Selasa, 01 Desember 2020

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 075

Oey Yong lantas lari ke tepi laut, mencegah si gagu mebakar perahu. Ang Cit Kong tertawa, dia berkata:

"Saudara Yok, aku si pengemis tua seumuran ini sial dangkalan, biarlah aku temani Loo Boan Tong menaiki perahu yang angker itu. Biarlah kita lawan jahat dengan jahat, biarlah kita coba bergulat, lihat saja, aku si pengemis tua yang apes atau perahumu yang angker itu yang benar-benar keramat!"

"Saudara Cit," berkata Oey Yok Su. "Sebaiknya kau berdiam lagi beberapa hari di sini. Kenapa mesti buru-¬buru pergi?"

"Pengemis-pengemis besar, yang sedang, yang cilik, semuanya yang ada di kolong langit ini," menyahut Ang Cit Kong, "Tak berapa hari lagi bakal berapat di Gakyang di Ouwlam, untuk mendengarkan putusanku si pengemis tua yang hendak memilih ahli waris dari Kay Pang. Coba pikir kalau ada aral melintang terhadapku si pengemis tua dan karenanya aku pulang ke langit, apabila tidak siang-siang aku memilih gantiku, bukankah semua pengemis menjadi tidak ada pemimpinnya? Maka itu si pengemis tua perlu lekas-¬lekas berangkat."

Oey Yok Su menghela napas. "Saudara Cit, kau sungguh baik!" ia berkata. "Seumur hidupmu, kau senantiasa bekerja untuk orang lain, kau bekerja tidak hentinya seperti kuda berlari-lari."

Ang Cit Kong tertawa. "Aku si pengemis tua tidak menunggang kuda, kakiku tidak terpisah dari tindakannya," katanya. "Kau keliru! Nyata kau berputar-putar mendamprat orang! Kalau kakiku adalah kaki kuda, bukankah aku menjadi binatang?"

Oey Yong tertawa, dia campur bicara. "Suhu, itulah kau sendiri yang mengatakannya, bukan ayahku!" bilangnya.

"Benar, guru bukanlah sebagai ayah!" berkata Ang Cit Kong. "Biarlah besok aku menikah dengan seorang pengemis perempuan, agar lain tahun aku mendapat anak perempuan untuk kau lihat!"

Oey Yong bertepuk tangan, bersorak. "Tak ada yang terlebih baik daripada itu!" serunya.

Auwyang Kongcu melirik kepada nona itu, di antara sinar matahari tampak satu paras yang cantik sekali, kulit yang putih dadu bagaikan bunga dimusim semi, atau sebagai sinar matahari indah diwaktu fajar. Mau atau tidak ia menjadi berdiri menjublak.

Ang Cit Kong sudah lantas mempepayang Ciu Pek Thong. "Pek Thong," katanya. "Mari aku menemani kau naik perahu baru itu! Oey Lao Shia sangat aneh, maka kita berdua jangan kasih diri kita diiperdayakan!"

Ciu Pek Thong menjadi sangat girang. "Pengemis tua, kau orang baik!" katanya gembira. "Baiklah kita mengangkat saudara!"

Belum lagi Cit Kong menjawab, Kwee Ceng sudah dating menghampiri. "Ciu Toako!" katanya. "Kau sudah angkat saudara denganku, bagaimana sekarang kau juga hendak mengangkat saudara dengan guruku?"

"Ada apakah halangannya?" Pek Thong tertawa. "Jikalau mertuamu mengijinkan aku naik perahunya yang baru, hatiku akan menjadi girang sekali, dengan dia pun suka aku mengangkat saudara!"

Sementara itu Cit Kong mencurigai Oey Yok Su. Ia berlaku jenaka tetapi hatinya berpikir. Kenapa Tong Shia menghalangi orang memakai perahunya yang besar dan indah itu? Bukankah di situ mesti ada terselip rahasia? Sebaliknya Ciu Pek Thong berkeras hendak naik perahu itu, apabila ada bahaya, seorang diri Pek Thong tidak dapat membela diri. Bukankah Pek Thong tengah terluka dalam? Maka ia anggap perlulah ia menemani untuk membantu apabila perlu.

"Hm!" Oey Yok Su memperdengarkan suara di hidung. "Kamu berdua lihay, aku pikir umpama kamu menghadapi bahaya, kamu bisa menyelamatkan diri, maka aku Oey Yok Su berkhawatir berlebih-lebihan. Kwee Sieheng, kau pun boleh ikut pergi bersama!"

Kwee Ceng terkejut saking herannya. Bukankah aneh mertua itu? Ia suka diakui sebagai mantu, ia sudah panggil "Ceng-jie" anak Ceng, tetapi sekarang panggilan itu diubah pula menjadi "sieheng" yang asing. Ia memandang mertuanya itu.

"Gakhu…" katanya.




"Bocah cilik yang termaha!" membentak Oey Yok Su. "Siapakah gakhumu?! Sejak hari ini, jikalau kau menginjak pula Tho Hoa To setindak, jangan kau sesalkan aku Oey Yok Su keterlaluan!"

Mendadak ia menyambar punggungnya satu bujang gagu di sampingnya seraya ia menambahkan: "Ini contohnya!"

Bujang gagu itu sudah dipotong lidahnya, maka waktu ia menjerit, suaranya tidak keruan. Sampokan itu membuat tubuhnya terpelanting seperti terbang, terlempar ke laut di dalam mana ia lantas hilang tenggelam. Lebih dulu daripada itu semua anggota di dalam tubuhnya sudah hancur luluh.

Semua bujang lainnya menjadi akget dan ketakutan, mereka lantas pada berlutut. Semua bujang yang ada di Tho Hoa To ini adalan bangsa jahat dan tidak mengenal budi, tentang mereka itu, Oey Yok Su sudah mencari tahu jelas sekali, maka ia tawan mereka dan dibawa ke pulau, lidah mereka semua dikutungi dan kupingnya ditusuk hingga menjadi tuli, setelah itu ia wajibkan mereka melayani dirinya. Ia sendiri pernah berkata:

"Aku Oey Yok Su, bukan seorang kuncu. Kaum kangouw menyebut aku Tong Shia, si Sesat dari Timur, maka dengan sendirinya tak dapat aku bergaul dengan bangsa budiman. Bujang-bujang, semakin ia jahat, semakin tepat untukku."

Orang menghela napas menyaksikan ketelengasan tocu dari Tho Hoa To ini. Kwee Ceng kaget dan heran, ia lantas menekuk lutut.

"Apakah dari dia yang tak mempuaskanmu?" Ang Cit Kong tanya Tong Shia.

Oey Yok Su tidak menjawab, hanya ia memandang Kwee Ceng dan menanya dengan bengis: "Bagian bawah dari Kiu Im Cin-keng itu, bukankah kau yang memberikannya kepada Ciu Pek Thong?!"

"Ada sehelai barang yang aku berikan pada Ciu Toako, aku tidak tahu barang apa itu," menyahut Kwee Ceng. "Jikalau aku tahu…."

Bagaikan orang yang tak tahu salatan, yang tak mengenal berat dan entengnya urusan, Ciu Pek Thong memotong kata-kata adik angkatnya. Hebat kegemarannya bergurau.

"Kenapa kau membilangnya tak tahu?" demikian selaknya. "Bukankah kau telah merampasnya dari Bwee Tiauw Hong dengan tanganmu sendiri? Syukur Oey Yok Su si tua bangka itu tidak tahu! Mestinya kau bilang telah paham kitab itu, bahwa selanjutnya di kolong langit ini tidak ada tandinganmu!"

Kwee Ceng kaget bukan main. "Toako!" serunya. "Aku…aku kapan pernah mengatakan demikian?"

Ciu Pek Thong mendelik. "Memang kau telah mengatakan demikian!" ia memastikan.

Kwee Ceng membaca Kiu Im Cin-keng tanpa mengetahui kitab itulah kitab ajaib, hal itu memang membuatnya orang tak percaya, maka sekarang dengan Ciu Pek Thong membebernya, Oey Yok Su menjadi seperti kalap, hingga ia tak ingat lagi si tua bangka berandalan itu lagi bergurau atau bukan, ia sebaliknya menganggap orang telah lenyap sikap kekanak-kanakannya dan tengah berbicara dengan sebenar-benarnya. Ia lantas saja memberi hormat kepada Pek Thong, Ang Cit Kong dan Auwyang Hong:

“Persilahkan!" katanya. Habis itu dengan menarik tangan Oey Yong, ia memutar tubuh mengeloyor pergi.

Oey Yong hendak berbicara dengan Kwee Ceng, baru ia memanggil: "Engko Ceng!" ia sudah ditarik ayahnya beberapa tombak jauhnya, terus dengan cepat masuk dibawa ke dalam rimba.

Ciu Pek Thong tertawa bergelak, tapi mendadak ia merasakan dadanya sakit, ia berhenti dengan tiba-tiba. Ia cuma berhenti sebentar, lantas ia tertawa pula. Ia kata:

Oey Lao Shia telah kena aku jual! Aku bergurau, dia kira itu benar-benar!"

Cit Kong menjadi heran. "Jadi benar tadinya Ceng-jie tidak ketahui halnya kitab itu?" ia tegaskan.

"Memang ia tidak tahu!" Pek Thong tertawa. "Dia hanya mengira itu latihan napas saja. Jikalau dia mengetahuinya lebih dulu, mana dia sudi belajar padaku? Adikku, kau sekarang telah ingat baik-baik isi kitab, bukan? Bukankah kau bakal tidak akan melupakannya?"

Setelah berkata demikian, Pek Thong tertawa pula, tetapi segera ia berjengkit kesakitan, wajahnya menyeringai. Lucunya sembari jalan ia tertawa dengan saban-saban manahan sakitnya…!

"Ah, Loo Boan Tong!" Ang Cit Kong membanting kakinya. "Bagaimana kau masih berguyon saja! Nanti aku bicara sama saudara Yok!"

Ia lari ke dalam rimba ke arah tadi Oey Yok Su berlalu dengan putrinya. Begitu ia masuk, ia kehilangan ayah dan anak daranya. ia pun melihat jalan melintang tidak karuan, hingga tak tahu mesti mengambil jurusan yang mana. Semua bujang gagu pun bubar setelah berlalunya majikan mereka. Maka dengan terpaksa Ang Cit Kong kembali. Mendadak ia ingat Auwyang Kongcu mempunyai peta Tho Hoa To.

"Auwyang Sieheng," katanya lantas. "Aku minta sukalah kau memberi pinjam petamu sebentar."

Pemuda itu menggeleng kepala. "Tanpa perkenan dari Oey Peehu, siauwtit tidak berani meminjamkannya kepada lain orang," Auwyang Kongcu menolak. "Harap Ang Peehu memaafkan aku."

"Hm!" Cit Kong perdengarkan suara dingin. Lalu ia kata di dalam hatinya, "Benar-benar aku tolol! Mengapa aku hendak meminjam peta dari bocah ini? Dia justru menghendaki supaya Oey Lao Shia membenci muridku!"

Ketika itu dari dalam rimba terlihat munculnya serombongan orang dengan seragam putih, yang diantar oleh seorang bujang gagu. Itulah tigapuluh dua nona-nona tukang menari dari Auwyang Hong dan mereka segera memberi hormat seraya menekuk lutut kepada Auwyang Hong itu sambil berkata: "Oey Laoya menitahkan kami turut looya pulang."

Tanpa memandang lagi kepada mereka, Auwyang Hong menggerakkan tangannya memberi tanda supaya mereka naik perahu, kemudian ia menoleh kepada Ang Cit Kong dan Ciu Pek Thong seraya berkata:

"Perahu saudara Yok itu mungkin benar ada rahasianya, maka baiklah kamu legakan hatimu, nanti perahuku mengikutinya dari belakang, jikalau perlu, akan aku memberikan bantuan."

"Siapa kesudian kau berbuat baik padaku?" bentak Ciu Pek Thong gusar. "Aku justru hendak mencoba¬-coba ada apakah yang aneh pada perahunya Oey Lao Shia ini! Jikalau kau mengikuti, habisnya tidak ada bahaya, tidak ada bencana, bukankah itu tidak ada artinya?"

Auwyang Hong tidak menjadi gusar, ia bahkan tertawa. "Baiklah!" sahutnya gembira. "Sampai kita bertemu pula!" Ia memberi hormat, terus ia naik ke perahunya.

Kwee Ceng sendiri mengawasi dengan mendelong jalanan yang diambil Oey Yong tadi.

"Adikku, mari kita naik perahu!" Ciu Pek Thong mengajak sambil tertawa. "Hendak aku melihat, apakah bisa perahu ini membikin mampus kita bertiga?"

Lalu dengan sebelah tangan menarik Ang Cit Kong dan sebelah tangan yang lain menarik adik angkatnya, ia bertindak turun ke perahu yang besar dan indah itu. Di situ ada delapan bujang gagu yang menanti melayani mereka. Semuanya membungkam. Melihat mereka itu, Ciu Pek Thong tertawa pula.

"Mungkin kalau satu hari Oey Lao Shia kumat tabiatnya, dia juga bakal mengutungi lidah putrinya! Kalau itu sampai terjadi maka barulah aku percaya benar dia mempunyai kepandaian lihay….?"

Kwee Ceng mendengar itu, menggigil dengan sendirinya. Memang hebat kalau benar-benar Oey Yok Su karena gusarnya memotong lidah anaknya.

"Apakah kau takut?" menanya Pek Thong tertawa bergelak-gelak. Tanpa menanti jawaban, ia memberi tanda kepada si orang-orang gagu untuk mulai memberangkatkan perahu itu. Mereka berlayar mengikuti angin Selatan.

"Sekarang mari kita periksa ke dasar perahu ada apanya yang aneh!" Cit Kong mengajak.

Pek Thong dan Kwee Ceng menurut, mereka lantas mulai bekerja. Mulai dari depan, lalu ke tengah, terus ke belakang. Semuanya dicat mengkilap. Barang makanan pun lengkap: ada beras, ada daging, dan sayuran. Sama sekali tidak ada bagian yang mencurigakan.

Ciu Pek Thong menjadi sangat mendongkol. "Oey Lao Shia menipu!" teriaknya, sengit. "Dia bilang perahunya ini berbahaya, toh bahayanya tidak ada! Sungguh menyebalkan!"

Tapi Cit Kong tetap curiga. Ia lompat naik ke atas tiang layar, tidak dapatkan apa-apa yang luar biasa. Maka lantas ia memandang jauh ke laut. Nampak hanya burung-burung laut beterbangan, angin meniup keras, membuat gelombang mendampar-dampar tanpa pangkalnya, seperti nempel langit. Berdiam di atas kapal, ia justru merasa segar.

Ditiup angin, tiga batang layarnya membuat perahu menuju ke Utara. Ketika Ang Cit Kong berpaling ke belakang, ia mendapatkan kendaraan Auwyang Hong mengikuti sejarak dua lie, terlihat nyata layarnya yang putih sulaman dari ular-ularan yang berkepala dua sedang mengulurkan lidahnya.

Cit Kong melompat turun, kepada anak buahnya memberi tanda agar perahu diarahkan ke barat laut, ketika jurusan telah diubah, ia lantas melihat pula ke belakang. Juga perahunya Auwyang Hong turut berubah, tetap mengikuti.

"Apa perlunya ia mengikuti terus?" Pek Kay menanya dirinya sendiri. "Benar-benarkah ia bermaksud baik? Si tua bangka beracun itu tidak biasanya bertabiat demikian baik budi…!"

Apa yang dia pikirkan, Cit Kong tidak beritahukan Pek Thong. Ia tahu tabiat aneh dan aseran dari kawannya ini, ia khawatir kumat amarahnya atau tabiat anehnya. Ia cuma menitahkan anak buah kapal kembali mengubah tujuan ke timur lurus. Karena tujuan diubah, perahu berputar, bersama layar-¬layarnya kendaraan ini miring dan menjadi kendor jalannya. Belum lama, lalu tampak perahunya Auwyang Hong pun menuju ke timur….

"Bagus juga jikalau kita mengadu ilmu di tengah laut," pikir Cit Kong kemudian. Ia masuk ke dalam gubuk perahu. Tampak Kwee Ceng duduk menjublak saja, suatu tanda pemuda itu kalut pikirannya.

"Muridku," menegur sang guru, "Mari aku ajarkan kau semacam ilmu mengemis nasi, jikalau tuan rumah tetap tidak sudi mengamal, kau libat dia selama tiga hari tiga malam, supaya kau buktikan nanti, dia suka mengamal atau tidak!"

Pek Thong tertawa mendengar perkataan orang. "Jikalau tuan rumah memelihara anjing galak?" tanyanya. "Jikalau kau tidak pergi, anjing jahat itu bakal menggigitnya! Habis bagaimana?"

"Tuan rumah yang demikian tidak berperasaan prikemanusiaan, kalau malamnya kau santroni dan mencuri sepuasnya hartanya, itu tidak melanggar hukum Thian…" kata Cit Kong.

"Adikku," Pek Thong terus menanya Kwee Ceng, "Mengertikah kau maksud gurumu? Itu berarti dia menganjurkan kau menggerembengi mertuamu itu! Umpama kata dia tetap tidak hendak menyerahkan putrinya dan bahkan hendak menghajar kau, maka pergilah kau diwaktu malam membawa lari gadisnya itu!"

Mendengar demikian, mau tidak mau, Kwee Ceng tertawa. Kemudian ia mengawasi orang jalan mondar-mandir, sikapnya tak tenang. Ia mendadak ingat sesuatu.

"Toako," ia menanya, "Sekarang kau hendak pergi ke mana?"

"Tidak ada tujuan, adikku," Pek Thong menyahut. "Ke mana saja asal pesiar…"

"Aku hendak meminta sesuatu, toako…."

Pek Thong segera menggoyangkan tangannya. "Jikalau kau mau minta aku kembali ke Tho Hoa To untuk membantu kau mencuri istri, itu tidak mungkin aku lakukan!"! sahutnya.

Merah muka Kwee Ceng. "Bukan itu, toako!" ia menjelaskan. "Aku ingin toako pergi ke Kwie-in Chung di telaga Thay Ouw."

Matanya si orang tua mencelik. "Untuk apakah?" dia menanya.

"Chuncu dari Kwie-in-chung yaitu Liok Seng Hong adalah seorang kesatria," Kwee Ceng menerangkan. "Dia sebenarnya murid dari mertuaku, karena kerembet¬-rembet urusannya Hek Hong Siang Sat, dia dihajar mertuaku hingga kedua kakinya gempor, susah untuk baik kembali. Aku lihat kaki toako dapat sembuh, maka ingin aku agar toako mengajarkan ia ilmu supaya kakinya sembuh seperti sediakala!"

"Oh, itulah gampang!" sahut Pek Thong.

Kwee Ceng girang, ia hendak menghanturkan terima kasih, tatkala muncul suara menjeblaknya pintu, lalu muncul seorang anak buah dengan romannya pucat saking ketakutan, tapi sayang ia tidak dapat bicara,
**** 075 ****







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar