Rabu, 06 Januari 2021

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 096

Leng Tie Siangjin dengan kedua tangannya tertelikung ke belakang dengan rantai besi. Pheng Lian Houw dengan muka bengkak dan matang biru mungkin bekas digaploki berkali-kali. Io Cu Ong lebih lucu lagi, kepalanya sudah dicukur licin mirip kepala seorang paderi!

Mereka begitu memasuki istana, akan mencari surat wasiat Gak Hui, katanya telah bertemu hantu. Masing-masing bertemu sama hantu sendiri, ialah satu hantu Bu Siang Kwie, satu malaikat Oey Leng Koan, dan satu lagi toapekkong tanah.

Nio Cu Ong pulang dengan mulutnya memaki kalang¬-kabutan seraya tangannya mengusap-usap kepalanya yang gundul licin. Pheng Lian Houw dapat menguasi diri, ia berdiam saja. Leng Tie Siangjin tertelikung hebat sekali, rantai melibat keras kulit dan dagingnya. Pheng Lian Houw mesti bekerja sekuat tenaganya, baru rantai itu dapat diloloskan, karena itu lengan orang suci dari Tibet itu jadi berdarah. Mereka ini saling mengawasi saja. Mereka percaya sudah bertemu sama musuh lihay, maka terpaksa mereka menutup mulut.

"Kenapa Auwyang Sianseng masih belum kembali?" tanya Wanyen Lieh sesudah mereka membungkam sekian lama.

"Aku ga tahu dia pun bertemu hantu atau tidak…"

"Auwyang Sianseng sangat lihay, umpama ia juga bertemu hantu, tidak mungkin ia dapat dikalahkan," berkata Yo Kang. Mendengar jawaban Yo Kang, Pheng Lian Houw jengah dengan sendirinya.

Oey Yong melihat dan mendengar semua pembicaraan mereka, ia puas sekali. "Aku telah membelikan topeng pada Ciu Toako, siapa tahu sekarang ia telah perlihatkan pengaruhnya," katanya dalam hati. "Ini diluar sangkaanku. Hanya entahlah si tua bangka yang berbisa itu bertemu dengannya atau tidak…"

Nona ini menoleh kepada Kwee Ceng, ia dapatkan si anak muda lagi berlatih terus, maka ia pun menemani.

Pheng Lian Houw semua sudah lapar sekali, dari itu repotlah mereka membelah kayu untuk menyalakan api, membeli beras dan memasak nasi. Hauw Thong Hay pergi mencari mangkok, di dapur ia melihat mangkok besi, ketika ia angkat, tidak bergerak, Ia heran hingga berseru. Sekali lagi ia menarik dengan mengerahkan tenaganya, tetap ia tak berhasil.

Oey Yong yang berada di dalam kamar dapat mendengar suara Thong Hay. Ia terkejut. ancaman bahaya apabila kamar itu ketahuan ¬orang-orang di luar, karena mereka adalah rombongan musuh. Tidak saja mereka berjumlah besar dan semuanya lihay, Kwee Ceng sendiri tak dapat menggerakkan tubuhnya. Maka itu ia cemas hati, ia menjadi bingung.

See Thong Thian mendengar suara Thong Hay, ia mengatakan adik seperguruannya itu berisik. Adik ini penasaran.

"Kalau begitu, kaulah yang mengambilnya!" katanya sengit.

Thong Thian menghampiri, ia mencoba mengangkat. "Ah…!" serunya heran. Ia pun tak berdaya.

Berisiknya mereka ini membikin Pheng Lian Houw datang mendekati. Ia mengawasi mangkok itu.

"Pasti ini ada rahasianya," bilangnya kemudian. "See Toako, coba kau memutarnya ke kiri atau ke kanan."

Oey Yong kaget bukan main. Ia serahkan pisau belatinya kepada kwee Ceng, ia sendiri memegangi tongkatnya Ang Cit Kong. Justru itu ia melihat tulang-¬belulang di pojokan, tiba-tiba ia mendapat pikiran. Lantas ambil kedua buah tengkorak itu, ia belesaki itu ke dalam buah semangka.

See Thong Thian di luar kamar sudah bekerja, diputarnya mangkok besi itu membuat pintu rahasia terbuka. Melihat itu, Oey Yong lantas bekerja. Ia riap-¬riapkan rambutnya hingga terurai tidak karuan dimukanya, tangannya memegang semangka bertengkorak, ia ajukan ke depan, mulutnya memperdengarkan suara meniru hantu.

Hauw Thong Hay yang pertama melihat setan "berkepala dua" itu, ia kaget bukan main. Bukankah mereka itu baru saja diganggu hantu? Maka itu ia menjerit keras dan lari ngiprit. Perbuatannya ini diturut yang lainnya, yang hatinya menjadi ciut. Hingga disitu tinggal Auwyang Kongcu seorang yang rebah di atas rumput tanpa bergerak.

Oey Yong tertawa lebar, lalu ia menghela napas lega. Lekas ia menutup pula pintu rahasianya. Sekarang ia mesti berpikir keras, mencari jalan lain guna menyelamatkan diri. Sebagai orang-orang kangouw lihay, mesti Thong Hay beramai bakal dating kembali.

Selagi si nona berpikir, ia mendengar suara pintu depan dibuka, lalu satu orang bertindak masuk. Ia menjadi khawatir sekali. Ia lantas mencekal tempulingnya dan tongkatnya diletakkan di sampingnya. Begitu pintu dibuka dan orang terlihat, hendak ia mendahului menimpuk dengan tempuling itu. Tidak lama terdengarlah suara halus tapi nyaring memanggil-manggil tuan rumah.

Oey Yong menjadi heran. Itu adalah suara wanita. Lekas¬ lekas ia mengintai. Tidak keliru pendengarannya. Orang yang baru datang itu benar seorang wanita, yang terus berduduk di sebuah kursi. Dia berdandan indah seperti seorang nona hartawan. Karena ia menghadapi kaca, mukanya tidak kelihatan. Selang sesaat, kembali nona itu memanggil-manggil tuan rumah, yang jawabannya tak juga kunjung tiba. Oey Yong menjadi heran. Ia ingat sekarang suara nona itu. "Dia Nona Thia dari Poo-ceng?" katanya dalam hati.

Kebetulan waktu itu si nona berpaling. Maka heran dan giranglah Nona Oey. Tidak salah, nona itu ialah Thia Yauw Kee. Maka ia menduga-duga sekarang, kenapa nona itu bisa berada di tempat ini. Sementara itu Sa Kouw, yang tidur layap-layap, bangun juga atas panggilan si nona. Ia menghampiri.

"Tolong bikinkan aku makanan," nona Thia minta.

Si tolol menggeleng kepala, tanda tak ada barang makanan, tetapi justru itu, hidungnya mencium bau nasi baru matang, sambil menoleh, ia lari ke dapur. Ia menjadi heran menampak nasih putih di dalam tempulo. Itu adalah nasi Wanyen Lieh beramai. Ia menjadi girang sekali. Tanpa cari tahu darimana datangnya nasi itu, ia menyendok satu mangkok untuk nona tetamunya, ia sendiri turut dahar pula.

Tidak biasa, nona Thia dahar tanpa lauk pauk, nasi itu pun nasi keras, maka itu baru beberapa suap, sudah meletakkan mangkok serta sumpitnya. Sa Kouw sendiri memakan habis tiga mangkok, kemudian menepuk-nepuk perutnya, romannya menandakan ia sangat puas.




"Nona aku numpang tanya," nona Thia menanya. "Tahukah kau dusun Gu-kee-cun dari sini berapa jauh lagi?"

"Gu-kee-cun?" menyahut si tolol. "Ini justru Gu-kee¬cun. Hanya aku tak tahu berapa jauh terpisahnya.."

Nona Thia agaknya likat, mukanya menjadi bersemu dadu, kepalanya terus ditundukkan dan tangannya membuat main ujung bajunya.

"Oh, kiranya ini Gu-kee-cun!" katanya kemudian. "Sekarang aku hendak tanyakan kau tentang seseorang, apakah kau tahu…. kau tahu….."

Sa Kauw tidak menanti hingga orang mengucapakan habis pertanyaannya, ia menggoyang-goyang kepalanya, terus ia berlari keluar.

Oey Yong sendiri, yang mendengar pertanyaan nona Thia jadi berpikir. "Ah, siapakah yang ia cari di sini? Ya, ia muridnya Sun Put Jie, mungkin ia dititahkan guru atau paman gurunya mencari Yo Kang muridnya Khu Cie Kee…"

Sambil berpikir, nona Oey mengawasi nona Thia. Dia duduk dengan sopan, pakaiannya indah dan rapi, tangannya mengusap-usap bunga di samping kupingnya. Mukanya pun bersemu merah. Entah apa yang ia lagi pikirkan.

Oey Yong mengawasi terus. Waktu itu terdengar tindakan kaki di luar rumah, lalu satu orang muncul sambil memanggil-¬manggil tuan rumah.

"Sungguh kebetulan!" berkata Oey Yong di dalam hatinya. "Kenapa orang-orang yang kukenal di kolong langit ini justru pada berkumpul di Gu-kee-cun ini?"

Orang baru itu ialah Liok Koan Eng, tuan muda dari Kwie-in-chung. Ia berdiri di muka pintu. Heran ia melihat nona Thia. Ia tidak menegur, hanya kembali ia memanggil tuan rumah. Nona Thia melihat seorang muda, ia malu dan likat, ia lantas menoleh ke arah lain.

Koan Eng pun heran, hingga ia tanya dirinya sendiri. "Kenapa ada nona cantik di sini dan sendirian saja?" Ia bertindak masuk, terus ke dapur. Ia tidak menemukan siapapun, maka agaknya ia bernafsu kapan ketika melihat nasi di tempulo.

"Aku lapar, hendak aku minta beberapa mangkok untukku, bolehkah nona?" ia tanya nona Thia.

Yauw Kee menganggap lucu orang minta nasi yang bukan kepunyaannya sendiri, ia tertawa.

"Nasi itu bukan kepunyaanku, kau makanlah!" katanya tertawa.

Tanpa banyak bicara, Koan Eng lantas berdahar. Ia makan dua mangkok. "Terima kasih," katanya kemudian seraya memberi hormat kepada nona Thia. "Sekarang aku mohon menanya, adakah nona ketahui dusun Gu-kee-cun berapa jauh dari sini?"

Nona Oey menjadi bertambah heran, nona Thia pun tak terkecuali. "Kiranya dia juga mencari dusun Gu-ke-cun," pikir nona Oey.

"Tempat ini justru desa Gu-ke-cun," menyahut Yauw Kee sambil membalas hormatnya si anak muda.

Koan Eng menjadi girang. "Bagus!" katanya. "Sekarang aku minta tanya nona tentang satu orang…"

Yauw Kee memikir untuk memberitahukan bahwa ia bukannya penduduk Gu-kee-cun, atau ia ingat baiklah ia dengar dulu, siapa yang dicari pemuda ini. Maka itu ia menanti.

"Ada seorang muda she Kewe namanya Ceng, entah dia tinggal di rumah yang mana di sini?" Koan Eng tanya. "Apakah ia berada di rumahnya?"

Yauw Kee heran, lebih-lebih Oey Yong.

"Mau apa dia mencari engko Ceng?" putri Tong Shia tanya dirinya sendiri. Yauw Kee tidak menyahut, ia hanya likat hingga mukanya jadi merah, lekas-lekas ia menunduk.

Oey Yong mendapat lihat wajah dan kelakuan orang itu, saking cerdiknya ia dapat menerka hari orang. "Ah, kiranya!" pikirnya. "Engko Ceng telah menolong dia di Poo-eng, rupanya ia lantas mencintainya secara diam-diam…"

Oey Yong polos dan jujur, ia tidak kenal iri atau cemburu, maka mengetahui ada orang yang mencintai Kwee Ceng, justru menjadi girang sekali.

Memang tidak keliru dugaan putrinya Oey Yok Su ini. Yauw Kee ingat budinya Kwee Ceng. Ia memang dibantu oleh Lee Seng dan lainnya dari Kay Pang, Partai Pengemis, tetapi mereka bukan tandingan Auwyang Kongcu, tanpa ada pemuda itu, pasti ia bakal terhina. Melihat Kwee Ceng muda, romannya tampan, dan orangnya jujur, mulia hatinya dan gagah, lantas ia menjadi ketarik dan jatuh hati, maka seperginya pemuda itu, ia ingat dan kepikiran terus. Lama-lama tak dapat ia menguasai dirinya lagi, setelah memikir pergi pulang, pada suatu malam secara diam-diam pergi dari rumahnya.

Ia mengerti ilmu silat tetapi belum pernah ia melakukan perjalanan seorang diri dan jauh, dia asing dengan segala kaum kangouw. Tetapi ia memberanikan diri. Ia mencari dusun Gu-kee-cun sebab Kwee ceng bilang berasal dari dusun itu dengan kotanya Lim-an.

Untung nona Thia, karena dandannya indah, di tengah jalan tidak ada orang yang mengganggu, sampai ia tiba di Gu-kee-cun, hanya ia belum tahu itulah desa yang ia cari. Maka itu, ia minta keterangan dari Sa Kouw. Begitu mendapat jawaban, ia menjadi likat dengan sendirinya, pikirannya pun kacau.

Dari tempat jauh ia datang, setelah tiba, ia berharap Kwee Ceng tak ada di rumah…katanya dalam hati: "Sebentar aku mencuri datang ke rumahnya, setelah melihat dia, aku akan lantas berangkat pulang lagi. Aku tidak boleh membikin dia ketahui datangku. Kalau dia melihat aku, aku malu sekali…"

Diluar dugaan Yauw Kee, Koan Eng datang ke situ, dan pemuda ini menanyakan Kwee Ceng. Ia kaget dan heran. Bukankah ia tengah "bersalah"? Ia mau menduga si anak muda telah pecahkan rahasia hatinya, ia menjadi malu sendiri. Setelah berdiam sekian lama, ia bangun berdiri, dengan niat mengangkat kaki. Tapi ia belum sempat mewujudkan itu, mendadak dari luar mongol satu kepala orang yang romannya jelek. Cepat sekali, kepala itu diperengkatkan. Ia terkejut hingga bertindak mundur.

Cepat sekali, kepala dengan muka jelek itu nongol lagi, bahkan sekarang mengasih dengar suaranya: "Hantu kepala dua, kalau kau berani, marilah muncul di terangnya matahari! Sam-tauw-kauw Hauw Looya bersedia melayani kau bertempur!"

Liok Koan Eng dan Thia Yauw Kee menjadi heran. Apakah mereka yang ditantang? Kalau benar, kenapa?

"Hm!" Oey Yong mengasih dengar suara perlahan. "Dia datang lagi!"

Tapi nona ini menjadi berkhawatir untuk keselamatan Yauw Kee dan Koan Eng. Terang mereka bukan tandingan rombongan Thong Hay ini. Maka ia pikir baiklah mereka berdua lekas mengangkat kaki dari situ. Daya apa dia ada punya?

Memang Thong Hay muncul cepat sekali. Tadi ia yang kabur lebih dulu, hingga kawan-kawannya turut lari. Kawan-kawannya menyangka muncul lagi si hantu istana, mereka lari jauh. Ia lari belum jauh, lantas berhenti, dengan begitu ditinggalkan semua kawannya. Ia bertabiat keras, hatinya menjadi panas.

"Hantu itu tak dapat berbuat apa-apa di siang hari bolong!" demikian ia dapat berpikir. "Tidak, aku si Lao Hauw tidak takut, biar aku balik lagi untuk singkirkan hantu itu! Biar mereka itu melihat aku!"

Dengan tindakan lebar, ia kembali ke rumah makan. Meski begitu, hatinya toh kebat-kebit. Ia heran ketika mengintai melihat Koan Eng dan Yauw Kee. Pikirnya: "Celaka betul, sekarang hantu kepala dua itu mencipta diri jadi setan pria dan setan wanita! Oh, Lao Huaw, kau mesti waspada!" Begitulah kemudian ia menantang.

Koan Eng dan Yauw Kee berdiam sesaat, lantas mereka tidak memperdulikannya. Mereka menduga berhadapan sama orang yang otaknya tak beres.

Thong Hay menantang dengan sia-sia. Si setan pria dan wanita tidak muncul menyambut tantangannya. Ia jadi lebih percaya bahwa setan tidak muncul diwaktu siang. Karena itu, hatinya menjadi semakin besar. Untuk menyerbu, ia ragu-ragu. Kemudian ia ingat pembilangan bahwa hantu takut sama kotoran manusia atau air kencing.

"Kenapa aku tidak mencoba?" pikirnya. Ia pun lantas mengambil keputusan, maka ia pergi mencari kakus. Tidak sulit untuk mencari tempat kotoran itu. Di samping rumah makan ada sebuah. Saking penasaran, ia melupakan segalanya. Untuk membungkus najis itu, ia pakai bajunya.

Dengan membawa kotoran itu, ia kembali ke rumah makan. Ketika ia sampai, ia lihat kedua setan muda-mudi itu lagi duduk diam. Ia menjadi gusar sekali.

"Hantu yang bernyali besar!" ia membentak. "Kau lihat Hauw Looya kamu akan membikin segera memperlihatkan diri asalmu!" lantas ia bertindak masuk, tangan kirinya mencekal senjatanya bercagak tiga, tangan kanannya membelak bungkusan najis.

Koan Eng dan Yauw Kee terperanjat melihat "si edan" kembali, mereka melengak. Mereka mengawasi dengan menjublak. Di sebelah itu, hidung mereka mencium bau busuk yang santar.

Hauw Thong Hay sendiri sudah berpikir, "Aku dengar orang bilang, setan pria kalah jahat dengan setan wanita, sekarang aku hajar dulu yang wanita!" Maka itu, ia menimpuk ke arah Yauw Kee.

Nona Thia kaget hingga berteriak, ketika hendak berkelit, Koan Eng mendahului, menolong menangkis serangan dengan sebuah bangku. Hebat tangkisan itu. Bungkusan terhajar jatuh ke lantai, baunya berhamburan, siapa mecium, pasti muak.

Thong Hay sendiri lantas berkoak: "Hantu kepala dua sudah pulang ke asalnya!" Dan koakannya ini disusul sama serangannya menikam nona Thia! Dia semberono tetapi ilmu silatnya cukup baik. Maka hebatlah tikamannya ini.

Koan Eng dan Yauw Kee bertambah heran. Mereka sekarang percaya, bukan orang edan tapi seorang gagah dari Rima Persilatan. Tidak ayal lagi, Koan Eng menggunakan bangku menangkis pula tikaman itu.

"Kau siapa tuan?" ia menanya. Ia tidak mau berlaku tak tahu aturan.

Hauw Thong Hay tidak memperdulikan pertanyaan itu, ia hanya menuruti kehendak hatinya. Begitulah ia menyerang beruntun hingga tiga kali lagi. Dengan terpaksa Koan Eng membela diri, sambil menangkis berulang-ulang, ia masih menanyakan nama orang.

Thong Hay bertempur dengan hati lega. Ia melihat orang mengerti ilmu silat tetapi tidak selihay musuh tadi malam. Karena ini, sekarang ia suka bicara. Ia menyahut: "Hantu, kau ingin mengetahui namaku supaya kau bisa menggunakan jampemu yang berbahaya? Tidak, tuan besarmu tidak akan memberitahukan nama!"

Ia menggerakkan cagaknya, ia membikin gelangnya bersuara nyaring, lalu mengulangi serangannya secara hebat.

Koan Enng keteter dan terdesak ke tembok. Ia memang kalah gagah dan senjata bangku juga tidak cocok untuknya. Tidak ada kesempatan mencabut golok di pinggangnya. Ia terdesak ke tembok yang kebetulan lobang tempat Oey Yong mengintai.

Teranglah Hauw Thong Hay telah melihat kesempatan yang baik dengan hebat ia mengirimkan tusukan. Masih sempat Koan Eng berkelit, maka ujung senjata musuh menikam ke tembok di samping lobang.

Koan Eng berlaku sebat, belum lagi musuh mencabut senjatanya, ia mendahului menghajar dengan bangkunya. Tapi Thong Hay lihay, matanya awas, gesit gerakannya, sebelah kakinya terangkat naik, mendahului menendang lengan lawannya, yang mengenai tepat, sedang tangan kirinya membarengi menyerang.

Koan Eng terkejut. Bangkunya terlepas dari tangannya. Padahal ia pun mesti berkelit dari serangan tangan kiri. Tengah ia mendak, Thong Hay sudah mencabut senjatanya yang nancap di tembok.

Thia Yauw Kee, yang melihat bahaya, lompat kepada Koan Eng, menolong si anak muda menghunus goloknya, untuk diserahkan kepada anak muda itu.

"Terima kasih!" kata Koan Eng seraya menyambuti golok dari tangan si nona. Ia kagum melihat kelincahan si nona, yang dalam saat genting seperti itu dapat membantunya. Sebab gerakannya Thong Hay, ia sudah menyerang pula. Disaat senjata lawan hampir sampai didadanya, Koan Eng menangkis dengan keras, maka keras juga bentrokan kedua senjata, hingga muncratlah lelatu api. Thong Hay merasakan telapak tangannya sakit.

Pertempuran berlanjut terus, kaki keduanya telah menginjak kotoran. Selama itu Thong Hay bergelisah. Nyata lawannya tangguh.

"Perlihatkan diri asalmu!" ia membentak sambil menikam ke arah perut. Itulah pukulan "Menolak peragu menuruti aliran air". Menampak ilmu silat itu, Koan Eng lompat mundur tiga tindak.

"Tahan dulu!" ia berseru. "Kau pernah apakah dengan Kwie-bun Liong Ong?"

Thong Hay melirik dengan tajam. "Ha, hantu, kau kenal juga nama sukoku!" katanya dingin.

Koan Eng menduga orang gila, yang menyerang kalng-kabutan, atau orang salah menyangka, tetapi sekarang, mendengar orang menyebut sebagai adik seperguruan dari See Thong Thian, tahulah ia bahwa orang ini datang menuntut balas untuk Hong Ho Su Koay, Empat Siluman dari sungai Hoang Hoo. Ia jadi hendak membalaskan sakitnya Toat-pek-pian Ma Ceng Hiong. Karena ini, ia lantas berkelahi semakin hebat. Tidak lama, kembali Koan Eng kena terdesak, tidak peduli ia berlaku mati-matian.

Yauw Kee dapat melihat si pemuda terancam bahaya. Mulanya ia berdiam saja di pojokan menyaksikan pertempuran itu, ia pun takut pada kotoran, tetapi sekarang nampak ancaman bahaya itu, tidak dapat ia berdiam terus-terusan. Ia mencabut pedangnya sambil mengajukan diri.

"Jangan takut, aku bantu kau!" ia berkata. Ia bahkan segera menikam punggung lawan. Ia murid kepala dari Ceng Ceng Sanjin Sun Put Jie, dari itu ia adalah orang dari kaum Coan Cin Pay.

Majunya nona ini sudah diduga Hauw Thong Hay. Tidak demikian dengan Koan Eng. Maka pemuda ini menjadi heran berbareng girang, hingga terbangun semangatnya, kalau tadi ia repot membela diri, hingga tidak dapat melakukkan penyerangan balasan, sekarang ia dapat melakukan itu.

Mulanya Thong Hay jeri, ia khawatir si nona lihay, tetapi selang beberapa jurus, legalah hatinya. Dia mendapat kenyataan nona ini kurang latihannya. Maka kemudian, walaupun dikepung berdua, ia lebih banyak menyerang.

Oey Yong dari dalam kamar mengikuti terus pertempuran itu. Ia menjadi berkhawatir. Ia tahu dengan baik, lama-lama muda-mudi itu bisa celaka di tangan musuh yang telengas ini. Ia berkhawatir sebab ada keinginan untuk membantu tetapi keinginan itu tidak dapat diwujudkan. Mana bisa ia tinggalkan Kwee Ceng?

"Nona kau pergilah!" berkata Koan Eng kemudian. "Urusan di sini bukan urusanmu!"

Yauw Kee tak mau mundur. Ia tahu pemuda itu mengkhawatirkan keselamatanya. Untuk kebaikan hati itu, ia merasa sangat bersyukur. Tentu sekali, tidak dapat ia mengangkat kaki membiarkan kawan menghadapi bahaya maut. Maka ia menggeleng kepalanya.

"Kita bermusuh, maka itu kau carilah aku sendiri si orang she Liok!" Koan serukan Thong Hay. "Lekas kau membuka jalan untuk nona ini mengundurkan diri!"

Thong Hay tertawa lebar. Sekarang ia telah memperoleh kepastian muda-mudi ini bukan hantu atau iblis, hatinya menjadi besar. Ia pun sudah menang di atas angin! Bukankah si nona pun cantik manis?

"Hantu pria aku hendak tangkap, iblis wanita aku hendak bekuk juga!" katanya dingin. Ia mengulangi serangannya yang hebat, hanya terhadap Thia Yauw Kee, ia tidak menggunakan tenaga sepenuhnya.

Koan Eng menjadi bertambah khawatir. "Nona lekas kau menyingkir!" ia serukan nona itu. "Aku berterima kasih padamu!"

"Kau she Liok?" tanya si nona perlahan tanpa menghiraukan anjuran orang untuk angkat kaki.

"Benar," menyahut Koan Eng. "Nona sendiri she apa dan murid siapakah?"

"Guruku she Sun, orang menyebutnya Ceng Ceng Sanjin," sahut nona Thia. "Aku sendiri…aku…" Ia hendak menyebut namanya tetapi malu.

"Nona," berkata Koan Eng. "Akan aku tahan dia, kau pergilah menyingkir! Asal aku dapat menolong jiwaku, nanti aku susul dirimu!"

Mukanya Yauw Kee merah. Ia tidak menjawab itu anak muda, hanya ia membentaki lawannya:

"Eh, siluman, jangan kau lukai dia! Ketahui olehmu, guruku adalah Sun Cinjin dari Coan CinPay dan dia segera bakal datang kemari!"

Nama Coan Cin Pay sangat terkenal, maka mendengar disebutnya partai itu, hati Thong Hay tercekat. Bukankah Thie-kak-sian Giok Yang Cu Ong Cie It pernah memperlihatkan kepandaiannya di istana Chao Wang? Meski begitu, ia tidak sudi mengasih lihat kelemahannya. Maka itu ia sengaja berseru:

"Biarpun tujuh siluman Coan Cit Cit Cu datang kemari, aku hendak membinasakan semuanya!"

"Orang bosan hidup, kau ngaco belo!" mendadak terdengar seruan dari arah luar.

Kaget ketiga orang itu, dengan sendirinya mereka pada lompat mundur. Koan Eng khawatir Thong Hay main gila, ia tarik Yauw Kee ke belakangnya, ia lantas berdiri di depan si nona seraya bersiap dengan goloknya.

Semua mata mengawasi ke luar. Di ambang pintu berdiri seorang tojin atau imam usia muda, romannya tampan, tangannya mencekal kebutan atau hudtim. Ia bersenyum dingin ketika ia menegaskan pula:

"Siapakah yang membilang hendak membinasakan Coan Cin Cit Cu?"

"Hauw Looya yang membilangnya!" sahut Thong Hay takabur. "Kau mau apa?!"

"Baiklah! Sekarang kau cobalah membunuhnya!" menantang si imam muda. Kata-kata ini disusul sama gerakan tubuhnya seraya kebutannya mengebut kemuka si Ular Naga Kepala Tiga.

Ketika itu selesailah Kwee Ceng dengan latihannya, waktu kupingnya dapat mendengar suara berisik di luar kamar, ia lantas mengintai.

"Mungkinkah benar imam muda ini anggota Coan Cin Cit Cu?" Oey Yong tanya.

Kwee Ceng segera mengenali imam muda itu, In Cie Peng muridnya Tiang Cun Cu Khu Cie Kee. Dialah yang dua tahun lampau pergi ke Mongolia menyampaikan surat gurunya kepada Kanglam Liok Koay dan dalam pibu, ia kena dikalahkan. Maka, ia beritahukan si nona Oey siapa imam itu.

"Dia pun tak dapat melawan Hauw Thong Hay," berkata Oey Yong sambil menggeleng-geleng kepala.

Setelah lewat dua tahun, kepandaiannya In Cie Peng telah bertambah, walaupun demikian, berkelahi sama Liok Koan Eng mengepung Hauw Thong Hay mereka cuma berimbang saja.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar