Minggu, 03 Januari 2021

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 094

"Minggir jauh-jauh!" Auwyang Hong membentak.

Leng Tie menjadi tidak puas. Di dalam hatinya ia kata: "Disaat seperti ini mana dapat kau masih bertingkah seperti satu enghiong? Jangan kau masih bawa lagakmu sebagai guru besar!" Lantas ia maju ke samping, ke arah Kwee Ceng, sebelah tangannya melayang ke tempilingan kiri si bocah.

Menampak demikian, Auwyang Hong menjadi gusar sekali. Ia maju sambil mengambil pundaknya pendeta Tibet itu, terus ia mengangkatnya, dan melemparkannya! Tepat serangannya See Tok ini. leng ie Siangjin lihay dan tangannya pun ada racunnya, maka untuk melayani dia, anggota tubuhnya tak berbahaya yang mesti dihadapi.

Bukan main murkanya pendeta Tibet itu, tidak memperdulikan pula orang lihay dan dipandang Wanyen Lieh, ia mencaci kalang-kabutan, cuma ia memakai bahasa Tibet, Auwyang Hong tidak mengerti. Ia pun tak bisa mencaci lama-lama atau segera ia tak dapat bersuara lagi, sebab mulutnya lantas kemasukan air. Karena oleh Auwyang Hong dilemparkan ke air tumpah, hingga mulutnya tersumpal air!

Wanyen Lieh terkejut melihat tubuh Leng Tie Siangjin terlempar keluar air tumpah. Justru itu kupingnya juga mendengar suara berisik dari arah Cui Han Tong di mana ternyata, pot kembang yang besar di depan paseban itu telah jatuh hancur. Menyusul itu, nampak munculnya sejumlah siwi.

"Celaka!" ia mengeluh dalam hati. Tidak ayal lagi, dengan menjinjing jubahnya, dia berlompat ke air tumpah, untuk masuk ke situ, menyembunyikan diri. Ia mengerti ilmu silat, tetapi di tempat begitu, kepandaiannya masih belum berarti, begitu kakinya menginjak tanah, ia terpeleset jatuh. Syukur untuknya, Yo Kang dapat melihatnya dan putra ini segera menyambar, menolong. Dengan melongo pangeran Kim itu melihat ke sekitarnya.

"Auwyang Sianseng, apakah bocah ini dapat kau usir?" ia tanya See Tok.

Pertanyaan ini menandakan Wanyen Lieh seorang besar. Ia bukan memerintah, ia hanya menanya. Pertanyaannya itu membangkitkan hawa amarah orang. Hatinya Auwyang Hong menjadi panas.

"Kenapa tidak bisa?" menjawab Auwyang Hong, yang terus berjongkok seraya mulutnya mengasih dengar suara seperti kerak-keroknya kodok. Dengan begitu ia bersiap dengan Kuntauw Kodoknya, lalu terus kedua tangannya dimajukan ke depan.




Si Bisa dari Barat ini telah mengerahkan tenaganya, seandainya di situ ada Ang Cit Kong atau Tong Shia Oey Yok Su, tidak nanti mereka berani melawannya dari depan, apa pula seorang seperti Kwee Ceng.

Sebenarnya, Auwyang Hong melayani Kwee Ceng hanya sebagai latih saja, tidak heran Leng Tie Siangjin melihatnya menjadi muak. Ada sebabnya kenapa See Tok berbuat demikian. Itu disebabkan Kwee Ceng menggunakan Khong-beng-kun. Maka See Tok melayani, menanti sampai anak muda itu habis menjalankan semua jurus dari ilmu silatnya, habis itu baru ia hendak turun tangan, mencekuk si pemuda. Sayang maksudnya tak segera kesampaian. Mendadak Wanyen Lieh masuk ke air tumpah itu dan ia mesti dengar pertanyaan yang seperti ejekan, hatinya menjadi panas. Ia lantas bertindak. Meski begitu, ia tidak mau membinasakan Kwee Ceng, sebab si bocah masih dibutuhkan olehnya. Dilain pihak, ia tidak menginsyafi bocah yang polos dan jujur itu, taat dengan tugasnya.

Kwee Ceng tidak mau mundur, sekalipun ia mesti mati terbinasa. Ia hendak melindungi surat wasiatnya Gak Bu Bok. Begitu ia menyingkir, pasti Auwyang Hong mendapatkan surat wasiat itu, di situ ada banyak pahlawan raja tetapi menghadapi Auwyang Hong, mereka tidak berdaya. Di dalam keadaan seperti itu, selagi bahaya mengancam - sebab ia tahu tidak sanggup menangkis- ia mengenjot kedua kakinya, mengapungkan diri setinggi empat kaki. Dengan begitu, ia bebas dari serangan. Ketika turun, ia tetap berada di muka gua menghadang seperti semula.

"Bagus!" berseru Auwyang Hong kagum. Segera ia menarik pulang kedua tangannya.

See Tok sangat hebat. Kalau serangannya bertenaga beberapa ratus kati, tarikan pulang tangannya pun masih bertenaga besar, ada tenaga menariknya.

Kwee Ceng terkejut merasakan angin menolak punggungnya. Ia mengerti ancaman bahaya. Ia memutar balik tangannya, membela diri. Kali ini ia menggunakan jurus "Sin liong pa bwee" atau "Naga sakti menggoyang ekor" Tentu saja itu gerakan keras lawan keras. Seharusnya ia mencoba berkelit, sebaliknya, ia menangkis. Siapa kalah tenaga dalam, dialah yang bakal bercelaka.

Wanyen Lieh berdiri menjublak menonton cara orang berkelahi itu, mengherankan. Kenapa Auwyang Hong berdiam saja sebagai patung, cuma kedua tangannya yang ditolakkan ke depan dan ditarik pulang? Kenapa Kwee Ceng main berlompatan dan hanya mengawasi See Tok? Kenapa See Tok menarik pulang tangannya dan si bocah menangkis ke belakang, hingga keduanya berdiam bagaikan patung?

Kedua pihak sebenarnya tengah mengadu tenaga dalam, Auwyang Hong tetap menarik, Kwee Ceng tetap mempertahankan diri. Lekas juga bocah ini bermandikan keringat. Ia telah mengeluarkan seluruh tenaganya untuk dapat bertahan.

Kembali Auwyang Hong menjadi kagum. Ia tahu benar, sejenak lagi Kwee Ceng bakal terluka parah. Ia membutuhkan bocah itu, tidak dapat ia mencelakainya. Maka ia memikir untuk mengalah. Lantas mengurangi tenaga manariknya. Tapi berbareng sama dikuranginya tenaga, ia merasakan tolakan keras pada dadanya. Ia terkejut. Syukur tenaga dalamnya mahir, kalau tidak tentulah ia roboh terguling. Benar-¬benar ia tidak menyangka, begitu muda Kwee Ceng, tenaganya besar sekali. Segera ia menahan napas, tangannya menolak. Dengan begitu, lenyaplah tenaga mendorong tadi.

Kalau Auwyang Hong terus menyerang, robohlah Kwee Ceng. Tapi ini tidak dilakukan See Tok. Dia masih mengharap habisnya tenaga si bocah, untuk menangkap hidup padanya, guna mengorek keterangan hal Kiu Im Cin-keng dari mulut orang….

Sesaat kemudian mulailah terlihat tenaga dua orang itu, yang satu berlebihan, yang lainnya berkurang. Tapi Wanyen Lieh dan Yo Kang, yang tetap menonton, tidak tahu kapan akan selesainya pertempuran macam itu, karenanya mereka menjadi cemas dengan sendirinya. Mereka bingung mendengar suara berisik, tanda rombongan siwi tengah bekerja keras mencari orang jahat…

Sekonyong-konyong dari dalam air tumpah terlihat dua siwi menerjang keluar. Yo Kang berlaku sangat sebat, sebelum kedua siwi itu tahu apa-apa, mereka sudah diterjang pangeran muda ini, yang kedua tangannya menyambar ke masing-masing ulu hati mereka, hingga menancap, dengan begitu robohlah mereka dengan jiwa mereka melayang. Yo Kang dengan bengis sudah menggunakan cengkeraman Kiu Im Pek-kut Jiauw.

Setelah itu Yo Kang menghunus pisau belatinya, lalu dengan menggenjot diri, ia lompat kepada Kwee Ceng, untuk menikam pinggangnya si anak muda.

Dalam keadaan seperti itu, Kwee Ceng tidak dapat berkelit. Kalau ia mencoba menyingkirkan tubuhnya, segera ia bakal terbinasa pukulan Kodok dari Auwyaang Hong. Maka dalam sekejap saja ia merasakan sakit pada pinggangnya, berbareng merasa juga pernapasannya berhenti berjalan. Maka lupalah ia segalanya, tanpa merasa ia menghajar lengannya si penyerang itu, si pembokong.

Yo Kang merasakan sakit sekali. Ia bukan lagi tandingan Kwee Ceng, walaupun ia mencoba menarik pulang tangannya, lengannya menjadi korban pula. Tapi waktu itu separuh pisaunya sudah masuk ke pinggang si anak muda.

Karena bergerak itu, tenaga Kwee Ceng menjadi semakin berkurang, dari itu, ia lantas terkena dorongan tenaganya Auwyang hong. Tanpa bisa menjerit lagi ia roboh terkulai.

"Sayang!" berseru Auwyang Hong, yang akhirnya toh juga melukai bocah lawannya itu. "Ia bakal mampus, baiklah aku tak usah pedulikan lagi padanya. Paling perlu aku lekas mencari surat wasiat Gak Bu Bok…." Maka tanpa bersangsi lagi, ia berlompat ke dalam air tumpah.

Wanyen Lieh bersama Yo Kang, lantas mengintil di belakang See Tok. Auwyang Hong sudah lantas dirintangi sejumlah siwi, tetapi ia seperti tidak menghiraukan mereka, siapa datang dekat, ia sambar dan lempar, setelah itu, siwi lainnya tak dapat maju terlebih jauh, hingga tak lagi ada yang bisa mendekati pintu gua.

Yo Kang turut masuk ke dalam gua. Ia menyalakan api untuk dipakai menyuluhi. Di tanah ada banyak tanda debu, suatu tanda tak pernah ada orang yang datang ke situ. Di tengah-tengah gua ada sebuah meja batu, di atasnya ada satu kotak batu persegi dua kaki, kotak mana tersegel. Lainnya barang tak nampak di situ. Dengan membawa apinya, Yo Kang menyuluhi hingga dekat. Di segelan ada suratnya tetapi rupanya karena sudah terlalu tua, huruf-hurufnya tak dapat terbaca lagi.

"Surat wasiat itu ada di dalam kotak ini," berkata Wanyen Lieh.

Yo Kang menjadi sangat girang, ia ulur tangannya mengambil peti itu. Melihat gerakan orang, Auwyang Hong menggerakkan tangan kirinya ke pundak orang, sehingga tidak tetaplah berdirinya Yo Kang, tubuhnya terhuyung beberapa tindak. Pemuda ini tak mengerti, ia melongo mengawasi orang. Auwyang Hong sebaliknya sudah lantas mengempit kotak itu.

"Kita sudah berhasil, mari kita lekas mengundurkan diri!" kata Wanyen Lieh nyaring.

Auwyang Hong bertindak di depan, diikuti oleh Wanyen Lieh dan Yo Kang. Selagi lewat di dekat Kwee Ceng, Yo Kang melihat tubuh orang mandi darah dan rebah tak bergeming di antara siwi korbannya See Tok, ia lantas menghela napas.

"Dasar kau tidak tahu selatan, suka usilan," katanya perlahan. "Maka itu janganlah kau sesalkan aku…"

Sebelum jalan terus, Yo Kang ingat pisau belatinya masih nancap di pinggang mangsanya, maka ingin ia mencabut senjatanya itu. Selagi ia membungkuk, untuk mengambil pisau itu, di air tumpah terlihat satu bayangan berkelebat di susul sama pertanyaan ini:

"Engko Ceng, kau di mana?"

Yo Kang terkejut. Ia mengenal suaranya Oey Yong. Lupa pada pisau belatinya, ia lompat melewati tubuh Kwee Ceng, terus lari keluar air tumpah, menyusul Auwyang hong dan Wanyen Lieh.

Oey Yong mencari Kwee Ceng setelah ia permainkan Nio Cu Ong, yang ia tinggalkan begitu terlihat siwi muncul disana-sini. Sebaliknya, Pheng Lian Houw berdua tidak berani mengejar terus sebab takut kepergok kawanan siwi. Mereka kembali ke dekat air tumpah, menggabungkan diri dengan See Thong Thian dan lainnya. Di sini mereka bertempur sama beberapa siwi sampai Auwyang Hong muncul, maka beramai-ramai mereka mengangkat kaki.

Oey Yong sia-sia mencari Kwee Ceng, ia lantas masuk ke dalam air tumpah. Ia menyalakan api, dari itu ia segera melihat tubuh Kwee Ceng yang mandi darah rebah di antara beberapa siwi. Ia kaget sekali ¬rebahnya si pemuda tepat di sampingnya. Saking kagetnya, tubuhnya gemetaran, sampai api terlepas jatuh dari tangannya. Waktu itu di luar gua terdengar riuh suaranya kawanan siwi yang berteriak-teriak, "Tangkap orang jahat! Tangkap orang jahat!" Tapi mereka itu cuma berteriak-teriak, tidak ada satu pun yang berani maju merintangi Auwyang Hong beramai. Sebabnya ialah, lebih dulu dari itu, beberapa kawannya sudah menjadi korban See Tok hingga mereka menjadi kecil hatinya, terpaksa mereka mementang bacot saja.

Oey Yong sadar dengan cepat. Ia membungkuk memeluk tubuhnya Kwee ceng. Ia merasakan tubuh itu hangat. Ia memanggil beberapa kali, ia tidak memperoleh jawaban. Ia menjadi bingung sekali. Maka itu ia lantas panggul tubuh engko itu, untuk dibawa menyingkir ke belakang gunung-gunungan.

Di Cui Han Tong sendiri telah berkumpul banyak orang, sebab ada datang juga siwi dari lain-lain bagian istana. Obor di situ terang bagaikan siang hari. Maka ketika Oey Yong berkelebat - tak peduli ia sangat gesit - ada siwi yang melihatnya. Siwi itu lantas berteriak, terus ia memburu diikuti beberapa kawannya.

Dalam mendongkolnya, Oey Yong mencaci dalam hatinya: "Ah, kawanan kantung nasi! Sungguh, kamu tidak punya guna! Kenapa kau bukan pergi mengejar orang jahat hanya orang baik-baik?" Ia menggertak gigi, tapi ia lari terus.

Ada beberapa siwi yang lihay, larinya cepat, mereka sudah lantas datang dekat. Oey Yong menjadi bertambah mendongkol, ia meraup jarum rahasianya, menimpuk ke belakang, ke arah pengejar-pengejar itu.

"Aduh!" demikian terdengar teriakan, saling susul.

Itulah tanda robohnya beberapa siwi, sehingga yang lainnya tidak berani mengejar terlebih jauh. Maka si nona bersama engko Cengnya terus lari keluar dari tembok istana.

Keributan itu membikin istana menjadi kacau balau. Orang pun bingung, sebab tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ada huru-hara di dalam untuk merampas tahta kerajaan atau ada menteri yang berontak merampas pemerintahan? Toh setelah itu, orang berisik dengan sendirinya. Tidak ada kejadian lainnya lagi. Di situ telah berkumpul semua siwi, semua serdadu Gie-lim-kun.

Di tengah malam itu, hingga pagi, orang bergelisah tidak karuan. Sedatangnya fajar, tentara penunggang kuda di kirim ke pelbagai jurusan, mencari si orang jahat, antaranya dengan melakukan penggeledahan secara besar-besaran. Tentu saja waktu itu Wanyen Lieh semua telah kabur keluar kota, bahkan Oey Yong bersama Kwee Ceng telah tiba di dusun tempat mereka mondok.

Sebenarnya Oey Yong kabur tanpa arah, baru setelah melihat tidak ada yang mengejar, ia tidak lari keras seperti semula. Lebih dulu ia sembunyi di dalam sebuah gang kecil. Di sini ia pegang hidungnya Kwee Ceng. Ia merasakan hembusan napas. Di situ tidak ada api, tak jelas ia melihat muka si anak muda. Ia mengerti diwaktu siang tidak dapat ia berkeliaran di dalam kota dengan membawa-bawa orang terluka, karena ini, ia terus lari ke tembok kota, untuk melompatinya. Maka dilain saat tibalah ia ditempat Sa Kouw, si nona tolol.

Walaupun ia kuat, setelah berlari-lari setengah malaman, mana hatinya pun berkhawatir dan bingung. Oey Yong toh tersengal-sengal. Ia lantas menjatuhkan diri berduduk, guna meluruskan jalan napasnya. Dengan begitu, perasaannya pulih hatinya pun menjadi terang. Sekarang ia lantas menyalakan sebatang kayu cemara menyuluhi mukanya Kwee Ceng. Apa yang ia lihat membikin kaget, melebihi kagetnya di dalam gua tadi.

Kwee Ceng rebah tak bergeming, kedua matanya tertutup rapat, mukanya sangat pucat. Tak tahu ia apakah masih hidup atau sudah mati. Inilah pukulan sangat hebat untuk Oey Yong, hingga hatinya goncang keras. Ia berdiri bengong dengan tangannya memegangi obor kayunya. Ia merasakan ketika ada orang datang mendekati, ia baru sadar waktu obor kayunya itu ada yang sambar. Segera ia menoleh, mengenali Sa Kouw. Si tolol muncul karena ia dengar suara tak seperti biasanya. Sa Kouw pun cemas menyaksikan keadaan Kwee Ceng itu. Ia lari ke dapur, mengambil air dingin.

Oey Yong mengerti apa yang harus ia kerjakan. Ia keluarkan sapu tangannya, celupkan itu ke dalam air, dilain saat menyusut mulut muka yang keciprutan darah dari si anak muda. Dari lubang hidungnya merasakan hembusan napas yang semakin lemah. Setelah itu ia hendak memeriksa luka, matanya bentrok sama sinar berkilauan warna kuning emas dari pinggang Kwee Ceng. Karena ini sekarang ia melihat sebuah pisau belati nancap di pinggang!

Baru sekarang Oey Yong dapat menyabarkan diri. Dengan hati-hati ia membuka baju dalam si anak muda, dengan begitu ia melihat jelas nancapnya pisau itu. Darah disitu sudah mulai bergumpal. Kelihatannya pisau masuk kira-kira tiga dim dalamnya.

Nona ini menjadi bersangsi. Ia tidak berani mencabut pisau itu, khawatir nanti Kwee Ceng lantas menghembuskan napasnya yang terakhir. Kalau ia tidak mencabut, sebaliknya ia memperlambat waktu. Ini pun membahayakan si anak muda. Ia berpikir keras. Akhirnya ia menggertak gigi, tangannya diulurkan. Ingin mencabut, mendadak ia menarik pulang tangannya itu. Tiba-tiba saja ia bimbang dengan sendirinya. Kesangsian si nona berjalan terus, maka beberapa kali ia hendak mencobanya mencabut pisau belati itu, saban-saban ia gagal pula.

Sa Kouw menyaksikan kesangsian orang, ia menjadi tidak sabaran. Tiba-tiba saja ia mengulurkan tangannya dengan sebat mencabut pisau itu. Kwee Ceng menjerit, begitu pun Oey Yong. Si tolol sebaliknya girang sekali, ia tertawa tebahak-bahak. Ia masih tertawa ketika Oey Yong kaget melihat darah mengalir keluar dari luka engkonya itu. Saking berkhawatir dan mendongkol, ia sampok si tolol hingga dia terguling, setelah itu ia menggunakan sapu tangannya menyumpal luka Kwee Ceng, mencegah keluarnya terus darah itu.

Dengan jatuhnya Sa Kouw, obor cemara di tangannya pun padam. Si tolol menjadi gusar, ketika ia berlompat bangun, ia menendang. Oey Yong tidak menangkis, membiarkan pahanya kena ditendang. Sa Kouw khawatir si nona nanti membalas, ia memutar tubuhnya berlari. Tidak lama ia mendengar nona Oey menangis. Ia menjadi heran, maka ia kembali. Ia menyalakan lagi obor cemaranya.

"Apakah kau kena tendang sakit?" ia menanya Oey Yong.

Nona itu tidak menyahut, ia hanya berlutut mendampingi Kwee Ceng. Pemuda itu pingsan karena rasa nyerinya, sesaat kemudian ia baru sadar.

"Apakah surat wasiatnya Gak Bu Bok kena mereka curi?" Kwee Ceng menanya. Itulah hal yang ia ingat paling dulu.

Oey Yong girang mendengar orang dapat bicara, meskipun suaranya lemah. "Jangan khawatir, penjahat itu tak dapat turun tangan…" ia menyahut. Ia tentu saja berdusta, karena ia tidak ingin orang menjadi kaget dan bersusaah hati. Sebenarnya ia ingin menanyakan lukanya si anak muda, ketika ia merasakan tangannya hangat-hangat, disebabkan darah yang baru keluar dari pinggang Kwee Ceng itu.

"Eh, Yong-jie, kenapa kau menangis?" menanya Kwee Ceng yang baru sekarang melihat si nona berlinangan air mata.

"Aku tidak menangis," kata Oey Yong, yang paksakan diri untuk tertawa.

"Dia menangis tadi!" Sa Kouw campur mulut. "Kau hendak menyangkal? Apakah kau tidak malu? Lihat, mukamu masih ada air matanya!"

"Yong-jie, jangan takut," Kwee Ceng menghibur. "Di dalam Kiu Im Cin-keng ada terdapat cara-cara untuk mengobati luka, aku tidak bakalan mati."

Mendengar itu, Oey Yong merasakan di dalam kegelapannya memperoleh pelita. ia girang. Tadinya ia mau minta penjelasan tentang obat itu, niat ini batalkan, khawatir si anak muda nanti menjadi letih. Maka ia ambil obor dari tangannya si tolol.

"Enci, tadi aku kena serang kau, apakah kau sakit?" ia menanya sambil tertawa.

"Ah, kau menangis, tidak dapat kau menyangkal!" kata si tolol yang tidak memperdulikan pertanyaan orang. Ia hanya mengingat penyangkalan nona ini.

"Ya, benar, aku menangis," kata Oey Yong tersenyum. "Kau sendiri tidak menangis, kau baik sekali."

Mendengar dirinya di puji, Sa Kouw menjadi sangat girang. Kwee Ceng sendiri repot meluruskan pernapasannya, dengan begitu rasa sakitnya berkurang.

"Coba kau memakai jarum emasmu menusuk beberapa kali jalan darahku ceng-ciok dan siauw¬yauw," katanya perlahan pada Oey Yong.

"Ah, aku menjadi bodoh!" kata si nona, terperanjat. Dengan lekas ia mengeluarkan sebatang jarumnya dan terus bekerja. Tiga kali ia menusuk di pinggang kiri di mana ada dua jalan darah yang disebutkan itu. Tusukan ini membantu memperlambat mengalirnya darah dan mengurangi rasa nyeri.

"Luka di pinggangku ini, Yong-jie, meskipun dalam, tetapi tidak berbahaya," Kwee Ceng berkata, suaranya tetap perlahan. "Yang hebat ialah serangan Kap-mo-kang dari si Bisa bangkotan, syukurlah ia tidak menggunakan sepenuhnya tenaganya, dengan begitu aku masih dapat ditolong, cuma dengan begitu kau bakal menderita merawat aku tujuh hari tujuh malam…"

"Biarnya aku bersengsara tujuhpuluh tahun, untukmu aku senang," menyahut si nona, cepat.

Kwee Ceng terharu sekali, hatinya menggetar hampir ia pingsan pula. Ia berdiam menenangkan diri.

"Sayang suhu pun terluka," katanya kemudian.

"Sudahlah, kau jangan terlalu banyak pikir," mencegah Oey Yong sekalian menghibur. "Sekarang ini kau mesti berdaya mengobati lukamu sendiri, supaya orang lega hatinya…."

"Sekarang perlu kita mendapatkan dulu tempat yang tenang," berkata Kwee Ceng. "Disana aku nanti mengobati diriku dengan bantuanmu. Menurut ajaran kitab, kita mesti mengadu tenaga bergantian dengan sama-sama mengendalikan napas. Dengan jalan begitu kau membantu aku dengan tenaga dalammu. Seperti aku bilang tadi, sulitnya ialah waktu yang mesti digunakan tujuh hari tujuh malam, selama itu tak boleh kedua tangan kita berpisahan. Pikiran kita berdua bersatu padu, kita dapat berbicara tetapi tidak boleh ada orang ketiga yang menyelak nyampur bicara. Pula tidak dapat kita bangun atau berjalan sekalipun setengah tindak. Jikalau ada orang yang mengganggu kita, maka…."

Oey Yong mengerti cara pengobatan itu, yang sama dengan orang semadhi, ialah sebelum berhasil tidak boleh ada gangguan, yang akan menggagalkan dan bisa mendatangkan bahaya juga. Ini sebabnya, siapa tengah bersemadhi, ia membutuhkan kawan yang menjaga di sampingnya, guna mencegah gangguan yang tidak diinginkan itu. Ia jadi berpikir: "Aku perlu membantu dia, di sini tidak ada orang lain, siapa yang dapat melindungi? Sa Kouw tidak dapat diandalkan, dia terlalu tolol, malah mungkin dialah yang nanti merecoki. Juga di mana bisa dapatkan tempat sunyi dalam waktu sesingkat ini? Umpama kata Ciu Toako datang kemari masih belum tentu ia sanggup menjaga kita selama tujuh hari tujuh malam…Bagaimana baiknya sekarang?"

Kembali ia berpikir keras, matanya memandang tajam ke sekelilingnya. Mendadak ia melihat tempat menyimpan mangkok dan lainnya.

"Ada!" pikirnya sejenak. "Kenapa aku tidak mau sembunyi di dalam kamar rahasia itu? Dulu Bwee Tiauw Hong tidak mempunyai pembela, dia sembunyi di dalam gua…"

Ketika itu sang pagi mulai terang dan Sa Kouw pergi ke dapur untuk masak bubur.

"Engko Ceng, kau boleh beristirahat," berkata Oey Yong. "Aku hendak pergi sebentar membeli makanan, sekembalinya aku, kita mulai berlatih sambil menyembunyikan diri."

Kwee Ceng menurut, ia membiarkan kekasihnya pergi. Oey Yong pergi ke kampung. Sembari jalan ia pikirkan apa yang ia mesti beli. Tidak sembarang barang dapat disimpan selama tujuh hari tujuh malam, atau barang itu bakal rusak dan bau dan tidak dapat dimakan lagi. Ia tidak usah berpikir lama atau menjadi bingung karenanya. Ia lantas membeli dua pikul semangka, yang ia minta tukang jualnya pikul ke rumah Sa Kouw.

Setelah menerima uang, si tukang semangka berkata: "Nona, ini adalah semangka Gu-kee-cun, manis dan lezat rasanya, bila kau sudah mencobanya, baru kau tahu!"

Terperanjat Oey Yong mendengar nama desa ini, ialah Gu-kee-cun. "Kalau begitu, inilah kampung halamannya engko Ceng," pikirnya. Ia menjadi berkhawatir pemuda itu terganggu pikirannya apabila dia tahu ini kampungnya, maka ia lantas menyahut sembarangan saja asal si tukang semangka lekas pergi. kemudian lekas-lekas ia masuk ke dalam. Ia mendapatkan Kwee Ceng lagi tidur dan darah dari lukanya sudah berhenti mengalir.

Sedangnya pemuda itu tidur, ia lantas bekerja. Ia membuka pintu dapur, terus ia putar pesawat rahasianya, akan masuk ke dalam kamar rahasia. Ke dalam situ ia angkut masuk semua semangkanya. Kepada Sa Kouw ia memesan wanta-wanti agar si tolol jangan beritahukan siapapun juga yang mereka berdua berada di dalam kamar rahasia, dan meski ada peristiwa bagaimanapun hebatnya, si nona dilarang menerbitkan suara berisik.

Sa Kouw tidak mengerti maksud orang akan tetapi ia menginsyafi, karena ia menampak bicara dan gerak-¬gerik tamunya ini sangat sungguh-sungguh.

"Baik," katanya mengangguk. "Kamu hendak makan semangka sambil menyembunyikan diri di kamar ini, kamu hendak memakan habis dulu semua semangka, baru kamu akan keluar lagi. Baiklah, sekarang tidak akan bicara!"

"Memang, Sa Kouw tidak akan bicara!" kata Oey Yong, sengaja mengangkat. "Sa Kouw memang anak baik, kalau Sa Kouw bicara, dia anak buruk…!"

"Sa Kouw tidak akan bicara, Sa Kouw anak baik!" si tolol mengulangi.

Tidak lama Kwee Ceng sadar, ia diberikan bubur satu mangkok besar. Oey Yong pun memakannya semangkok. Habis dahar, nona ini mendukung pemuda itu masuk ke dalam kamar rahasia. Ketika ia menoleh keluar pintu, ia lihat Sa Kouw mengawasi mereka sambil tertawa si tolol berkata:

"Sa Kouw tidak akan bicara!"

Mendapatkan orang demikian tolol, Oey Yong menjadi berkhawatir. "Dia begini tolol, ada kemungkinan dia nanti sembarangan bicara sama siapa saja. Bagaimana kalau dia membilangnya, 'Mereka sembunyi di dalam sini memakan semangka, Sa Kouw tidak akan bicara'? Kelihatannya cuma dengan dibunuhnya baru lenyap ancaman untuk kita…"

Biarnya ia jujur dan polos Oey Yong tidak menghiraukan tentang wales asih atau kepantasan, sesat atau sadar, maka itu ia pun tidak pernah mau pikir, ada hubungan apa di antara Sa Kouw dan Kiok Leng Hong. Sekarang ia pikirkan keselamatannya Kwee Ceng, yang mesti ditolong dan dilindungi. Untuk Kwee Ceng, ia bersedia umpama kata mesti membunuh Sa Kouw. Maka ia lantas ambil pisau belatinya si anak muda. Disaat ia hendak pergi keluar, matanya bentrok sama sinar mata si pemuda itu, sinar kaget luar biasa. Ia memikir, "Mungkinkah dia dapat melihat sinar pembunuhan pada wajahku?" Lantas ia ingat: "Tidak apa aku membunuh Sa Kouw, hanya bagaimana nantinya, engko Ceng sembuh? Bagaimana aku harus membilangnya apabila ia menanyakan? Mesti dia bakal membikin banyak berisik………" Nona ini menjadi ragu-ragu.

"Engko Ceng baik dan halus budi pekertinya," ia berpikir lebih jauh. "Ada kemungkinan dia bakal tak menyebut-nyebut Sa Kouw, tetapi siapa tahu apabila ia terus-menerus membenciku? Ah, sudahlah, biarlah kita mencoba menempuh bahaya…….!"

Oey Yong lantas mengunci pintu. Kemudian ia meneliti seluruh ruang itu. Di ujung barat ada sebuah lobang angin dari mana masuk sinar terang, maka di siang hari, sinar terang itu dapat menerangi ruangan. Di tembok ada sebuah lobang angin kecil, yang ketutupan debu, lalu debu itu disingkirkan.

Kwee Ceng duduk menyender di tembok. Ia bersenyum. "Tidak ada tempat yang baik untuk beristirahat daripada ini," katanya. "Kau bakal menemani dua mayat, apakah kau tidak takut?"

Oey Yong tertawa meskipun sebenarnya ia risi juga. "Yang satu kakak seperguruanku, tidak mungkina ia menggangguku," sahutnya. "Yang satu lagi perwira kantung nasi, saat hidupnya aku tidak takut, apapula mati!"

Sembari berkata, ia mendupak jerangkong itu ke pojok Utara, kemudian ia menghampar rumput kering. Kemudian ia geser semua semangka, untuk didekati kepada mereka berdua, supaya gampang diambil dengan mengulur tangan saja.

"Bagus tidak begini?" akhirnya ia tanya Kwee Ceng.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar