Sabtu, 28 November 2020

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 073

Menyaksikan itu, Ang Cit Kong tertawa berkakak. Ia tidak nyana Oey Yok Su, yang hatinya keras dan telangas, kewalahan melayani putrinya.

Selagi Ang Cit Kong berkpikir begitu, Auwyang Hong berpikir lain. Ia ini kata di dalam hatinya; "Baik aku menanti hingga sudah ada keputusan ujian ini, setelah itu hendak aku membikin habis pengemis tua serta si bocah she Kwee ini. Urusan lainnya pasti gampang diurus belakangan. Anak itu manja sekali, apa aku peduli?"

Karena ini, ia berkata: "Kwee Sieheng lihay sekali, kau sungguh pemuda gagah, maka di dalam ilmu surat kau tentu pandai juga. Saudara Yok, silahkan minta Kwee Sieheng mulai menghapal!"

Itulah kata-kata baik tetapi sebenarnya adalah desakan. "Baiklah," menyahut Oey Yok Su. "Yong-jie, kalau kau mengacau lagi, nanti kacau juga pikiran Kwee Sieheng."

Mendengar itu, benar-benar Oey Yong lantas menutup mulutnya. Auwyang Hong ingin sekali si anak muda mendapat malu, ia mendesak; "Kwee Sieheng, silahkan mulai! Kami ramai-ramai akan mendengar dengan perhatian pembacaanmu di luar kepala."

Muka Kwee Ceng merah seluruhnya.

"Mana dapat aku menghapal?" pikirnya pula. "Baik aku membaca ajarannya Ciu Toako…" Dan lantas ia membaca. Sebenarnya sudah beratus kali ia menghapal "Kiu Im Cin-keng", karena Ciu Pek Tong tak bosannya mengajari, dari itu, ia masih ingat dengan baik semuanya. Demikian kali ini, mulai dengan perlahan, ia menghapal terus, makin lama makin lancar, selama itu tak sepatah kata yang salah atau berlompatan.

Orang semua tercengang. Bukankah bocah ini baru melihat hanya satu kali kitab yang dijadikan ujian itu? Maka kesannya ialah: "Bocah ini cerdas sekali tetapi ia nampaknya tolol. Kiranya dia sebenarnya berotak sangat terang!"

Oey Yok Su heran, apa pula setelah Kwee ceng habis menghapal halaman keempat. Dapat kenyataan, kata-katanya si anak muda lebih rapi daripada kitabnya, seperti ditambahkan sepuluh lipat. Dan itulah memang bunyinya atau isi aslinya "Kiu Im Cin-keng". Karena ini, tanpa merasa ia mengeluarkan peluh dingin.

"Mustahilkah istriku yang telah menutup mata itu demikian cerdas hingga di alam baka dia dapat mengingat kitab yang asli dan dia telah mengajari semuanya kepada pemuda ini?" ia bertanya dalam hati. Selagi ia berpikir, kupingnya mendengar terus suara yang lancar dan terang dari Kwee Ceng, yang menghapal terus-terusan. Maka ia mau percaya benar-¬benar istrinya sudah mewariskannya kepada si anak muda. Ia lantas mengangkat kepalanya, mendongak ke langit, dari mulutnya terdengar suara tak tedas:

“A Heng, A Heng, sungguh kau sangat mencinta kepadaku, hingga kau pinjam mulutnya pemuda ini untuk mengajari aku Kiu Im Cin-keng…… Kenapa kau membiarkan aku tak dapat melihat pula wajahmu barang satu kali lagi? Setiap malam aku meniup serulingku, kau dengarkah itu?"

"A Heng" ialah nama kecil dari Oey Hujin, istri yang Oey Yok Su sangat mencintainya. Nama itu, sekalipun Oey Yong gadisnya, tidak tahu.

Orang banyak heran melihat sikap tocu dari Tho Hoa To ini, air mukanya berubah, air matanya mengembang, dan entah apa yang diucapkannya itu.

Cuma sebentar Oey Yok Su berada dalam keadaan yang luar biasa itu, mendadak ia kembali pada dirinya sendiri. Sekarang ia seperti bermuram durja. Ia mengibaskan tangannya, terus ia menanya Kwee Ceng dengan suara keras, sikapnya bengis: Apakah kitab Kiu Im Cin-keng yang lenyap di tangan Bwee Taiuw Hong terjatuh ke tanganmu?!"

Kwee Ceng terkejut, hatinya pun ciut. "Tee…teecu tidak tahu kitab Bwee Cianpwee itu terlenyap di mana…." sahutnya gugup, suaranya tak lancar. "Jikalau aku mendapat tahu, pasti sekali aku suka membantu mencarinya, untuk dikembalikan kepada tocu…"

Oey Yok Su mengawasi wajah orang dengan tajam, pada tidak nampak kepalsuan, maka maulah ia percaya orang tidak berdusta. Karenanya ia jadi percaya juga yang istrinya, dari dalam alam baka, sudah mewariskannya kepada pemuda ini.

"Baiklah, saudara Cit dan saudara Hong!" katanya kemudian, suaranya terang, "Ini baba mantu pilihan istriku almarhum, maka itu sekarang aku tidak dapat bilang apa-apa lagi. Anak, aku menjodohkan Yong-jie kepadamu, kau haruslah memperlakukan dia baik-baik. Yonng-jie telah termanjakan olehku, dari itu haruslah kau suka mengalah tiga bagian…."

Oey Yong girang bukan kepalang. Ia lantas saja tertawa. Sama sekali ia tidak menjadi likat karena keputusan itu.

"Ayah, bukankah aku anak baik?" ia berkata. "Siapa yang bilang aku telah termanjakan olehmu?"

Kwee Ceng benar tolol tetapi kali ini, tanpa menanti tanda pengajaran dari Oey Yong, sudah lantas ia menekuk lutut di hadapan Oey Yok Su, untuk paykui empat kali seraya memanggil: "Gakhu Tayjin!" Tapi, belum sempat ia bangkit, tiba-tiba Auwyang Kongcu membentak: "Tahan dulu!"

Ang Cit Kong girang bukan main, ia sampai ternganga, tetapi ketika ia mendengar suara Auwyang Kongcu, ia dapat berbicara.

"Apa?!" dia tanya. "Apakah kau belum juga menyerah?"

"Apa yang dibacakan saudara Kwee barusan jauh lebih banyak daripada isinya kitab ini," berkata Auwyang Kongcu. Ia pun rupanya menginsyafi itu. "Mestinya ia telah mendapatkan Kiu Im Cin-keng yang asli! Aku yang muda hendak membesarkan nyali, hendak aku menggeledah tubuhnya!"

"Oey Tocu sudah selesai menjodohkan putrinya, perlu apa kau menimbulkan kerewelan baru?!" Ang Cit Kong menegur. "Kau dengar apa kata pamanmu barusan?"

Matanya Auwyang Hong terbalik. "Aku Auwyang Hong, mana dapat diakali orang?" dia berkata dengan nyaring. Ia mau percaya tuduhan keponakannya dan merasa pasti di tubuh Kwee Ceng ada kitab "Kiu Im Cin-keng" yang asli, bahkan sekejap itu ingin ia merampas kitab itu, hingga ia melupakan Oey Yok Su yang sudah memutuskan pilihan baba mantunya.

Kwee Ceng tidak takut digeledah, dia lantas meloloskan ikat pinggangnya. "Auwyang Cianpwee, silahkan kau periksa!" ia menantang, ia berserah diri. Ia pun terus mengasih keluar segala isi sakunya, yang ia letakkan di atas batu.

Auwyang Hong mellihat semua barang itu adalah uang perak, sapu tangan, batu api dan lainnya, tidak ada kitab, maka ia mengulurkan tangannya ke tubuh si anak muda.

Oey Yok Su kenal baik si See Tok yang sangat licik dan telangas, di dalam murkanya yang sangat dapat menurunkan tangan jahat. Kalau si Bisa dari Barat ini keburu menurunkan tangan, walaupun ia lihay, tidak dapat mengobati menantunya itu. Maka ia hendak mencegah. Sambil batuk-batuk ia lonjorkan tangannya yang kiri, diletakkan di tulang punggung Auwyang Kongcu. Itulah tulang paling penting pada tubuh manusia, asal Tong Shia menurunkan tangannya yang lihay, habis sudah tulang itu, terbinasalah Auwyang Kongcu di situ juga.

Ang Cit Kong dapat melihat sepak terjang Oey Yok Su, ia dapat menduga maksud orang, ia tertawa di dalam hatinya. Pikirnya: "Oey Lao Shia benar-benar sangat memihak! Sekarang ia menyayangi baba mantunya, dia lantas melindungi muridku yang tolol ini…."

Sebenarnya Auwyang Hong juga berniat menggunakan pukulan kodoknya akan menghajar dengan meraba perutnya Kwee Ceng. Asal ia dapat menekan perut itu, selang tiga tahun, Kwee Ceng bakal dapat sakit dan akan mati karenanya. Tapi ia bermata awas, ia dapat melihat penjagaan Oey Yok Su itu, lantas ia membatalkan niatnya. Ia menggeledah tubuh Kwee Ceng, ia tidak mendapatkan barang lainnya. Ia berdiam sesaat. Ia tidak mempercayai almarhum Oey Hujin benar-benar mewariskan kitab itu dari alam baka, untuk memilih menantunya. Setelah itu, ia dapat memikir lainnya lagi.

"Anak ini tolol, memang tak mungkin ia mendusta. Kalau aku menanya padanya, mungkin sekali ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya…" Maka ia gerakkan tongkat ularnya, hingga gelang emasnya berbunyi berkontrang, dua ekor ularnya melilit-lilit.




Menampak itu, Kwee Ceng dan Oey Yong mundur bersama. "Kwee Sieheng," Auwyang Hong menanya, suaranya tajam, "Dari manakah kau mempelajari isi kitab Kiu Im Cin-keng ini?"

"Aku ketahui tentang sejilid kitab Kiu Im Cin-keng akan tetapi belum pernah aku melihatnya," menyahut Kwee Ceng, jujur. "Kitab bagian atas ada pada Toako Ciu Pek Thong…"

Ang Cit Kong heran hingga ia menyelak. "Eh, eh, mengapa kau panggil toako kepada Pek Thong?" ia menanya.

"Ciu Toako telah mengangkat saudara dengan teecu," Kwee Ceng menyahut, kembali dengan sejujurnya.

"Yang satu tua bangka, yang lain muda belia, sungguh edan!" tertawa Ang Cit Kong. "Kacaulah aturan peradatan!"

"Kitab bagian bawah?" Auwyang Hong tanya pula.

"Kitab itu telah dibikin lenyap di telaga Thay Ouw, oleh Suci Bwee Tiauw Hong," Kwee Ceng menyahut pula. "Sekarang Bwee Suci sedang dititahkan gakhu untuk mencari kitab itu. Aku telah memikir, setelah memberitahukan kepada gakhu, ingin aku pergi membantu mencari."

Dengan keponakannya, Auwyang Hong saling memandang. "Kau belum pernah melihat Kiu Im Cin-keng, cara bagaimana kau dapat membacanya di luar kepala?" tanya pula Auwyang Hong, kali ini dengan bengis.

"Apakah yang aku baca barusan itu Kiu Im Cin-keng?" Kwee Ceng balik menanya. “Tidak, tidak bisa jadi! Itu Ciu Toako yang mengajari aku menghapalnya!"

Diam-diam Oey Yok Su menghela napas, kelihatannya ia putus asa. "Inilah seperti bicaranya hantu atau malaikat, sungguh sangat samar," pikirnya. "Rupanya benar anakku berjodoh dengan bocah ini, maka segala-galanya terjadi secara kebetulan sekali."

Selagi Tong Shia heran, Auwyang Hong melanjutkan pertanyaannya. "Sekarang ini di mana adanya Ciu Pek Thong?" demikian tanyanya.

Kwee Ceng hendak memberikan penyahutannya, ketika mertuanya memotong: "Anak Ceng, tidak usah kau banyak omong." Kemudian si Sesat dari Timur ini berpaling kepada Auwyang Hong untuk mengatakan "Ini urusan tidak berarti, buat apa dibicarakan panjang-panjang? Saudara Hong, saudara Cit, kita sudah duapuluh tahun tidak bertemu, marilah di pulauku ini kita minum puas-puas selama tiga hari!"

Oey Yong pun segera berkata: "Cit Kong-kong, nanti aku memasakkan kau beberapa rupa sayuran! Bunga teratai di sini bagus sekali, jikalau lembaran bunga itu dimasak ayam tim campur lengkak segar dan daun teratai, pastilah rasanya lezat sekali! Dan kau tentulah akan sangat menyukainya!"

Ang Cit Kong tertawa lebar. "Sekarang telah tercapailah maksud hatimu!" katanya. "Lihat, bagaimana girangmu!"

Digoda begitu, Oey Yong tertawa. "Cit Kong-kong, Auwyang Pepe, dan kau Auwyang Sieheng, silahkan!" ia lantas mengundang. Ia membawa sikap manis terhadap mereka semua, tak terkecuali Auwyang Kongcu.

Auwyang Hong menjura terhadap Oey Yok Su. "Saudara Yok, aku menerima baik kebaikan hatimu," ia berkata. "Saudara, di sini saja kita berpisahan…."

"Saudara Hong," menyahut si tuan rumah, "Kau datang dari tempat yang jauh dan aku belum melakukan kewajibanku sebagai sahabat, mana bisa enak hatiku?"

Sama sekali tidak ada niatnya Auwyang Hong, berdiam lebih lama lagi, karena ia telah putus asa. Sebenarnya ia datang bukan melulu untuk jodoh keponakannya, lebih daripada itu, sesudah pernikahannya sang keponakan ia hendak bekerja sama dengan Oey Yok Su mencari Kiu Im Cin-keng, kitab ajaib itu. Tidak demikian, sebagai ketua suatu partai, mana sudi ia sembarang menaruh kaki di Tionggoan? Pernikahan sudah gagal, ia pun lenyap harapannya, ia menjadi sangat tawar hatinya. Tetapi Auwyang Kongcu, si keponakan berpikir lain.

"Paman," kata Auwyang Kongcu, "Keponakanmu tidak punya guna, ia membikin kau malu, tetapi Oey Peehu telah menjanjikan hendak mengajari keponakanmu semacam ilmu kepandaian…."

Auwyang Hong mengasih dengar suara "Hm!" Ia tahu dengan baik belumlah padam cintanya si keponakan ini terhadap Oey Yong, maka si keponakan masih hendak mencari untuk bisa terus berdekatan dengan nona itu. Alasan belajar adalah alasan yang paling baik. Si keponakan menjadi mungkin mendapat ketika akan merayu-rayu hati Oey Yong hingga si nona akhirnya terjatuh juga ke dalam pelukannya…."

Oey Yok Su dilain pihak juga tidak puas hatinya. Ia telah memberikan janjinya itu karena ia percaya pasti Auwyang Kongcu bakal lulus, maka ia hendak menurunkan semacam pelajaran kepada Kwee Ceng, siapa tahu kesudahannya adalah kebalikan dugaannya itu, ialah Auwyang Kongcu yang jatuh.

"Auwyang Sieheng," ia lantas berkata, "Kepandaian pamanmu adalah yang terlihay di kolong langit ini, tidak ada lain orang yang dapat menandinginya, karena ini adalah warisan keluargamu, sebenarnya tak usah kau mencari dari lain kaum. Hanya apa yang dinamakan Co-to Pang-bun, yaitu ilmu golongan kiri atau sampingan, aku si tua masih juga mempunyai sedikit, maka jikalau sieheng tidak mencelanya, yang mana saja yang aku mengerti, aku suka mengajarkannya padamu."

Auwyang Kongcu sudah lantas berpikir; "Hendak aku memilih yang paling lama dipelajarinya, yang paling meminta waktu. Tocu ini kabarnya mengerti ilmu Ngo¬heng Ki-bun, baiklah aku minta ilmu itu yang tak ada keduanya dikolong langit ini, yang tentu tak habis dipelajari dalam sehari semalam…." Maka ia lantas menjura dan berkata: "Keponakanmu mengagumi ilmu Ngo-heng Ki-bun dari peehu, maka itu aku mohon kebaikan budi peehu untuk mengajariku ilmu itu."

Oey Yok Su berdiam, ia tidak lantas menjawab. Ia merasa sulit. Ngo-heng Ki-bun itu kepandaiannya yang paling utama, sekalipun kepada putrinya ia belum mewariskannya, maka cara bagaimana dapat ia menurunkannya kepada orang luar? Tetapi ia sudah mengeluarkan kata-katanya, tak dapat ia menyesal atau menarik pulang. Maka kemudian menyahutlah ia: "Ilmu Ki-bun itu menggenggam banyak sekali, kau hendak mempelajari yang mana?"

Auwyang Kongcu cuma mengutamakan dapat tinggal selama mungkin di pulau Tho Hoa To ini, maka ia menjawab; "Keponakanmu melihat jalanan di Tho Hoa To ini sangat berliku-liku, pepohonannya pun lebat sekali, aku menjadi sangat menganguminya, maka aku mohon peehu sukalah memperkenankan aku tinggal di sini untuk beberapa bulan. Dengan begitu maka keponakanmu dapat belajar dengan sabar."

Mendengar itu, air muka Oey Yok Su berubah. Ia segera melirik kepada Auwyang Hong. Di dalam hatinya, ia berpikir; "Jadi kau hendak menyelidiki rahasia pulauku ini! Sebenarnya, apakah maksudmu?"

Auwyang Hong sangat cerdik, mengertilah ia sudah akan keragu-raguannya tuan rumah. Maka lantas ia menegur keponakannya: "Kau sungguh tidak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi! Tho Hoa To ini tercipta setelah peehumu menghabiskan hati dan darahnya, pulau ini teratur begini sempurna, bahwa orang luar tidak berani menyerbunya semua mengandal kepada lihaynya ini, dari itu mana dapat peehumu membeberkan kepadamu?"

Oey Yok Su tahu orang menyindir, dengan dingin ia berkata: "Walaupun Tho Hoa To hanya sebuah bukit yang gundul, orang di kolong langit ini belum tentu ada yang sanggup mendatanginya untuk membikin celaka padaku Oey Yok Su!"

Auwyang Hong tertawa. "Aku kesalahan omong, saudara Yok, maaf!" ia memohon.

"Hai, saudara Racun, saudara Racun!" Ang Cit Kong tertawa dan turut berbicara. "Akalmu ini akal memancing kemarahan orang, kau menggunakannya dengan caramu yang kurang jujur!"

Oey Yok Su seperti habis akal, ia selipkan seruling kumalanya di leher bajunya. "Tuan-tuan, silahkan turut aku!" ia mengundang.

Maka berhentilah pembicaraan mereka. Auwyang Kongcu tahu tuan rumah murka, ia melirik kepada pamannya. Auwyang Hong mengangguk, lalu ia bertindak mengikuti tuan rumah. Yang lain-lainnya pun turut mengikutinya.

Jalanan berliku-liku, sekeluarnya dari rimba bambu itu, di depannya mereka terlihat sebuah empang teratai yang besar, yang bunga teratainya sedang mekar banyak, hingga di situ tersebarlah bau harum semerbak yang halus dari bunga yang indah dan bersih itu. Daun-daun teratai pun terampas luas dan lebar. Di tengah-tengah empang ada sebuah jalanan yang memotong untuk tiba di lain tepi, hingga dengan begitu pengempang itu menjadi terbelah dua.

Oey Yok Su berjalan di tengah pengempang itu, memimpin orang banyak ke sebuah rumah yang nampak terawat rapi sekali, yang tiang-tiangnya terbuat dari batang-batang atau bongkol pohon cemara yang tak dibuangi babakannya hingga nampak wajar. Di luar itu pun merambat pohon-pohon rotan yang beroyot. ketika itu ada di musim panas tetapi berada di dalam rumah itu, semua orang merasakan adem.

Oey Yok Su mempersilahkan keempat tetamunya masuk ke dalam kamar tulis dimana bujangnya yang gagu segera menyuguhkan teh, yang airnya berwarna hijau, tetapi setelah dihirup, teh itu dingin bagaikan salju, meresap hingga ke ulu hati.

Ang Cit Kong tertawa, ia berkata: "Orang bilang, sesudah tiga tahun menjadi pengemis, berpangkat pun dia tak sudi, tetapi, saudara Yok, jikalau aku dapat tinggal tiga tahun di dalam duniamu yang begini adem nyaman, menjadi pengemis pun tak sudilah aku!"

"Saudara Cit," menyahut Oey Yok Su, "Jikalau benar kau sudi tinggal untuk suatu waktu denganku di sini, supaya kita kakak beradik dapat minum arak dan mengobrol, itu sungguh hal yang aku memintanya pun tidak dapat."

Ketarik hatinya Ang Cit Kong mendengar suara orang yang sungguh-sungguh itu. Tetapi Auwyang Hong segera berkata; "Kamu kedua tuan, jikalau kau sampai tidak berkelahi, tak usah sampai dua bulan lamanya, pastilah kau berhasil menciptakan semacam ilmu pedang yang luar biasa gaib!"

"Ha, kau mengiri?" tanya Ang Cit Kong tertawa.

"Tapi aku bicara dari hal yang benar!" menyahut Auwyang Hong.

Kembali Ang Cit Kong tertawa. "Ini pun kata-katamu yang di hati lain di mulut lain!" bilangnya.

Dua orang ini tidak bermusuh besar tetapi mereka saling mendendam, di antaranya Auwyang Hong yang memikir dalam dan licik serta licik. Ang Cit Kong yang polos dan terbuka, kalau Cit Kong tidak memikir sesuatu, See Tok sebaliknya menyimpan maksud, sebelum Ang Cit Kong mampus di tangannya, tak mau ia sudah. Hanya ia, karena liciknya, wajahnya tidak kentarakan sesuatu. Demikian kali ini, apapun yang Cit Kong bilang, ia mengganda tertawa.

Oey Yok Su sudah menekan suatu bagian dari mejanya, lalu terlihat di tembok sebelah barat ada sebuah gambar san-sui atau panorama gunung dan air yang bergerak naik sendiri, lalu di situ tampak sebuah pintu rahasia. Ia mengulurkan tangannya ke dalam pintu itu, menarik keluar segulung kertas. Ia mengusap-usap beberapa kali, kemudian memandang Auwyang Kongcu seraya berkata: "Inilah peta lengkap dari Tho Hoa To. Di pulau ini ada jalanan rahasia, jalan keder menuruti jurus patkwa, dan semua itu tercatat di dalam peta ini, sekarang kau ambillah ini, kau mempelajari dengan seksama."

Mendengar itu, si pemuda hilang harapannya. Ia berharap dapat tinggal lebih lama di Tho Hoa To, siapa tahu hanya diberikan sehelai peta. Ia merasa gagal, tetapi meski demikian, ia menjura untuk menyambut peta itu.

Oey Yok Su tidak segera menyerahkan petanya itu. "Tunggu dulu!" katanya.

Auwyang Kongcu melengak, ia menarik pulang tangannya yang sudah diulur itu. "Setelah kau mendapatkan peta ini," berkata Oey Yok Su, "Kau mesti pergi ke Lim-an, dimana kau cari sebuah rumah penginapan atau kelenteng dimana kau dapat tinggal menumpang. Selang tiga bulan, aku nanti perintah orang untuk mengambil peta ini cuma diingat dalam hati, aku larang kau membuat salinannya!"

Mendengar itu, di dalam hatinya, si pemuda berkata: "Kau tidak mengijinkan aku tinggal di pulau ini, siapa sudi memperdulikan segala ilmu sesatmu? Bagaimana dalam tempo tiga bulan aku dapat menolongi kau menjagai kitabmu itu? Jikalau ada kerusakan atau kehilangan, siapa yang dapat bertanggung-jawab. Lebih baik aku tidak mengerjakannya!" Hampir ia menampik, ketika mendadak sebuah pikiran lain masuk ke dalam otaknya: "Dia kata hendak memerintah orang datang mengambilnya nanti, tentulah ia bakal mengutus gadisnya ini. Ini pun sesuatu yang baik untuk berada dekat si nona…." Maka ia lantas mengubah pula pikirannya, terus mengulur tangannya, menyambut peta itu, yang ia masukkan ke dalam sakunya.

Auwyang Hong segera mengangkat kedua tangannya, untuk pamitan. Oey Yok Su tidak menahan lagi, malah ia segera mengantarkannya hingga di muka pintu.

"Saudara Berbisa," berkata Ang Cit Kong. "Di akhir tahun kembali tiba saatnya perundingan ilmu pedang di gunung Hoa San, maka itu baik-baik saja kau memelihara dirimu, supaya nanti kita dapat bertempur secara hebat!"

Auwyang Hong menyahut dengan tawar. Katanya: "Menurutku baiklah kita tidak usah saling berebut lagi! Sekarang ini pun sudah ada ketentuannya siapa yang bakal menjadi orang yang ilmu silatnya paling lihay di kolong langit ini!"

"Eh, sudah ada orangnya?" menanya Ang Cit Kong heran. "Mungkinkah kau, saudara Beracun, sudah berhasil menciptakan semacam ilmu silat baru yang tak ada bandingannya lagi?"

Auwyang Hong tersenyum. "Apa sih kebisaan dan kebijakasaannya Auwyang Hong hingga dapat memperoleh gelaran orang yang ilmu silatnya nomor satu di kolong langit ini?" ia berkata, "Yang aku maksudkan ialah orang yang telah memberi pelajaran kepada Kwee Sieheng ini."

Mendengar itu, Ang Cit Kong tertawa. "Adakah kau maksudkan aku si pengemis bangkotan? Kalau benar, aku mesti memikir-mikirnya dulu! Kepandaian saudara Yok bertambah sekian hari, kau sendiri, saudara Berbisa, kau juga makin gagah dan panjang umur, sedang Toan Hongya itu aku percaya dia juga tidak akan mensia-siakan kepandaiannya, maka aku rasa, tinggallah aku si pengemis yang terbelakang."

"Tetapi, saudara Cit," berkata Auwyang Hong pula, "Di antara orang-orang yang pernah memberi pelajaran kepada Kwee Sieheng belum pasti kaulah yang terlihay….."

"Apa?!" menegaskan Ang Cit Kong. Ia baru mengucap sepatah itu, Oey Yok Su sudah memotong; "Ah, apakah kau maksudkan Loo Boan Tong Ciu Pek Thong si Bocah Bangkotan yang nakal?"

Pertanyaan ini diajukan kepada Auwyang Hong.

"Benar!" menyahut See Tok cepat. "Karena Loo Boan Tong sudah pandai ilmu Kiu Im Cin-keng, maka kita si Tong Shia, See Tok, Lam Tee dan Pak Kay, kita semua bukan lagi tandingan dia!"

"Hal itu belumlah pasti," berkata Tong Shia, "Kitab itu mati, ilmu silat itu hidup!"

Senang See Tok mendengar perkataan tuan rumah. Mulanya ia tidak puas, ialah ketika Tong Shia mencoba menyimpangkan pertanyaannya kepada Kwee Ceng tentang di mana adanya Ciu Pek Thong. Sekarang muncullah pula soalnya Ciu Pek Thong itu. Karena ia pandai bersandiwara, ia tidak menyatakan sesuatu pada wajahnya, bahkan sengaja dengan tawar ia berkata;

"Ilmu silat Coan Cin Pay lihay sekali, kita semua pernah belajar kenal dengannya, maka kalau Loo Boan Tong ditambah dengan Kiu Im Cin-keng, umpama kata Ong Tiong Yang hidup pula, belum tentu ia sanggup menandingi adik seperguruannya ini, jangan kata pula kita si tua bangka!"

"Mungkin Loo Boan Tong lihay melebihi aku tetapi tidak melebihi kau, saudara Hong," berkata Oey Yok Su. Ia tidak mau menyebutnya "Saudara Beracun" seperti Ang Cit Kkong. "Ini aku tahu pasti."

"Jangan kau merendah, saudara Yok," berkata See Tok. "Kita berdua adalah setengah kati sama dengan delapan tail. Kalau kau membilang seperti katamu barusan, maka teranglah ilmu silatnya Ciu Pek Thong tak dapat melampaui kau! Ini, aku khawatir….." Ia lantas berhenti, kepalanya digelengkan berulang-ulang.

Oey Yok Su bersenyum. "Lihat saja di Hoa San tahun depan!" katanya. "Di sana saudara Hong akan mengetahuinya sendiri!"

Auwyang Hong mengawasi, ia mengasih lihat roman sungguh-sungguh. "Saudara Yok, ilmu silatmu telah lama aku mengaguminya," katanya, "Akan tetapi jikalau kau bilang dapat mengalahkan Ciu Pek Thong, sungguh aku sangsi. Jangan kau memandang enteng kepada si tua bangka berandalan itu…"

Biar bagaimanapun, Oey Yok Su kena dipancing panas hatinya oleh See Tok. "Kau tahu, Loo Boan Tong berada di pulau Tho Hoa To ini!" katanya nyaring. "Sudah lima belas tahun lamanya aku mengurung dia!"

Mendengar itu, Auwyang Hong dan Ang Cit Kong terperanjat. Hanya si Bisa dari Barat sudah lantas tertawa bergelak.

"Saudara Yok gemar sekali bergurau," katanya.

"Mari!" berkata Oey Yok Su yang tidak sudi berbicara banyak lagi, tangannya pun menunjuk, bahkan dia berjalan di depan dengan tindakan yang cepat, hingga bagaikan terbang dia jalan molos di rimba bambu.

Ang Cit Kong mengikuti, sebelah tangannya menuntun Kwee ceng, sebelah yang lain Oey Yong. Auwyang Hong pun menarik tangan keponakannya. Semua mereka menggunakan ilmu meringankan tubuh.

Hanya sebentar, mereka sudah sampai di muka gua di mana Ciu Pek Thong dikurung, hanya setibanya disitu, Oey Yok Su menperdengarkan suara kaget. ia telah lihat rusaknya kawat-kawat kurungan di muka gua. Dengan satu enjotan ia lompat, ke muka gua yang segalanya sunyi dan tak nampak sekalipun bayangan si bocah bangkotan yang lucu itu.

Dengan kaki kirinya, Tong Shia menginjak tanah, tiba-tiba ia terperanjat. Ia merasakan kakinya seperti menginjak barang lembek dan tanah kosong. Tapi ia telah sempurna ilmu meringankan tubuhnya, maka lekas menyusullah kaki kanannya, hingga ia dapat berlompat, masuk ke dalam gua.

Sekarang ia melihat dengan tegas kosongnya gua. Tapi yang hebat adalah kakinya kembali menginjak tanah lembek dan kosong seperti tadi. Tentu sekali, tidak dapat ia menaruh kakinya. Maka ia lantas mengasih keluar serulingnya, menggunakan itu untuk menekan dan menolak tembok gua, dengan begitu tubuhnya pun melesat keluar.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar