Jumat, 27 November 2020

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 072

"Laguku lagu biasa saja, saudara Hong, jangan kau khawatir," Oey Yok Su menghibur. Lalu ia menghadapai Auwyang Kongcu dan Kwee Ceng, untuk berkata: "Kedua sieheng, silahkan kau masing¬masing mematahkan secabang pohon, setelah kalian mendengar suara laguku, lantas kamu menimpali dengan mengetok-ngetok batang pohon itu. Siapa yang dapat menimpali paling tepat, paling bagus, dialah yang menang."

Kwee Ceng maju menghampiri tuan rumah, ia menjura. "Oey tocu," katanya hormat. "Teecu ini sangat tolol, tentang ilmu tetabuhan teecu tidak tahu sama sekali, maka dalam pertandingan yang kedua ini teecu menyerah kalah saja…."

"Jangan kesusu, jangan kesusu!" Ang Cit Kong mencegah. "Biar bakal kalah, apakah halangannya mencoba dulu? Apakah kau khawatir nanti ditertawakan orang? Jangan takut!"

Mendengar perkataan gutunya, pikiran Kwee Ceng berubah. Ia pun melihat Auwyang Kongcu sudah mematahkan sebatang cabang, maka ia lantas mencari secabang yang lain.

Oey Yok Su tertawa, ia berkata, "Saudara Cit berada disini, sungguh siauwtee membuatnya kau nanti menertawainya!"

Pemilik Tho Hoa To ini sudah lantas membawa seruling ke bibirnya, maka sedetik kemudian, ia sudah mulai meniup.

Auwyang Kongcu memasang kuping mendengar irama, cuma sebentar, ia lantas menabuh cabang pohonnya, memperdengarkan suara seperti timpalan kecrek. Ia mengerti lagu, dapat menimpali dengan baik.

Sebaliknya Kwee Ceng agaknya bingung, ia angkat bambunya tetapi ia tidak mengetok, maka juga ketika serulingnya Oey Yok Su sudah berbunyi lamanya sehirupan teh, ia masih belum menimpali sekalipun….

Melihat itu Auwyang Hong dan keponakannya menjadi girang sekali. Mereka merasa pasti, kali ini mereka bakal menang. Bukankah acara yang ketiga pun acara bun? Mereka percaya, mereka bakal menang acara yang ketiga sekalipun….

Oey Yong sebaliknya, Ia sangat gelisah. Ia khawatir sekali Kwee Ceng kalah. Maka dengan jari tangannya yang kanan, ia menepuk-nepuk lengannya yang kiri. Ia berharap si anak muda melihatnya dan nanti mengikuti caranya. Tapi ia kecele, Kwee Ceng dongak mengawasi langit, berdiam saja, ia tak melihat pertandaannya itu….

Oey Yok Su masih meniup terus lagunya. Sejenak kemudian, mendadak Kwee Ceng menepuk batang bambunya. Ia menepuk di tengah-tengah antara bagian dua tepukan. Auwyang Kongcu tertawa terkekeh.

"Baru mengetok, dia sudah kalah!" pikir pemuda ini.

Kwee Ceng kembali menepuk lagi, kembali di bagian tengah seperti tadi. Ketika ia mengulangi sampai empat kali, semuanya tidak tepat.

Oey Yong menggeleng-geleng kepala. "Aku punya engko tolol ini tidak mengerti ilmu tetabuhan, tidak selayaknya ayah justru menguji dengan lagu!" katanya dalam hati. Sembari berpikir begitu, ia menoleh kepada ayahnya. Tapi herannya, ia menampak air muka ayahnya berubah. Ayah agaknya merasa aneh.

Kwee Ceng masih memperdengarkan pula kecrek bambunya, lantas terdengar irama seruling seperti rancu, hanya sebentar kemudian, irama itu balik kembali dengan rapi menuruti lagunya.

Masih saja Kwee Ceng menepuk, tetap sama caranya itu, di tengah-tengah di antara dua bagian kecrekan, hanya caranya sebentar cepat sebentar perlahan, sebentar mendahului, sebentar ketinggalan. Cara ini hampir-hampir mengacaukan lagunya Oey Yok Su.

Kejadian ini bukan cuma mengherankan pemilik pulau Tho Hoa To, yang perhatiannya menjadi tertarik sekali, juga Auwyang Hong dan Ang Cit Kong tidak mengerti. Mereka turut menjadi heran.

Tadi Kwee Ceng telah mendengar suara pertempuran di antara seruling, ceng dan siulan, tanpa merasa ia menginsyafi irama pertempuran istimewa itu, sekarang mendengar lagunya Oey Yok Su, mulanya ia memasang kuping dengan melongo, lalu akhirnya ia mengasih dengar suara bambunya untuk mengacau. Ia mengetok dengan keras, suaranya "Bung! Bung! Bung!"

Tidak peduli telah mahir ilmu menetapkan atau menenangkan hati dari Oey Yok Su, ia pun tergempur suara bambu itu, beberapa kali hampir ia membuat lagunya berbalik mengikuti suara kecrek istimewa dari Kwee Ceng: "Bung! Bung!"

Lantas Oey Yok Su mengasih bangun semangatnya. "Hebat kau, bocah!" pikirnya. Ia meniup pula serulingnya, sekarang dengan irama perlahan tetapi banyak perubahannya, selalu berganti tekukannya.

Auwyang Kongcu memasang kupingnya, untuk menangkap lagu itu, baru sesaat, tanpa merasa ia mengangkat bambunya, dengan sendirinya ia bergerak¬-gerak menari!

Auwyang Hong terkejut, ia menghela napas. Segera ia maju, untuk mencekal lengan keponakannya, menekan nadinya. Menyusul menggelarkan sapu tangan sutera, untuk menyumbat kuping orang, supaya Auwyang Kongcu tidak dapat mendengar lagu itu. Ketika kemudian si keponakan mulai tenang hatinya, baru ia lepaskan cekalan dan tekanannya itu.

Oey Yong sendiri tidak terganggu seruling ayahnya. Seperti sang ayah, ia sudah biasa mendengar lagu "Thia Mo Bu" atau "Tarian Hantu Langit". Ia hanya mengkhawatirkan Kwee Ceng, takut si anak muda tak dapat menenangkan diri, menetapkan hati, mempertahankan diri…………..

Kwee Ceng sudah duduk bersila di tanah, ia menenangkan diri dengan latihan tenaga dalam Coan Cin Kauw, dengan begitu ia menentang rayuan atau bujukan irama seruling yang menggoncangkan hati. Berbareng dengan itu, tak hentinya ia memperdengarkan kecrek bambunya, untuk mengacau lagu itu.

Tadi Oey Yok Su bertiga Ang Cit Kong dan Auwyang Hong, dengan lagu-lagu mereka telah mengadu irama, mereka dapat saling menyerang, saling membela diri, mereka tidak saja tak kena terbujuk atau terserang, sebaliknya mereka dapat menyerang. Sekarang Kwee Ceng kalah latihan tenaga dalam, ia tidak dapat menyerang, ia cuma bisa membela diri, malah rapat penjagaannya. Benar ia tidak bisa melakukan penyerangan membalas tetapi juga benar oey Yok Su tidak dapat menaklukkannya.

Selang sesaat kemudian, suara seruling semakin lama semakin perlahan dan halus, sampai sukar terdengarnya. mendengar itu, Kwee Ceng berhenti dengan ketokan bambunya, ia memasang kupingnya.

Justru inilah lihaynya Oek Yok Su. Makin perlahan suara seruling, makin besar tenaga menariknya. Begitu Kwee Ceng diam mendengarkan, bekerjalah pengaruh menarik itu. Irama seruling dan irama bambu bergabung menjadi satu, mestinya pemusatan pikiran si anak muda kena terbetot.

Tetapi Kwee Ceng lain daripada orang lain. Kalau orang lain, mestinya ia sudah runtuh, tak dapat meloloskan diri. Ia pernah meyakinkan ilmu saling serang dengan tangan sendiri, sebagimana telah lama berlatih dengan Ciu Pek Thong, maka itu, hatinya satu tetapi ia dapat memecah menjadi dua. Maka begitu ia mendengar suara aneh, yang membetot keras hatinya, ia memecah hatinya menjadi dua. Ia insyaf akan bahaya yang mengancam. Dengan demikian, sambil menetapkan hati, menenangkan diri, ia memperdengarkan pula suara sebatang bambunya yang ia pegang dengan tangan kiri, maka mendengung pulalah suara bung-bung.

Oey Yok Su menjadi terperanjat saking herannya. "Bocah ini mempunyai kepandaian luar biasa, tidak dapat dipandang enteng," pikirnya. Tapi ia penasaran, ia mencoba lagi. Tidak lagi ia berdiri diam, dengan mengangkat kakinya, ia bertindak dalam penjuru patkwa, delapan persegi, sembari jalan ia meniup terus serulingnya.

Kwee Ceng masih menepuk terus, kedua tangannya mengasih dengar tepukan yang berbeda, dengan begitu ia bagaikan dua orang yang menentang Oey Yok Su satu orang. Tenaganya pun bertambah dengan sendirinya.




Oey Yocu bukan sembarang orang, makin ditentang ia jadi makin gagah, lalu nada serulingnya menjadi tinggi dan rendah, makin luar biasa terdengarnya iramanya itu.

Kwee Ceng terus melawan, tetap ia mempertahankan diri, sampai mendadak ia dapat merasakan suara seruling itu seperti ada hawa dingin yang menyambar dirinya, bagaikan hawa dingin dari es membungkus dirinya. Tanpa merasa, ia mengigil.

Biasanya suara seruling halus dan lemah mengalun, panjang kali ini perubahannya menjadi keras, bagaikan penyerangan dahsyat, maka Kwee Ceng merasakan hawa dingin meresap ke tulang-tulangnya. lekas-lekas ia memusatkan pikirannya lagi, ia memecah dua pula. Ia mengingat kepada matahari panas terik tergnatung di udara, di waktu musim panas memukul besi, atau dengan tangan memegang obor besar memasuki dapur yang apinya marong dan panas sekali. Pemusatan perumpamaan ini berhasil mengurangi serangan hawa dingin itu.

Kembali Oey Yok Su menjadi heran. Ia melihatnya ditubuh sebelah kiri Kwee Ceng ada sifat dingin, sebaliknya di tubuh sebelah kanan tampak keringat keluar tanda dari hawa panas. Ia lantas merubah pula irama lagunya. Ia melenyapkan hawa dinginnya, mengganti dengan hawa panas dari musim panas.

Kwee Ceng terkejut karena perubahan itu, disaat ia hendak menentang lagi, suara batang bambunya sudah menjadi kacau dengan sendirinya.

Oey Yok Su menyaksikan itu, katanya dalam hatinya: "Kalau ia memaksa melawan, ia masih dapat bertahan sekian lama, hanya kalau ia tetap terserang terus hawa panas dan dingin bergantian, kesudahannya ia bakal sakit berat." Karena memikir demikian, ia berhenti meniup serulingnya, maka sedetik saja, iramanya seperti lenyap di rimba. Maka berhentilah lagu seruling itu.

Kwee Ceng segera mengerti orang telah mengalah terhadapnya, ia lantas berlompat bangun, memberi hormat kepada Oey Yok Su seraya menghaturkan terima kasih atas kebaikan hatinya, yang ia bahasakan "Oey Tocu."

Oey Yok Su heran hingga ia menduga; "Bocah ini masih sangat muda, siapa tahu ilmu dalamnya begini bagus. Mustahilkah sengaja ia memperlihatkan sikap ketolol-tololan padahal sebenarnya ia cerdas luar biasa? Jikalau tepat dugaanku, anakku mesti dijodohkan dengannya. Baiklah aku mencoba lagi!" Begitulah ia tersenyum.

"Kau baik sekali!" katanya manis. "Kau masih memanggil Oey Tocu kepadaku?"

Dengan pertanyaan itu Oey Yok Su hendak memberi tanda, "Dari tiga ujian, kau sudah lulus yang dua, karenanya sudah boleh kau mengubah panggilan menjadi gakhu tayjin." Arti "gakhu tayjin" ialah ayah mertua yang terhormat.

Kwee Ceng adalah seorang yang jujur dan polos, ia tidak mengerti kata-kata orang mengandung dua maksud, maka ia menjadi gugup.

"Aku…aku…" katanya, lalu ia tak dapat meneruskannya. Lalu matanya mengawasi kepada Oey Yong, untuk memohon bantuan si nona…..

Oey Yong girang bukan main. Ia lantas menekuk-¬nekuk jempol kanannya. Itu berarti anjuran untuk Kwee Ceng bertekuk lutut kepada Oey Yok Su.

Kebetulan Kwee Ceng mengerti tanda itu, tanpa bersangsi lagi ia menjatuhkan diri di depan tuan rumah sambil mengangguk sampai empat kali.

Meski ia mengulur tangannya kepada Auwyang Kongcu, guna menyingkirkan sumbatan di kuping anak muda itu sembari ia berkata; "Bicara dari hal tenaga dalam, Kwee Sieheng sangatlah mahir, akan tetapi ketika aku menguji dengan lagu, kaulah, Auwyang Sieheng, yang lebih mengerti…. Begini saja, acara nomor dua ini aku anggap seri. Sekarang hendak aku memulai dengan acara yang ketiga, supaya dengan ini didapat keputusan siapa di antara kedua sieheng, yang menang dan siapa yang kalah."

"Aku, akur!" Auwyang Hong cepat-cepat memberi persetujuannya. Ia tahu keponakannya sudah kalah, ia tidak menyangka Oey Yok Su si juru pemisah sudah berbuat berat sebelah.

Ang Cit Kong menyaksikan itu semua, ia cuma tersenyum, ia tidak memperdengarkan suaranya. Melainkan di dalam hatinya ia bilang: "Si Sesat bangkotan, jikalau kau suka menikahkan anakmu sama pemuda yang doyan berfoya-foya, orang lain boleh tidak mau tahu! Tetapi aku si pengemis tua, ingin sekali menempurmu. Sekarang aku berada sendirian saja, dua tanganku sanggup melayani empat buah tangan, biarlah, nanti aku mencari Toan Hongya dulu, untuk membantuku. Sampai waktu itu nanti jelaslah segalanya!"

Waktu itu Oey Yok Su sudah merogoh sakunya mengeluarkan sejilid buku yang bagian mukanya dilapisi cita merah, sembari berbuat begitu, ia berkata: "Bersama istriku aku Cuma mempunyai ini seorang anak perempuan, tidak beruntung istriku itu, ia menutup mata habis melahirkan anaknya ini, sekarang aku merasa beruntung saudara Cit dan saudara Hong memandang mata kepadaku, bersama-sama melamar gadisku ini. Jikalau istriku masih hidup, tentu ia girang sekali……….."

Merah matanya Oey Yong mendengar ayahnya menyebut-nyebut almarhum ibunya. "Buku ini ialah buku yang ditulis sendiri oleh istriku semasa hidupnya," Oey Yok Su berkata pula.

"Jadi inilah warisan dari hati dan darahnya… Sekarang aku minta kedua sieheng membaca buku ini, setelah selesai kau mesti membaca pula di luar kepala, siapa yang dapat menghapalnya lebih banyak, akan aku serahkan anakku kepadanya…"

Ia berhenti sebentar. Ia menoleh kepada Ang Cit Kong, ia mendapatkan Pak Kay tersenyum. Lalu ia meneruskan; "Menurut aturan, Kwee Sieheng sudah menang satu pertandingan, tetapi kitab ini ada sangkut pautnya dengan kehidupanku, dan istriku pun meninggal dunia karena kitab ini, maka sekarang hendak aku memuji di dalam hatiku supaya ialah sendiri yang nanti memilih baba mantunya, biar ia memayungi salah satu sieheng ini."

Sampai di situ habis sudah sabarnya Ang Cit Kong. Tadi ia masih dapat menguasai diri, dia hanya bersenyum. Sekarang tidak.

"Oey si bangkotan sesat!" ia berkata nyaring. "Siapa sudi mendengar obrolan setanmu panjang lebar? Terang kau mengetahui muridku tolol, dia tidak mengerti ilmu surat dan syair, sekarang kau suruh membaca dan menghapalnya di luar kepala, lalu kau menggertak dengan istrimu yang sudah mati! Sungguh kau tidak tahu malu!" Habis berkata, si pengemis mengibas tangannya, terus memutar tubuhnya untuk bertindak pergi.

Oey Yok Su tertawa dingin. "Saudara Cit!" ia berkata, "Jikalau kau datang ke Tho hoa To ini untuk banyak tingkah, mestinya kau belajar lagi ilmu silatmu beberapa tahun!"

Ang Cit Kong membalikkan tubuhnya, sepasang alisnya berbangkit. "Apa?!" tanyanya bengis.

"Kau tidak mengerti ilmu Kie-bun Ngo-heng, jikalau kau tidak dapat perkenan dari aku, jangan kau harap nanti dapat keluar dari pulau ini!" menjawab si tuan rumah.

"Akan aku melepaskan api membakar ludas semua bunga dan pohonmu yang bau!" Cit Kong berkata keras.

"Jikalau kau mempunyai kepandaian, cobalah kau bakar!" Oey Yok Su menentang.

Melihat kedua orang tua itu hendak berkelahi, Kwee Ceng maju ke tengah. "Oey Tocu! Ang Locianpwee!" ia berkata. "Biarlah nanti teecu mencoba bersama Auwyang toako membaca buku itu dan menghapalnya di luar kepala. Teecu memang bebal, umpama teecu kalah, itu sudah selayaknya…"

Oey Yok Su mendelik kepada si anak muda. "Kau memanggil apa kepada gurumu?!" ia menegur.

"Teecu baru saja mengangkat guru, oleh karena teecu masih belum memberitahukan kepada enam guruku, sekarang ini belum berani teecu merubah panggilan," Kwee Ceng memberi keterangan.

"Hah! Di mana sih ada sekian banyak kerewelan!" kata Tong Shia sebal.

Luas pengetahuan Oey Yok Su tetapi sepak terjangnya biasa menyalahi aturan atau kebiasaan, maka tidaklah ia puas mendapatkan pemuda itu demikian menjunjung peradatan.

"Bagus!" berseru Ang Cit Kong. "Aku masih belum terhitung gurumu! Kau sudi mendapat malu, terserah padamu! Silahkan, silahkan!"

Oey Yok Su tidak membilang apapun, hanya berpaling kepada anaknya. "Kau duduklah baik-baik, jangan kau main gila!" katanya. Ia memesan demikian, karena ia khawatir anak itu membantu Kwee Ceng.

Oey Yong tersenyum, ia tidak menyahut. Tapi ia berdiam dengan hatinya bekerja. Ia tahu kali ini pastilah Kwee Ceng bakal kalah, maka ia mengasah otaknya mencari jalan keluar untuk kabur bersama pemuda itu….

Oey Yok Su lantas menitahkan Kwee Ceng dan Auwyang Kongcu duduk berendeng di sebuah batu besar, ia berdiri di depan mereka, memegangi kitabnya, lalu diansurkan untuk mereka melihatnya, sebab mereka mesti membaca dengan berbareng.

Judul kitab "Kiu Im Cin-keng" Bagian Bawah, model hurufnya model Toan-jie. Begitu melihat itu, Auwyang Kongcu girang luar biasa. Ia berkata dalam hatinya: "Dengan segala macam akal aku memaksa Bwee Tiauw Hong menyerahkan kitab ini, siapa tahu sekarang mertuaku ini hendak berbuat baik kepadaku, ia membiarkan aku membaca kitab luar biasa ini!"

Kwee Ceng melihat enam huruf itu, tak sehuruf juga yang ia kenal. Ia berpikir: "Dia sengaja hendak membikin susah diriku! Surat yang berlugat-legot bagaikan cacing ini mana aku kenal? Biarlah, aku menyerah kalah…"

Ketika itu Oey Yok Su sudah mulai membalik kulitnya buku. Nyata huruf-huruf di dalamnya model huruf Kay-jie, huruf biasa dan huruf-hurufnya tertulis bagus sekali. Teranglah itu tulisan seorang wanita. Ketika ia sudah membaca baris pertama, hatinya goncang. Baris itu berbunyi: "Aturan dari langit, rusak itu berlebihan, tambalan tak kecukupan, maka kosong lebih menang daripada luber, tak cukup menang menang…. Semuanya itu sudah pernah ia mendengar dari Ciu Pek Thong, ia sudah menghapalnya. Maka ia lantas melihat lebih jauh. Betapa girangnya, semua itu adalah huruf-¬huruf yang sudah ia hapal benar.

Oey Yok Su menunggu sampai merasa orang sudah membaca habis, ia membalik pula halaman lainnya. Hal ini dilakukan terus selang sesaat. Hanya huruf-¬huruf itu makin lama makin tak lengkap susunannya, di bagian belakang menjadi kacau, sedang tulisannya sendiri makin lemah, seperti ditulis dengan kehabisan tenaga.

Terkesiap hati Kwee Ceng, karena sekarang ia ingat keterangan Ciu Pek Thong halnya Oey Hujin, yaitu istri Oey Yok Su, yang sudah menuliskan isi kitab secara dipaksakan, karena tubuhnya menjadi lemah, hingga diwaktu melahirkan Oey Yong, tenaganya habis dan meninggal dunia. Inilah kitab yang ditulis disaat-saat kematiannya nyonya itu.

"Mungkinkah Ciu Toako menitahkan aku menghapalkan isi kitab ini?" Kwee Ceng berpikir pula. "Adakah ini Kiu Im Cin-keng? Tidak, tidak mungkin! Kitab itu bagian bawahnya sudah dibikin lenyap oleh Bwee Tiauw Hong, bagaimana sekarang bisa berada di tangan Oey Yok Su?"

Oey Yok Su melihat orang bengong, ia menduga mestinya kepala pemuda ini sudah pusing. Ia tidak mengambil mumat, ia terus membalik-balik pelbagai halaman setelah temponya, ia merasa, orang sudah membaca habis.

Mulanya Auwyang Kongcu dapat membaca dengan baik, kemudian tiba kepada penjelasan cara melatihnya ilmu silat itu, ia bingung karena kata-¬katanya seperti terputar balik. Kemudian lagi, hatinya mencelos mendapatkan huruf-huruf yang berlompatan, hingga karangan tak lagi lancar. Di dalam hatinya ia menghela napas dan berkata: "Kiranya dia masih tidak hendak memperlihatkan kitab yang tulen…" Tapi ia dapat memikir sebaliknya; "Benar aku tidak dapat melihat isi kitab yang lengkap, tetapi toh aku jauh lebih banyak dapat mengingatnya daripada si tolol ini, maka dalam ujian ini pastilah aku yang bakal menang. Oh, si nona yang sangat cantik manis yang bagaikan putri kayangan ini, akhirnya bakal menjadi orangku juga…!"

Kwee Ceng juga melihat dan membaca setiap halaman yang dibalik terus oleh Oey Yok Su, ia mendapat kenyataan semua isinya itu sama seperti yang diajarkan Ciu Pek Thong, cuma bagian-bagian yang lompat saja yang tak terbaca tetapi ia tahu itu, sebab ia masih hapal semua ajaran kakak angkatnya si orang tua yang jenaka dan berandalan itu. Ia mengangkat kepalanya, memandang ke arah pohon, ia tidak dapat menduga apa hubungannya ajaran Ciu Pek Thong dengan kitab ini.

Tidak lama, setelah membalik halaman terakhir, Oey Yok Su mengawasi kedua pemuda itu.

"Nah, siapa yang hendak membaca terlebih dulu di luar kepala?" dia menanya.

Sebelum menjawab, Auwyang Kongcu sudah berpikir untuk jawaban itu. Pikirnya: "Isi kitab kacau sekali, sangat sukar untuk dihapalkannya, maka baiklah aku menggunakan ketika aku baru saja habis membaca akan menghapalnya, dengan begitu pastilah aku akan dapat membaca lebih banyak…" Ia mau mengartikan, kesalahannya pastilah lebih sedikit. Karenanya, segera ia menyahuti: "Aku yang menghapal lebih dulu!"

Oey Yok Su mengangguk. "Kau pergi ke ujung rimba ini, jangan kau mendengarkan dia lagi menghapal," ia menitahkan Kwee Ceng.

Kwee Ceng menurut, ia pergi jauhnya beberapa puluh tindak. Oey Yong menjadi girang sekali. Ia pikir inilah saatnya yang paling baik. Bukankah dengan begitu ia bisa mengajak si anak muda kabur bersama? Maka ia lantas angkat kaki, hendak bertindak perlahan-¬lahan menghampir pemuda itu. Akan tetapi mendadak:

"Yong-jie, mari!" memanggil Oey Yok Su. "Kau juga mendengarkan mereka membaca diluar kepala, supaya kau jangan mengatakan aku berat sebelah!"

Mencelos hatinya si nona. Katanya ayah itu adil, tetapi kenyataannya sangat berat sebelah untuknya. Bukankah ia jadi dicegah mendekati Kwee Ceng? maka ia berkata: "Ayah yang berat sebelah, tak usah ayah menyebutkan orang lain!"

Oey Yok Su tidak gusar, bahkan ia tertawa. "Tidak tahu aturan! Mari!" dia memanggil pula.

"Aku tidak mau datang!" sahut si anak, membelar. Di mulut ia mengucap demikian, tapi kakinya bertindak menghampiri. Ia cerdik sekali, ia tahu tabiat ayahnya, kalau si ayah berjaga-jaga, sulit ia kabur pula. Maka ia hendak memikir perlahan-¬lahan, mencari akal. Ketika ia sudah datang dekat, ia memandang Auwyang Kongcu sambil tertawa manis.

"Auwyang Toako, ada apakah sih bagusnya aku?" ia bertanya. "Kenapa kau begini sangat menyukaiku?"

Bukan main girangnya Auwyang Kongcu. Manis sekali si nona. Hingga hatinya berdenyutan. Ini ia tidak sangka.

"Adik, kau…." katanya sangat kegirangan, hingga ia seperti lupa ingatan, tak dapat ia meneruskan kata-katanya.

"Toako, janganlah kau terburu-buru hendak pulang ke See Hek," berkata pula Oey Yong, tetap dengan manis budi. "Kau diamlah di Tho Hoa To ini untuk beberapa hari lagi. Di See Hek itu sangat dingin, bukankah?"

"See Hek itu luas sekali wilayahnya," menyahut Auwyang Kongcu. "Memang di sana ada banyak daerah yang dingin tetapi ada juga yang hangat dan nyaman seperri Kanglam."

"Ah, aku tidak percaya!" berkata lagi si nona, yang membawa aksinya yang menggiurkan. Ia tertawa. "Kau memang paling suka memperdayakan orang!"

Auwyang Kongcu masih hendak melayani bicara, untuk membantah si nona, akan tetapi segera dihalangi oleh Auwyang Hong. See Tok sudah lantas dapat membade maksud Oey Yong si cerdik ini, bahwa sikap manisnya itu adalah daya belaka untuk mengacau otaknya Auwyang Kongcu, supaya pikirannya disesatkan ke lain soal, si keponakan jadi lupa kepada isinya kitab Kiu Im Cin-keng.

"Eh, anak!" demikian menegurnya. "Omongan yang tak perlu baiknya kau bicarakan perlahan-lahan nanti, mari belum kasep. Sekarang lekas kau membaca di luar kepala!"

Auwyang Kongcu terkejut. Memang, karena perhatiannya ditarik Oey Yong, ia dapat melupakan apa yang barusan dihapalnya. Dan benar-benar ada yang ia lupa. Maka lekas-lekas ia memusatkan pikirannya. Sesudah itu, barulah dengan perlahan-¬lahan mulai membaca. Ia berhasil membaca permulaannya, lantas melanjutkan. Tentu saja ia lupa di bagian-bagian yang penjelasan ilmu silatnya sulit, seperti Oey Hujin sendiri tidak ingat seanteronya.

Oey Yok Su tertawa ketika pemuda yang dipenujunya itu selesai membaca. "Kau telah dapat membaca banyak, bagus!" katanya. "Kwee sieheng, mari, sekarang giliranmu!"

Kwee Ceng bertindak menghampiri. Ia melihat Auwyang Kongcu kegirangan, ia kagum, di dalam hatinya ia kata:" Anak ini benar-benar lihay, sekali membaca saja sudah dapat menghapal di luar kepala sedang tulisan itu kacau balau. Benar-benar aku tidak sanggup, maka sekarang baiklah aku menghapal seperti yang Ciu Toako ajari."

Ang Cit Kong melihat sikap muridnya itu, ia tertawa. "Anak tolol, mereka itu sengaja hendak membikin kita bagus ditonton!" Ia berkata. "Baiklah kita mengaku kalah saja!"

"Memang aku pun sebenarnya tak dapat melawan Auwyang Toako," Kwee Ceng membilang.

Mendadak Oey Yong berlompat ke ke atas payon paseban, yang telah roboh sebagian, di sana ia berdiri seraya menghunus pisau belati, yang ia letakkan di depan dadanya. Ia berseru; "Ayah! Jikalau kau memaksa aku ikut si manusia busuk itu pergi ke See Hek, hari ini anakmu akan binasa di depanmu!"

Oey Yok Su kenal baik tabiat anaknya itu. "Letakkan senjatamu!" ia berkata, "Kita dapat berbicara dengan perlahan-lahan."

Sementara Auwyang Hong telah bekerja. Mendadak ia menekan tongkatnya ke tanah, segera terdengar satu suara aneh, terus dari tongkat itu melesat senjata gelap yang luar biasa, menyambar ke arah Oey Yong.

Hebat melesatnya senjata rahasia ini, belum Oey Yong menginsyafinya, pisau belati di tangannya sudah kena terhajar hingga terlepas dan jatuh ke tanah. Dilain pihak tubuh Oey Yok Su pun berkelebat, sedetik saja ia sudah sampai di atas paseban, dimana ia mengulur tangan merangkul pinggang putrinya.

"Benar-benarkah kau tidak sudi menikah?" katanya perlahan. "Baiklah! Mari kau berdiam di Tho Hoa To menemani ayahmu seumur hidup!"

Oey Yong meronta-ronta, ia menangis. "Ayah, kau tidak sayang Yong-jie, kau tidak sayang Yong-jie…!" katanya.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar