Kamis, 03 Desember 2020

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 076

Oey Yong diajak pulang, dia terus ditarik hingga ke dalam rumah. Tentu saja, karena dipaksa ayahnya, tidak dapat ia berbicara dengan Kwee Ceng. Ia menjadi masgul dan dongkol sekali. Terus ia masuk ke dalam kamarnya, mengunci pintu. Ia menangis dengan perlahan.

Oey Yok Su menyesal juga telah mengusir Kwee Ceng karena ia menuruti hawa amarahnya, terutama karena ia anggap si anak muda lagi menghadapi bahaya maut. Hendak ia menghibur gadisnya tetapi Oey Yong tidak memperdulikannya. Anak ini tidak membuka pintu kamarnya, diwaktu santap malam, ia tidak muncul untuk berdahar. Ketika sang ayah menyuruh bujangnya perempuan membawa makanan naik dan lauknya, ia lemparkan itu ke lantai hingga tumpah berserakan dan piring mangkoknya pecah hancur. Keras Oey Yong berpkir.

"Ayah akan lakukan apa yang dia ucapkan. Kalau engko Ceng datang pula ke mari, dia bakal di hajar mati. Kalau aku kabur, dilain haripun tentu tidak bakal mengasih ampun…. Pula, dengan membiarkan dia tinggal seorang diri saja, tidakkah ia menjadi kesepian?" Bukan main berdukanya nona ini. Ia tidak dapat pikiran yang baik.

Ketika beberapa bulan yang lalu ia dimaki ayahnya, waktu ia kabur tanpa berpikir lagi, setelah bertemu pula dengan ayahnya, ia mendapatkan rambut ayahnya itu mulai ubanan, hingga baru selang beberapa bulan, si ayah seperti bertambah puluhan tahun. Melihat itu, ia masgul sekali, hingga ia bersumpah tidak akan membikin ayah berduka pula. Sekarang? Di luar sangkaannya, ia menghadapi kesulitan ini. Tidak kabur, ia pikirkan Kwee Ceng. Kalau ia kabur, berati ayahnya…. Maka ia menangis sambil mendekam di pembaringan.

"Coba ibu masih hidup, tentu ibu dapat mengambil keputusan untukku…. Tidak mungkin ibu membiarkan aku bersusah hati begini…" Begitu ia berpikir, mengingat ibunya yang sudah lama meninggalkan dunia fana ini.

Ingat ibunya, ia menjadi terlebih sedih. Ia berbangkit, membuka pintu, terus pergi ke thia, ruang depan. Pintu rumah Oey Yok Su di pulau Tho Hoa To ini ada dipasang seperti untuk main-main saja. Pintu besarnya siang atau malam dipentang lebar-lebar, maka dengan tindakan perlahan, Oey Yong bisa terus keluar. Di luar pintu ia melihat bintang-bintang di langit. Kembali ia berpikir keras.

"Tentulah sekarang engko Ceng sudah terpisah beberapa puluh lie dari sini," pikirnya. "Entah sampai kapan aku bakal dapat bertemu lagi dengannya…."

Ia menghela napas, menepas air mata dengan ujung bajunya. Lalu ia bertindak ke dalam pohon-pohon bunga. Ia menyingkap cabang-cabang, mengebut¬-ngebut daun-daun, sampai berada di depan kuburan ibunya.

Di depan kuburan itu tumbuh pelbagai macam pohon bunga, yang di empat musim berbunga bergantian. Semua itu ada bunga-bunga pilihan dan ditanam Oey Yok Su sendiri. Kecuali harum bunga, dipandang diantara sinar rembulan, bunganya sendiri pun indah permai.

Oey Yong menolak batu nisan, ke kiri tiga kali, ke kanan tiga kali juga. Lalu ia menarik ke depan. Dengan perlahan-lahan batu itu berkisar, memperlihatkan sebuah liang atau lorong di dalam tanah. Ia bertindak ke dalam lorong, membelok tiga kali. Kembali ia membuka pintu rahasia, yang terbuat dari batu. Maka tibalah di dalam, di kuburan ibunya yang pekarangannya lebar. Ia menyalakan api, memasang pelita di muka kuburan.

Pintu kuburan semuanya tertutup dengan sendirinya. Maka Oey Yong berada seorang diri. Ia memandang gambar ibunya, yang dilukis oleh ayahnya sendiri. Ia berpikir keras.

"Seumurku belum pernah aku melihat ibu," pikirnya. "Kalau nanti aku sudah mati, bisakah aku bertemu dengannya? Bisakah ibu masih begini muda seperti gambar ini, begini cantik? Di mana sekarang adanya ibu? Di atas langit atau di bawah langit? Apakah ibu masih di dalam pekarangan yang luas ini? Baiklah aku berdiam di sini untuk selama-lamanya, untuk menemani ibu…."

Di tembok di dalam liang kubur ini ada sebuah meja, dimana diletakkan pelbagai macam batu permata yang luar biasa, tidak ada satu juga yang tidak indah. Semua itu dikumpulkan oleh Oey Yok Su dari pelbagai tempat, ketika dulu ia malang melintang di kolong langit ini. Baik istana atau keraton, baik gedung orang-¬orang berpangkat besar atau orang-orang hartawan, ataupun sarang-sarang berandal, hampir tak ada tempat yang ia tidak pergikan, dan asal ada barang permata yang ia sukai, lantas ia ambil atau ia rampas. Sebelum mendapatkannya, belum ia puas. Ia gagah luar biasa, matanya sangat tajam, maka ia bisa mendapatkan demikian banyak permata itu. Semua itu sekarang dikumpulkannya di dalam kuburan istrinya, untuk dipakai menemani arwah istrinya. Semua permata itu bergemerlapan tertimpa cahaya api.

Oey Yong berpikir pula: "Semua permata ini tidak mempunyai perasaan tetapi mereka benda yang ribuan tahun tak akan rusak musnah. Malam ini aku melihatnya. Bagaimana kalau nanti tubuhku sudah berubah menjadi tanah? Bukankah permata ini tetap berada di dunia? Benarkah makhluk yang berjiwa, makin dia cerdik makin pendek umurnya? Oleh karena ibu cerdas luar biasa, dia cuma hidup duapuluh tahun, lalu menutup mata…"




Ia menjublak mengawasi gambar ibunya. Kemudian ia padamkan api. Ia pergi ke tepi peti kumala dari ibunya. Ia mengusap-usap sekian lama, lalu berduduk di tanah, tubuhnya disenderkan kepada peti. Ia berduka sekali. Ia merasakan seperti menyender pada tubuh ibunya. Lewat sekian lama, ia ketiduran dan pulas.

Mimpi Oey Yong. Ia merasa telah berada di kota raja, di dalam istana Chao Wang dimana seorang diri melawan pelbagai jago. Lalu di tengah jalan di perbatasan bertemu Kwee Ceng. Baru mereka bicara beberapa patah kata, mendadak ia mendapat lihat ibunya, tak terlihat tegas. Ibunya itu terbang ke langit, ia memburunya di bumi. Ibunya tampak terbang makin lama makin tinggi. Ia menjadi sangat khawatir. Sekonyong-konyong ia mendengar suara ayahnya, memanggil-manggil ibunya. Suara itu makin lama terdengar makin nyata.

Sampai di situ, si nona terbangun. Ia masih mendengar suara ayahnya. Ia lantas menetapkan hatinya. Sekarang ia mendapat kenyataan, ia bukan bermimpi lagi. Ayahnya benar-benar berada di dalam kuburan ibunya, berada bersama dia. Ia ingat, ketika masih kecil, sering ayahnya membawa ke dalam kuburan ini, berdiam sambil memasang omong. Baru selama belakangan ini, jarang ia bersama ayah memasukinya. Ia tidak heran ayahnya datang. Ia berdiam. Diantara ia dan ayahnya ada menghalang sehelai kain. Karena ia lagi mendongkol, tidak sudi ia menemui ayahnya. Ia mau keluar kalau nanti ayahnya sudah pergi. Lalu ia mendengar suara ayahnya:

"Telah aku berjanji padamu hendak mencari Kiu Im Cin-keng sampai dapat, hendak aku membakarnya supaya kau melihatnya, supaya arwahmu di langit tahu. Kitab yang sangat kau pikirkan itu, yang kau ingin ketahui apa bunyinya, aku telah mencarinya sia-sia selama limabelas tahun. Baru hari inilah dapat memenuhi keinginanmu itu…."

Oey Yong heran bukan main. "Darimana ayah mendapatkan kitab itu?" ia menanya dalam hatinya. Ia mendengar ayahnya bicara terus:

"Bukan maksudku sengaja hendak membinasakan mantumu itu. Siapa suruh mereka sendiri ingin menaiki perahu itu..?"

Oey Yong terkejut sendiri. "Mantu ibuku?" pikirnya. "Apakah ayah maksudkan engko Ceng? Kalau engko Ceng duduk di dalam perahu itu, kenapakah?" Maka ia lantas memasang kupingnya pula.

Kali ini ayah bicara dari hal kesusahan hatinya dan kesepiannya sendiri semenjak ia ditinggal pergi istrinya, yang cantik dan baik hati, yang mencintainya. Tergetar hati Oey Yong mendengarkan keluh kesah ayahnya.

"Aku dan engko Ceng adalah anak-anak baru belasan tahun, maka mustahil di belakang hari kita tidak bakal bertemun lagi," pikirnya. "Sekarang ini tidak dapat aku meninggalkan ayah…"

Belum sempat Oey Yong berpikir lebih jauh, ia sudah dengar ayahnya berkata lebih jauh:

"Loo Boan Tong telah memusnahkan kitab bagian atas dan bagian bawah dengan gencetan tangannya, ketika itu aku mengira tidak dapat mewujudkan keinginanmu, siapa tahu seperti disuruh hantu atau malaikat, dia bersikeras hendak menaiki perahu itu yang terpajang indah yang aku sengaja bikin untuk pertemuan kita nanti…"

Kembali Oey Yong menjadi heran. "Sering aku minta naik perahu itu, ayah selalu melarang dengan keras. Kenapa ayah membuatnya untuk ia bertemu sama ibu?" Anak ini tahu tabiat ayahnya aneh tetapi ia masih belum tahu keinginan terakhir dari ayahnya.

Oey Yok Su aneh tetapi terhadap istrinya ia sangat mencinta, sedang istrinya menutup mata karena dia. Maka ia telah memikir untuk mengorbankan diri untuk istrinya. Ia tahu lihaynya kepandaian sendiri, tidak mungkin terbinasa dengan jalan menggantung diri atau meminum racun, maka ia memikir satu cara lain. Ia pergi dari pulaunya, menculik pembikin perahu yang pandai, ia suruh membuat perahu terpajang itu. Segala-galanya perahu itu sama dengan perahu yang biasa, hanya papan dasarnya bukan memasangnya kuat-kuat dengan paku, hanya ia ikat dengan tali yang dipakaikan getah.

Memang, berlabuh di muara, perahu itu terpandang indah, akan tetapi satu kali dia berlayar di laut dan terdampar-dampar gelombang dahsyat, tidak sampai setengah harian, dia bakal karam sendirinya. Sebab musnahlah itu "paku-¬paku istimewa". Oey Yok Su telah memikir untuk membawa jenazah istrinya ke dalam perahu itu, untuk berlayar dan nanti mati bersama di dalam gelombang, hanya setiap kali ia mau berangkat, hatinya tidak tega membawa pula anak daranya yang manis itu. Ia juga tidak tega meninggalkan anak itu sebatang kara. Maka akhir ia membuatnya pekuburan ini. Karena itu, perahu berhias itu dibiarkan saja tak terpakai, setiap tahun dicat baru, hingga nampaknya terus baru dan bagus.

Oey Yong tidak tahu pikiran ayahnya itu, maka heranlah ia. Ia terus berdiam hingga mendengar pula perkataan ayahnya:

"Loo Boan Tong dapat membaca kitab Kiu Im Cin-keng di luar kepalanya, dia hapal sekali. begitu pun dengan si bocah she Kwee itu, yang menghapalnya tak salah. Sekarang aku mengirimkan jiwa mereka berdua, itu sama artinya dengan membakar habis kitab tersebut. Maka arwah kau di langit, aku percaya puas dan tenanglah kau. Hanya sayang si pengemis tua she Ang itu, tidak karu-¬karuan turut mengantarkan nyawanya….. Di dalam satu hari aku membinasakan tiga ahli silat kelas satu, dengan begitu aku telah memenuhi janjiku kepadamu, maka jikalau di belakang hari kita bertemu pula, pasti kau akan membilangnya suamimu telah membuktikan perkataannya!"

Oey Yong kaget hingga bergidik. Ia belum mengetahui pasti tetapi ia dapat menduga perahu berhias itu mestinya terpasangkan pesawat rahasia yang luar bhiasa. Ia tahu baik lihaynya ayahnya ini. Maka itu mungkin Kwee Ceng bertiga sudah menjadi korban. Ia jadi sangat berkhawatir dan berduka, hampir ia berlompat kepada ayahnya untuk memohon pertolongan. Tapi ia terpengaruh kekhawatiran yang sangat, sampai kakinya menjadi lemas, hingga tak kuat mengangkat kakinya untuk bertindak, dan mulutnya pun tak dapat mengeluarkan perkataan. Ia cuma mendengar suara tertawa ayahnya, yang terus pergi berlalu.

Sekian lama Oey Yong berdiam diri, mencoba menenangkan diri. Ia cuma berpikir satu: "Aku mesti pergi menolong engko Ceng! Jikalau aku tidak berhasil, aku akan menemani dia mati…!"

Anak ini mengerti, percuma minta bantuan ayahnya. Ayah terlalu mencintai istrinya tidak akan bisa mengubah keputusannya. Maka ia lari keluar dari perkuburan, terus ke pinggir laut, ia melompat naik ke sebuah perahu kecil. Ia mengasih bangun seorang bujang gagu yang menjaga perahu itu, menitahkan dia memasang layar dan mengayuh, untuk berlayar ke tengah laut.

Sementara itu terdengar tindakan kaki kuda yang lari keras dan berbarengan terdengar suara seruling dari Oey Yok Su, Oey Yong berpaling ke darat, ia melihat kuda merah dari Kwee Ceng lagi lari mendatangi. Rupanya binatang itu tak betah berdiam di pulau, malam itu ia keluar berlari-lari…

Oey Yong lantas berpkir; "Di laut begini luas, ke mana aku mesti cari engko Ceng? Kuda kecil itu memang luar biasa tetapi begitu meninggalkan tanah, ia pun tak dapat berbuat apa-apa lagi."

**** 076 ****







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar