Kamis, 24 Desember 2020

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 088

"Kenapa hm?!" Oey Yong menegur. Ia mendongkol.

"Dia menertawakan kau yang menganggap ayahmu itu bisa segalanya," kata Cit Kong. "Kau tahu, benda itu ada di tubuh manusia, sekalipun ayahmu, ia tak dapat mengambilnya."

Si nona heran tak terkira. "Orang?" katanya. "Siapakah dia?"

"Jangan kata orang itu lihay ilmu silatnya," Cit Kong menjelaskan pula, "Meski dia tidak mempunyai tenaga untuk hanya menyembelih ayam, untuk kepentingan diriku tidak mungkin aku mencelakai orang lain…"

"Suhu!" berkata si nona, yang bertambah heran. "Ilmu silat yang lihay? Oh, aku mengerti sekarang! Bukankah dia Lam Tee Toan Hong Ya? Suhu bilanglah, barang apakah itu? Kenapa itu dapat merugikan orang lain?"

"Sudahlah, kau tidur saja," Cit Kong bilang, singkat. "Tak usah kau menanyakan lagi, aku larang kau menanyakan lagi. Kau mengerti tidak?"

Oey Yong menurut. Ia pergi rebahkan diri. Karena khawatir Auwyang Hong mencuri makanannya, ia ambil tempat di antara tahang air dan perbekalannya. Besoknya pagi, setelah bangun dan melihat Auwyang Hong serta keponakannya, nona Oey terkejut. Muka mereka kuning dan bengkak, tubuh mereka juga bagaikan melar. Teranglah itu akibat beberapa hari lamanya mereka merendam di air, tanpa dahar dan minum.

Perahu dilayarkan sambil dibantu pengayuh, kira-kira jam tiga atau empat sore, di kejauhan tampak garis-garis hitam samar-samar, beroman seperti daratan. Kwee Ceng girang hingga ia berseru. Sesudah berjalan lagi semakanan nasi, sekarang terlihat tegas garis-garis hitam itu, benar daratan adanya.

Ketika itu angin sirap, gelombang tenang, hanya sang surya tengah memperlihatkan pengaruhnya yang dahsyat, sinarnya menyorot panas sekali. Selagi orang mengawasi ke darat, mendadak Auwyang Hong berlompat bangun dibarengi gerakan kedua tangannya, dengan masing-masing sebelah tangannya, ia mencekuk Kwee Ceng dan Oey Yong, sedang dengan gerakan kakinya ia menotok Ang Cit Kong.

Muda mudi ini kaget sekali. Sungguh mereka tidak menyangka. Lantas mereka merasakan terpencet keras sampai tubuh mereka seperti mati separuh.

"Kau bikin apa?!" keduanya berseru.

See Tok menyeringai, ia tidak menjawab. Ang Cit Kong ditotok, hingga ia tak sanggup bergerak, tetapi mulutnya merdeka.

"Oh, tua bangka beracun!" katanya menghela napas. "Selamany, tidak pernah kau sudi menerima budi orang. Kita telah berlaku baik hati menolong, beginilah pembalasannya. Mana dia sudi hidup bersama kita di dunia ini? Ah, dasar aku, dalam malam gelap buta rata aku menolong orang, hingga sekarang aku mencelakai kedua anak ini…"

"Kau sudah tahu, itu bagus!" berkata Auwyang Hong. "Laginya Kiu Im Cin-keng telah berada di tanganku, mana aku dapat membiarkan bocah itu hidup lebih lama sebab dia bakal membahayakan diriku…!"

Mendengar orang menyebut Kiu Im Cin-keng, mendadak Ang Cit Kong berkata dengan nyaring:

"Nouwjie-cit-liok, hapkwajie, lenghiat-kiatpian, pengtojin…"

Auwyang Hong melengak. Itulah kata-kata dalam Kiu Im Cin-keng sebagaimana ditulis Kwee Ceng. Ia tidak dapat artikan maksudnya, sekarang Pak Kay dapat menghapalnya.

“Mungkinkah dia mengerti artinya?" pikirnya. "Kata-kata itu bisa jadi ada rahasianya Kiu Im Cin-keng, maka kalau sekarang aku binasakan mereka bertiga, pastilah di dalam dunia tidak ada orang lain lagi yang mengerti…. Kalau itu benar, percuma saja aku mendapatkan kitabnya."

"Apakah artinya?" lantas tanya pada Pak Kay.

"Kunhoa-catcat, soatkin-hiepattow, biejiebiejie…" lanjut Pak Kay lagi.

Auwyang Hong berpikir keras. Ia mau percaya kata-¬kata si Pengemis dari Utara itu mesti ada punya arti dalam. Selagi orang diam menjublak, mendadak Ang Cit Kong berseru:

"Ceng-jie, turun tangan!"

Hebat Kwee Ceng, begitu mendengar suara gurunya, tangan kirinya menarik, tangan kanan menyerang, dibarengi sama tendangan kaki kirinya! Sebenarnya, dengan dipegangi Auwyang Hong, Kwee Ceng dan Oey Yong sudah habis daya, siapa tahu Ang Cit Kong cerdik, ia mengoceh untuk mengganggu pikiran orang. Dan ia berhasil.

Kwee Ceng menendang dengan jurus kedua dari Ie Kin Toan-kut-pian. Ia menendang secara biasa, begitu pun tarikan tangannya untuk membebaskan diri serta serangannya yang membarengi itu.

Auwyang Hong terperanjat. Di getek yang kecil itu, ia tidak dapat bergerak dengan leluasa. Maka itu sambil terus memegangi si nona ia menangkis dan berkelit. Kwee Ceng tidak berhenti menyerang setelah serangannya yang pertama, ia lantas menyerang terus dengan bertubi-tubi. Ia mengerti baik sekali, jikalau Auwyang Hong diberi bernapas, hingga ia sempat menggunakan ilmu silatnya yang istimewa, yaitu Kuntauw Kodok, mereka bertiga sukar dapat pertolongan lagi. Benar-benar See Tok kena terdesak mundur.

Oey Yong juga tidak berdiam saja, walaupun tangannya sebelah tidak merdeka, ia menggerakkan tubuhnya membentur si Bisa dari Barat itu. Tubuh See Tok tidak bergeming, bahkan dalam hatinya ia tertawa dan berkata:

"Budak cilik ini membenturku, kalau dia tidak mental ke laut, itu hebat!"




Sementara itu benturan si nosa sudah mengenai sasarannya. Benar-benar Auwyang Hong tidak berkelit atau menangkis, ia pasang dadanya. Mendadak ia merasakan dadanya sakit. Baru sekarang ia kaget dan ingat orang memakai baju lapis berduri - joan-wie-kah dari Tho Hoa To. Ia berada di tepi getek, setengah tindak ia tidak dapat mundur. Tidak ada jalan lain, maka ia melepaskan cekalannya, ia berkelit, mendorong.

Tidak ayal lagi, tubuh si nona terpelanting ke arah laut, akan tetapi sebelum ia kecebur, Kwee Ceng keburu menyambar, menarik tangannya, sedang dengan tangan kirinya, si anak muda melanjutkan serangannya terus-menerus. Segera setelah itu Oey Yong menghunus pisau belatinya, untuk maju menyerang.

Auwyang Hong memasang kuda-kuda di pinggir getek, air laut muncrat membasahi kakinya, bagaimanapun juga muda-mudi ini mendesak dirinya, ia tidak bisa dipaksa mundur.

Ang Cit Kong dan Auwyang Kongcu tidak dapat bergerak, menyaksikan pertempuran itu, hati mereka sama-sama bergoncang keras sebab mengkhawatirkan keselamatan orang di pihaknya. Mereka pun menyesal tidak dapat memberikan bantuan.

Auwyang Hong lihay melebihi Kwee Ceng dan Oey Yong akan tetapi sekarang ia terhalang dalam tiga hal. Pertama-tama, ia sudah kerendam lama, tenaga dan kegesitannya hilang hampir separuhnya. Kedua meskipun Oey Yong lemah, tapi dia memakai baju lapis maka tubuhnya tak dapat diserang. Si nona juga memegang pisau yang sangat tajam. Ketiga Kwee Ceng menyerang dengan Hang Liong Sip-pat Ciang, dengan Kong-beng-kun juga, sedang ia bertubuh kuat berkat sudah minum darah ular. Dia pun mengerti ilmu berkelahi sendiri dengan kedua tangannya kiri dan kanan, ia cukup mahir dengan ilmu Coan Cin Pay. Dan yang paling belakangan ini, ia mulai menyakinkan Kiu Im Cin-keng bagian Ie-kin Toan-kut-pian, ilmu melatih urat dan tulang. Demikan mereka itu jadi bertarung seru.

Lama-lama terlihat nyata Auwyang Hong menjadi semakin lihay, sebaliknya Kwee Ceng dan Oey Yong nampak mulai reda rangsakannya. Ang Cit Kong menyaksikan itu, hatinya keder. Dalam perlawanannya itu, Auwyang Hong memperoleh kesempatan. Dimana ia tidak dapat menghajar tubuh si nona, mengganti dengan tendangan. Lantas si nona terjungkal, kecebur laut. Dengan begitu, seorang diri, Kwee Ceng jadi berada di dalam bahaya.

Si nona kecebur di sebelah kiri getek, ia lantas muncul pula si sebelah kanan, di sini ia berlompat naik untuk terus menikam punggungnnya si Bisa dari Barat itu. Karena diserang dari belakang, Auwyang Hong mesti memutar tubuhnya, karena itu Kwee Ceng di lain bagian, keadaan mereka kembali menjadi seimbang.

Sekarang si nona berkelahi sambil mengasah otaknya. Ia menginsyafinya, karena kalah gagah, dengan berkelahi terus secara begitu, akhirnya pihaknya yang bakal kalah. Maka ia pikir, baiklah ia nyebur ke laut.

Cepat si nona berpikir, ia bekerja. Mendadak ia membabat ke arah dadung layar. Tepat babatannya itu, layar roboh seketika. Dengan begitu, getek pun tak maju tak mundur, hanya memain mengikuti gelombang. Si nona sudah lantas mundur, dengan dadunya layar itu ia melibat tubuh Ang Cit Kong beberapa libatan, kemudian ia mengikat lain ujungnya di sepotong balok getek.

Karena ditinggali si nona, Kwee Ceng segera terdesak See Tok. Di jurus ke empat dari musuhnya, terpaksa ia mundur. Ia didesak dengan serangan yang kelima dan keenam. Saking terpaksa, si pemuda menangkis juga serangan yang ketujuh, ia memakai jurus "Ikan lompat meletik". Di jurus ke delapan ia terpaksa mundur lagi setindak. Tiba-tiba kakinya yang kaki kiri, menginjak tempat kosong. Tapi ia tidak bingung, berbareng menendang dengan kaki kanan, supaya musuh tak dapat mendesak. Karena ini, tampa ampun, ia pun kecebur ke laut!

Karena robohnya si pemuda, getek goncang keras, justru itu, Oey Yong pun turut berlompat, maka sekali lagi terjadi goncangan. Di dalam air, muda-mudi ini tidak berdiam saja. Mereka mendekati getek yang mereka angkat, untuk dibikin terbalik karam.

Auwyang Hong terkejut. Ia dapat membade maksudnya anak-anak muda itu. Ia mengerti, kalau getek terbalik, keponakannya mesti mati kelelap. Ia sendiri, sulit melawan dua musuh itu. Maka segera ia bertindak. Ia angkat sebelah kakinya, mengancam hendak menendang batok kepala Ang Cit Kong. Ia pun berseru dengan ancamannya:

"Bocah-bocah, dengar! Satu kali lagi kamu bergerak, aku akan menendang!"

Gagal akalnya yang pertama itu, Oey Yong tidak putus asa. Segera ia menjalankan akalnya yang kedua, ia sudah lantas dapat pikir. Ia menyelam, dengan pisaunya ia memotong dadung yang mengikat semua balok getek itu. Ia tahu, mereka sudah mendekati daratan, maka dapatlah ia berenang ke daratan sambil menyeret balok besar dimana gurunya terikat.

Lekas sekali terdengar suara dadung-dadung putus, setelah itu getek lantas berpisah menjadi dua bagian. Auwyang Kongcu di getek kiri, Auwyang Hong dan Ang Cit Kong di getek kanan. Auwyang Hong kaget, ia sambar keponakannya. Ia terus mendongko, bersiap menyambar mencekuk si nona apabila nona itu muncul di muka air.

Nona Oey di dalam air dapat membuka matanya. Ia mendapat lihat bayangan si Bisa dari Barat itu. Maka ia tidak mau menimbulkan diri. Ia berdiam terus di dalam air, pikirannya bekerja. Untuk sementara, suasana sunyi. Pertempuran berhenti dengan sendirinya. Dengan sinarnya matahari, laut menjadi terang sekali.

"Kalau getek itu dipecah dua lagi, gelombang bakal mendamparnya terbalik," si nona berpikir.

Auwyang Hong sebaliknya terus menjaga, untuk menghajar mampus si nona. Ia percaya, Kwee Ceng seorang tak usah dibuat khawatir. Disaat tegang itu, mendadak Auwyang Kongcu menunjuk ke kiri dan berseru-seru:

"Perahu! Perahu!"

Ang Cit Kong segera berpaling, begitu pun Kwee Ceng. Benarlah, mereka melihat sebuah perahu besar berkepala naga-nagaan yang layarnya dipasang, laju memecah gelombang.

Auwyang Konngcu bermata awas, ia lantas melihat seorang yang berdiri di kepala perahu, yang tubuhnya tertutup jubah suci warna merah. Ia pun segera mengenal Leng Tie Siangjin. Segera ia memberitahukan pamannya. Auwyang Hong kumpul semangatnya, terus ia berseru:

"Di sini kawan! Lekas datang ke mari!"

Oey Yong dalam air belum tahu apa-apa, tetapi Kwee Ceng berkhawatir bukan main. Maka ia selulup untuk menarik tangan kekasihnya, buat memberi tanda atas datangnya musuh baru. Oey Yong memberi tanda untuk pemudanya bersedia menangkis pukulan Auwyang Hong, ia sendiri hendak mencoba mengutungi lagi dadung getek.

Kwee Ceng tahu musuh sangat lihay dan ia terancam bahaya, tetapi keadaan sangat genting, ia terpaksa. Ia lantas menggerakkan kedua kakinya untuk timbul, kedua tanganya diangkat ke atas.

Benar-benar Auwyang Hong sudah lantas menyerang dengan kedua tanganyna. Kedua pihak tangan bentrok di muka air, hingga air muncrat dengan suaranya bergebyar. Berbareng dengan itu, dadung pun putus, sedang perahu besar sudah mendatangi tinggal lagi sepuluh tombak dari getek itu.

Oey Yong beniat muncul, untuk menyerang Auwyang Hong, ketika ia mendapat lihat tubuh Kwee Ceng diam saja, tubuh itu tenggelam turun dengan perlahan. Ia menjadi kaget, lantas berenang menghampiri. Ia menarik tangan orang, untuk diajak berenang hingga terpisah jauh dari getek. Di situ barulah ia muncul di muka air, si anak muda ia angkat. Nyata sekarang, pemuda itu pingsan, kedua matanya meram, mukanya pucat pasi.

Ketika itu perahu besar sudah nempel sama getek, orang di atas lantas menyambut Auwyang Hong dan keponakannya naik ke perahu. Begitu juga Ang Cit Kong, yang diangkat naik bersama.

"Engko Ceng!" Oey Yong memanggil, hatinya goncang.

Kwee Ceng diam saja, walaupun kemudian ia dipanggil dua kali. Dalam bingungnya, Oey Yong mengambil keputusan berbahaya.

"Biar ada perahu musuh, aku mesti naik ke sana," demikian pikirnya. Maka ia berenang pula, ke arah perahu.

Anak buah perahu lantas menyambut tubuh Kwee Ceng, diangkat naik, kemudian ketika mereka hendak menyambut si nona, mendadak si nona berloncat, melentik bagaikan ikan, naik ke perahu, hingga mereka terkejut.

Kwee Ceng tergempur hebat ketika tadi ia menangkis serangan Auwyang Hong, ia pingsan seketika. Ketika ia sadar, tampak dirinya dalam rangkulan Oey Yong, dan mereka berada di sebuah perahu kecil. Ia memainkan napasnya, ia merasa tak terluka di dalam, maka itu, ia gerakkan alisnya, ia tersenyum pada si nona.

Oey Yong juga tersenyum, karena hatinya lega. Sekarang ia bisa mengawasi perahu besar, untuk mendapat tahu siapa penghuni perahu itu. begitu ia melihat nyata, ia mengeluh di dalam hatinya.

Tujuh atau delapan orang tampak di kepala perahu dan mereka semuanya adalah jago-jago yang ia telah temui beberapa bulan yang lalu di istana Chao Wang, umpama Cian Ciu Jin-touw Pheng Lian Houw yang matanya tajam, Kwie-bun Liong Ong See Thong yang kepalanya botak lanang, Sam-tauw-kauw Hauw Thong Hay yang jidatnya ditumbuhi tiga buah kutil, Som Sian Lao Koay Nio Cu Ong yang rambutnya putih tetapi romannya segar seperti bocah, begitupun Leng Tie Siangjin si paderi Tibet yang mengenakan jubah suvi warna merah. Beberapa lagi yang lainnya tak ia kenal.

Oey Yong segera merasakan kesulitan untuk menyingkir dari orang-orang kosen itu. Melihat kemajuan ilmu silat Kwee Ceng dan ia sendiri, kalau satu lawan satu, tak usah mereka jeri segala Pheng Lian Houw itu, ia sendiri mungkin tak dapat menang tetapi Kwee Ceng pasti, hanya di situ ada si tua bangka berbisa dan jumlah mereka itu besar sekali…

Di atas perahu itu orang heran mendengar suara Auwyang Hong, kemudian keheranan mereka bertambah apabila mereka pun dapat melihat Oey Yong dan Kwee Ceng. Mereka mengawasi Auwyang Hong yang memondong keponakannya, dan Kwee Ceng serta Oey Yong yang menolong Ang Cit Kong. Dua rombongan orang itu saling susul naik ke perahu besar.

Segera terlihat keluarnya seorang dari dalam perahu, seorang yang memakai jubah sulam yang indah. Kapan matanya itu bentrok sama mata Kwee Ceng, keduanya lantas terperanjat agaknya. Sebab orang itu, yang kumisnya sedikit tetapi romannya tampan adalah Chao Wang Wanyen Lieh, putra keenam dari raja bangsa Kim. Setelah kabur dari rumah abu keluarga Lauw di Poo-eng, lantaran khawatir nanti dikejar Kwee Ceng, pangeran ini tak berani kembali ke Utara, kebetulan ia bertemu rombangan Pheng Lian Houw, lalu bersama-sama mereka menuju ke Selatan untuk mencuri surat wasiat Gak Hui.

Pada saat itu angkatan perang Mongolia tengah menyerang negara Kim, kotaraja Yan-khia atau Tiong¬touw sudah semenjak beberapa bulan kena dikurung rapat. Daerah Yan In yang terdiri dari enambelas (ciu), semuanya sudah terjatuh ke tangan bangsa Mongolia. Maka itu, keadaan negara Kim menjadi lemah. Kejadian itu membuatnya Wanyen Lieh menjadi berduka dan berkhawatir. Tentara Mongolia kosen sekali, walaupun jumlah tentara Kim sepuluh kali lipat lebih banyak, setiap bertempur tentara Kim-lah yang buyar duluan. Karena ini, Wanyen Lieh tumpahkan pengharapannya kepada surat wasiat Gak Hui. Ia percaya surat wasiat itu nanti bisa membantu membangun negaranya, kalau berperang tentulah ia menang selalu, seperti Gak Hui sendiri sebelum dia terfitnah dan terbinasa di tangan dorna Cin Kwee.

Dalam perjalanan ke Selatan ini, Wanyen Lieh bertindak secara diam-diam. Ia khawatir pihak kerajaan Selatan (Song) nanti dapat ketahui dan berjaga-jaga hingga ia tak bakal berhasil dengan niatnya. Inilah sebabnya kenapa ia menggunakan perahu. Ia ingin secara rahasia mendarat di pesisir Ciatkang dan memasuki kota Lim-an, dimana pencurian bakal dilakukan. Pernah Chao Wang mencari Auwyang Kongcu yang lihay, ia percaya bisa membantu padanya, tetapi pemuda itu tak dapat ditemukan, maka terpaksa ia berjalan terus. Sungguh diluar dugaan, sekarang ia bertemu sama Kwee Ceng di tengah laut ini. Ia hanya belum tahu apa maksudnya pemuda she Kwee ini.

Menghadapi musuh besar yang telah membunuh ayahnya, Kwee Ceng menjadi sangat gusar, ia mengawasi dengan bengis. Dilain pihak Oey Yong yang bermata tajam dapat melihat di sebelah dalam perahu ada tubuh yang keluar dan kemudian menyelinap masuk, samar-samar ia mengenali Yo Kang.

Auwyang Kongcu lantas membuka mulutnya, untuk mengajar kenal pamannya. "Paman, inilah pangeran keenam dari negara Kim terbesar yang paling haus dengan orang-orang pintar dan gagah!" demikian sang keponakan. Ia juga perkenalkan pangeran itu kepada pamannya.

Wanyen Lieh tidak tahu kegagahannya Auwyang Hong akan tetapi karena Auwyang Kongcu yang memperkenalkannya, ia angkat kedua tangannya memberi hormat. Sebaliknya Pheng Lian Houw dan See Thong Thian serta lainnya, mendengar orang ini See Tok yang termasyhur, maka mereka buru-buru memberi hormat sambil memberi pujian untuk mengangkat-angkat si Bisa dari Barat itu.

Auwyang Hong menjura separuh membalas pemberian hormat. Leng Tie Siangjin si orang Tibet tidak pernah mendengar namanya See Tok, ia cuma merangkap kedua tangannya, ia tidak membilang apapun.

Wanyen Lieh adalah seorang cerdik, menyaksikan Pheng Lian Houw semua yang beradat tinggi, begitu mengghormati Auwyang Hong tidak peduli See Tok bermuka kuning dan bengkak serta dandannya tidak karuan, mirip orang yang berpenyakitan, ia lantas memperlakukan dengan hormat, ia mengeluarkan kata-kata memuji.

Di atas perahu, pada saat itu, adalah Som Sian Lao Koay yang perasaannya paling berbeda daripada yang lainnya. Ia tengah menghadapi Kwee Ceng, orang yang telah menghisap darah ularnya, ular yang ia pelihara sekian lama, yang menjadi harapannya. Ia menghadapi musuh besarnya, bagaimana ia tidak menjadi sangat gusar? Tetapi di samping si anak muda ada Ang Cit Kong, yang paling ia malui, mau tidak mau, ia mesti mengendalikan diri, terpaksa ia memperlihatkan wajah berseri-seri, sambil menjura dalam ia memberi hormat dan berkata dengan merendah:

"Yang rendah Nio Cu Ong menghadap Ang Pangcu. Adakah Pangcu banyak baik?"

Mendengar suaranya Som Sian Lao Koay, semua orang terperanjat. See Tok dan Pak Kay sangat terkenal, tadinya mereka belum pernah melihatnya, siapa tahu sekarang keduanya muncul dengan berbareng. Tentu sekali, mereka itu hendak turut memberi hormat pula, ketika terdengar Ang Cit Kong tertawa dan berkata:

"Aku si pengemis tua sedang malang, aku telah digigit anjing jahat hingga setengah mati setengah hidup, maka perlu apa kamu memberi hormat padaku? Paling benar kau sediakanlah makanan dahar!"

Semua orang heran, mereka semua mengawasi Auwyang Hong, mencari tahu apa tindakannya See Tok itu. Auwyang Hong sangat cerdik, ia sudah lantas memikir rencana untuk nanti menurunkan tangan jahatnya. Tentu saja, paling dulu Ang Cit Kong yang mesti disingkirkan. Kwee Ceng adalah yang kedua, sebab Kwee Ceng mesti dipaksa dulu menguraikan rahasia kitab Kiu Im Cin-keng. Oey Yong pun mesti dibunuh tidak peduli Auwyang Kongcu sangat mencintainya. Selama Oey Yong masih hidup, ia tetap terancam bahaya, hanya karena segan kepada Oey Yok Su, tidak mau ia turun tangan sendiri, hendak ia meminjam tangan orang lain. Terutama di depan mata ini, ia tidak sudi memberi harapan kepada mereka bertiga membuka rahasia kejahatannya. Maka berkatalah ia menghadap Wanyen Lieh:

"Tiga orang ini sangat licin, mereka juga lihay ilmu silatnya, maka itu aku mohon ongya menjaga baik-baik kepada mereka."

Mendengar suara Auwyang Hong, Nio Cu Ong menjadi sangat girang. Ia maju satu tindak kepada Kwee Ceng, tangannya diangsurkan untuk menarik. Kwee Ceng memutar balik tangannya yang hendak dicekal itu. "Plak!" maka tangannya itu menghajar bahu orang. Itulah pukulan jurus "Melihat naga di sawah", cepat dan berat, biar Som Sian Lao Koay lihay, ia toh terhajar mundur hingga dua tindak dan tubuhnya terhuyung-huyung. Ia tak sangka sama sekali.

Pheng Lian Houw dan lainnya baik di muka kepada Nio Cu Ong, di dalam hati mereka membenci, maka senanglah mereka menyaksikan Som Sian Lao Koay mendapat hajaran itu. Meski begitu, mereka sudah lantas bertindak, membubarkan diri, untuk mengurung Ang Cit Kong bertiga itu. Mereka sudah memikir akan turun tangan setelah si orang she Nio itu dirobohkan…

Sebenarnya Nio Cu Ong mengulurkan tangan sambil bersiap-siap kalau Kwee Ceng menyerang ia dengan jurus Hang Liong Yoe-hoei, si Naga Menyesal, ia tidak sangka, baru berselang satu bulan, si anak muda sudah mempelajari habis semua jurus dari Hang Liong Sip-pat Ciang, maka itu dalam segebrak saja ia kena dihajar tanpa ia sempat menghindarkan diri. Ia menjadi bertambah panas hati.

Kwee Ceng tidak saja mengubar dia untuk menyerang lebih jauh, maka ialah yang bertindak. Dengan menjejakkan kaki kirinya, ia berlompat maju, kedua tangannya digerakkan berbareng, menyerang dengan pukulannya yang paling ia andalkan, yaitu tipu silat "Liauw-tong Ya-ho Kun-hoat" atau kuntauw "Rase liar dari Liauw-tong". Dengan serangan ini ia hendak merampas jiwa si anak muda, untuk membalas malunya barusan sekalian membalas juga sakit hatinya sebab si anak muda menghisap darah ularnya….

Kuntauw Rase Liar itu adalah suatu ilmu silat kesohor untuk wilayah Liauw-tong. Satu kali Som Sian Lao Koay pergi mencari kolesom di gunung Tian Pek San, kebetulan ia menyaksikan pertempuran di antara anjing pemburu dengan seekor rase liar, yang bergulat di atas salju. Rase itu sangat gesit dan licin, dia berlompatan ke segala penjuru menghindari tubrukan-¬tubrukan si anjing yang galak. Sampai sekian lama, anjing itu belum berhasil juga.

Menyaksikan kegesitan rase itu, Nio Cu Ong mendapat ilham, maka ia lantas menciptakan ilmu silatnya itu. Ia batal mencari kolesom, ia membuat gubuk di gunung itu. Satu bulan lamanya ia mengeram diri hingga berhasillah dengan ilmu silatnya yang baru itu. Sejak itu, kecuali roboh di tangan Ang Cit Kong, belum pernah ada orang yang sanggup menandinginya, maka heranlah ia sekarang kena dihajar Kwee Ceng. Karena ini, ia jadi tidak berani berlaku sembarangan, hendak ia menggunakan kegesitannya. Ia berlompat sambil berkelit, meskipun orang tidak serang padanya, lalu ia menjatuhkan diri, habis itu barulah ia menyerang benar-benar.

Kwee Ceng merasa aneh atas ilmu silat orang. Belum pernah ia melihat ilmu semacam itu. Tapi ia cuma heran, ia melawan dengan tabah dan sabar. Ia turut pengajarannya Ang Cit Kong, biar musuh gesit dan hebat, ia tidak kasih dirinya dipermainkan. Dengan tetap ia menggunakan Hang Liong Sip-pat Ciang untuk melayaninya. Setelah lewat beberapa jurus, semua penonton pada menggeleng kepala. Mereka semua lihay, mereka menjadi heran sekali.

"Bukankah Nio CU Ong lihay, dan ia menjadi kepala dari satu pertai persilatan?" demikian mereka berpikir. "Kenapa sekarang, menghadapi satu bocah, dia selalu main lompat-lompatan saja? Senantiasa berkelit tidak menyerang sungguh-sungguh?"

Pertandingan berjalan terus. Selama itu Kwee Ceng terus mendesak. Sedikit lagi, maka Som Sian Lao Koay bisa terdesak sampai dia bakal kecebur ke laut…

Nio Cu Ong heran dan gelisah juga mendapatkan kuntauw Rase Liarnya itu tidak berjalan terhadap si anak muda, terpaksa ia memikir untuk menggunakan lain tipu silat. Tapi celaka, ia tidak bisa mewujudkan pikirannya itu, Kwee Ceng mendesak terus-menerus, ia tidak diberi kesempatan. Selagi angin kepalan berderu-deru, terdengarlah seruan Ang Cit Kong yang sedari tadi nonton sambil berdiam saja, cuma matanya yang dipasang awas:

"Turunlah!"

Menyusul seruan itu, Kwee Ceng menyerang dengan juru "Menunggang enam naga", tangan kirinya menyapu hebat sekali.

Nio Cu Ong terkejut, hendak ia berkelit, tetapi tanpa ia berkuasa, tubuhnya terjun ke luar perahu! Semua orang heran. Kecuali Auwyang Hong, tidak ada yang dapat melihat gerakan Kwee Ceng itu. Mereka lantas lari ke tepi perahu, ke arah mana tubuh Nio Cu Ong terpelanting, untuk melihat. Tengah mereka berlari, dari arah laut terdengar suara tertawa nyaring dan panjang, lantas disusul meluncurnya tubuh Som Sian Lao Koay itu, yang kembali ke dalam perahu di mana dia roboh di lantai tanpa dapat bergerak pula, cuma jatuhnya itu yang terdengar keras sekali.

Semua orang menjadi bertambah heran lagi. Mungkinkah air laut, sang gelombang, yang membuat tubuh orang membal balik? Dari itu, semua lalu melihat ke bawah, ke muka air. Segera mereka mendapatkan seorang tua, yang rambut dan kumisnya telah putih semua, lagi mondar-mandir cepat sekali di laut dekat perahu. Dengan mengawasi sebentar saja, dapatlah diketahui, orang tua itu tengah menunggang seekor ikan hiu yang besar. Pantas dia dapat bergerak dengan cepat dan gesit.

Kwee Ceng pun dapat melihat orang tua itu, ia kaget berbareng girang sekali. "Ciu Toako!" ia memanggil, keras. "Aku di sini!"

Memang, orang tua yang menunggang ikan hiu itu adalah Loo Boan Tong Ciu Pek Thong si orang tua berandalan, jenaka dan kocak. Pek Thong dapat dengar suaranya Kwee Ceng, yang ia kenali, ia pun girang luar biasa. Ia mengetok samping mata kiri dari ikannya, lantas ikan itu mutar ke kiri, berenang mendekati perahu besar.

"Kwee Hiantee di sana?" menanya si jenaka. "Baik-¬baikah kau? Di depan sana ada seekor ikan lodan yang besar, sudah satu hari satu malam aku mengejarnya, aku gagal, maka sekarang hendak kau mengejar pula! Nah, sampai ketemu lagi!"

"Toako, naik kemari!" berteraik Kwee Ceng. Ia takut saudara tua itu pergi pula. "Lekas toako, di sini banyak manusia jahat yang lagi menghina adikmu!"







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar