Selasa, 15 Desember 2020

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 083

Pemuda itu maju lagi satu tindak. "Ah, aku tidak percaya!" katanya, tertawa. "Hendak aku mencobanya!"

Tiba-tiba si nona memperlihatkan roman keren. "Satu tindak lagi kau maju, aku akan minta suhu menghajarmu!" ia mengancam.

"Sudahlah!" tertawa si anak muda, membelar. "Apakah si pengemis tua masih dapat berjalan? Apakah tidak baik jikalau aku menggendong dia?"

Oey Yong terkejut, ia mundur dua tindak. ia khawatir. Ia takut kalau pemuda ceriwis ini mengetahui gurunya sudah tidak berdaya.

Auwyang Kongcu tertawa pula. "Jikalau kau ingin terjun ke laut, nah terjunlah!" katanya. "Akan aku menunggu kau di darat! Marilah kita lihat, kau yang dapat berdiam lebih lama di dalam air atau aku yang di daratan."

"Baiklah!" si nona berseru. "Kau menghina aku, untuk selamanya aku tidak sudi bergaul denganmu!"

Nona ini lantas memutar tubuhnya, untuk lari, baru tiga tindak, ia roboh terguling seraya menjerit "Aduh!" karena kakinya kena menginjak batu dan terpeleset.

Keponakan Auwyang Hong benar-benar licin. Ia khawatir si nona menggunakan tipu untuk menyerangnya dengan jarum tatkala ia berlompat menubruk, maka sebelum maju ia membuka dulu baju luarnya, dipakai sebagai senjata pelindung diri. Ia bertindak perlahan-lahan.

"Jangan mendekat!" membentak si nona. Ia bangun, untuk bertindak pula, baru satu tindak, ia roboh kembali. Bahkan kali ini ia terguling hingga separuh tubuhnya rebah di air, ia bagaikan pingsan. Tubuhnya tidak bergerak lagi.

"Budak, kau sangat licik tidak nanti aku kasih diriku diperdayakan!" kata Auwyang Kongcu dalam hatinya. Ia berdiri seraya mengawasi.

Ada seketika sehirupan teh, masih si nona tidak berkutik, tubuhnya dari kepala sampai di dada masuk ke dalam air.

"Ah, dia benar-benar telah pingsan," pikir si kongcu kemudian. "Jikalau aku tidak tolongi dia, mungkin dia mati kelelap, sayang begini cantik dan manis…."

Ia lantas bertindak maju, memegang kaki orang. Ia terperanjat ketika sudah menarik, ia merasakan nona dingin sekali seperti membeku. Ia lekas-lekas membungkuk, untuk memeluk tubuh orang, niatnya untuk diangkat ke darat. Baru saja ia merangkul ketika kedua tangan si nona memeluk kedua kakinya seraya nona itu membentak,

"Turunlah kau!"

Dalam keadaan seperti itu, Auwyang Kongcu tidak berdaya lagi, maka terceburlah ia ke laut bersama¬-sama si nona, yang berseru sambil membetot membuang dirinya ke laut. Bukan kepalang kagetnya Auwyang Kongcu, hatinya terkesiap. Biarpun ia terlebih kosen daripada si nona, di dalam air, habislah dayanya. Ia menyesal walaupun sangat berhati-hati, masih kena diperdaya si nona yang cerdik. Maka pikirnya: "Habislah aku kali ini…"

Oey Yong yang telah berhasil dengan tipu dayanya, dengan hati sangat bernafsu ia menarik orang ke tengah, ke tempat yang lebih dalam. Percuma si anak muda mencoba berontak, ia kena teseret ke tengah. Ia telah dijambak pada kepalanya, kepala itu dibeleseki di dalam air.

Berulang-ulang pemuda itu menenggak air laut, mulanya masih terdengar suara gelogokan di tenggorokan, habis itu ia mati daya, cuma tangan dan kakinya yang menjambret-jambret dan menendang-nendang, rupanya untuk menjambret atau menendang si nona tetapi ia tidak berhasil. Sebab Oey Yong tahu diri, dia sudah menjauhkan dirinya.

Selang sesaat, Auwyang Kongcu merasakan kakinya menginjak tanah. Ia sudah minum banyak air tetapi ia belum pingsan, ia masih ingat akan dirinya. Dasar ia lihay, pikirannya tidak menjadi kacau. Selama di tengah air, karena tidak bisa berenang ia tidak dapat berbuat apa-apa, akan tetapi selekasnya merasa menginjak dasar laut, mendadak ia membungkuk, untuk memegang dasar laut itu, ia menahan napas. Ia berhasil mengerahkan tenaga dalamnya. Ia lantas menduga-duga yang mana arah darat, tetapi di dalam air, ia tidak dapat mengenali timur atau barat, selatan atau utara. Ia mencoba berjalan juga, tangannya mencekal sebuah batu besar. Ia bertindak cepat ke arah dasar laut yang tinggi, yang menanjak.




Oey Yong melepaskan cekalannya sesudah orang kena dilelapkan dan kelabakan tidak karuan, ia muncul di muka air, akan tetapi menanti sekian lama tidak melihat orang timbul, ia menjadi heran. Lekas-lekas ia selulup pula.

Ia dapat menentang matanya di dalam iar, dari itu ia dapat melihat orang sedang bertindak ke arah darat. Ia terperanjat saking heran dan kagumnya. Tak ayal lagi ia berenang, menyusul. Ia menggerakkan tangan dan kakinya tanpa bersuara, setelah datang dekat, ia menikam dengan tempulingnya.

Kebetulan Auwyang Kongcu lagi mempercepat tindakannya, ia lolos dari tikaman itu. Sementara itu, ia sudah tiba di tempat yang dangkal, ia dapat berdiri dengan kepala di luar air. Ia melepaskan pegangannya, ia membuka kedua matanya, dan menghela napas, melegakan hatinya.

Oey Yong pun menghela napas. Ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi terhadap anak muda itu, terpaksa ia selulup pergi.

Auwyang Kongcu merayap naik ke darat, ia merasakan kupingnya pengang dan matanya kabur, tetapi ia masih ingat untuk lekas rebah tengkurap di tanah, untuk mengundal ke luar air dari dalam perutnya. Habis itu ia merasakan lemah sekali, seperti baru sembuh dari semacam penyakit yang berat. Terus ia beristirahat. Tentu sekali, hatinya menjadi mendongkol dan panas, hingga muncullah niatnya yang kejam.

"Biar aku mampusi dulu si pengemis bangkotan!" demikian keputusannya. "Hendak aku lihat, budak itu nanti menurut padaku atau tidak!"

Walaupun ia telah berkeputusan demikian, Auwyang Kongcu tidak segera turun tangan untuk mewujudkannya. Ia masih sangat lelah maka ia beristirahat terus. Ia menjalankan napasnya, untuk meluruskan pernapasannya.

Sesudah berselang lama, baru ia berbangkit bangun, akan mencari sebatang pohon yang kuat, yang ia patahkan, untuk dipakai sebagai senjata, untuk menotok jalan darah. Tiba di dekat gua, ia bertindak dengan hati-hati. Biar bagaimana, ia masih jeri terhadap pengemis tua inu. Di mulut gua ia memasang kupingnya. Ia tidak dapat mendengar suara apapun. Ia masih menanti beberapa saat, baru ia bertindak masuk. Tidak berani ia masuk langsung, ia mepet-¬mepet di pinggiran, majunya setindak demi setindak.

Sekarang ia bisa melihat Pak Kay lagi duduk bersila menghadap matahari, orang tua itu lagi berlatih dengan ilmu dalamnya, dilihat dari air mukanya yang segar, ia seperti tidak tengah menderita luka parah.

"Baiklah aku mencoba dulu, untuk mengetahui dia dapat berjalan atau tidak," berpikir si anak muda, yang sangat berhati-hati. Setelah diperdayakan Oey Yong, ia menjadi semakin cerdik.

"Paman Ang!" ia berseru. "Celaka! celaka…!"

Ang Cit Kong dapat mendengar teriakan itu, ia sudah lantas membuka matanya. "Ada apa?" ia menanya.

"Adik Oey mengejar kelinci, dia terjatuh ke dalam jurang…!" ia menyahut, suaranya dibikin tak lancar. "Dia terluka parah, sampai tak dapat bangun!"

Nampaknya Ang Cit Kong kaget. "Lekas tolong dia!" dia berseru.

Mendengar perkataan orang itu, girangnya Auwyang Kongcu bukan kepalang. Ia mengerti, kalau pengemis tua itu tidak dapat berjalan, mestinya ia sendiri sudah berlompat bangun dan berlari pergi, guna menolong nona itu. Maka ia bertindak maju di mulut gua seraya sembari tertawa lebar ia berkata:

"Dia telah menggunakan seribu satu akal untuk mencelakaiku, mana sudi aku menolong dia? Pergi kau sendiri yang menolongnya?!"

Ang Cit Kong terperanjat. Kata-kata si anak muda dan sikapnya itu menandakan bahwa orang tak jeri lagi kepadanya.

"Rupanya ia telah metahui kepandaianku sudah musnah," pikirnya. "Ini tandanya telah habis lelakon hidupku…!"

Tapi Pak Kay tidak hendak menyerah dengan begitu saja, maka ia bersiap sedia untuk mati bersama. Diam¬-diam ia mencoba mengumpul tenaganya di tangan, untuk menghajar dengan sekali pukul. Kesudahannya ia kaget sekali. Begitu bertenaga, ia merasakan luka si punggungnya sakit, semua tulang-tulangnya seperti hendak buyar belarakan. Sementara itu ia melihat Auwyang Kongcu mendatangi sambil memperlihatkan muka menyeringai. Tanpa merasa ia menghela napas panjang, lantas ia meramkan kedua matanya untuk menantikan kebinasaannya….

Ketika itu Oey Yong di dalam air telah berpikir, menduga bahwa selanjutnya makin sukar melayani Auwyang Kongcu, yang mestinya jadi semakin licin. Ia selulup beberapa tombak jauhnya, baru ia muncul di muka air. Ketika ia melihat daratan, itulah bukan tempat dimana tadi ia telah bergulat sama Auwyang Kongcu. Di sini pepohonannya lebih lebat. Tiba-tiba saja ia dapat ingat pulaunya sendiri, maka ia berpikir:

"Alangkah baiknya kalau aku dapat cari tempat bersembunyi, untuk aku berdiam bersama suhu sambil merawatnya, tentulah si bangsat tidak gampang¬-gampang dapat mencari kita…"

Habis berpikir, si nona mendarat. Ia tidak berani lantas jalan begitu saja, ia berjalan di sepanjang tepian. Ia khawatir nanti ketemu sama keponakannya Auwyang Hong.

"Coba dulu aku tidak terlalu gemar memain dan aku pelajari ilmu Kie-bun Ngo-heng, sekarang tentulah dapat aku melayani bangsat itu," pikirnya pula. Ia seperti ngelamun. "Ah, sayang ayah telah menyerahkan peta Tho Hoa To kepadanya! Jahanam itu sangat cerdas, tentu ia pun dapat memaham peta itu.

Berjalan seperti melamun, Oey Yong kurang memperhatikan jalanan yang dilalui. Tiba-tiba ia keserimpat oyot rotan dan terhuyung karenanya. Berbareng dengan itu di kepalanya terdengar bunyi sesuatu yang disusul sama meluruk jatuhnya butir-¬butir tanah keras seperti batu. Segera ia lompat nyamping, terus ia angkat kepalanya, memandang ke atas. Apa yang ia saksikan membuatnya kaget sekali, hingga jantungnya berdenyutan.

Di atas itu, yang merupakan lamping, ada sebuah batu besar. Batu itu seperti merongkong sebelah, nampaknya seperti bergoyangan, hingga sembarang waktu bisa jatuh ke bawah. Pelurukan batu barusan datangnya dari bawah batu besar itu. Di batu itu pun ada melibat banyak pohon rotan, satu di antaranya ialah yang meroyot ke bawah, yang barusan kena ia injak sehingga ia keserimpat. Hancur remuk tubuhnya, andaikata batu itu jatuh dan menimpa padanya….

Masih Oey Yong mendongak mengawasi, sampai kagetnya lenyap. Ia heran atas keletakannya batu itu. Itu pengaruh sang alam. Hanya dengan disentil sekali saja mungkin batu itu jatuh ambruk. Entah sudah berapa puluh tahun batu itu bercokol di tepi jurang itu.

Sampai di situ, batal Oey Yong maju terus. Ia sekarang berjalan kembali. Ingin ia melihat gurunya. Ia belum berjalan jauh ketika mendadak ia mendapat satu pikiran.

"Yang Maha Kuasa hendak membinasakan jahanam itu maka juga telah diciptakan ini batu luar biasa," demikian pikirnya. "Kenapa aku jadi setolol ini?"

Girang luar biasa nona ini hingga ia berjingkrakan jungkir balik dua kali. Ia lantas lari kembali ke tempat batu tadi, ia memasang mata memperhatikan keletakannya. Di samping itu ada banyak pohon yang besar dan tinggi. Kalau orang berlompat menyingkir, paling jauh juga orang dapat berlompat empat atau lima kaki. Kalau batu jatuh, burung sekalipun tak keburu terbang menyingkir….

Segera nona ini mengeluarkan pisau belatinya, yang panjang empat dim kira-kira. Itulah pisau peranti menyembelih ayam atau memotong daging. Ia cekal itu di tangan kanan, lantas bertindak turun ke lembah. Ia perdatakan tujuh atau delapan oyot rotan yang melibat batu besar itu, ia tidak mengganggunya, hanya ia memotong putus beberapa puluh oyot lainnya. Ia bekerja cepat, saban-saban ia menahan napas dan menghela. Ia pun berlaku hati-hati, supaya ia tidak usah membikin batu itu kena tertarik. Karena ia mesti mengutungi puluhan oyot, ia menjadi mandi keringat. Kemudian, setelah mengumpulkan semua oyot, agak tak kentara sudah diputuskan, baru ia bertindak pergi. Ia mencoba mengingat baik-baik tempat ini. Ia berjalan sambil bernyanyi dengan perlahan, suatu tanda ia merasa puas sekali.

Selagi mendekati gua, si nona tidak melihat Auwyang Kongcu. Ia berjalan terus. Sekonyong-konyong ia mendengar suara tertawa panjang dan nyaring yang keluar dari dalam gua. Ia kenali suaranya si anak muda, yang mana disusul sama kata-katanya yang nyaring:

"Kau sombongkan kepandaianmu yang lihay, sekarang kau roboh di tangan kongcumu? Kau takluk tidak? Baiklah, karena aku berkasihan usiamu yang sudah lanjut, aku menyerah untuk kau menyerang dulu tiga kali! Bagaimana?"

Takutnya Oey Yong bukan main. Ia insyaf bahaya yang mengancam gurunya. Tetapi Ia cerdik luar biasa. Disaat berbahya seperti itu, ia mendapat akal.

"Ayah, ayah!" ia berteriak-teriak. "Kenapa kau datang ke mari? Eh, kau juga Auwyang Peehu? Kenapa kau pun datang?"

Nyaring suara si nona, suara itu terdengar sampai di dalam gua. Auwyang Kongcu tengah mempermainkan Ang Cit Kong, yang hendak dibinasakannya, dia menjadi kaget sekali mendengar suara si nona.

"Ah, kenapa pamanku bisa datang bersama-sama Oey Lao Shia?" pikirnya. Ia sangat bersangsi, hingga ia memikir pula: "Jangan ini pun main gilanya si budak cilik. Ia hendak menolongi pengemis bangkotan ini, dia menipu aku supaya aku keluar…. Tapi tak apa, baik aku melihat dulu, pengemis ini toh tak bakal lolos dari tanganku!" Maka ia bertindak keluar dari gua.

Oey Yong berada di tepian, di pasir. "Ayah! Ayah!" suaranya terdengar, tangannya diulap-¬ulapkan.

Auwyang Kongcu memandang jauh. Ia tidak melihat siapapun di antara mereka apa pula Oey Yok Su atau pamannya. Maka ia tertawa terbahak-bahak.

"Adikku, kau memancing aku supaya menemani kau?" katanya. "Kau lihat, bukankah aku sudah keluar?"

Si nona menoleh, ia tertawa, matanya pun memain. "Siapa kesudian mendustai kau?" katanya manis. Dan ia lari di sepanjang pasir.

Auwyang Kongcu tertawa. "Kali ini aku telah bersiaga," katanya. "Jikalau kau memikir untuk menyeret pula aku ke laut, marilah kita mencoba-coba!"

Sembari berkata, pemuda ini lari mengejar. Hebat ilmu meringankan tubuhnya, sebentar saja dia sudah datang dekati si nona.

"Celaka…" mengeluh Oey Yong. "Kalau aku tidak keburu sampai di batu itu, pasti dia bakal dapat menawan aku…" Maka ia lari terus sekuatnya.

Lagi beberapa puluh tombak, Auwyang Kongcu telah datang semakin dekat. Oey Yong lari ke kiri, mendekati laut, tinggal lagi beberapa kaki. Benar-benar Auwyang Kongcu menjadi cerdik, tidak mau ia mendekati.

"Baiklah, mari kita main petak umpat!" katanya tertawa. Ia maju pula, ia waspada.

Oey Yong menghentikan tindakannya, ia juga tertawa. "Di depan sana ada seekor harimau galak," katanya, "Jikalau kau tetap menyusulku, kau nanti diterkam dan digegares olehnya!"

"Aku sendiri pun harimau!" tertawa si anak muda. Ia tidak percaya perkataan orang. "Aku pun hendak mencaplok dirimu!"

Oey Yong tertawa, tanpa menyahuti ia lari pula. Demikian mereka main lari-larian atau kejar-kejaran hingga mereka datang dekat ke batu separuh tergantung itu. Di sini Oey Yong lari makin keras. Ia harus menang tempo.

"Mari!" ia menantang. Dan ia berlompat pesat ke arah depan batu.

Hanya sekelebatan, ia merasa melihat bayangan orang di pesisir. Tapi ia lagi menghadapi saat tegang itu, biar pun ia heran, ia tidak sempat mencari tahu. Ia lari terus sampai di tempat oyot rotan tadi. Dengan tiga kali lompatan, tibalah ia di lembah.

"Mana si harimau?" tanya Auwyang Kongcu mengejek. Ia pun menambah pesat larinya, sehingga ia juga tiba di depan lembah.

Sekonyong-konyong pemuda ini mendengar suara berkeresek di atasan kepalanya, suaranya disusul sambaran angin. Ia lantas mengangkat kepalanya, mendongak untuk melihat. Bukan main kagetnya. Ia menampak sebuah batu besar jatuh ke arahnya. Tidak ada jalan lain. Ia berlompat ke samping. Ia lompat tanpa melihat lagi arahnya. Ia terkejut ketika ia merasakan tubuhnya membentur sebuah pohon, yang terus patah dan bagian patahannya melukai punggungnya. Lupa ia pada rasa sakit, ia cuma ingat menyingkir, menyingkir…. Ia mencoba berlompat pula….

Disaat seperti itu, Auwyang Kongcu sudah seperti pingsan, tetapi ia masih merasakan ada tangan yang kuat yang menyambar menjambak batang lehernya, terus ditarik. Meski begitu, jatuhnya batu cepat luar biasa, ia masih ketimpa juga, maka robohlah ia dibarengi jeritannya yang hebat sekali, debu dan batu pun muncrat! Debu itu mengepul bagaikan uap.

Oey Yong melihat jebakannya telah memberi hasil, ia girang berbareng kaget. Ia tidak menyangka bahwa jatuhnya batu demikian hebat. Ia menjatuhkan diri ke tanah, duduk menumprah seraya meletakkan kedua tangannya di atas kepala. Ia baru mengangkat kepala dan membuka matanya ketika mendengar sirapnya suara nyaring dan berisik. Samar-samar menampak dua tubuh orang berdiri di sisi batu besar. Seperti orang lagi bermimpi, ia mengucak-ucak kedua matanya. Lalu ia mengawasi pula, dengan perhatian dipusatkan. Tidak salah, di situ ada dua orang lain, bahkan orang itu ialah Auwyang Hong dan Kwee Ceng! Si anak muda yang tidak dapat dilupakannya….

"Engko Ceng!" akhirnya ia berseru seraya berlompat bangun.

Kwee Ceng juga tidak menyangka di tempat itu dapat menemukan kekasihnya, ia juga berlompat menubruk, merangkul erat-erat si nona. Hingga keduanya lupa bahwa di samping mereka berada musuh besar!

**** 083 ****








OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar