kongcu, tetapi serangannya gagal.

Setelah itu, pemuda itu naik pula ke meja, untuk beraksi. Ia jadi berani karena ia melihat Oey Yong tidak bergerak untuk menyusul dirinya, dugaannya menjadi satu kepastian. Begitulah ia menyerang si nona, tangan siapa ia hendak tangkap untuk ditarik. Kalau Oey Yong menghajar dia dengan tongkat, ia senantiasa main berkelit. Kalau ada kesempatan, ia akan menotok.

Oey Yong kewalahan, tidak peduli ilmu tongkatnya lihay. Ia tidak berani bangun, untuk meninggalkan Kwee Ceng. Karena ini, lama-lama ialah yang kena terdesak.

Koan Eng dan istrinya melihat keadaan buruk nona Oey, dengan serentak mereka maju membantu. Mereka masing-masing menggunakan golok dan pedang.

Auwyang Kongcu melihat majunya suami-istri itu, ia tertawa lebar dan panjang, sambil tertawa tubuhnya bergerak, sebelah tangannya menyambar ke arah Kwee Ceng.

Pemuda itu melihat bahaya mengancam, akan tetapi ia tidak dapat menangkis atau berkelit, terpaksa ia tutup rapat kedua matanya untuk menantikan maut datang.

Oey Yong kaget bukan main, ia segera menyerang. Auwyang Kongcu sudah bersiap, begitu tongkat tiba, ia menanggapi mencekal, lalu menarik keras. Dalam tenaga, tentu saja nona Oey kalah, sedang sebelah tangannya tidak dapat ia gunakan. Bahkan ia khawatir sekali tangannya itu lepas dari tangan Kwee Ceng. Sekalipun tubuhnya terhuyung, ia berdaya untuk mempertahankan diri. Tidak ada jalan lain, terpaksa ia lepaskan tongkatnya, tangannya itu dipakai merogoh ke dalam sakunya, meraup jarumnya, dengan apa ia menyerang ke arah musuh yang licik itu.

Auwyang Kongcu terkejut. Jarak di antara mereka cukup dekat, ketika ia melihat barang berkeliauan, lantas menjatuhkan diiri rebah di atas meja. Tanpa berkelit secara demikian, pastilah ia celaka. Justru itu, Koan Eng datang dengan bacokannya. Kembali Kongcu itu kaget, terpaksa ia menggulingkan diri ke kanan.

Golok Koan Eng mengenai meja, sebab sasarannya lenyap. Tengah Koan Eng membacok, jarumnya Oey Yong tiba, menggenai punggungnya. Ia kaget sebab dengan segera ia merasakan separuh tubuhnya tak dapat digerakkan. Maka ketika Auwyang Hong menyambar, ia kena dicekuk tanpa berdaya. Sebat luar biasa, keponakannya Auwyang Hong mencekal tangan orang.

"Bagus!" katanya.

Waktu itu Yauw Kee pun menyerang. Si nona kaget dan hendak menolong suaminya. Tapi Auwyang Kongcu terlalu lihay untuknya. Pemuda itu berkelit, sambil berkelit, sebelah tangannya menyambar ke dada orang. Ia kaget bukan main. Celaka kalau dadanya kena dipegang pemuda ceriwis iiu. Lekas ia mambacok. Auwyang Kongcu menarik pulang tangannya, tetapi dia telah berhasil menjambret baju orang, yang kena dia robek. Saking kaget, hampir Yauw Kee membikin pedangnya terlepas, mukanya pucat. Karena ini, ia tidak dapat maju lagi.

Auwyang Kongcu duduk numprah di atas meja. Ketika itu, pintu lemari, atau lebih benar pintu rahasia, sudah tertutup lagi. Ia bergidik sendiri kapan ia ingat serangan jarum berbisa dari si nona tadi.

"Budak ini benar-benar lihay," pikirnya. "Tapi biarlah dia, sekarang aku permainkan saja nona Thia, aku tanggung mereka berdua bakal jadi kacau pikirannya, rusak semadhinya. Sampai waktu itu, aku tentu sudah mempunyai daya untuk menguasai mereka…"

Mengingat itu, bukan main girangnya pemuda itu. "Eh, nona Thia," ia berkata kepada Yauw Kee. "Kamu menghendaki dia mati atau hidup?"

Ia maksudkan Koan Eng, yang sudah tidak berdaya itu. Ia sudah pikir, nona Thia tidak dapat dilawan dengan keras, mesti dengan halus, supaya ia suka menyerah sendiri. Jalan itu ialah Koan Eng harus dipakai sebagai alat.

Yauw Kee bingung bukan main. Ia lihat suaminya menutup kedua matanya, tubuhnya tak bergeming.

"Auwyang Kongcu," katanya terpaksa. "Dia dengan kau tidak ada bermusuhan, aku minta sukalah kau bebaskan dia…"

"Haha!" tertawa si anak muda. "Kiranya kamu kaum Coan Cin Pay juga ada harinya minta-minta kepada orang lain!"

"Dia…dialah murid dari Thoa hoa To, jangan kau celakai dia…" kata pula si nona.

"Siapa suruh dia membacokku?" kata si anak muda tetap tertawa. "Jikalau bukannya aku berkelit dengan cepat, apakah batok kepalaku masih ada di batang leherku? Jangan kau gertak aku dengan nama Tho Hoa To! Oey Yok Su itu mertuaku!"

Yauw Kee tidak tahu orang bicara benar atau mendusta. "Kalau begitu kau yang terlebih tua, kau bebaskanlah dia," kata pula ia. "Biarlah dia menghanturkan maaf padamu."

"Mana bisa gitu gampang, he?" Auwyang Kongcu pula. "Jikalau kau menghendaki aku melepaskan dia, kau mesti menerima baik permintaanku."

Yauw Kee mengawasi paras orang, ia menduga orang bermaksud tidak baik, maka ia lantas tunduk, tidak menyahut.

"Kau lihat!" berkata Auwyang Kongcu, tiba-tiba. Ia mengangkat tangannya menghajar ujung meja hingga ujung meja itu semplak seperti bekas dibacok.

Yauw Kee terkejut. "Suhu juga tidak selihay dia ini," pikirnya.

Auwyang Kongcu mewariskan kepandaian Auwyang Hong, sang paman, maka dia menang banyak daripada Sun Put Jie. Ia senang mendapatkan si nona berkhawatir.

"Begini permintaanku," kata dia. "Apa yang aku perintahkan kau harus lakukan, jikalau kau tidak menurut, maka leher dia akan aku bikin macam begini!" Dia mengasih contoh dengan ancaman tangannya, seperti tadi ia membacok meja, tetapi kali ini ia tujukan kepada batang leher Koan Eng.

Nona Thia kaget hingga menjerit.

"Kau menurut atau tidak?" Auwyang Kongcu tanya.

Dengan terpaksa Yauw Kee mengangguk.

"Bagus!" seru keponakan Auwyang Hong. "Begini barulah anak manis! Nah, pergilah kau menutup pintu!"

Yauw Kee berdiri diam.

"Kau dengar tidak kataku?" Auwyang Kongcu membentak.

Takut Yauw Kee, maka dengan terpaksa, dengan hati berdebaran, ia menutup pintu.

"Bagus!" anak muda itu tertawa girang. "Tadi malam kamu berdua menikah, aku mendengarnya dengan nyata, cuma anehnya, di dalam kamar pengantin, kamu tidak membuka pakaian. Di kolong langit ini tidak ada suami-istri seperti kamu! Sekarang kau loloskanlah semua pakaianmu, sepotong juga tak boleh ketinggalan. Jikalau kau tidak menurut, segera aku kirim suamimu ke alam baka, hingga kau lantas menjadi janda muda!"

Koan Eng tidak dapat menggerakkan kaki tangannya, tetapi kupingnya mendengar segalanya dengan nyata dan matanya melihat segala sesuatu, maka ia murka bukan main, hingga matanya seperti mau melompat keluar, hatinya seperti mau meledak. Ia hendak meneriakkan istrinya jangan menuruti permintaan itu, supaya istri itu pun melarikan diri, tapi celaka, ia tidak dapat membuka mulutnya.

Sementara itu Oey Yong di dalam kamarnya telah siap sedia. Ia yang mengunci pula pintu rahasia selagi Auwyang Kongcu merobohkan Liok Koan Eng. Ia mencekal pisaunya kalau-kalau si anak muda menyerang untuk kedua kalinya. Maka ia kaget, mendongkol berbareng gusar mendengar Auwyang Kongcu menitah Yauw Kee melepaskan pakaiannya untuk bertelanjang bulat. Dilain pihak, dasar sifatnya kekanak-kanakan, ia ingin melihat Yauw Kee akan meluluskan atau tidak permintaan kongcu Auwyang itu…. Maka itu masih menantikan….

"Mengapa sulit untuk meloloskan pakaian?" berkata pula Auwyang Kongcu. "Ketika kau dilahirkan dari dalam perut ibumu, apakah kau pun berpakaian? kau bilang, kau hendak melindungi mukamu atau jiwanya dia?" Kembali ia menuding kepada Koan Eng.

Nona Thia berdiam, otaknya bekerja keras. "Nah, kau bunuhlah dia!" kata dia akhirnya, suaranya dalam.

Auwyang Kongcu melengak. Sungguh dia tidak menyangka si nona dapat memberikan jawaban itu. Itu menjadi terlebih kaget ketika ia melihat nona itu mengayun pedangnya ke arah lehernya sendiri. Lantas ia menimpuk dengan sebatang jarum, jarum Touw-kut-ciam, maka jatuhlah pedang di tangannya nona itu.

Yauw Kee membungkuk, untuk menjumput pula pedangnya itu. Tiba-tiba: "Pengurus hotel! Pengurus hotel!"

Suaranya seorang wanita, memanggil pemilik hotel. Yauw Kee mendapat harapan. Setelah mencekal pedangnya, ia lompat ke pintu, segera membukakan. Maka ia melihat seorang wanita muda, yang pakaiannya putih, berdiri di muka pintu, rambutnya dibungkus dengan kain putih juga dan dipinggangnya tersoren sebatang golok. Dia beroman kucel tetapi itu tidak menutupi kecantikannya. Ia tidak kenal nona itu tetapi dia mau anggap orang adalah penolongnya.

"Silahkan masuk, nona!" katanya cepat.

Nona itu berdiri bengong melihat "pemilik" rumah berpakaian mewah tetapi tangan mencekal pedang. Ia mengawasi sekian lama, baru ia berkata: "Di luar ada dua peti mati, bolehkah dibawa ke dalam?"

Kalau di dalam rumah orang biasa, pasti sekali jenazah orang tidak dapat dibawa masuk, lain adalah dengan rumah penginapan, bahkan kali ini dalam suasana luar biasa itu. Untuk Yauw Kee, jangan kata baru dua buah, seratus pun ia akan mengijinkannya dibawa masuk.

"Baik, baik!" sahutnya cepat. "Silahkan!"

Nona itu heran mendapatkan pelayanan istimewa dari "pemilik" rumah penginapan ini akan tetapi ia lantas menoleh keluar, menggapai. Maka lantas juga masuk delapan orang menggotong dua buah peti mati, di bawa ke ruang dalam. Ketika ia berpaling ke arah Auwyang Konngcu, ia kaget sekali, dengan segera ia menghunus golok dipinggangnya.

Auwyang Kongcu sudah lantas tertawa lebar. "Inilah dia jodoh yang telah ditakdirkan Thian!" katanya nyaring. "Dari jodoh telah tertakdir itu, orang tidak dapat meloloskan diri! Inilah peruntungan baik yang diantarkan sendiri! Jikalau peruntungan ini tidak diterima, sungguh durhaka!"

Nona itu bukan lain daripada Bok Liam Cu, yang pernah ia tawan. Sesudah bentrok hebat sama Yo Kang di Poo-eng, ludas sudah pengharapan nona Bok ini, hatinya menjadi tawar, cuma tinggal satu hal yang ia berati, maka itu ia lantas ke Tiong-touw (Peking) dimana ia ambil jenazah ayah dan ibunya untuk dibawa pulang ke dusun Gu-kee-cun di Lim-an, untuk dikubur di kampung halamannya.

Hebat untuknya, seorang wanita, membawa-bawa peti mati orang tuanya disaat negara demikian kacau. Ketika itu tentara Mongolia tengah menyerang negara Kim. Ia pun, ketika meninggalkan kampung halaman, usianya baru baru lima tahun, maka ia tidak ingat lagi kampung halamannya. Maka juga setibanya, begitu melihat pondokannya Sa Kouw, lantas ia mikir untuk singgah terlebih dahulu, sambil mencari keterangan.

Maka diluar sangkaannya, ia justru bertemu keponakannya Auwyang Hong. Tentu sekali ia tidak tahu nona itu dengan pakaian mewah tengah diperhina si anak muda. Ia belum pernah bertemu dangan nona Thia dan sekarang ia menyangka nona Thia itu adalah gula-¬gulanya pemuda itu. Dengan menghunus goloknya, ia lantas membacok si anak muda, setelah itu ia berlompat untuk lari keluar. Tetapi ia merasakan angin menyambar, dari orang yang lompat lewat diatasan kepalanya. Ia lantas membacok ke atasan kepalanya.

Auwyang Kongcu lihay sekali. Dengan tangan kanannya, dengan dua jeriji, dia menekan belakang golok, dengan tangan kiri, ia menangkap lengan si nona, maka sedetik itu, terlepaslah goloknya Liam Cu, hingga berbareng mereka jatuh ke atas sebuah peti mati. Keempat tukang gotong kaget hingga mereka berteriak, mereka roboh, peti matinya jatuh, mereka babak belur mukanya sebab terkena pikulan dan saling tubruk.

Dengan tangan kanan merangkul nona Bok, tangan kanan Auwyang Kongcu menghajar tukang-¬tukang gotong itu hingga mereka ini menjerit-jerit dan terus merayap, lari keluar, diturut oleh empat tukang gotong lainnya, hingga mereka tidak memikir untuk meminta upah lagi.

Selama kejadian itu, Yauw Kee lompat kepada Koan Eng, yang rebah di lantai, untuk dikasih bangun. Ia bingung sekali, tidak tahu ia bagaimana harus menyingkirkan diri.

Auwyang Kongcu melihat sikapnya Yauw Kee, dengan sebelah tangan menekan peti mati, sambil terus merangkul Liam Cu, ia lompat kepada nona Thia, yang mana ia terus peluk dengan tangan kanannya, setelah itu ia duduk di atas kursi. Sambil tertawa lebar, ia berkata:

"Adik Oey, kau juga datang ke mari!"

Sedangnya pemuda ini kegirangan, mendadak ada bayangan berlompat dari luar, masuk ke dalam, maka dilain saat ketahuanlah dia adalah Yo Kang!

Yo Kang ini, sehabis dihinakan Oey Yok Su, tidak meninggalkan Gu-kee-cun. ia sakit hati dan sangat ingin dapat melampiaskannya. Karena kerasnya hati, ia dengan perkenan Wanyen Lieh, memisahkan diri. Di luar Gu-kee-cun, dia berdiam di dalam pepohonan yang lebat. Diwaktu malam, ia melihat Oey Yok Su, Auwyang Hong dan Ciu Pek Thong bertiga mondar-¬mandir, tentu sekali terhadap mereka ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Lantas paginya ia melihat Bok Liam Cu membawa jenazah orang tuanya. Diam-diam ia menguntit nona ini sampai di rumah Sa Kouw. Baru nona ini masuk ke dalam lantas tukang-tukang gotong peti itu lari serabutan. Ia menjadi heran, maka lantas ia memburu ke dalam. Di pintu ia mengintai, ia tidak melihat Oey Yok Su, sebaliknya ia mendapatkan Auwyang Kongcu duduk di kursi dengan air muka terang, dirangkulannya kiri kanan ada kedua nona cantik, Bok Liam Cu dan Thia Yauw Kee, yang lagi dipermainkan. Tidak ayal lagi, ia melompat masuk.

"Oh, siauw-ongya, kau telah kembali!" menegur Auwyang Kongcu ketika melihat pangeran itu.

Yo Kang mengangguk.

Auwyang Kongcu melihat muka orang muram, ia lantas menghibur. "Jangan kecil hati, jangan berduka, siauw-ongya," katanya. "Juga di jaman dulu Han Si pernah menerima penghinaan merangkak di bawah selangkangan orang: Seorang laki-laki harus dapat berlaku keras dan lunak. Itu tidak ada artinya. Kau sabar saja, kau tunggu sampai kembalinya pamanku nanti kau boleh melampiaskan sakit hatimu ini!" Ia menduga pangeran ini berduka karena bekas diperhina.

Yo Kang mengangguk lagi, tetapi matanya mengawasi Liam Cu. Auwyang Kongcu tertawa.

"Siauw-ongya," katanya, "Tidakkah kedua si cantik kepunyaanku ini tak ada kecelaannya?"

Kembali pangeran ini mengangguk. Auwyang Kongcu tidak tahu ada hubungan apa di antara si pangeran dengan Liam Cu, sebab waktu mereka berdua mengadu kepandaian di jalan besar di Tong-touw, ia tidak hadir bersama. Mulanya Yo Kang tidak memperhatikan si nona, sampai si nona itu mencintai dia dengan sungguh-sungguh, hingga ada janji untuk menikah, maka sekarang, melihat nona itu dalam rangkulan Auwyang Kongcu, hatinya panas. Ia dapat mengendalikan diri, ia tidak mengentarakan suatu apapun.

Lagi-lagi Auwyang Kongcu tertawa dan berkata: "Semalam ada orang menikah di sini, maka itu di dalam almari ada arak dan daging ayam! Siauw-ong tolong kau ambilkan, mari kita minum bersama. Nanti aku menyuruh kedua si cantik ini meloloskan semua pakaiannya, supaya mereka menari untuk menggembirakan kau minum arak!"

"Bagus!" sahut Yo Kang tertawa.

Bukan main panasnya hati Liam Cu melihat sikap Yo Kang ini, karenanya hatinya menjadi dingin, ingin ia membunuh diri di depan kekasihnya itu, supaya ia bebas dari penderitaan. Segera juga ia melihat Yo Kang mengambil arak dan ayam, kemudian duduk minum dan dahar bersama Auwyang Kongcu.

Auwyang Kongcu mengisikan dua cawan arak, ia bawa itu ke depan mulutnya nona itu, sembari tertawa ia kata:

"Mari minum arak dulu, baru kamu menari!"

Kedua nona ini gusarnya bukan main, hampir mereka pingsan. Tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Tubuh mereka sudah di totok pemuda itu. Ketika cawan arak ditempelkan ke mulut mereka, masih mereka tidak berdaya. Maka akhirnya, mereka mesti menenggak air kata-kata itu.

"Auwyang Sianseng," berkata kepada Yo Kang, "Sungguh aku mengagumi kepandaian kau! Mari aku beri selamat padamu dengan secawan arak, habis itu baru kita menonton tarian!"

Auwyang Kongcu tertawa bergelak, ia menyambut araknya, untuk dihirup kering. Habis itu ia menotok bebas Yauw Kee dan Liam Cu, cuma kedua tangannya masih menekan jalan darah mereka yang dinamakan sintong-hiat, yang adanya dipunggung. Ia kata:

"Baik-¬baik saja kamu mendengar perkataanku, dengan begitu kamu tidak bakal menderita, sebaliknya, kamu akan mendapat kesenangan!"

Liam Cu menunjuk kepada kedua peti mati itu. "Yo Kang!" katanya, bengis, "Kau lihat, jenazah siapakah itu?!"

Pangeran itu memandang ke peti mati yang ditunjuk. Yang pertama ia tampak tulisan tinta merah yang berbunyi: "Tay Song Gie-su Yo Tiat Sim Sim cie¬leng". Artinya, "Jenazah dari Yo Tiat Sim, orang gagah dari jaman ahala Song".

Sebenarnya hatinya terkesiap, tetapi ia menguatkan diri, ia menunjukkan sikap acuh tak acuh. Bahkan ia berkata kepada Auwyang Kongcu:

"Auwyang Sianseng, kau pegangi kedua nona manis ini, aku hendak meraba-raba kaki mereka, untuk membuktikan siapakah yang kakinya paling mungil…"

Auwyang Kongcu tertawa. "Siauw-ongya sungguh jenaka!" katanya. "Aku lihat tentulah kaki dia ini yang lebih mungil!" Dan ia meraba kakinya Thia Yauw Kee.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar