Jumat, 25 Desember 2020

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 089

"Oh, begitu!" berseru Pek Thong, yang lantas saja menjadi gusar. Ia terus mengulur tangannya ke mulut ikan, terus ia menarik. Entah apa itu yang ditariknya. Sang ikan segera berontak, berlompat tinggi bersama-sama penunggangnya, tiba di atas perahu di mana ia melewati banyak kepala orang.

"Kurang ajar, siapa yang bernyali begitu besar?!" membentak si orang tua ini. "Siapakah yang berani menghina adik angkatku?!"

Di atas perahu itu, semua adalah orang-orang yang luas pandangnya dan pintar, akan tetapi munculnya Ciu Pek Thong dengan caranya yang luar biasa membuat mereka tak habis pikir, maka semuanya berdiri tercengang, mata mereka mendelong, mulut mereka di pentang lebar-lebar.

Heran Ciu pek Thong ketika melihat Oey Yong ada di situ. "Ah, adik kecil, mengapa kau pun ada di sini?" ia menanya.

"Memang aku di sini!" menjawab si nona yang lantas tertawa. "Mari lekas kau ajari aku menunggang ikan ini!"

"Sabar, adik kecil!" menyahut si tua berandalan ini. Ia lantas memandang ke sekitarnya, menyapu kepada semua orang di atas perahu itu, kemudian ia mengawasi See Tok seraya berkata: "Aku tahu lain orang tidak berani berbuat kurang ajar, kiranya benar-benar kau tua bangkat bangkotan!"

Auwyang Hong bersikap tawar ketika ia menyahuti!: "Seorang yang tidak mentaati kata-katanya, walaupun ia mencuri hidup di dalam dunia ini, ia hanya bakal ditertawakan orang-orang gagah!"

"Itu benar!" berkata Pek Thong. "Aku memang hendak mencari kau untuk membuat perhitungan! Sekarang kau berada di sini, tidak ada kesempatan yang lebih baik daripada ini! Eh, pengemis bangkotan, kaulah saksinya, kau bangunlah untuk memberikan jawaban peradilanmu!" Ang Cit Kong tetap rebah di lantai, tetapi ia tertawa. Ia tidak menjawab.

Oey Yong yang mewakilkan gurunya itu. "Si tua bangkotan berbisa ini sangat jahat!" berkata nona ini. "Dia mendapat bahaya, sang maut tengah menghampiri dirinya, lantas guruku menolong, tetapi dia jahat seperti manusia berhati serigala, berjantung anjing, bukannya balas budi, ia justru membalas jahat, ia melukai guruku, dia menotok juga jalan darahnya!"

Pek Thong segera menghampiri, menotok jalan darah sahabatnya itu kiok-tie-hiat dan yongcoan¬hiat.

"Percuma Loo Boan Tong, tidak ada faedahnya," Cit Kong berkata.

Memang hebat totokannya Auwyang Hong, kecuali dia sendiri atau Oey Yok Su, tidak ada lain orang yang dapat menotok membebaskannya. Puas Auwyang Hong menyaksikan kegagalan Pek Thong itu.

"Eh, Loo Boan Tong, kalau kau mempunyai kepandaian, totoklah ia hingga bebas!" ia mengejek.

Belum lagi si orang kocak menjawab, Oey Yong sudah mendahuluinya. Si nona tidak dapat menolong gurunya tetapi ia tahu tentang totokan itu. Ia monyongkan mulutnya dan berkata:

"Apanya yang aneh dengan ilmu totokmu ini? Dengan hanya setiupan debu, ayahku dapat membebaskannya! Bukankah ini yang dinamakan Touw-kut Ta-hiat-hoat, ilmu totok menembusi tulang?!"

Mendengar itu, Auwyang Hong tercengang, tetapi ia tidak heran nona itu mengetahuinya. Ia tidak memperdulikannya, ia memandang kepada Ciu Pek Thong, lalu berkata:

"Kau telah kalah bertaruh, kenapa kau bicara seperti melepas angin busuk?!"

"Angin busuk?!" Pek Thong menanya. Dan ia menekap hidungnya. "Sungguh bau! Sungguh bau! Sekarang hendak aku menanya kau, kita bertaruh apa?"

"Di sini kecuali si bocah she Kwee dan itu budak cilik, semua adalah orang-orang gagah yang telah kenamaan," menyahut Auwyang Hong. "Maka itu aku minta tuan-tuan ini memberikan suaranya yang adil!"

"Baik, baik!" menyahut Pheng Lian Houw. "Auwyang Sianseng, silahkan bicara!"

"Tuan ini adalah Ciu Pek Thong dari Coan Cin Kauw," See Tok lantas berkata, "Dialah orang Kangouw menyebutnya Loo Boan Tong si Bocah Tua yang bandel. Dia berderajat bukannya rendah, sebab dialah paman guru dari Khu Cie Kee dan Ong Cie It sekalian anggota Coan Cin Cit Cu."

Sudah belasan tahun Pek Thong berdiam di pulau Tho Hoa To, lebih dulu daripada itu, namanya memang tidak terlalu terkenal, tetapi sekarang, mendengar ia adalah paman guru dari Coan Cin Cit Cu, orang menjadi kagum, orang percaya dia bukan sembarang orang, maka mereka lantas kasak-kusuk. Pheng Lian Houw pun menjadi kecil hatinya. Ia sudah berjanji akan bertempur di lauwteng Yan Ie Lauw di Kee-hin, kalau Cioan Cin Cit Cu dibantu "manusia aneh" ini, sungguhlah orang seperti harimau yang tumbuh sayap…

Auwyang Hong meneruskan kata-katanya. "Saudara Ciu ini telah dikurung ikan hiu di tengah laut, aku telah metolong dia. Aku kata, ikan hiu tak berarti, asal satu kali aku menggerakkan tangan, semua ikan itu bakal mampus semua. Saudara Ciu tidak percaya padaku, maka kita berdua lantas bertaruh. Saudara Ciu, benarkah begitu?"

Pek Thong menangguk. "Sedikitpun tidak salah!" sahutnya. "Hanya apakah pertaruhan itu, kau perlu menyebutkannya kepada orang banyak ini."

"Akur! Aku telah membilang jikalau kau kalah, apa pun yang kau katakan, akan aku kerjakan, jikalau aku menyangkal, akan aku terjun ke laut, supaya tubuhku digegares ikan. Dan kalau kau yang kalah, kau pun begitu. Bukankah benar demikian?"

Pek Thong mengangguk pula, bahkan berulang-ulang. "Sedikitpun tidak salah," sahutnya pula. "Kemudian bagaimana?"

"Bagaimana? Kemudian kaulah yang kalah!"

Kali ini Pek Thong menggeleng-geleng kepalanya berulang-ulang. "Salah, salah!" ia berkata. "Yang kalah ialah kau, bukannya aku!"

See Tok menjadi gusar. "Satu laki-laki, dapatkah ia putar balik omongannya?" dia menegur keras. "Dapatkah orang main menyangkal? Jikalau aku yang kalah, kenapa kau rela membuang dirimu ke laut untuk membunuh diri?"

Pek Thong menghela napas. "Benar, sebab memangnya nasibku yang buruk," ia berkata. "Aku telah kalah waktu itu… Hanya setelah aku masuk ke laut, Thian telah membuat aku bertemu sesuatu yang kebetulan sekali, setelah mana tahulah aku bahwa kaulah si tua bangka berbisa yang kalah, bahwa Loo Boan Tonglah yang menang!"

"Apakah hal kebetulan itu?!" tanya Auwyang Hong yang menjadi heran sekali. Juga Ang Cit Kong dan Oey Yong turut menanyakan.

Ciu Pek Thong membungkuk, tangannya dimasukkan ke mulut ikan, di mana ada sebatang tongkat pendek, ia mencekal itu dan mengangkat ikan itu.

"Hal kebetulan itu ialah aku bertemu sama binatang tungganganku ini!" ia menyahut. "Kau lihatlah! Inilah perbuatan keponakanmu yang kau sayang bagaikan mustika! Benar tidak?!"




Memang itu perbuatan Auwyang Kongcu, yang mengganjal mulut ikan, supaya ikan tak dapat makan dan menjadi mati sendirinya. Auwyang Hong menyaksikan sendiri perbuatan curang dari keponakannya itu. See Tok pun mengenal ikan ini, yang mulutnya pun luka bekas kena pancing.

"Habis bagaimana?!" ia menanya pula.

Ciu Pek Thong menepuk tangan. "Itu artinya kau kalah!" ia memberikan jawabannya. "Pertaruhan kita ialah semua ikan hiu mesti dibikin mati, akan tetapi ada satu ekor, karena ia dapat pertolongan keponakanmu itu, karena dia tak dapat memakai bangkai bangsanya yang keracunan, dia tidak terkena bisa, dia hidup sampai sekarang ini! Kau lihat bukankah Loo Boan Tong yang menang?" Dan ia pun tertawa terbahak-bahak. Auwyang Hong sebaliknya melengak. Ia terdiam.

Kwee Ceng girang sekali. "Toako, selama ini beberapa hari kau di mana saja?" Ia menanya kakak angkatnya itu. "Sungguh sengsara aku memikirkan nasibmu…"

Pek Thong tertawa riang. "Aku pelesiran dengan puas!" ia menyahut. "Tidak lama setelah aku terjun ke laut, aku bertemu makhluk yang tengah megap-megap di permukaan air, agaknya dia sedang penasaran sekali. Maka aku tanya dia 'Eh, ikan, ikan hiu, bukankah hari ini kau dan aku sama nasibnya yang harus dikasihani?' Segera aku lompat ke punggungnya. Atas itu dia segera selulup ke dalam air. Aku menunggang terus, maka aku menahan napas. Dengan kedua tanganku aku memegang erat-¬erat lehernya. Sebaliknya dengan kedua kakiku, aku mendupak dia tak hentinya. Dia menimbul pula, hanya belum lagi aku bernapas, kembali ia selam. Demikian kita berdua saudara, kita bertempur di tengah laut. Hanya sesudah berselang sekian lama barulah ia menyerah dan menjadi jinak karenanya, suka ia mendengar perkataanku. Aku menghendaki ia pergi ke timur, dia pergi ke timur, aku menginginkan ia menghadap utara, ia menghadap ke utara juga. Pendeknya ia menurut sekali…." Dan ia tepuk-tepuk kepalanya ikan itu, agaknya ia sangat puas.

Selagi orang-orang pada heran, Oey Yong sangat mengagumi ikan itu, ia segera mengiri untuk pengalaman luar biasa dari si tua berandalan. Kedua matanya bersinar ketika ia berkata:

"Bertahun-tahun aku main-main di laut, kenapa aku tidak memikirkan kepelesiran semacam ini? Sungguh aku tolol!"

"Lihat mulutnya," berkata Pek Thong. "Lihat giginya! Tanpa mulutnya ditunjang tongkat ini, beranikah kau menaikinya?"

Oey Yong tidak mengambil mumat, ia hanya menanya: "Apakah selama beberapa hari ini kau terus-terusan naik ikan ini?"

"Kenapa tidak?" Pek Thong membaliki. "Kami berdua bersaudara, dalam hal menangkap ikan, kami pandai sekali. Kapan aku melihat seekor ikan, aku suruh saudaraku ini mengejar, setelah kecandak, aku menghajar dengan kepalanku, aku bikin ikan itu mampus! Belum pernah aku gagal! Dalam sepuluh bagian ikan itu, aku makan cuma satu bagian, yang sembilan bagian dialah yang gegares habis!" Si kocak menyebutnya ikan hiu itu sebagai saudaranya…

Oey Yong mengusap-usap perut ikan itu. "Apakah kau beleseki ikan mati ke dalam perutnya?" si nona menanya pula. "Tanpa menggunakan giginya, bisakah ia menelan?"

"Dia pandai sekali," menjawab Pek Thong. "Ada satu kali…"

Gembira ini si tua dan si nona, mereka pasang omong seperti di situ tidak ada orang lain serta tidak ada bahaya mengancam. Sedang sebenarnya Auwyang Hong tengah memikirkan daya upaya untuk menghadapinya.

"Eh, makhluk berbisa bangkotan, kau menyerah kalah atau tidak?!" tiba-tiba Pek Thong menegur See Tok.

Auwyang Hong tidak gampang mau menyerah kalah tetapi ia habis daya. "Kalau aku kalah, bagaimana?!" ia balik menanya.

"Kalau begitu, aku mesti memikir sesuatu untuk kamu melakukannya!" berkata Pek Thong. "Bagus, aku ingat sekarang! Bukankah kau tadi mendamprat aku si tua seperti si angin busuk? Nah, sekarang aku menitahkan kau segera mengeluarkan angin busukmu itu!"

Tidak puas Oey Yong mendengar Pek Thong cuma mewajibkan Auwyang Hong membuang balas. Untuk orang biasa memang sukar tak karuan mengeluarkan angin busuk, perbuatan itu tak dapat dilakukan semua orang, tidak demikian dengan seorang yang ilmu dalamnya sudah mahir. Sebaliknya, sungguh gampang buat orang sebangsa See Tok. Maka ia lantas berteriak mencegah:

"Tidak bagus, itu tidak bagus! Lebih dulu dia harus membebaskan totokan guruku, kemudian baru kita bicarakan pula!"

Ciu Pek Thong tertawa. "Kau lihat!" katanya kepada See Tok, "Sekalipun nona cilik ini takut pada angin busukmu itu! Baiklah, aku bebaskan kau dari kewajibanmu ini, aku juga tidak hendak memustikan kau melakukan lainnnya, cukup asal kau mengobati luka si pengemis tua. Kepandaiannya si pengemis tua tidak ada dibawahanmu, coba tidak kau menggunakan akal busuk, tidak mungkin dapat melukai dia! Kau tunggu sampai dia sudah sembuh betul, maka kamu berdua boleh bertempur secara laki-laki sejati, waktu itu aku Loo Boan Tong suka menjadi saksinya!"

Auwyang Hong ketahui Ang Cit Kong tidak dapat disembuhkan, dia tidak takut si raja pengemis nanti menuntut balas, hanya sekarang ia merasa sulit untuk desakan Ciu Pek Thong ini. Dia pun didesak di muka banyak orang. Menerima baik, sukar dilakukannya, menyangkal, ia malu. Karena itu, tidak bisa lain, ia membungkuk, terus ia totok Ang Cit Kong guna membebaskan dia dari totokannya.

Kwee Ceng bersama Oey Yong segera maju untuk membantu gurunya bangun. Ciu Pek Thong sendiri segera menyapu dengan sinar matanya yang tajam kepada semua orang di atas perahu itu, kemudian ia berkata;

"Aku, Loo Boan Tong paling takut mencium bau amis dari daging kambing yang biasa digegares orang bangsa Kim, oleh karena itu lekas kamu turunkan perahu kecil untuk mengantarkan kami berempat ke darat!"

Auwyang Hong pernah menyaksikan Pek Thong bertempur dengan Oey Yok Su, ia mengetahui baik bahwa orang ini berilmu tinggi, kalau ia yang menempurnya, belum tentu kalah tetapi juga pasti sulit untuk memperoleh kemenangan, lantaran itu, ia terpaksa menahan sabar, ia hendak menanti sampai ia sudah paham Kiu Im Cin-keng, baru ia ingin membuat perhitungan. Maka berkatalah ia:

"Baiklah, siapa suruh nasibmu bagus hingga kau menang bertaruh!" Kemudian ia berpaling kepada Wanyen Lieh, untuk meneruskan berkata; "Ong-ya, tolong menurunkan sebuah perahu untuk mengantarkan empat orang ini mendarat."

Wanyen Lieh tidak lantas meluluskan permintaan itu, di dalam hatinya ia berpikir; "Gampang untuk mengantarkan mereka ke darat, hanya rahasia kita yang hendak pergi ke Selatan ini, tidak boleh diketahui mereka…"

Sementara itu Leng Tie Siangjin tidak puas terhadap sikapnya Auwyang Hong. Semenjak tadi ia mengawasi saja tanpa membilang suata apapun. Ia pikir: "Kalau kau sangat lihay, belum tentu kau dapat mengalahkan kita yang terdiri dari banyak orang pandai.." Maka, melihat si pangeran bersangsi, ia bertindak maju seraya berkata:

“Jikalau kejadian di atas getek, Auwyang Sianseng dapat berbuat apa yang ia pikir baik, kami tidak berani banyak mulut. Hanya di sini setelah Sianseng naik di perahu besar, sudah selayaknya kau mendengar segala kata-kata ong-ya!"

Mendengar itu, hati semua orang menjadi tergerak, semua lantas mengawasi Auwyang Hong.

Auwyang Hong memandang Leng Tie Siangjin dengan sepasang matanya yang tajam, ia melihat ke atas dan ke bawah bergantian. Kemudian ia mendongak ke langit.

"Apakah tuan paderi yang mulia ini hendak mempersulit aku si orang tua?" ia menanya, suaranya tawar.

"Aku paderi yang rendah tak berani," menyahut Leng Tie. "Aku yang tinggal di Tibet, hidup menyendiri, sedikit pendengaranku, dari itu barulah hari ini aku mendapat dengar nama sianseng yang termashur, maka itu ada apakah sangkutannya di antara kita berdua..?"

Belum lagi paderi ini menutup mulutnya, Auwyang Hong sudah maju satu tindak, selagi tangan kirinya dikibaskan, tangan kanannya sudah menyambar tubuh Leng Tie yang besar kekar itu, hanya dengan sekali mengerahkan tenaganya saja, ia telah membuat tubuh orang jungkir balik, kepala di bawah, kaki di atas!

Semua orang kaget dan heran. Tidak mereka lihat sambaran See Tok, tahu-tahu tubuh besar dari Leng Tie, dengan jubah merahnya yang bergerombongan, sudah seperti berkibar-kibar di udara. Mereka pikir entah ilmu apa yang digunakan See Tok ini.

Leng Tie Siangjin tinggi besar tetapi Auwyang Hong dapat mencekuk batang lehernya dan terus diangkat, ini adalah hebat. Leng Tie sendiri pun heran. Ketika tubuhnya diputar, kepalanya terpisah kira-kira empat kaki dari tanah. Ia tidak dapat berbuat apa-apa, cuma kedua kakinya menendang udara secara kalang kabutan dan suaranya memperdengarkan kemurkaannya.

Tatkala Leng Tie Siangjin bertempur sama Ong Cie It di istana Chao Wang, semua orang telah menyaksikan kepandaiannya yang lihay, maka aneh sekarang, dengan gampang saja ia dipermainkan Auwyang Hong, seperti kedua tangan itu telah patah, sedikit pun kedua tangannya tidak dapat dipergunakan.

Auwyang Hong sendiri masih tetap mendongak ke udara, ia berkata: "Hari ini adalah yang pertama kali kau mendengar namaku, kau lantas tidak memandang mata kepada aku si orang tua, benarkah?"

Leng Tie kaget, heran dan gusar sekali, beberapa kali ia mencoba mengerahkan tenaganya, untuk berontak, tapi selalu gagal, tak dapat meloloskan diri dari cekalan orang.

Pheng Lian Houw semua tidak berani campur tangan, tahulah mereka Auwyang hong tengah memperlihatkan pengaruhnya terhadap Leng Tie dan lainnya juga.

"Kau tidak memandang kepadaku si orang tua, itu masih tidak apa," berkata pula Auwyang Hong, lagu suaranya tetap tawar, "Sekarang dengan memandang muka ongya, tidak ingin aku berpemandangan sama cupatnya seperti kau. Bukankah kau hendak menahan Loo Boan Tong Ciu Looya-cu serta Kiu Cie Sin Kay Ang Looya-cu? Apakah yang kau andalkan maka kau berniat berbuat demikian? Loo Boan Tong, kau sambutlah!"

Tidak kelihatan gerakan tangan dari See Tok tahu-tahu tubuh besar dari Leng Tie sudah terlempar melayang ke arah kanan. Paderi ini merasakan telah terlepas dari cekalan, maka ia teruskan menjumpalitkan diri seperti ikan meletik, untuk dapat melempangkan tubuh, untuk dapat berdiri. Justru itu ia merasakan batang lehernya sakit. Ia menjadi kaget sekali, di dalam hatinya ia berseru: "Celaka!" Ia lantas menggerakkan tangan kirinya, untuk menyerang. Tapi tangan kiri itu lantas kesemutan dan kaku, hilang tenaganya, hingga ia mesti mengarih turun melonjor di luar keinginannya. Berbareng dengan itu tubuhnya sudah terangkat naik kembali seperti tadi. Sebab diluar tahunya, dia sudah dicekuk Ciu Pek Thong, yang bertindak sama seperti Auwyang Hong barusan.

Wanyen Lieh menjadi tidak enak hati menyaksikan paderi itu dibuat permainan seperti itu. Ia mengerti, jangan kata ada Auwyang Hong, melihat kepandaian Pek Thong saja, semua orang pasti bukan tandingannya, maka itu, lekas ia bertindak.

"Sudahlah, Ciu Loosianseng, tak usah kau bergurau," katanya. "Nanti siauw-ongya mengirimkan perahu untuk kamu berempat mendarat."

Sebagaimana biasanya, pangeran ini membasakan diri siauw-ongya, pangeran yang kecil.

"Baiklah!" menyahut Ciu Pek Thong. "Kau juga boleh mencoba-coba! Sambutlah!" Mencontoh Auwyang Hong. Loo Boan Tong melemparkan tubuhnya Leng Tie.

Wanyen Lieh mengerti ilmu silat, tetapi itu cuma permainan golok atau tombak dan hanya di atas kuda, tentu saja ia tidak sanggup menyambut tubuh si paderi, kalau ia paksa menyambut juga, ia bisa tertubruk roboh, terluka atau mati. Hal ini diketahui See Thong Thian, maka orang she See ini sudah lantas berlompat maju dengan gerakannya "Menggeser tindakan, menukar wujud", dengan lantas ia berada di depannya si pangeran.

Ia mengerti, kalau menyambut dengan tangan seperti biasa, mungkin si paderi mendapat luka, maka ia ingin berbuat seperti Auwyang Hong atau Ciu Pek Thong.Selagi memikir begini, ia tidak mengukur tenaga kepandaian sendiri. Bukankah ia telah menyaksikan See Tok dan Loo Boan Tong seperti tidak menggunakan tenaga sama sekali? Maka ia ulur tangan kanannya, menyambar batang lehernya Leng Tie. Ia berhasil, hanya ketika ia dapat memegang batang leher orang, ia kaget sekali. Ia merasakan hawa yang panas pada tangannya itu. Itu adalah suatu tangkisan yang dahsyat. Ia insyaf, kalau ia melawan, maka tangannya bisa patah karenanya. Maka dalam kagetnya itu, ia menarik tangan kanannya sambil tangan kiri menyerang, untuk menolak tubuh si paderi.

Leng Tie telah diputar balik Auwyang Hong dan dilemparkannya, lalu ia merasakan pengalaman serupa dari Ciu Pek Thong, ia menjadi bermata kabur dan berkepala pusing, darahnya mengalir dan menjadi panas, ditambah kemendongkolannya dan kemurkaannya. Ia masih dapat mendengar seruan Ciu Pek Thong, lantas ia menduga, orang yang bakal menyambutnya tentulah musuh adanya, maka itu selagi tubuhnya melayang, ia mengerahkan tenaga, begitu See Thong Thian memegang batang lehernya, ia membarengi menyerang dengan pukulannya Tay-ciu-in.

Dalam hal tenaga, Leng Tie Siangjin dan See Thong Thian berimbang. See Thong Thian berdiri jejak, ia sudah siap sedia, sebenarnya ia lebih unggul. Tapi juga Leng Tie telah mengerahkan tenaganya, dalam gusar dan mendongkol, tenaganya jadi bertambah besar berlipat ganda. Maka itu sebagai kesudahannya, See Thong Thian kena terpukul mundur tiga tindak dan terus jatuh berguling. Berbareng dengan itu, Leng Tie sendiri pun tidak luput. Karena dihajar tangan kiri See Thong Thian, tubuhnya roboh melintang di atas perahu. Hanya paderi itu cuma jatuh sebentar, begitu mengenai lantai, ia dapat melompat bangun lagi.

Begitu lekas ia dapat berdiri, Leng Tie dapat mengetahui orang yang menyambut dan menyerang dirinya adalah See Thong Thian. Ia tidak ketahui maksud orang, menjadi gusar, di dalam hatinya, ia kata: "Celaka betul, kau juga hendak mempermainkan aku!" Terus ia maju, berniat menghajar Thong Thian.

Pheng Lian Houw mengerti paderi itu salah terka, lekas-lekas ia maju menghalang seraya ia berkata nyaring:

"Taysu, jangan gusar, jangan salah mengerti! Sebenarnya See Toako bermaksud baik!"

Sementara itu perahu kecil telah dikasih turun. Ciu Pek Thong memegang tongkat di dalam mulut ikan, ia mengangkat dan mengibas. Atas itu, tubuh ikan yang besar itu terangkat dan terlempar, tercebur di laut. Dengan kibasannya itu, Pek Thong membuat tongkat patah. Ikan hiu itu merasakan mulutnya tidak tergalang pula, pasti ia girang bukan main dan terus selulup untuk berenang pergi….

Oey Yong tertawa. "Engko Ceng," ia berkata, "Lain kali marilah bersama Ciu Toako kita menaiki masing-masing seekor ikan untuk berlomba main cepat-cepatan!"

"Bagus!" berseru Loan Boan Tong sambil bertepuk tangan sebelumnya Kwee Ceng sempat memberi penyahutan. Sampai di situ, berempat mereka turun ke perahu kecil.

Wanyen Lieh pintar sekali. Melihat lihaynya Auwyang Hong, ia lantas ingat berapa besar faedahnya kalau orang ini suka membantu mencari surat wasiatnya Gak Hui. Maka itu ia lantas cekal tangannya Leng Tie Siangjin, untuk ditarik hingga di depan orang kosen itu.

"Kita sama-sama sahabat satu dengan lain, aku minta sianseng jangan kecil hati," ia berkata, untuk mengakurkan. "Aku harap Siangjin juga tidak memandang secara sungguh-sungguh. Aku minta, dengan memandang kepadaku, sukalah urusan dipandang sebagai guyon saja."

Auwyang Hong tertawa, ia mengulurkan tangannya. Leng Tie Siangjin masih belum puas, pikirnya. "Tak lebih tak kurang kau menggunakan ilmu silat menangkap Kim-na-hoat, kau juga menyerang secara tiba-tiba. Ilmu silatku Tay-in-ciu, yang telah aku pahamkan beberapa puluh tahun ini, mustahilkah ilmu itu tak dapat melawanmu?"

Karena ini ia angsurkan tangannya dengan tenaganya telah dikerahkan, ia memencetnya dengan keras. Justru itu, mendadak ia merasakan seperti memegang baja yang terbakar marang, panas dan sakitnya bukan buatan, dengan kelabakan ia melepaskan cekalannya untuk menarik pulang tangannya itu. Auwyang Hong mengerti maksud orang, ia tidak sudi berbuat keterlaluan, maka itu ia mengganda bersenyum saja.

Leng Tie lantas melihat tangannya, ia tidak dapatkan tanda atau bekas apa-apa, sedang barusan ia merasakan seperti terbakar. Ia menjadi heran sekali, hingga ia menduga: "Mestinya orang ini mengenal ilmu gaib…"

Auwyang Hong melihat Nio Cu Ong masih rebah di lantai tanpa bergeming, ia bertindak mendekati. Ia dapat menduga, ketika orang didesak Kwee Ceng hingga kecebur, dia disambut Ciu Pek Thong sambil ditotok, maka itu setelah melihat sebentar, ia pun menotok jalan darah orang. Hanya melihat saja, Sam Sian Lao Koay sadar akan dirinya.

Wanyen Lieh girang bukan main. Ia lantas perintahkan orangnya segera menyajikan hidangan, untuk manjamu itu paman dan keponakannya. Karena dengan sendirinya Auwyang Hong dipandang sebagai kepala rombangan orang kosen itu….

Sambil menjamu, Wanyen Lieh menuturkan kepada Auwyang Hong tentang niatnya mencuri surat wasiat Gak Hui di kota Lim-an dan ia minta supaya See Tok suka memberikan bantuannya.

Auwyang Hong memang pernah dengar hal itu dari keponakannya, diminta demikian hatinya tergerak. Ia lantas mandapat suatu pikiran lain. Pikirnya: "Aku Auwyang Hong, kamu kira aku orang macam apa? Mana dapat aku diperintah olehmu? Aku tahu Gak Hui itu tidak saja pandai mengatur tentara tetapi juga lihay ilmu silatnya, maka di dalam surat wasiat itu, kecuali ilmu perang, mungkin ada catatan tentang ilmu silat. Baiklah, aku terima permintaan ini, untuk aku melihat dulu surat wasiat itu. Mustahil aku si makhluk tua yang berbisa tidak dapat mengangkangi surat itu?" Maka itu ia lantas menyambut baik permintaan Wanyen Lieh.

Dua orang itu masing-masing mempunyai pikirannya sendiri. Wanyen Lieh membutuhkan surat wasiat Gak Hui, supaya ia dapat mengatur tentaranya, untuk mencapai maksud gerakannya. Tidak pernah ia memikir bahwa lain orang pun sama mengarahnya, bahkan lain orang itu lebih cerdik daripadanya.

Nio Cu Ong membantu menggembirakan perjamuan itu. Cuma Auwyang Kongcu yang tidak dapat memuaskan diri. Ia minum sedikit arak, ia bersantap, habis itu ia mendahului masuk ke dalam perahu untuk beristirahat, karena ia lagi menderita luka dikakinya.

Orang masih berjamu tatkala mendadak saja Auwyang Hong menunda cawan araknya serta wajahnya berubah. Melihat perubahan itu, semua orang terkejut. Mereka tidak tahu, di dalam hal apa mereka berbuat salah kepada ini orang lihay.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar