Minggu, 27 Desember 2020

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 090

Wanyen Lieh baru mau minta keterangan, Auwyang Hong telah berkata: "Dengar!"

Orang lantas pada memasang kuping. Mereka tidak mendengar suara apapun kecuali desiran angin laut dan damparannya gelombang. Maka mereka menjadi tegang, semua mata lantas diarahkan kepada orang she Auwyang itu.

Auwyang Hong masih terus memasang kupingnya, sesaat kemudian ia berkata: "Kamu sudah mendengar atau belum? Itulah suara seruling!"

Sekarang benar-benar orang mendengar suara seruling itu, walaupun masih samar-samar, sebab suara itu terganggu angin dan ombak laut. Coba mereka tidak diberikan keterangan oleh Auwyang Hong, mereka belum mendengarnya.

Auwyang Hong berbangkit, ia pergi ke kepala perahu. Di sana ia lantas berdongko, dari mulutnya terdengar suara kowak-kowek yang dalam. Maka ia benar-benar sangat mirip dengan seekor kodok besar.

Menyaksikan itu, semua orang heran berbareng merasa lucu, walaupun demikian tidak seorangpun yang berani tertawa. Orang terus mendengarinya. Tidak lama, mereka lantas mendengar nyata suara seruling dan suara seperti kodok itu, bahkan mereka dapat mengetahui juga, seruling dan suara kodok itu saling sahutan, merupakan sebuah lagu. Mereka masih mendengarkan terus, sekarang mereka merasakan hati mereka menjadi tidak tentram, seperti terombang-ambing dalam kebimbangan.

Leng Tie Siangjin mencoba menentramkan dirinya. Ia kata dalam hatinya: "Benar-benar inilah ilmu sesat! Entah ia hendak memainkan lelakon apa! Aku mesti berhati-hati!"

Anak-anak buah perahu bersama Wanyen Lieh adalah orang yang paling dulu tidak sanggup mempertahankan diri dari tenaga menarik seruling dan suara seperti kodok itu. Mereka sudah lantas berjingkrakan.

Menampak demikian, tiba-tiba saja Auwyang Hong menghentikan suaranya yang aneh, sebagai gantinya, ia berseru keras sekali. Serentak dengan itu, berhenti juga suara seruling tadi. Ia lantas saja memandang jauh ke laut.

Sekarang semua orang berani memghampiri, mereka turut mengawasi ke arah yang dipandang itu, hanya hati mereka kebat-kebit, khawatir nanti menyaksikan pula sesuatu yang mukjizat. Mereka berdiri di belakang See Tok beberapa kaki, untuk bersiap sedia kalau-kalau ada bahaya….

Belum terlalu lama, di kejauhan terlihat tiga lembar layar hijau. Itulah layar dari sebuah perahu enteng, yang lajunya sangat pesat, yang lagi mendatangi ke arah perahu besar mereka. Semua orang menjadi heran.

"Mungkinkah suara seruling itu datangnya dari dalam perahu ini?" mereka menduga-duga, "Terpisahnya kita begini jauh, bisakah suara itu terdengar sampai di sini?"

Auwyang Hong sendiri sudah lantas menitahkan anak buah perahu memutar haluan kendaraan air itu, untuk menampaki perahu enteng itu. Maka lekas juga kedua perahu mulai datang dekat satu dengan lain.

Di kepala perahu enteng itu berdiri seoarng yang memakai jubah panjang warna hijau, di tangannya benar-benar dia mencekal sebatang seruling kuningan. Ia pun sudah lantas mengasih dengar suaranya yang tinggi muluk:

"Saudara Hong, adakah kau melihat anak perempuanku?"

"Putrimu itu sangat temberang, mana berani aku main gila terhadapnya!" See Tok menjawab.

Kedua perahu terpisah hanya beberapa tembok lagi, tak terlihat bergeraknya orang dengan jubah hijau itu, hanya terlihat berkelebatan satu bayangan, tahu-tahu dia sudah berada di perahu besar.

Menyaksikan orang demikian lihay, kumat sifatnya Wanyen Lieh akan mengambil hati orang. Ia lantas menyambut. Katanya:

"Sianseng, bolehkah aku mendapat ketahui she mu? Sungguh beruntung aku dapat bertemu dengan sianseng!" Hebat pangeran ini, sebagai seorang bangsawan ia telah berlaku demikian merendah terhadap seseorang yang tidak dikenal.

Akan tetapi orang itu, ketika melihat dandanan yang mentereng orang Kim ini, dia cuma melirik, lantas dia tidak memperdulikannya lagi.

Auwyang Hong melihat ongyanya tidak mendapat muka, ia lantas berkata: "Saudara Yok, mari aku perkenalkan! Tuan ini adalah Chao Wang, putra keenam raja dari negara Kim!" Lalu ia berpaling kepada Wanyen Lieh, akan meneruskan: "Ini Tocu Oey Yok Su dari Pulau Tho Hoa To, yang ilmu silatnya nomor satu di kolong langit ini, yang tak ada tandingannya."

Mendengar itu, Pheng Lian Houw semua mencelat mundur. Memang mereka telah mengetahui ayahnya Oey Yong adalah orang yang luar biasa, dari itu mereka menjadi jeri dengan sendirinya. Semua berdiam terus.

Semenjak putrinya minggat, Oey Yok Su telah menduga tentulah Kwee Ceng yang disusul. Mulanya ia gusar sekali, ia tidak memperdulikannya, akan tetapi lewat beberapa hari, hatinya menjadi berkhawatir juga. Ia khawatir putrinya itu nanti bertemu Kwee Ceng di perahu hiasnya. Kalau benar, Oey Yong pasti terancam bahaya besar. Maka akhirnya ia melayarkan perahu, menuju ke tengah laut untuk mencari. Ternyata sulit juga mencari perahu hiasnya itu. Sudah beberapa hari ia berada di tengah laut, belum juga ia menemukannya. Maka hari itu ia meniup serulingnya dengan harapan putrinya bisa mendengar. Di luar dugaan, Auwyang Hong yang menyambutnya dan keduanya jadi bertemu pula.

Oey Yok Su tidak mengenal Pheng Lian Houw sekalian, mendengar orang di depannya itu satu pangeran bangsa Kim, ia semakin tidak menggubrisnya. Melirik lebih jauh pun ia tidak sudi lagi. Hanya, dengan mengangkat tangan terhadap See Tok, untuk memberi hormatnya, ia berkata:

"Aku hendak lekas-lekas menyusul anakku, maaf tidak dapat menemani lebih lama lagi!" Lalu ia memutar tubuhnya untuk bertindak pergi.

Leng Tie Siangjin baru saja dipermainkan Auwyang Hong dan Ciu Pek Thong, ia merasakan perutnya panas sekali, dadanya mau meledak, sekarang ia menghadapi pula seorang yang sangat jumawa, bahkan Auwyang Hong memperkenalkan si pangeran secara demkian merendah kepada orang itu, ia jadi berpikir: "Mustahilkah di kolong langit ini ada demikian banyak orang kosen? Mungkinkah orang-orang ini cuma mengerti ilmu gaib atau ilmu sesat, cuma untuk menggertak orang saja?! Baiklah aku coba-coba padanya, untuk mengakalinya…." Maka lantaslah ia berkata kepada Oey Yok Su:




"Apakah yang kau cari itu satu bocah perempuan umur lima - atau enambelas tahun?"

Oey Yok Su menghentikan tindakannya, wajahnya nampak gembira. "Benar!" sahutnya. "Adakah taysu dapat melihat dia?"

Leng Tie Siangjin menjawab, tetapi dengan suara dingin; "Melihat aku ada melihat, cuma aku melihat yang sudah mati, bukannya yang masih hidup."

Mendengar itu, Oey Yok Su terkejut. "Apakah taysu bilang?" tanyanya lekas, suaranya pun menggetar.

"Pada tiga hari yang lalu, aku pernah melihat mayatnya satu bocah perempuan ngambang di laut," berkata pula si paderi dari Tibet itu. "Dia mengenakan baju putih dan rambutnya memakai gelang emas, romannya cukup cantik." Paderi ini melukiskan pakaian dan romannya Oey Yong.

Hebat Oey Yok Su merasakan gempuran pada hatinya, tubuhnya sampai terhuyung, mukanya menjadi pucat pias. "Benarkah itu, taysu?" tanyanya pula selang sesaat.

Semua orang mendengar pembicaraan kedua orang itu, mereka tahu Leng Tie Siangjin tengah mendustai orang, maka dengan sendirinya hati mereka kebat-kebit. Mereka melihat tegas kedukaan Oey Yok Su tetapi terus mereka membungkam. Masih Leng Tie Siangjin menambahkan keterangannya pula. Katanya,

"Di samping mayat bocah perempuan itu ada mengambang tiga mayat lainnya, yang satu mayat anak muda, yang lain lagi satu pengemis tua, yang lainnya lagi satu tua bangka yang rambut dan kumisnya sudah ubanan." Ia menyebutnya Kwee Ceng, Ang Cit Kong dan Ciu Pek Thong.

Sampai di situ, Oey Yok Su tak bersangsi lagi. Maka ia lirik Auwyang Hong. "Kau kenal anakku, mengapa kau tidak hendak memberitahukannya siang-siang?" pikirnya.

Auwyang Hong dapat melihat sinar mata Oey Yok Su, ia pun mengetahui baik kedukaan orang, maka itu ia berkhawatir untuk banyak orang itu. Kalau Tong Shia turun tangan, ia boleh tak usah mengkhawatirkan dirinya sendiri, tetapi yang lainnya, mana mereka sanggup malawan? Maka hebat permainannya Leng Tie Siangjin ini. Tetapi sebagai seorang licin, ia lantas mendapatkan daya untuk meredakan suasana. Maka lekas-lekas ia berkata:

"Saudara Yok, aku baru saja naik perahu ini, sedang dengan semua tuan-tuan ini, pertemuan kita yang pertama kali. Mayat yang dilihat taysu itu belum tentu mayat putrimu…" Ia menghela napas, ia menambahkan: "Putrimu itu cantik sekali, kalau benar dia berumur pendek, sungguh sayang…"

Auwyang Hong hendak membersihkan diri dari kedua belah pihak, tetapi di kupingnya Oey Yok Su, perkataan itu terdengarnya lain. Tapi Tong Shia ini bertabiat paling gemar menggumbar hawa amarahnya terhadap orang lain, kalau tidak, ketika dulu hari Hek Hong Siang Sat mencuri kitabnya, tidak nanti dia gusari Liok Seng Hong dan lainnya yang tidak berdosa, yang dia bikin bercacad kemudian diusirnya.

Demikian kali ini, ia merasakan tubuhnya menjadi panas dingin mendengar hal kematian putrinya yang ia sangat sayangi itu. Ia berduka hebat sama seperti ketika kematian istrinya yang ia sangat cintai. Kedua tangannya bergemetaran keras, mukanya pucat dan merah bergantian.

Semua orang, dengan mulut membungkam, mengawasi saja. Maka itu, sesaat, perahu besar itu menjadi sangat sunyi senyap. Cuma suara angin dan gelombang saja yang terdengar.

Tiba-tiba Oey Yok Su mengasih dengar suara tertawanya yang panjang, bagaikan menggeramnya naga seperti tak putusnya. Suara itu mengejutkan semua orang. Oey Yok Su tertawa hingga berlenggak, tertawanya makin lama makin nyaring. Pada nada suara itu bagaikan ada sifatnya yang dingin, hingga orang menjadi semakin heran. Lalu dilain saat, tertawa itu berubah menjadi tangisan, tangisannya menggerung¬-gerung, sedihnya bukan kepalang.

Di antara banyak orang itu, cuma Auwyang Hong yang kenal lagak-lagunya Tong Shia, yang suka bernyanyi dan menangis tak ketentuan, dari itu ia menjadi tidak terlalu heran. Hanya, ketika ia mendengar tangisan jadi demikian sedih, ia berpikir juga: "Secara begini, Oey Lao Shia menangis, dia pasti akan terluka tubuhnya. Di jaman dulu Gwan Sek kematian ibunya, ia menangis hingga memuntahkan darah segantang lebih. Kemungkinan ini bisa terjadi dengan si Sesat dari Timur ini. Sayang tiat-cengku tenggelam bersama perahu yang karam, kalau tidak, bolehlah aku menabuhnya untuk meramaikan tangisannya ini." Lebih jauh Auwyang Hong berpikir; "Oey Lao Shia bertabiat luar biasa, sekali dia gusar, dia sukar diurusnya. Kalau dia sampai menghadapi sesuatu maka lain kali, dalam pertemua kedua di Hoa San, aku jadi kekurangan seorang lawan yang tangguh. Ah sayang, sayang…"

Habis menangis, Oey Yok Su mengangkat serulingnya, dengan itu ia mengetok pinggiran perahu, setelah mana ia bernyanyi:

"Dengan firmannya Tuhan, mengapakah dibikinya dia umur demikian pendek? Atau orang ubanan sampai akhir usianya, atau orang bercelaka karena melahirkan anak? Kenapa belum lagi keduakaan lama lenyap sekarang datang bersusun yang baru? Kenapa baru pagi lantas datang sang sore, atau fajar berembun lantas melenyap pula? Yang lenyap itu tak terkejar, sekarang mendadak orang hilang akal budinya? Langit demikian tinggi tak ujung pangkalnya, kepada siapa aku mesti mengadukan penasaranku ini…?"

Hanya terdengar suara "Tok!" maka serulingnya Tong Shia patah dua. Lalu tanpa berpaling lagi, Oey Yok Su bertindak ke kepala perahu. Leng Tie Siangjin bertindak maju, dengan kedua tangannya ia menghalang.

"Kau menangis dan tertawa," katanya dengan dingin, "Kenapa kau mengacau secara edan begini?!"

Wanyen Lieh terperanjat. "Siangjin jangan…." katanya atau ia tidak dapat meneruskannya.

Belum sempat pangeran ini mengucap habis cegahannya itu, tangan Oey Yok Su sudah berkelebat ke belakang leher si paderi dari Tibet itu, hanya dengan satu kali gerakan tangan, tubuh orang besar itu terangakat lalu terputar hingga Leng Tie Siangjin menjadi berkepala di bawah, berkaki di atas dan tempo tubuhnya dilemparkan, tidak ampun lagi kepalanya yang besar melesak masuk ke lantai perahu sampai di pundak! Habis itu Oey Yok Su bernyanyi:

"Langit kekal, bumi abadi, berapakah lamanya manusia hidup? Yang sudah, yang mendatang, semuanya tak terasa, semua itu ada batas temponya…" Lalu tubuhnya berkelebat, maka tibalah ia kembali di perahunya sendiri, perahu itu lantas berlayar pergi……..

Semua orang tercengang, hanya bentaran, lantas mereka bergerak hendak menolong Leng Tie Siangjin yang entah hidup entah mati, akan tetapi belum lagi mereka keburu bertindak, mendadak, mereka mendengar suara berisik dari bergeraknya lantai perahu, lalu muncullah satu anak muda yang bibirnya merah dan giginya putih, yang romannya tampan. Dan dialah Yo Kang, putranya Wanyen Lieh.

Semenjak dia bentrok sama Bok Liam Cu, Yo Kang cuma ingat saja kata-katanya Wanyen Lieh, bahwa kebahagian tak ada batasnya. Di Hoay Utara ia lantas berhubungan sama pembesar¬-pembesar Kim, maka kemudina ia dapat mencari ayahnya itu, hingga bersama-sama mereka berangkat ke Selatan.

Ia melihat Kwee Ceng dan Oey Yong, ia lantas menyembunyikan diri, tak berani ia keluar. Dari dalam perahu ia hanya mengintai saja, maka segala kejadian di atas perahu, semuanya ia dapat melihat dengan tegas dan nyata. Sampai telah berlalunya Oey Yok Su, baru ia merasa dirinya aman, dari itu ia lantas munculkan diri.

Hebat Leng Tie Siangjin merasakan hajaran itu, tetapi dasar ia tangguh, dia tidak terluka, cuma kepalanya pusing. Begitu ia lekas dapat menetapkan hati, dengan kedua tangannya ia menekan lantai perahu, maka dilain saat tubuhnya sudah mencelat bangun, di lantai itu tertampaklah suatu liang besar dan bundar.

Orang heran dan kagum, akhirnya mereka merasa lucu, tetapi tak seorangpun yang berani mengasih dengar suara tertawa. Karena menahan hati, mereka menjadi pada menyeringai.

"Anak, mari menemui Auwyang Sianseng!" Wanyen Lieh kata kepada putranya. Dengan begitu ia pun memecahkan ketegangan.

Yo Kang sendiri sudah lantas menjura kepada Auwyang Hong, ia berlutut dan mengangguk empat kali. Itulah satu kehormatan besar, sedang ia adalah seorang pangeran, maka orang semua menjadi heran.

Selama di dalam istana, Yo Kang sudah sangat mengagumi Leng Tie Siangjin, tetapi sekarang ia telah menyaksikan lihaynya Auwyang Hong, Ciu Pek Thong dan Oey Yok Su, kekagumannya pindah kepada ketiga orang itu. Bukankah Leng Tie Siangjin telah dapat dicekuk dan dilempar pergi datang bagaikan bocah cilik? Bukankah itu menandakan suatu kepandaian yang luar biasa? Bukankah ini serupa dengan artinya kata-kata: "Di luar langit ada langit lainnya, di atas orang ada orang lainnya?"

Dia sudah lantas ingat peristiwa di Kwie-in¬chung di Thay Ouw waktu ia kena dibekuk, selama ketakutannya di rumah abu keluarga Lauw ketika ia menghadapi Kwee Ceng dan Oey Yong. Semua itu disebabkan ilmu silatnya yang tidak berarti. Sekarang di depannya ada seorang yang berilmu tinggi, jikalau ia tidak mengangkatnya menjadi guru, pasti sudah ia membikin hilang satu kesempatan paling baik. Maka itu, dengan kecerdikannya ia telah menjalankan kehormatan besar. Kemudian ia menoleh kepada Wanyen Lieh sambil berkata:

"Ayah, anak ingin mengangkat sianseng ini menjadi guruku."

Wanyen Lieh senang dengan kelakukan anaknya itu, maka ia pun menjura kepada See Tok seraya berkata:

"Putraku ini gemar ilmu silat, hanya ia belum bertemu guru yang pandai, jikalau Sianseng tidak mensia-¬siakannya dan sudi memberikan dia pelajaran, Siauw¬ong ayah dan anak sangat berterima kasih untuk budimu yang sangat besar."

Di mata orang lain, hebat menjadi guru dari seorang pangeran, untuk memintanya pun sulit, tetapi Auwyang Hong berpikir lain. Ia membalas hormat seraya berkata:

"Di dalam partaiku ada suatu aturan yang dihormati, yaitu ilmu silat kami hanya diwariskan kepada satu turunan, tidak kepada lain orang. Sekarang ini kebisaanku telah diturunkan kepada keponakanku, karenanya aku tidak dapat menerima lain murid lagi. Mengenai ini aku mohon ongya sudi memaafkan."

Mendengar ini Wanyen Lieh menyesal, tetapi ia tidak memaksa, maka ia lantas memerintahkan orangnya segera menyediakan santapan guna menjamu ini orang berilmu. Yo Kang pun berputus asa.

Kemudian Auwyang Hong berkata sambil tertawa: "Pangeran muda hendak mengambil aku sebagai guru, ini tidak berani aku menerimanya, tetapi untuk memberikan dia beberapa petunjuk, itu tidak sukar. Hal ini baiklah diurus perlahan-lahan belakangan."

Biarpun ia putus asa, mendengar janji Auwyang Hong itu, lega juga hati Yo Kang. Ia ketahui baik kegagahan Auwyang Kongcu, bahkan banyak gundiknya, kalau ia mendapat petunjuk dari See Tok, mesti ia mendapat kemajuan pesat, mungkin ia tidak selihay Auwyang Kongcu, toh sedikitnya ia bisa menjagoi juga.

Sembari berjamu, pembicaraan berpokok kepada kemujawaan Oey Yok Su. Orang anggap pantaslah ia dipermainkan Leng Tie Siangjin.

"Suheng, dia menangis dan tertawa, dia pun bernyanyi, kenapa?" Hauw Thong Hay menanya kakak seperguruannya.

See Thong Thian tidak tahu bagaimana harus menjawab, maka ia menyahut secara sembarangan saja:

"Siapa kesudian memperdulikan segala perbuatannya yang edan itu?"

"Yang ia nyanyikan itu syair karangan Co Cu Kian di jaman Sam Kok," Yo Kang memberitahu. "Co Cu Kian itu kematian anak perempuannya, dia membuat dua ruas syairnya itu. Dengan itu dia mengatakan, ada orang hidup sampai tua sekali, ada yang berumur sangat pendek, mati muda-muda, maka ia bertanya mengapa Thian demikian tidak adil. Maka ia menyesal, langit tinggi tidak ada tangganya, hingga tak dapat ia naik untuk mengajukan pengaduannya. Akhirnya ia membilang bahwa dia sangat berduka, bahwa tak lama lagi waktunya dia menyusul putrinya itu."

"Siauw ongya benar-benar terpelajar!" orang banyak memuji si pangeran. "Kita orang-orang kasar, mana ketahui itu?"

Wanyen Lieh girang mendengar kepintaran putranya itu. "Suara serulingnya membuat hatiku tidak tentram, apakah sebabnya itu?" ia tanya.

"Itu disebabkan semacam tenaga dalam yang mahir sekali," menyahut Nio Cu Ong. "Auwyang Sianseng telah perdengarkan suaranya di kepala perahu, itu jawaban timpalan untuknya, yang satu memanggil, yang lain bertahan. Benarkah begitu, Auwyang Sianseng?"

Auwyang Hong tersenyum, dan mengangguk.. Sekali lagi orang memberi pujian, sekarang kepada See Tok.

Yo Kang sendiri sementara itu telah berpikir: "Jikalau dihitung-hitung, Oey Yok Su adalah kakek guruku, hanya disebabkan Bwee Suhu telah bersalah terhadapnya, dan ada urusan anaknya yang mencurigaiku, jikalau lain hari aku bertemu pula dengannya, itu adalah berbahaya untukku. Selama di Kwie¬in-chung, aku menduga dia tidak ada lawannya, siapa nyana sekarang ada Auwyang Sianseng ini yang seimbang dengannya. Ah, sayang Auwyang Sianseng tidak dapat menerima murid…….."

Selagi pangeran ini bepikir dan yang lainnya berpesta, Oey Yok Su berlayar sendiri dengan tidak karuan rasa. Ia berduka dan mendongkol. Ia penasaran sekali, ada kalanya ia mengutuk langit dan bumi, dilain saat ia mencaci segala hantu atau iblis. Ia mengatakan Thian tidak adil. Kemudian ia perintahkan anak buahnya mengarahkan perahunya ke pinggiran di mana ia mendarat. Lebih dulu daripada itu, dalam kalapnya, ia telah bunuh anak-anak buahnya itu. Sambil berdongak, ia berteriak-teriak:

"Siapakah yang membinasakan anakku Yong-jie? Siapakah membinasakan anakku Yong-jie? Ah, itu bocah she Kwe, tidak salah, mestilah dia! Jikalau tidak karena dia, cara bagaimana Yong-jie pergi ke perahunya itu? Hanya sayang bocah itu menemani Yong-jie terbinasa. Sekarang kepada siapa aku mesti melampiaskan hatiku?!" Berpikir sampai di situ Tong Shia mendadak ingat keenam gurunya Kwee Ceng.

"Kanglam Liok Koay adalah biang dari kebinasaan anakku Yong-jie," ia memikir. "Jikalau mereka tidak mengajari silat kepada bocah she Kwee itu, mana dia dapat berkenalan dengan Yong-jie? Jikalau aku tidak kutungkan tangan dan kaki dari setiap mereka itu, tidak dapat penasaranku ini dilampiaskan!"

Ia lantas pergi ke kota untuk bersantap sembari pikirkan jalannya mencari Kanglam Liok Koay.

"Ilmu mereka tidak tinggi tetapi nama mereka besar," katanya di dalam hatinya. "Mungkin mereka ada punya apa-apa yang melebihkan kebanyakan orang…. Mungkin mereka banyak akal muslihatnya! Jikalau aku datangi mereka secara berterang pasti tidak dapat aku mencarinya, maka baiklah aku tunggu sampai malam gelap petang, aku menyerbu ke rumahnya, aku bunuh mereka berikut semua anggota keluarganya,
**** 090 ****







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar