Kamis, 07 Januari 2021

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 097

Yauw Kee menonton dengan bengong. Ia terkejut ketika dipegang oleh Koan Eng dan ditarik ke belakang si anak muda, kemudian anak muda itu menyerang Thong Hay yang menyambut serangannya In Cie Peng. ia tengah mengusut-usut tangannya tatkala mendengar suara Koan Eng,

"Nona, awas!"

Saat Itulah Hauw Thong Hay, menggunakan kesempatan membokong si nona, yang ia tikam pundaknya. Ia tidak menyangka akan serangan itu, atas peringatan si anak muda, ia lantas berkelit, kemudian dalam murkanya ia maju menyerang. Dengan begitu, Thong Hay jadi dikerubuti bertiga.

Walaupun ia gagah, sekarang Thong Hay bingung juga. Memang nona Thia ini tidak lihay, akan tetapi dikepung berdua, mereka sudah berimbang, dengan bertambah satu tenaga lagi, ia merasa berat. Ia menjadi cemas dengan sendirinya, hendak ia meloloskan diri, tetapi kepungan rapat.

In Cie Peng mempermainkan kebutan di muka lawannya, lama-lama Thong Hay menjadi seperti kabur matanya, maka satu kali ia alpa, gerakannya kurang sebat, ia merasakan pahanya sakit, golok Koan Eng mampir di pahanya. Ia menjadi murka sekali, ia mendamprat leluhur lawannya.

Si Ular Naga Kepala Tiga masih membuat perlawanan. Karena luka dikaki, kelincahannya menjadi berkurang. Belum lagi diganggu kebutan Cie Peng, membikin ia kewalahan. Ketika ada kesempatan ia mencoba menikam, Cie Peng libat gaetannya itu, hingga keduanya jadi saling tarik.

Biar bagaimana, Thong Hay menang tenaga, kesudahannya saling tarik, kebutan Cie Peng kena tertarik hingga lepas. Tapi menang disini, Thong Hay kalah dilain pihak. Dengan mengadu tenaga sama Cie Peng, ia menjadi lengah, maka ujung pedangnya Yauw Kee menusuk pundak kanannya, terlepaslah tempulingnya yang bercagak tiga!

In Cie Peng lepas kebutannya itu, ia tidak menjadi kaget atau bingung, bahkan ia memperlihatkan kegesitannya, lawannya kena tertikam, ia maju untuk menotok. Tepat mengenai jalan darah hian-kie, Sam-tauw-kauw roboh seketika. Koan Eng tidak berlaku ayal, ia berlompat menubruk, dengan menggunakan ikat pinggang lawan, ia ringkus lawannya, kedua tangan ditelikung.

"Lihat, muridnya Coan Cin Cit Cu saja kau tidak sanggup lawan!" kata In Cie Peng mengejek. "Masihkah kau hendak membinasakan semua Coan Cin Cit Cu?"

Thong Hay gusar, ia memaki kalang kabutan. Ia kata toh dikepung bertiga. Cie Peng tidak sabaran, ia sobek ujung baju orang untuk menyumbat mulut yang kotor itu, maka sekarang, si Ular Naga Tiga Kepala hanya bisa mendelikkan mata dan mukanya merah, mulutnya tak bersuara lagi.

"Suci," berkata Cie Peng kepada Yauw Kee sambil memberi hormat. "Kau adalah murid dari Sun Susiok, maka terimalah hormat suteemu."

Yauw Kee membalas hormat sambil merendahkan diri. "Entah suheng murid paman guru yang mana?" ia bertanya.

"Siauwtee adalah In Cie Peng, muridnya Tiang Cun Cu," menyahut saudara asal seperguruan ini.

Yauw Kee tidak pernah keluar pintu, tidak kenal keenam saudara gurunya tetapi ia pernah mendengar dari gurunya tentang mereka itu, maka tahulah ia siapa Tiang Cun Cu itu.

"Kalau begitu, In Suheng, kaulah suhengku," katanya perlahan. "Adikmu ini she Thia, kau panggil saja sumoy padaku."

In Cie Peng bersenyum melihat sumoynya, adik seperguruan, tetapi meski begitu, ia melayani berbicara, setelah mana ia belajar kenal dengan Liok Koan Eng. Orang she Liok itu memberitahukan she dan namanya tetapi ia tak menyebutkan nama dan gelaran ayahnya dan menyebut juga pekerjaannya sebagai kepala perampok di telaga Thay Ouw, ia cuma menerangkan, ia bermusuh dengan Hauw Thong Hay sebab ia telah membunuh Ma Ceng Hiong.

"Orang edan ini kosen, dia tidak dapat dimerdekakan!" berkata nona Thia.

"Biarlah aku yang binasakan dia!" berkata Liok Koan Eng.

"Ah, jangan!" mencegah nona Thia, yang hatinya pemurah.

"Tidak apalah dia tidak dibikin mampus!" kata Cie Peng tertawa. "Sumoy, sudah berapa lama kau berada disini?"

"Baru saja," sahut si nona dengan wajahnya merah jengah.

Cie Peng mengawasi muda-mudi ini, pikirannya bekerja. "Mereka rupanya pasangan, aku jangan berdiam lama lagi di sini membuat mereka muak saja…" pikirnya. Maka ia lantas berkata: "Aku sedang menjalankan tugas yang diberikan suhu. Aku diperintah pergi ke dusun Gu-kee¬cun guna menyampaikan berita kepada seseorang. Nah, sampai di sini saja, harap kita bisa bertemu lagi!"

Yauw Kee masih likat. "In Suheng, kau sedang mencari siapa?" tanyanya perlahan.

Cie Peng agaknya bersangsi, tetapi sejenak kemudian, ia pikir: "Thia sumoy orang sendiri, dia berjalan sama anak muda ini, dia pun bukan orang lain, tidak ada halangannya untuk aku bicara." Maka ia menjawab bahwa ia lagi mencari seorang kenalan she Kwee.

Keterangan ini membuat beberapa orang terkesiap hatinya. Mereka juga yang berada di dalam kamar rahasia, begitu pun Liok Koan Eng, bahkan pemuda she Liok ini lantas bertanya:

"Adakah ia yang bernama Ceng?"

"Benar," sahut Cie Peng memberikan kepastian. "Saudara Liok kenal sahabat she Kwee itu?"

"Siauwtee justru hendak mencari Kwee Susiok," menyahut Koan Eng.

"Eh, kau memanggil dia susiok?" tanya Cie Peng dan Yauw Kee berbareng. Nona ini pun heran waktu pertama mendengar Cie Peng menyebut "sahabat she Kwee"

"Ayahku setingkat derajatnya dengannya, maka itu siauwtee memanggil susiok," Koan Eng menjelaskan. (Susiok artinya paman guru)

Tingkat Liok Seng Hong sederajat dengan Oey Yong, dengan sendirinya Koan Eng mesti memanggil paman guru kepada Kwee Ceng. Mengenai Kwee Ceng itu, Yauw Kee tidak membilang apapun akan tetapi perhatiannya tertarik.

"Apakah kau telah bertemu. Ada di mana dia sekarang?" Cie Peng menanya dengan cepat.

"Siauwtee pun baru tiba di sini, selagi siauwtee hendak mencari keterangan, kita bertemu orang edan ini, yang tiba-tiba saja menyerang kita," menerangkan Koan Eng.

"Kalau begitu, mari kita sama-sama pergi mencarinya," kata Cie Peng kemudian.

Oey Yong dan Kwee Ceng saling mengawasi. Mereka telah mendapat dengar semua pembicaraan ketiga orang itu.

"Mereka pasti bakal kembali," kata Kwee Ceng. "Yong¬jie, kau bukalah pintu."

"Mana bisa?" si nona berkata. "Mereka mencari kamu tentu untuk urusan penting. Kau lagi beristirahat, mana dapat kau memecah pikiranmu?"

"Tetapi urusannya mesti sangat penting," si anak muda bilang.

"Biar langit ambruk, tidak akan aku membuka pintu," kata si nona dengan pasti.

Hati Kwee Ceng tidak tenang, tetapi Oey Yong benar. Ia pun khawatir si nona menjadi berduka. Maka terpaksa ia berdiam saja, melanjutkan istirahatnya. Benar saja, selang tidak lama, Koan Eng bertiga kembali ke rumah makan Sa Kouw. Kaon Eng berduka, katanya:

"Di kampung halamannya sendiri susiok tidak dapat dicari. Bagaimana sekarang?"




"Urusan penting apakah antara kamu berdua, saudara Liok?" Cie Peng tanya Koan Eng. "Bolehkah aku ketahui?"

Sebenarnya Koan Eng tidak suka memberitahu, tetapi ketika ia menampak wajah nona Thia, ia mengubah pikirannya dalam sekejap.

"Ceritaku panjang," ia menyahut. "Biarlah aku bersihkan dulu kotoran di sini, nanti baru kita bicara."

Di rumah Sa Kouw ini, sapu pun tidak ada, maka Koan Eng dan Cie Peng menggunakan rumput untuk menyapu kotoran. Setelah itu ketiganya duduk menghadapi meja.

Koan Eng hendak mulai bicara ketika Yauw Kee mencegah. "Tunggu dulu!" katanya seraya ia berbangkit bertindak mendekati Hauw Thong Hay. Ia memotong sejuwir ujung baju tawanan itu, yang mana ia pakai menyumpal kedua kupingnya. "Biar dia tidak mendengar!" ia menambahkan dengan tertawa.

"Kau teliti, nona!" Koan Eng memuji. Ia pun tersenyum.

Oey Yong dalam tempat persembunyiannya tertawa di dalam hati. Pikirnya: "Kau masih bicara tentang teliti! Kami berdua saja sukar untuk mengetahuinya, di sana pun ada rebah Auwyang Kongcu, kau masih belum ketahui juga……"

Thia Yauw Kee masih hijau, inilah tidak heran. In Cie Peng biasa mengikuti gurunya tetapi dasarnya semberono. Sedang Koan Eng, yang biasa memerintah, kurang waspada. Demikian mereka berbicara, bertindak, tanpa memeriksa dulu tempat di sekitarnya. Nona Thia mendapatkan kuping Thong Hay telah terpapas, ia tercengang, tetapi hanya sejenak.

"Sekarang kau boleh bicara!" katanya tertawa pada Koan Eng habis ia menyumbat.

Untuk sesaat, agaknya pemuda she Liok itu bersangsi. "Ah, darimana aku harus mulai?" katanya. "Sekarang aku lagi mencari Kwee susiok. Sebenarnya tidak seharusnya aku pergi mencari tetapi tanpa mencari, tak dapat…."

"Inilah aneh!" berkata Cie Peng.

"Memang. Aku mencari Kwee Susiok bukan untuk urusan sendiri tetapi untuk keenam gurunya."

"Ah, Kanglam Liok Koay?" Cie Peng tanya seraya menepuk meja. "Mungkin kita ada kebersamaan tujuan. Sekarang mari kita masing-masing menulis di tanah, lalu minta Thia sumoy yang melihatnya, cocok atau tidak."

Belum lagi Koan Eng menyahut, sambil tertawa Yauw Kee mendahului: "Bagus! Nah putarlah tubuhmu dan menulislah!"

In Cie Peng dan Liok Koan Eng memegang masing-¬masing sebatang puntung, sambil belakang ¬membelakangi, mereka sudah lantas mencoret-coret di tanah.

"Thia Sumoy!" kemudian kata Cie Peng tertawa, "Kau lihat tulisan kita sama atau tidak?"

Yauw Kee melihat coretan mereka. "In Suheng, kau keliru," katanya perlahan. "Tulisan kamu tidak sama."

"Ah!" seru Cie Peng sambil berbangkit.

Yauw Kee tertawa dan menambahkan: "Kau menulis 'Oey Yok Su' dan dia menggambar sebatang bunga tho."

Oey Yong heran. "Mereka mencari engko Ceng, mengapa ada sangkutannya sama ayahku?" ia menduga-duga.

Lalu terdengar suara Koan Eng perlahan: "Apa yang ditulis In Suheng adalah nama dari kakek guruku, dan siauwtee tidak berani menulisnya langsung…"

"Oh, kakek gurumu?" kata Cie Peng terperanjat. "Kalau begitu, pikiran kita sama saja. Bukankah Oey Yok Su itu tocu dari pulau Tho Hoa TO?"

Yauw Kee heran. "Oh, kiranya begitu!" katanya.

"Karena saudara Liok adalah orang kaum Tho Hoa To," berkata In Cie Peng, "Dengan begitu mencari Kanglam Liok Koay, kau tentunya bermaksud tak baik untuk mereka…"

"Sebaliknya, suheng…"

Cie Peng tidak puas orang omong sangsi-sangsi. "Oleh karena saudara Liok tidak mengangap aku sebagai sahabat, sudahlah, tak ada gunanya kita bicara banyak-banyak," katanya. "Ijinkanlah aku meminta diri." Ia lantas berbangkit dan memutar tubuh, untuk berlalu.

"Tunggu, In Suheng!" mencegah Koan Eng. "Aku hendak menutur sesuatu, aku pun hendak memohon bantuanmu."

Adalah tabiat Cie Peng yang paling senang kalau orang meminta sesuatu padanya, dari itu ia lantas menjadi girang.

"Baiklah!" katanya. "Sekarang kau boleh bicara!"

"In Suheng," berkata Koan Eng menerangkan, "Kau adalah orang Coan Cin Pay, maka itu bukankah ada semacam tugas dari kamu umpama kata kau mendengar sesuatu tentang orang lain, kau akan lantas memberitahukan atau mengisikinya supaya orang itu berhati-hati dan berjaga-jaga? Sekarang, andaikata, ada salah seorang dari pihak seatasan kau hendak mencelakai seseorang, dan kau mengetahuinya, pantas atau tidak kalau kau mengisiki orang itu untuk lari menyingkirkan diri?"

In Cie Peng seperti dapat menduga maksud orang. Ia menepuk pahanya. "Aku mengerti sekarang," katanya. "Teranglah di antara kamu pihak Tho Hoa To ada orang yang tengah menghadapi kesulitan. Nah, kau bicaralah!"

"Di dalam perkara ini," berkata Koan Eng. "Jikalau aku memeluk tangan menonton saja, aku jadi berbuat tak selayaknya, sebaliknya, apabila aku mencampurinya, aku jadi menentang kaumku sendiri. Maka itu, In Suheng, walaupun aku ingin memohon bantuanmu, tak dapat aku membuka mulutku…"

Cie Peng mau menduga, akan tetapi karena orang tidak menjelaskannya, ia pun tidak dapat mengambil putusan, maka ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Ia nampaknya likat sendiri.

Yauw Kee memandang kedua orang itu, ia mendapat jalan. "In Suheng," katanya, "Kau tanyalah Liok Toako. Kalau ia mengangguk, itulah soalnya, kalau ia menggeleng kepala, itulah bukannya. Asal Liok Toako tidak mengatakannya sendiri, itu berarti tidak melanggar aturan kaum."

"Bagus dayamu ini, Thia Sumoy!" kata Cie Peng girang. "Saudara Liok, mari dengar aku bicara dulu tentang urusanku. Guruku yaitu Tiang Cun Cu Khu Cinjin, diluar keinginannya, telah mendapat kabar penting, mengenai Tocu Tho Hoa To karena membenci Kanglam Liok Koay, berniat membunuh jago-jago dari Kanglam itu, hendak membinasakan mereka serumah tangga. Karena itu guruku lantas mendahului pergi untuk memberi kisikan. Nyatanya Liok Koay tidak ada dirumahnya, mereka telah pergi pesiar. Karena itu guruku lantas menitahkan semua anggota keluarga Liok Koay pergi menyingkirkan diri masing-masing. Maka ketika Oey Yok Su sampai ke Kee-hin, ia tidak menemukan seorangpun. Ia menjadi sangat gusar dan mendongkol, tetapi ia cuma dapat menungkuli diri, dengan gondok ia berangkat ke Utara. Setelah itu tak tahu lagi bagaimana kejadian selanjutnya. Dan kau, tahukah tentang itu?"

Koan Eng mengangguk. In Cie Peng berdiam sebentar habis itu ia berkata pula: "Menurut rasaku dia mencari terus kanglam Liok Koay. Sebenarnya di antara guruku dan Liok Koay ada suatu perselisihan, tetapi perselisihan itu sudah dapat disudahi sedang mengenai urusannya, kesalahan berada di pihak Oey Yok Su maka itu kebetulan Coan Cin Cit Cu berkumpul di Kanglam, mereka lantas memisah diri mencari Liok Koay untuk menasehati mereka untuk berhati-hati menjaga diri, bahkan paling betul mereka menyingkir jauh-jauh, supaya mereka tak dapat dicari kakek gurumu itu. Coba kau pikir, tindakan itu tepat atau tidak?"

Koan Eng mengangguk pula.

Mendengar sampai di situ, Oey Yong berpikir: "Engko Ceng sudah tiba di Tho Hoa To memenuhi janji, kenapa ayah hendak pergi mencari lagi Liok Koay?"

Ia tidak tahu ayahnya telah kena ditipu Leng Tie Siangjin dan mempercayai ia telah mati kelelap di laut hingga dia menjadi sangat berduka dan gusar dan karenanya hendak menumpahkan amarahnya kepada Kanglam Liok Koay.

Kembali terdengar suara In Cie Peng: "Oleh karena tidak dapat mencari Liok Koay, guruku ingat Kwee Ceng yang menjadi murid Liok Koay. Kwee Ceng berasal dari dusun Gu-kee-cun di Lim-an dan dipercaya betul ia telah kembali ke kampung halamannya, dari itu aku dititahkan datang kemari mencari dia. Guruku percaya pastilah Kwee Ceng mengetahui di mana adanya semua gurunya itu. Kau telah datang ke mari, saudara Liok, bukankah itu untuk urusan yang sama?"

Lagi-lagi Koan Eng mengangguk. "Sekarang ternyata Kwee Ceng belum kembali ke kampung halamannya ini," berkata Cie Peng pula, "Meskipun begitu guruku telah melakukan kewajibannya terhadap Liok Koay itu, maka walaupun dia tidak dapat mencari mereka, itulah disebabkan habis daya. Melihat yang mereka sukar dicari, aku percaya, Oey Yok Su juga tentu tak akan dapat mencari mereka. Nah, saudara Liok, kau hendak memohon bantuanku, bukankah itu urusan mengenai ini juga?"

Untuk kesekian kalinya, Liok Koan Eng kembali mengangguk.

"Kau hendak menitahkan apa padaku, saudara Liok, silahkan kau mengatakannya," kata Cie Peng. "Di mana yang aku bisa, pasti aku akan memberikan bantuan padamu."

Atas ini, Liok Koan Eng membungkam.

Yauw Kee tertawa. "In Suheng, kau lupa," katanya mengingatkan. "Saudara Liok tak dapat membuka mulutnya!"

Cie Peng sadar, ia pun tertawa. "Benar!" ujarnya. "Bukankah saudara Liok hendak memohon aku berdiam terus disini untuk menanti sampai pulangnya sahabat Kwee Ceng?"

Koan Eng menggeleng kepala.

"Apakah kau menghendaki aku lekas pergi ke segala tempat untuk mencari Kanglam Liok Koay dan sahabat she Kwee?" Cie Peng tanya lagi.

Kembali Koan Eng menggeleng kepala.

"Ah, aku mengerti sekarang!" kata Cie Peng, "Kau menghendaki aku menyampaikan kabar pada sahabat-¬sahabat di Kanglam, mereka terkenal, mereka pasti punya sahabat-sahabat kekal, yang nantinya akan mengisikinya mereka terlebih jauh. Benarkah begitu?"

Lagi-lagi Koan Eng menggeleng kepalanya.

Cie Peng mengutarakan pula beberapa dugaan akan tetapi Koan Eng tidak membenarkan, Yauw Kee turur dua kali menanya, ia pun dijawab dengan gelengan kepala. Maka itu, Oey Yong yang curi dengar turut menjadi bingung juga. Sekian lama mereka bertiga berdiam saja.

"Thia Sumoy," akhirnya In Cie Peng berkata, "Perlahan saja kau bicara sama saudara Liok ini, aku tidak dapat main teka-teki terus-terusan, hendak aku keluar sebentar. Satu jam lagi, aku akan kembali."

Habis berkata, benar-benar Cie Peng bertindak keluar. Maka itu di dalam ruangan, kecuali Hauw Thong Hay, tinggal Liok Koan Eng berdua dengan Thia Yauw Kee. Si nona bertunduk, ia berpikir. Ia tetap mendapati Koan Eng berdiam saja, diam-diam ia melirik, justru itu, Koan Eng pun memandang padanya, maka sinar mata mereka jadi saling bentrok. Ia jengah dengan sendirinya, dengan muka merah, ia lekas-lekas melengos, terus ia tunduk, kedua tangannya membuat main runce gagang pedangnya.

Setelah itu Koan Eng berbangkit dengan perlahan, untuk menghampiri perapian. Di muka dapur itu ada gambar malaikat dapur, kepada malaikat itu ia berkata: "Touw Ongya, hambamu mempunyai satu urusan, yang sulit untukku memberitahukan kepada orang lain, maka itu baiklah hambamu menjelaskan pada ongya saja, dan hambamu mengharap semoga ongya suka memayunginya."

Mendengar itu girang hatinya Yauw Kee. "Orang yang pintar!" ia memuji di dalam hatinya. Ia lantas mengangkat kepala untuk mendengar terlebih jauh.

"Hambamu she Liok bernama Koan Eng," berkata pula si anak muda. "Hambamu adalah anak dari Chungcu Liok Seng Hong dari dusun Kwie-in-chung di tepi telaga Thay Ouw. Ayahku telah mengangkat Tocu Oey Yok Su dari Tho Hoa To sebagai gurunya. Beberapa hari yang lalu guru ayahku, adalah kakek guruku datang ke Kwie-in-chung, ia mengatakan hendak membinasakan semua keluarga Kanglam Liok Koay, maka ia menitahkan ayahku dan supee Bwee Tiauw Hong turut mencari Kanglam Liok Koay. Bwee supee bermusuhan dengan Kanglam Liok Koay, inilah hal yang sangat menggirangkan hatinya.

Tidak demikian dengan ayahku, yang mengagumi kemuliaan Kanglam Liok Koay. Ayahku menganggap tidaklah pantas membinasakan orang-orang gagah seperti mereka itu. Karenanya ayahku menjadi berduka. Ayah berniat menitahkan aku mengisiki Kanglam Liok Koay, untuk menyingkir, tetapi ayah tidak berani berbuat demikian sebab itu berarti mendurhakai kakek guru. Maka pada suatu malam ayah menghadapi gambar yang dilukis Sukouw Oey Yong, yang menjadi putrinya kakek guru, untuk mengutarakan kesulitannya itu. Hambamu ini telah mendapat dengar pengutaraan ayahku, karenanya hamba segera berangkat mencari Kanglam Liok Koay, guna menyampaikan berita dari ancaman bahaya itu…."

Mendengar itu, Yauw Kee dan Oey Yong kata dalam hatinya: "Dia cerdik juga, dengan kata-katanya ini dia ingin orang lain mendengarkan. Dengan caranya ini, dia menjadi tidak berdurhaka kepada partainya."

Lalu terdengar suara Koan Eng lebih lanjut: "Karena hambamu tidak dapat mencari Kanglam Liok Koay, lantas berangkat kemari. Hambamu ingat kepada murid mereka Kwee Susiok. Siapa tahu, Kwee Susiok pun tak ketahuan dimana adanya, Kwee Susiok adalah menantu dari kakek guruku…"

Yauw Kee menaruh hati kepada Kwee Ceng. Ia menaruh hati sendirinya. Maka ia terkesiap juga mendengar bahwa Kwee Ceng menantu Oey Yok Su. Cuma sebentar perasaannya itu, lantas ia dapat melegakan hati. Bukankah sekarang perhatiannya telah ditumpleki kepada Liok Koan Eng, pemuda di hadapannya ini, yang lebih tampan daripada pemuda she Kwee itu?

Koan Eng masih bicara seorang diri: "Asal hambamu dapat mencari Kwee Susiok, maka ia dapat bersama Oey Sukouw meminta kakek guru membatalkan niatannya. Kakek guru boleh keras hatinya tetapi tidak mungkin ia dapat menolak permintaan anak mantunya. Hanya, dari suaranya ayahku, mungkin Kwee Susiok dan Oey Sukouw telah menampak suatu bencana… Di dalam hal ini, tidak dapat hambamu menanyakan keterangan ayah."

Mendengar kata-kata ini, Oey Yong tanya dalam hatinya: "Mustahilkah ayah sudah ketahui engko Ceng terluka parah? Tidak, tidak mungkin ia ketahui itu. Mungkinkah ayah ketahui yang kita terlunta-lunta di pulau kosong…?"

"In Suheng adalah seorang yang sungguh-sungguh hati dan nona Thia cerdas dan lemah-lembut," terdengar suaranya Koan Eng terlebih lanjut. Mendengar pujian ini Yauw Kee girang berbareng mukanya merah. "Meski demikian, mereka tidak dapat menebak apa yang aku pikir. Sulit adalah Kanglam Liok Koay. Mereka adalah orang-orang gagah yang kenamaan, benar mereka bukan tandingan kakek guru, akan tetapi untuk meminta mereka menyingkir jauh-jauh, rasanya tidak mungkin. Menyingkir bagi mereka berarti merusak nama baik, itu tandanya mereka jeri. Pastilah mereka tidak akan melakukan itu. Bahkan hambamu percaya, kalau mereka mendengar kabar lagi dicari, mungkin mereka justru akan berbalik mencari kakek guru!"

Diam-diam Oey Yong memuji Koan Eng, yang tidak kecewa menjadi kepala perampok di Thay Ouw, sebab nyata ia berpandangan jauh.

"Maka sekarang aku memikir lain," Koan Eng masih berkata-kata terus. "Coan Cin Cit Cu gagah dan mulia hatinya, nama mereka kesohor, ilmu silat mereka mahir, jikalau In Suheng dan nona Thia yang memohon bantuan guru mereka, suka mengajukan diri sebagai juru pendamai, mungkin kakek guruku sudi mendengar suara mereka. Tidak mungkin ada permusuhan hebat di antara kakek guru dan Kanglam Liok Koay, dan biarpun Kanglam Liok Koay umpama kata benar bersalah terhadapnya, jikalau ada orang kenamaan yang mendamaikan, hambamu percaya perdamaian bakal didapatkan. Touw Ongya, inilah kesulitan hambamu. Sia-sia belaka hambamu mempunya pikiran ini tetapi tidak dapat mengutarakannya kepada orang lain. Dari itu hambamu mohon sudi apakah ongya dapat mengaturnya…"

Yauw Kee tahu pembicaraan orang akan berakhir, maka tidak nanti sampai Koan Eng berhenti bicara, ia sudah memutar tubuhnya bertindak keluar mencari Cie Peng, guna menyampaikannya, hanya baru ia tiba di ambang pintu, kembali ia mendengar lagi suara pemuda she Liok ini. Kata dia ini:

"Touw Ongya, jikalau Coan Cin Cit Cu suka membantu mendamaikan, sungguh ini suatu perbuatan sangat besar dan bagus, hanya hambamu berharap dengan sangat, kapan nanti Coan Cin Cit Cu bicara sama kakek guru, biarlah mereka tidak menyentuh hingga kakek guru merasa tersinggung. Kalau tidak, satu ombak belum sirap, lain gelombang datang menyusul, itulah artinya celaka. Ongya, sampai disinilah kata-kata hambamu, tidak ada lagi…"

Mendengar itu Yauw Kee tertawa. Di dalam hatinya ia berkata: "Kau sudah bicara habis, sekarang akulah yang akan bekerja untukmu!" Ia berjalan keluar untuk mencari In Cie Peng, tetapi telah ia memutari sekitar rumah makan, tidak melihat bayangan si kakak seperguruan itu. Terpaksa ia berjalan kembali. Tiba-tiba ia mendengar suara Cie Peng, perlahan sekali:

"Thia Sumoy…"

"Oh, kau di sini!" kata si nona girang.

Cie Peng memberi tanda dengan tangannya agar si nona tidak berisik. Iapun segera menunjuk ke arah Barat, sambil berkata, tetap dengan perlahan sekali.

"Di sana ada orang, tindakannya seperti setan. Dia membawa senjata di tubuhnya…"

"Mungkinkah dia orang yang tengah lewat di sini?" kata Yauw Kee, menghampiri kakak seperguruannya. Ia mengatakan demikian karena perhatiannya terpengaruh kata-kata Koan Eng.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar