Minggu, 20 Desember 2020

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 085

Oey Yong memainkan bibirnya. "Tentu aku tidak sudi menolong dia!" sahutnya. "Si tua bangka berbisa itu hendak membunuhku, biarlah dia coba membunuhnya! Aku tidak takut!"

Kwee Ceng heran, ia berdiam diri. Si nona mengawasi, lalu ia tarik tangan orang. "Engko Ceng," katanya halus, "Mustahilkah kau menghendaki aku menolong manusia jahat itu? Adakah kau berkhawatir untuk keselamatanku? Jikalau kita menolong dia, belum tentu dua manusia jahat itu dapat berbuat baik kepada kita…"

"Memang kau benar," berkata Kwee Ceng. "Memang aku memikirkan kau dan suhu. Aku pikir si tua bangka berbisa ada satu pemimpin partai, mestinya perkataannya dapat dipercaya juga…"

Oey Yong mengambil keputusan dengan cepat. "Baik, marilah kita menolongi dia!" katanya. "Habis itu, kita lihat saja nanti. Kita boleh jalan setindak demi setindak."

Keduanya lantas jalan balik, mereka putarkan batu raksasa itu. Sekarang Auwyang Hong berdiri di dalam air, sebelah tangannya memegangi keponakannya. Ia melihat dua orang muda itu menghampiri, matanya lantas bersinar, sikapnya mengancam.

"Aku menyuruh kamu pergi, buat apa kamu kembali?!" tanyanya bengis.

Oey Yong menghampirkan sepotong batu, di situ ia berduduk. "Aku datang untuk melihat dia sudah mampus atau belum?" ia menyahut sembari tertawa geli.

"Habis kalau mati bagaimana, kalau hidup bagaimana?!" tanya See Tok, tetap bengis, panas hatinya.

Si nona menghela napas. "Kalau ia sudah mati, sayang, tidak ada daya lagi…" sahutnya.

Auwyang Hong heran, hingga ia berjingkrak. "Oh, nona yang baik," serunya. "Dia…dia masih belum mati! Benarkah kau ada punya daya? Lekas bicara!"

Oey Yong menyodorkan batang gelaganya. "Kau masukkan ini ke mulutnya, dia tentu tidak mati," sahutnya enteng.

Auwyang Hong girang, ia menyambut, ia lompat pula kepada keponakannya. Dengan cepat ia masukkan batang gelaga itu ke dalam mulut keponakannya, hingga batang itu merupakan semacam pipa.

Keadaan Auwyang Kongcu sedang hebatnya, tetapi ia masih dapat mendengar pembicaraan di antara si nona dan pamannya, begitu pipa dimasukkan ke dalam mulutnya, ia telan air yang terakhir di mulutnya, lalu ia dapat bernapas seperti biasa. Ia girang hingga sesaat melupakan kakinya yang sakit.

"Lekas!" berseru Auwyang Hong. "Lekas kita melanjutkan membuat dadung itu!"

"Paman Auwyang," berkata si nona, sebelum ia menyambut ajakan itu, “bukankah kau memikir membunuhku untuk dikorbankan demi keponakanmu ini?"

See Tok melengak. "Kenapa ia dengar pembicaraanku barusan?" pikirnya.

Oey Yong masih tertawa, ia berkata pula: "Kau hendak membunuhku, kalau maksudmu kesampaian, habis itu Thian sangat membenci kejahatanmu, kepada kau diturunkan sesuatu malapetaka, siapakah nanti yang menolongmu?"

Auwyang Hong sangat membutuhkan bantuan orang, ia tidak mengambil peduli gangguan itu, dengan berlagak tuli dengkak, ia lari ke darat, ke bawah pohon untuk mulai lagi memotongi babakan pohon.

Si nona tidak mengganggu terlebih jauh, ia pun mengajak Kwee Ceng untuk bekerja pula. Mereka sama-sama melara setelah babakan didapat cukup banyak. Masih kira-kira satu jam melara beberapa kali, ia menghampirkan dadung, baru mereka berhasil merampungkan sehelai dadung yang panjangnya tiga puluh tombak lebih. Sementara itu kepalanya Auwyang Kongcu sudah mulai kerendam air, hingga tampak tinggal pipa gelaga itu.

Auwyang Hong berkhawatir, beberapa kali ia menyampirkan, memeriksa nadi keponakannya. Hatinya lega, nadi itu tetap berjalan baik. Ia pun menjadi terlebih lega telah sesaat kemudian ternyata, air pasang sudah tiba saatnya surut pula, maka dilain detik, kepala si anak muda mulai tertampak pula.

"Cukuplah sudah!" terdengar suara Oey Yong keras habis ia mengulur-ulur dadung buatannya itu. "Sekarang aku membutuhkan tiga batang kayu besar untuk dipakai sebagai alat putaran."

Auwyang Hong bersangsi. Mereka tidak mempunyai kampak atau golok, bagaimana mereka bisa mendapatkan potongan-potongan kayu yang dibutuhkan?

"Bagaimana itu harus dibuatnya?" ia menanya.

"Kau tak usah ambil tahu caranya, kau cari kayunya saja!" membentak si nona.

See Tok berkhawatir juga nona itu benar-benar murka dan nantinya tidak sudi membantu terlebih jauh, lantas ia pergi menghampiri pepohonan. Ia pilih yang batangnya tidak terlalu besar, ia berjongkok di situ, ia pegang pohon dengan kedua tangannya, lalu sambil mengerahkan tenaga dari Kuntauw Kodok, ia coba mendorong pohon itu. Nyata ia berhasil! Maka ia lantas bekerja terus, merobohkan semuanya tiga buah pohon.

Kwee Ceng dan Oey Yong mengulurkan lidahnya menyaksikan tenaga orang yang besar itu. Auwyang Hong masih bekerja. Ia mencari sebuah batu besar dan lancip, ia menggunakannya untuk membabat berulang-ulang, memutuskan semua cabang kecil dari ketiga batang pohon itu, setelah semuanya merupakan sebagai potongan balok, terus ia menyerahkan itu kepada si nona.

Oey Yong dan Kwee Ceng menyambuti. "Begini," kata si nona kepada kawannya. Ia pun lantas bekerja.

Kwee Ceng membantu tanpa banyak omong. Oey Yong mengikat ketiga batang balok itu satu kepada lain, ia mengikat erat-erat, meninggalkan tiga ujung yang panjang. Kemudian selebihnya dadung ia bawa ke batu besar itu, untuk melibatnya dibagian tengahnya, lalu ujung itu diikatkan ke balok-balok yang sudah dipasang dan terikat rapi.

Ketiga potong balok itu diikat di seputarnya sebuah pohon cemara tua yang besar sekali, yang tumbuh di sebelah kanan batu raksasa itu. Besarnya pohon mungkin tak terpeluk lima atau enam orang.

"Bukankah pohon cemara tua ini dapat melayani batu besar itu?" kemudian si nona tanya si Bisa dari Barat.

Auwyang Hong mengangguk. Sekarang ia mengerti sudah maksudnya nona itu. Tapi Oey Yong masih kurang puas, ia menyuruh si tua bangka berbisa membuat lagi dadung yang lebih kecil, untuk dipakai mengikat lebih jauh ketiga potongan balok itu, supaya kekuatannya bertambah.




"Nona yang baik, kau sungguh cerdik!" akhirnya See Tok memuji. "Inilah yang dibilang keluarga pintar luar biasa, - ada ayahnya, ada putrinya!"

"Tapi mana bisa aku dapat menandingi keponakanmu itu?" berkata Oey Yong tertawa. "ah, marilah kita mulai menarik memutar!"

Auwyang Hong menurut, begitu juga dengan Kwee Ceng, maka setelah memegang masing-masing ujungnya ketiga balok itu, mereka lantas saja menolak dengan mengeluarkan tenaga mereka. Perlahan tetapi pasti, batu itu bergerak berkisar sedikit.

Sementara itu dengan lewatnya sang waktu - matahari sudah doyong ke darat - air pun telah surut habis, hingga sekarang Auwyang Kongcu terlihat duduk mendeprok di tanah yang merupakan lumpur berpasir. Ia mendelong mengawasi batu besar itu, yang bergeraknya sangat ayal, nampaknya ia bergelisah dan bergirang……

Batang pohon cemara tua dan besar itu bagaikan dilindas balok-balok, yang berputar di sekitarnya berputar tak hentinya. Dengan babakan runtuh, batang itu menjadi terlebih licin dan berputarnya balok-balok tak seberat semula.

Auwyang Hong tidak percaya Thian, malaikat atau iblis, tetapi sekarang diam-diam ia memuji supaya mereka diberikan tambahan tenaga, supaya batu raksasa itu dapat terangkat cukup tinggi hingga kedua kaki keponakannya tak tertindih lebih lama lagi. Asal batu itu dapat terangkat, Auwyang Kongcu bisa diangkat untuk disingkirkan.

Tengah mereka mendorong mendadak terdengar satu suara keras dan nyaring, hingga ketiganya kaget dan lompat minggir. Nyata dadung di tengah terputus, maka dengan sendirinya batu besar itu balik pada kedudukannya yang lama. Mereka sendiri, apabila tidak berlompat pasti terkena balok-balok itu. Auwyang Hong menjadi sangat lesu, air mukanya tak enak dilihat. Oey Yong pun masgul bukan main. Ini ia tak sangka.

"Marilah kita membikin lagi dadung yang lebih kasar," kata Kwee Ceng kemudian. Ia tidak melihat lain jalan. "Kita memakai dua rangkap."

Auwyang Hong menggeleng kepala. "Sulit," katanya. "Kita bertiga tidak berdaya…."

"Kalau saja ada yang membantu…." Kwee Ceng berkata sambil ngelamun.

Mendengar itu, Oey Yong melengak, lalu mendadak ia berjingkrak seraya menepuk-nepuk tangan.

"Akur! Akur!" serunya. "Ada orang yang membantu….!"

Kwee Ceng heran, ia girang. "Yong-jie," katanya, "Benarkah ada orang yang membantui?"

"Ah, sayang engko Auwyang mesti menderita lagi satu hari…" berkata si nona. "Ia mesti menanti sampai besok diwaktu air pasang barulah ia lolos dari penderitaannya ini…."

Auwyang Hong heran begitu pun Kwee Ceng. Keduanya mengawasi nona itu. Mereka berpikir hingga di dalam hatinya mereka menanya: "Mustahilkah besok di waktu air pasang ada orang yang datang membantu?"

Oey Yong tidak memperdulikan mereka itu. "Setelah bekerja keras seharian, aku lapar!" katanya, tertawa. "Mari kita mencari makanan dulu baru kita bicara lagi."

"Nona," akhirnya Auwyang Hong menanya, " Kau bilang besok bakal ada orang datang membantu, apakah artinya pembilanganmu itu?"

"Besok pada waktu begini, batu yang menindih tubuh saudara Auwyang bakal disingkirkan," menyahut si nona. "Inilah adalah rahasia alam, tak dapat aku membocorkannya…."

Melihat orang bicara secara demikian sungguh-¬sungguh, Auwyang Hong menjadi separuh percaya dan separuh tidak. Pula, ia tidak mempercayai, ia pun tidak mempunyai daya lain. Maka terpaksa ia berdiam saja menemani keponakannya itu.

Oey Yong bersama Kwee Ceng sudah lantas pergi memburu beberapa ekor kelinci, yang seekor mereka matangi, untuk dibagi kepada Auwyang Hong dan keponakannya itu.

Mereka sendiri berdahar bertiga bersama Ang Cit Kong di dalam gua. Sembari berdahar mereka dapat pasang omong tentang segala kejadian sejak mereka berpisahan. Si pemuda girang sekali mendapat penjelasan bahwa Auwyang Kongcu roboh karena jebakan si nona.

Kemudian malam itu ketiganya tidur nyenyak. Mereka percaya Auwyang Hong tidak bakal datang mengganggu sebab See Tok mengharap-harapkan sangat bantuan mereka guna menolong keponakannya. Mereka menyalakan api ungun di mulut gua untuk mencegah masuknya binatang liar.

Besoknya fajar, baru Kwee Ceng membuka matanya, ia dapat melihat satu bayangan orang berkelebat di muka gua. Ketika ia berlompat bangun, ia mendapatkan Auwyang Hong.

"Apakah nona Oey sudah bangun?" menanya Auwyang Hong perlahan.

Oey Yong tersadar, selagi Kwee Ceng berlompat bangun, kapan ia dengar suaranya musuh ia pejamkan pula matanya dan menperdengarkan gerosan napasnya untuk berpura-pura tidur nyenyak.

"Belum," Kwee Ceng menyahut, perlahan. "Ada apa?"

"Kalau sebentar dia sudah bangun, minta dia datang untuk menolong orang," menyahuti See tok.

"Baik," menjawab Kwee Ceng.

Dari dalam, Cit Kong menyambar: "Aku telah kasih dia minum arak yang wangi bernama Mabok Seratus Hari di dalam tempo tiga bulan mungkin dia tak akan bangun…!"

Auwyang Hong melengak justru mana Pak Kay tertawa terbahak-bahak, maka taulah bahwa ia tengah digoda. Ia mendongkol bukan main tetapi ia ngeloyor pergi.

Oey Yong melompat bangun, ia pun tertawa. "Kalau bukan sekarang kita goda dia, kita hendak tunggu kapan lagi?" katanya.

Dengann ayal-ayalan nona itu menyisir rambutnya dan merapikan pakaiannya, habis itu ia membawa joran untuk pergi memancing ikan, memburu kelinci, yang semuanya dimatangi untuk mereka sarapan pagi. Selama itu Auwyang Hong telah datang tujuh atau depalan kali, ia bergelisah seperti semut di atas kuali panas.

"Yong-jie," menanya Kwee Ceng, "Benarkah sebentar diwaktu air pasang bakal datang orang membantu kita?"

"Kau percayakah bakal datang pembantu?" si nona balik menanya, tertawa.

"Aku tidak percaya." sahut si anak muda.

"Aku juga tidak percaya!" Dan si nona tertawa pula.

Kwee Ceng tercengang. "Jadinya kau sengaja mempermainkan si tua bangka berbisa itu?"

"Bukan seluruhnya aku mendustai dia," sahut si nona. "Diwaktu air pasang, aku mempunyai daya untuk menolong keponakannya itu."

Kwee Ceng tahu kekasihnya cerdik sekali, ia tidak menanya lebih jauh. Oey Yong lantas ajak pemuda itu pergi ke pinggir laut mencari pelbagai macam batok kerang. Nona Oey tidak mempunyai kawan semenjak kecil, ia biasa main-main seorang diri, sekarang ia mendapat Kwee Ceng sebagai teman, ia gembira bukan main. Begitulah diajaknya pemuda itu berlomba mendapatkan banyak lokan yang bagus-bagus. Dalam tempo yang pendek, mereka mendapatkan banyak, saking gembira, saban-saban terdengar suara tertawa mereka. Sesaat itu mereka seperti lupa bahwa mereka berada di pulau kosong di mana jiwa mereka terancam bahaya maut………

"Eh, engko Ceng, rambutmu kusut, mari aku tolong sisirkan," kata si nona kemudian.

Kwee Ceng menurut, mereka duduk berduaan. Dari sakunya, Oey Yong mengeluarkan sisir yang terbuat dari batu giok bersalut emas. Ia membuka rambut orang dan menyisirnya dengan perlahan-lahan.

"Bagaimana dayanya untuk mengusir See Tok dan keponakannya itu?" ia bertanya sambil tangannya bekerja. "Kalau mereka itu sudah tidak ada, kita bertiga dapat berdiam dengan aman di sini. Tidakkah itu bagus?"

"Tapi aku memikirkan ibuku serta enam guruku," menyahut Kwee Ceng.

"Ah, ya, masih ada ayahku juga…" menambah si nona. Ia berhenti sebentar, lalu ia berkata pula: "Entah bagaimana dengan enci Bok sekarang….. Suhu telah menyuruh aku menjadi Pangcu dari Kay Pang, karena itu aku pun jadi memikirkan itu kawanan pengemis…………."

Kwee Ceng tertawa. "Maka itu aku pikir lebih baik kita pikirkan daya untuk berlalu dari sini…." katanya.

Oey Yong sudah selesai menyisiri, lalu ia mengondekan rambut pemuda itu.

"Yong-jie, kau menyisiri rambutku, kau mirip ibuku," kata Kwee Ceng.

"Kalau begitu, panggilah aku ibu!" Oey Yong tertawa.

Si anak muda diam saja, lantas si nona mengitik. "Kau memanggil atau tidak?" nona itu pun menanya. Kwee Ceng kaget kegelian, ia berjingkrak bangun, maka kacaulah pula kondenya.

"Kau tidak mau memanggil, ya sudah saja!" berkata Oey Yong tertawa. "Memang siapa yang sangat menginginkan itu? Kau tahu, di belakang hari tentu bakal ada orang yang memanggil ibu kepadaku. Nah, kau duduklah!"

Kwee Ceng duduk pula, untuk si nona mengondekan pula rambutnya. "Engko Ceng," si nona menanya pula, "Bagaimana tentang melahirkan anak. Tahukah kau?"

"Tahu."

"Coba bilang."

"Orang menikah menjadi suami istri, itu artinya mendapat anak."

"Hal itu pun aku tahu. Hanya bagaimana sebenarnya?"

"Sampai sebegitu jauh, aku tidak tahu. Cobalah kau bilang."

"Aku juga tidak tahu. Pernah aku tanya ayah, ayah bilang…."

Kwee Ceng hendak menanya jelas ketika mereka mendadak mendengar suara seperti cecer pecah di belakang mereka:

"Urusan mendapat anak itu nanti juga kamu mendapat tahu sendiri! Sekarang air pasang mau naik pula!"

Keduanya terkejut. Mereka tidak menyangka Auwyang Hong - orang yang membuka suara nyaring itu - telah tahu-tahu berada di antara mereka. Muka Oey Yong pun menjadi merah. Kwee Ceng menyusul kawannya itu. Auwyang Kongcu tertindih batu sehari semalam, ia payah bukan main.

"Nona Oey,!" berkata Auwyang Hong, suaranya keren. Ia pun menyusul mereka ini. "Kau yang bilang diwaktu air pasang bakal ada orang datang membantu kita. Urusan ini mengenai jiwa manusia, bukan urusan main-main!"

"Ayahku pandai ilmu meramal, putrinya pasti mengerti juga ilmu itu tiga bagian," menyahut si nona. "Apakah artinya baru ilmu meramalkan?"

Auwyang Hong memang ketahui baik kepandaiannya Oey Yok Su. "Jadi ayahmu yang bakal datang?" dia menegaskan. "Bagus!"

"Hm!" si nona mendengarkan suara tawar. "Untuk urusan remeh ini kenapa aku mesti sampai mengganggu ayahku? Laginya, jikalau ayah dapat melihatmu, mana dia sudi mengasih ampun? Apakah yang kau buat girang?" Disenggapi begitu, Auwyang Hong bungkam. "Engko Ceng," berkata si nona, tanpa menggubris pula See Tok, "Coba kau tolong mencari bongkot pohon, semakin banyak semakin bagus. Pula pilihlah yang besar-besar."

Si anak muda bersedia untuk bekerja, ia lantas pergi. Oey Yong lantas bekerja, melara dadung dan menyambung yang putus kemarin.

Auwyang Hong tidak dapat berdiri diam saja, ia tanya nona itu apa benar Oey Yok Su bakal datang. Sia-sia belaka ia menanya sampai beberapa kali, Oey Yong malah bernyanyi-nyanyi perlahan, tangannya terus bekerja. Karenanya ia terpaksa ngeloyor pergi, untuk membantu Kwee Ceng mencari balok. Ia dapat melihat Kwee Ceng merobohkan pohon dengan serangan Hang Liong Sip-pat Ciang, dengan dua kali hajaran saja dia dapat mematahkan batang sebesar mangkok.

"Hebat bocah ini," memikir See Tok. "Dia pun hapal Kiu Im Cin-keng, kalau dia terus dikasih tinggal hidup, di belakang hari dia bakal menjadi bahaya untuk pihakku…"

Maka berpikirlah ia, keponakannya ketolongan atau tidak, pemuda ini harus disingkirkan. Habis itu ia bekerja, membuatnya Kwee Ceng heran dan kagum. Ia berdiri di antara dua pohon, begitu ia menggerakkan tangannya kedua pihak, dua pohon roboh patah dengan berbareng.

"Paman Auwyang," Kwee Ceng menanya, "Sampai kapan aku dapat mencapai ilmu seperti yang dipunyakan kau ini?"

Wajah Auwyang Hong bermuram durja, di dalam hatinya, ia kata: "Tunggu sampai kau menitis pula…" Ia tidak memberikan jawaban pada pemuda itu.

Setelah memperoleh belasan potong balok, Kwee Ceng dan See Tok membawa semua kepada Oey Yong. Matanya See Tok kemudian diarahkan ke tengah laut. Ia mau melihat ada perahu datang atau tidak. Ketika itu air mulai naik. Terang sekali ia sudah tidak sabaran sekali, maka juga ia mengajak si nona dan pemuda lekas bekerja.

Kali ini Oey Yong mengikat potongan-potongan balok itu ke batu. Ia pakai balok-balok itu untuk meminjam tenaga mengambangnya. Setelah itu, dengan dadung yang terikat rapi pula pada pohon besar, mereka mulai lagi dengan usahanya mendorong mutar ujung-ujung balok yang diikat pada pohon itu.

Percobaan si nona memberi hasil yang menyenangkan, dengan dibantu tenaga mengambangnya balok-balok itu, batu besar itu dapat terangkat hanya dengan beberapa putaran.

Auwyang Hong menyuruh muda-mudi itu menahan kuat-kuat, ia sendiri lari ke batu. Air telah pasang, maka untuk menolongi keponakannya, ia mesti menahan napas untuk selulup. Tidak sukar untuknya memondong Auwyang Kongcu, buat dibawa ke darat.

Kegirangannya Kwee Ceng tidak terhingga besarnya dimana pertolongan mereka telah berhasil, tanpa merasa ia bersorak-sorai, kemudian ia tarik tangan Oey Yong, diseret berlari-lari ke gua mereka tanpa memperdulikan lagi paman dan keponakannya itu.

"Adik Yong, pantas atau tidak aku bersorak?" tanya Kwee Ceng. "Hatimu lega atau tidak?"

"Aku hanya lagi memikirkan tiga soal yang aku merasakan kesulitannya," menyahut si nona.

"Kau sangat cerdas, kau pasti mempunyai dayanya," berkata pula Kwee Ceng. "Soal-soal apakah itu?"

Oey Yong menyebut-nyebut kesulitan tetapi ditanya begitu, ia bersenyum. Hanya, belum lagi ia memberikan jawabannya kedua alisnya dikerutkan.

"Soal yang pertama tidak apa," berkata Ang Cit Kong yang semenjak tadi berdiam saja. "Yang kedua dan yang ketiga memang sulit sekali, sungguh itu dapat membuat orang tidak berdaya……."

Kwee Ceng menjadi heran. "Eh, mengapakah suhu mendapat tahu?" katanya. "Apakah itu?"

"Aku dapat menerka pikirannya Yong-jie," menyahut sang guru. "Yang pertama-tama yaitu dengan cara bagaimana dia dapat mengobati lukaku. Di sini tak ada tabib, tak ada obat, aku si pengemis tua menyerah saja kepada takdir. Lihat saja, aku bakal mati atau bisa hidup terus… Yang kedua bagaimana caranya melawan Auwyang Hong si licin dan berbisa itu. Dia suka berbalik pikir, maka dia tak dapat dipercaya segala pembilangannya. Dia sangat lihay, kamu berdua tidak bisa menempur padanya. Yang ketiga ialah soal bagaimana kita bisa dapat pulang ke daratan. Benar bukan, Yong-jie?"

Nona itu mengangguk. "Benar!" sahutnya. "Ini soal sangat penting untuk kita, bagaikan bencana di depan mata. Aku memikir jalan untuk dapat mengendalikan si tua bangka berbisa itu, walaupun tidak sempurna, asal dia dapat dibikin tidak berani memandang sebelah mata kepada kita."

"Melihat keadaan, sekarang ini kita mesti melawan si bisa bangkotan itu dengan otak bukannya dengan tenaga," berkata Ang Cit Kong. "Hanya dia sangat cerdik dan licin, inilah kesulitannya. Sukar dia dapat diperdayakan…"

Oey Yong berdiam, ia berpikir. Kwee Ceng pun tidak berdaya. Ang Cit Kong berpikir keras sekali, ia merasakan dadanya sakit, karena itu ia lalu batuk-batuk. Nona Oey kaget, lekas-lekas ia pegangi gurunya, untuk dikasih rebah.

Disaat itu, mendadak gua menjadi gelap, ada bayangan hitam yang mengalinginya. Si nonalah yang paling dulu mengangkat kepala. Ia melihat Auwyang Hong berdiri tegar seraya memondong keponakannya. Dengan suara serak tetapi bengis, See Tok membentak:

"Kamu semua keluar! Serahkan gua ini padaku aku merawat keponakanku!"

Kwee Ceng gusar hingga ia berlompat bangun. "Di sini ada guruku!" ia berseru.

Auwyang Hong mengasih dengar suara dingin: "Sekalipun Giok Hong Taytee yang tinggal disini, dia juga mesti keluar!"

Kwee Ceng bertambah gusar, tetapi Oey Yong lekas menarik tangan bajunya, kemudian si nona memondong tubuh gurunya, dibawa keluar dari gua itu. Selagi lewat di samping Auwyang Hong, Cit Kong menyeringai.

"Sungguh gagah, sungguh angker!" ia menyindir.

Mata Auwyang Hong mencilak. Kalau ia menyerang, segera Ang Cit Kong akan terbinasa, entah kenapa ia merasakan suatu pengaruh aneh, maka lekas-lekas ia berpaling ke arah lain, untuk menyingkir dari mata tajam si pengemis. Walaupun begitu, mulutnya membilang:

"Sebentar kamu membawakan makanan untuk kami berdua. Dan kau, dua makhluk cilik, jikalau kamu main gila dengan makanan itu, hati-hati jiwamu bertiga!"

Ketiganya berjalan terus, hati mereka panas. Kwee Ceng sangat mendongkol, ia mengutuk tak hentinya. Pak Kay dapat menutup mulut, demikian juga Oey Yong. Hanya nona ini bekerja otaknya.

"Kamu tunggu sebentar di sini, aku akan mencari tempat yang baru," kata Kwee Ceng kemudian.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar