Minggu, 22 November 2020

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 070

"Eh, Yong-jie, kau memanggil apa padanya?!" tanya Oey Yok Su gusar.

Bukannya ia lantas menjawab ayahnya, Oey Yong justu menuding Auwyang Kongcu dan berkata dengan sengit, "Ini manusia busuk sudah menghinaku, jikalau tidak ada lojinkee Ang Cit Kong yang menolong, sudah tentu semenjak lama kau tidak melihat Yong-jie, Ayah!"

"Jangan ngaco belo!" membentak Oey Yok Su, walaupun sebenarnya ia heran. "Dia toh anak baik-¬baik, cara bagaimana dia menghina padamu!"

"Jikalau Ayah tidak percaya, nanti aku tanyakan dia!" berkata si nona. Ia lantas mengawasi pemuda she Auwyang itu. Ia kata dengan keras; "Kau mesti lebih dulu mengangkat sumpah! Jikalau dalam jawabanmu kepada ayahku berdusta, kau nanti digigit mampus ular-ular di ujung tombak pamanmu itu!"

Mendengar itu Auwyang Kongcu kaget hingga mukanya pucat. Auwyang Hong tidak kurang kaget dan herannya. Jago dari Wilayah Barat ini kaget sebab ia ketahui dengan baik, dua ekor ular pada tongkatnya itu adalah ular-ular piarannya selama sepuluh tahun, yang ia piara sedari baru diteteskan hasil dari kawinan beberapa macam ular yang paling berbisa. Kalau dia menghukum bawahannya yang berkhianat atau orang yang paling ia benci, ia bisa menghukum dengan menggunakan kedua ularnya. Asal seorang digigit ularnya, lantas ia kegatalan luar biasa, dalam waktu yang pendek ia bakal mati, tidak ada pertolongan lagi sekalipun seandainya Auwyang Hong sendiri berbalik berkasihan dan hendak mengampuninya. Oey Yong menyebut ular itu karena ia menduga saja, sebab kedua binatang itu lain daripada yang lain, tidak tahunya, ia menyebut tepat pantangannya See Tok si Racun dari Barat itu.

"Terhadap pertanyaan gakhu tayjin, mana aku berani mendusta," Auwyang Kongcu menjawab. Ia telah terdesak si nona, ia pun tidak berani menyangkal.

"Cis!" berseru Oey Yong. "Jikalau kau berani mengaco belo, lebih dahulu aku akan gaplok kupingmu beberapa kali! Sekarang dengar pertanyaanku! Kita pernah bertemu di istana Chao Wang di Pak-khia, benar atau tidak?"

Auwyang Kongcu mengangguk. Tidak berani ia membuka suara. Hajaran Kwee Ceng membikin ia merasakan sangat nyeri. Kalau ia membuka mulutnya untuk berbicara, rasa sakitnya itu menghebat. Ia pun memangnya berkepala besar. Kalau ia merasa sakit, kepalanya pusing dan mengeluarkan peluh. Dengan tidak bersuara, ia dapat menahan napas, ia bisa menguatkan diri.

Oey Yong menanya pula; "Ketika itu kau ada bersama See Thong Thian, Pheng Lian Hauw, Nio Cu Ong dan Leng Tie Siangjin, bersama-sama kau mengepung aku satu orang. Benar atau tidak?"

Auwyang Kongcu berniat menyangkal ia bekerja sama dengan rombongannya See Thong Thian, bahwa bukan sengaja ia mengepung si nona, tetapi ketika ia paksa menyahut, lantas ia merasakan dadanya sakit, maka ia cuma bisa bilang; "Aku…aku tidak bekerja sama dengan mereka…"

"Baiklah, aku pun tidak memerlukan jawabanmu dengan mulut!" berkata Oey Yong. "Jikalau aku menanya kau cukup mengangguk atau menggeleng kepala. Sekarang kau dengar pertanyaanku: 'See Thong Thian bersama-sama Pheng Lian Houw, Nio Cu Ong dan Leng Tie Siangjin memusuhi aku. Benar tidak?'"

Auwyang Kongcu mengangguk. Ia menuruti kata-kata orang dan tidak berani membuka mulut.

"Mereka itu hendak membekuk aku tetapi mereka tidak berhasil," berkata Oey Yong pula. "Kemudian kau muncul. Benar tidak?"

Itulah hal yang sebenarnya, Auwyang Kongcu mengangguk.

"Ketika itu aku berada di ruang besar dari istana Chao Wang. Di situ aku sendirian saja, tidak ada siapapun yang membantuku, keadaanku sungguh menyedihkan. Ayahku pun tidak tahu bahaya yang mengancamku, ayah tidak dapat menolongku. Benar tidak?"

Auwyang Kongcu mengangguk dengan terpaksa. Ia tahu, pertanyaan kali ini dari si nona, yang membawa-bawa nama ayahnya, cuma untuk memancing kemurkaan si ayah. Setelah mendapat jawaban itu, Oey Yong tarik tangan ayahnya. Timbullah kemanjaannya.

"Ayah, kau lihat," katanya. "Kau sedikit juga tidak menyayangi anakmu….Kalau ibu masih hidup, tidak mungkin memperlakukan aku begini rupa…"

Mendengar orang menyebut istrinya, yang ia cintai, pilu hatinya Oey Yok Su. Ia ulur tangan kirinya merangkul putrinya.

Auwyang Hong sangat cerdas dan licin, ia melihat suasana buruk untuk pihaknya, maka belum lagi Oey Yong menanya pula, ia sudah mendahului.

"Nona Oey," ia berkata, "Begitu banyak orang Rimba Persilatan yang kenamaan hendak membekuk kau, karena lihay ilmu silat keluargamu, mereka tidak dapat berbuat sesuatu terhadapmu, bukankah?"

Oey Yong tertawa, dia mengangguk. Oey Yok Su pun tersenyum. Ia senang orang puji ilmu silatnya.

Auwyang Hong berpaling kepada tuan rumah, ia berkata: "Saudara Yok, keponakanku telah melihat putrimu demikian lihay, ia jadi sangat jatuh hati, inilah sebabnya kenapa sekarang kami datang kemari dengan tidak memperdulikan jalan jauh ribuan lie untuk meminangnya.

Oey Yok Su tertawa. "Ya, sudahlah!" katanya.

Auwyang Hong menoleh kepada Ang Cit Kong, ia berkata: "Saudara Cit, kami paman dan keponakan mengagumi orang-orang Tho Hoa To, kenapa kau sebaliknya lain pandanganmu? Kenapa kau berlaku sungguh-sungguh seperti bocah? Coba bukannya keponakanku itu panjang umurnya, pastilah siang-siang dia telah mati di bawah hujan jarum emas yang menjadi kepandaianmu yang istimewa…."

Dengan kata-katanya ini Auwyang Hong hendak menimbulkan urusan ketika dulu hari Ang Cit Kong menolong Auwyang Kongcu dari serbuan jarum rahasia Oey Yong, hanya See Tok telah membalik duduk perkaranya mungkin itu disebabkan Auwyang Kongcu telah membaliknya waktu melaporkan hal ini kepada pamannya.

Tapi Cit Kong adalah seorang polos dan sabar sekali, ia tidak mengambil mumat perkataan orang, bahkan tertawa lebar, malah dengan membuka tutup cupa-cupanya, ia menenggak isinya.

Tidak demikian dengan Kwee Ceng yang jujur, yang benci kedustaan. Anak muda ini lantas menyampur bicara.

"Sebenarnya Cit Kong yang menolong keponakanmu, kenapa sekarang kau bicara begini rupa?!" ia menegur.

Tapi Oey Yok Su membentak; "Kita lagi bicara, bagaimana kau bocah berani campur mulut?!"

Kwee Ceng penasaran, dengan nyaring ia kata kepada Oey Yong: "Yong-jie, kau beberlah urusannya Auwyang Kongcu merampas Nona Thia supaya ayahmu mendapat tahu!"

Oey Yong tidak meluluskan permintaan anak muda itu. Ia kenal baik sifat ayahnya. Ayahnya itu dijuluki Tong Shia si Sesat dari Timur, justru karena tabiatnya yang aneh itu. Ada kalanya Tong Shia membenarkan apa yang tidak benar dan sebaliknya. Maka ada kemungkinan, perbuatan ceriwis dan busuk dari Auwyang Kongcu dipandang sebagai perbuatan umum pemuda-pemuda doyan pelesiran. Ia pun ketahui baik ayahnya tak suka pemuda pujiannya itu. Maka ia menggunakan siasat. Ia lantas berpaling kepada Auwyang Kongcu.

"Bicaraku masih belum habis!" katanya. "Dulu di dalam istana Chao Wang, kau mengadu kepandaian denganku. Dengan sengaja kau menelikung kebelakang kedua tanganmu, kau bilang bahwa tanpa menggunakan tangan, kau bisa mengalahkan. Benar bukan?"

Auwyang Kongcu mengangguk membenarkan pertanyaan itu.




"Kemudian aku telah mengangkat lojinkee Ang Cit Kong menjadi guruku," berkata Oey Yong. "Lalu di Poo-eng kita mengadu silat untuk kedua kalinya. Waktu itu kau menyebut aku boleh menggunakan kepandaian yang diwariskan ayahku atau Ang Cit Kong, kau bilang aku boleh keluarkan berapa banyakpun, sebaliknya kau sendiri, kau cuma akan menggunakan semacam ilmu kepandaian warisan pamanmu dengan apa kau sanggup mengalahkan aku. Benar tidak?"

Mendengar itu Auwyang Kongcu berkata di dalam hatinya; "Semuanya itu ditetapkan olehmu sendiri, bukan ditetapkan olehku…"

Menampak orang bersangsi, Oey Yong mendesak. Ia kata: "Bukankah hari itu kita telah menetapkannya demikian baru kita bertempur?"

Mau tidak mau, Auwyang Kongcu mengangguk.

"Ayah, lihatlah!" berkata Oey Yong kepada ayahnya. "Dia tidak memandang mata kepada Cit Kong, dia juga tidak menghormati padamu! Dia mau bilang, Cit Kong dan ayah berdua kalah jauh dengan pamannya itu! Bukankah itu berarti, meski Cit Kong dan ayah berdua mengepung pamannya, masih tak dapat dikalahkan. Tapi ini aku tidak percaya!"

"Ah, budak cilik, jangan kau mainkan lidahmu!" berkata Oey Yok Su si ayah. "Diantara kaum persilatan di kolong langit ini, siapakah yang tidak kenal baik ilmu silatnya Tong Shia, See Tok, Lam Tee dan Pak Kay?"

Di mulutnya Oey Yok Su berkata demikian, di dalam hatinya ia mulai tidak puas terhadap Auwyang Kongcu, karena itu ia ingin hal pemuda itu jangan dibicarkan lagi. Ia lantas menoleh kepada Ang Cit Kong.

"Saudara Cit, kau datang berkunjung ke Tho Hoa To, ada urusan apakah?" ia menanya.

"Aku datang untuk memohon sesuatu dari kau," sahut Cit Kong singkat.

Cit Kong jenaka tetapi jujur dan polos dan benci sekali kejahatan, inilah Tong Shia ketahui baik. Karena ini, ia menghormati si raja pengemis ini. Ia pun ketahui, biasanya, kalau ada urusan, Cit Kong tentu mengerjakannya sendiri bersama-sama pengikut-pengikutnya dari Kay Pang, belum pernah ia memohon bantuan dari orang. Sekarang datang untuk memohon sesuatu, ia menjadi girang sekali. Lekas-¬lekas ia menjawab: "Persahabatan kita adalah persahabatan beberapa puluh tahun, saudara Cit, maka itu kalau ada titah dari kau, mana aku berani tidak menurutinya?"

"Ah, janganlah kau begitu menerima baik permohonanku," berkata Cit Kong. "Aku khawatir permohonanku ini untuk dilakukan…."

Oey Yok Su tertawa,: "Kalau urusan gampang tidak nanti saudara Cit sampai memikir untuk meminta bantuanku!"

Cit Kong tertawa seraya menepuk-nepuk tangannya. "Benar-benar!" katanya. "Kau barulah saudara yang sejati! Jadi kau pasti menerima baik?"

"Sepatah kata-kataku menjadi kepastian!" sahut Oey Yok Su, kembali cepat dan singkat. "Lompat ke api, terjun ke air, sama saja!"

Mendengar itu Auwyang Hong melintangkan tongkat ularnya. "Saudara Yok, tunggu dulu!" ia menyelak, "Perlu kita menanya dulu saudara Cit, urusan itu sebenarnya urusan apa?"

Ang Cit Kong tertawa. Ia berkata; "Racun tua bangka, ini urusan tidak ada sangkut pautnya dengan kau, jangan ikut campur! Lebih baik kau sedia-sedia dengan ususmu yang kosong untuk nanti kau menenggak arak kegirangan!"

Auwyang Hong heran. "Eh, minum arak kegirangan?" ia menanya.

"Tidak salah! Minum arak kegirangan!" memastikan Cit Kong. Dengan tangan kanannya ia menunjuk kepada Kwee Ceng dan Oey Yong bergantian. "Mereka berdua adalah murid-muridku, aku telah berikan janji kepada mereka untuk memohon kepada saudara Yok agar mereka dibiarkan menikah! Dan sekarang saudara Yok sudah menerima baik permohonanku!"

Kwee Ceng dan Oey Yong terperanjat girang, keduanya lantas saling memandang. Sebaliknya Auwyang Hong dan keponakan serta Oey Yok Su menjadi terkejut sekali.

"Saudara Cit, kau keliru!" Auwyang Hong cepat berkata. "Putri saudara Yok sudah dijodohkan dengan keponakanku dan hari ini aku datang ke Tho Hoa To untuk mengambil ketetapannya."

"Saudara Yok, benarkah itu?" tanya Cit Kong.

"Benar," menjawab Oey Yok Su. "Aku minta, saudara Cit jangan kau berkelakar denganku!"

Cit Kong memperlihatkan roman bersungguh-sungguh. "Siapa yang main-main dengan kamu?" dia berkata. "Kau menjodohkan seorang putrimu kepada dua keluarga. Apakah artinya ini?" Ia lantas menoleh kepada Auwyang Hong. Ia kata: "Akulah orang perantaraan dari Keluarga Kwee! Kau sendiri, mana orang perantaanmu?"

Auwyang Hong tidak menyangka bakal ditanya begitu rupa, dia tidak dapat menjawab, ia tercengang. Baru kemudian ia berkata; "Suadara Yok sudah menerima baik, aku pun sudah akur, maka itu, perlu apa lagi perantara?"

"Apakah kau ketahui masih ada satu orang yang tidak menerima baik?" Cit Kong tanya.

"Siapakah dia?!" Auwyang Hong menegaskan.

Ang Cit Kong menyahut: "Maafkan aku, itulah aku si pengemis tua!"

Auwyang Hong berdiam. Ia mengerti, tidak dapat ia tidak menempur pengemis ini, maka itu ia lantas memikirkan daya perlawanan.

Ang Cit Kong tertawa, ia berkata pula: "Keponakanmu tidak bagus kelakuannya, mana cocok dijodohkan dengan putri yang cantik manis dari saudara Yok ini? Umpama kata benar kamu berdua memaksa mereka menikah, habis bagaimana kalau mereka sendiri tidak akur, setiap hari mereka berkelahi? Apakah artinya itu?"

Tertarik hati Oey Yok Su mendengar perkataan pengemis itu, ia lantas melirik kepada putrinya. Ia mendapatkan Oey Yong, dengan sinar mata penuh kecintaan, lagi mengawasi Kwee Ceng. Sebaliknya melihat Kwee Ceng, timbul pula rasa jemunya.

Oey Yok Su ini seorang yang terang otaknya, pandai ilmu silat dan surat, pandai juga mainkan khim, menulis huruf-huruf dan melukis gambar. Sedari masih muda, semua sahabatnya orang-orang cerdik pandai. Pun istrinya serta putrinya ini, orang-¬orang pintar juga. Maka, mengingat anaknya yang cantik dan pintar itu mesti dipasangkan dengan Kwee Ceng yang krtolol-tololan itu, sungguh ia tidak mufakat. Dipadu dengan Auwyang Kongcu, Kwee Ceng kalah berlipat ganda. Maka itu, ia lebih penuju keponakannya See Tok itu. Tapi di situ ada Ang Cit Kong. Maka akhirnya, ia memikir satu jalan.

"Saudara Hong," katanya kemudian, "Keponakanmu terluka, baik kau obati dulu, urusan nanti kita damaikan lagi."

Inilah apa yang Auwyang Hong harap-harapkan, maka lantas ia menggapai pada keponakannya, lalu bersama-sama mereka masuk ke dalam hutan bambu. Lewat sesaat, mereka sudah kembali ke paseban. Auwyang Hong telah berhasil mengeluarkan jarum emas dan menyambung pula tangan keponakannya.

Oey Yok Su sudah lantas berbicara, katanya: "Anakku bertubuh lemah dan nakal, sebenarnya sulit untuk dia merawat seorang budiman, maka diluar dugaanku, saudara Cit dan saudara Hong telah memandang mukaku dan sama-sama melamarnya. Hal ini adalah suatu kehormatan untukku. Sebenarnya anakku ini sudah dijodohkan dengan pihak Auwyang tetapi sekarang ada titahnya saudara Cit, sukar aku tolak. Kejadian ini menyulitkan aku. Sekarang, aku pikir, baik diatur begini saja. Coba kedua saudara lihat, pemecahan ini dapat dilakukan atau tidak?"

"Lekas bilang, lekas bilang!" berkata Ang Cit Kong. "Aku, si pengemis tua paling tidak suka omong pakai segala aturan!"

Oey Yok Su tersenyum, ia berkata pula: "Sebenarnya anakku tidak mengerti apapun, akan tetapi meskipun demikian, aku masih mengharap dia menikah dengan seorang suami yang baik-baik. Auwyang Sieheng keponakan saudara Hong dan Kwee Sieheng murid pandai dari saudara Cit, kedua-duanya baik, sukar untuk memilihnya, tidak dapat aku membuang salah satunya, karena itu, aku pikir baiklah mereka diuji saja. Di sini aku mempunyai tiga macam syarat. Pendeknya siapa yang lulus, anakku akan dijodohkan dengannya, tidak nanti aku berlaku berat sebelah. Bagaimana, sahabat-¬sahabatku?"

Auwyang Hong sudah lantas bertepuk tangan. "Bagus, bagus!" serunya. "Cuma sekarang keponakanku sedang terluka, kalau buat adu silat, aku minta supaya ditunda sampai ia sembuh."

Mendengar itu, Ang Cit Kong berpikir: "Kau, si Oey tersesat, kau banyak akalnya, jikalau kau majukan ilmu surat, syair atau nyanyi, tentu muridku yang tolol gagal. Kau bilang kau tidak mau berat sebelah, sebenarnya pikiranmu sudah lain. Maka tidak ada lain jalan, baiklah aku ambil caraku!" Ia lantas tertawa sambil berlenggak, terus ia berkata: "Kita semua tukang silat, kalau kita tidak adu silat, apa kita mesti adu main gembul-gembulan? Keponakanmu terluka, kau sendiri tidak, marilah, mari kita berdua yang main-¬main lebih dulu!"

Begitu ia selesai bicara, tanpa menanti jawaban, Ang Cit Kong sudah lantas menyerang ke bahu orang.

Auwyang Hong berkelit, ia mundur. Ang Cit Kong meletakkan tongkat bambunya di meja kecil di sampingnya.

"Kau membalaslah!" ia menantang. Kembali ia menyerang, beruntun hingga tujuh jurus.

Auwyang Hong berkelit berulang-ulang, ke kiri dan ke kanan, habis tujuh serangan itu, dengan tangan kanannya ia menancap tongkatnya, sedang tangan kirinya membalas pula tujuh kali.

Oey Yok Su menyaksikan itu, ia bersorak memuji. Ia tidak mau memisahkan, karena ingin melihat kemajuan orang sesudah berselang duapuluh tahun semejak mereka mengadu kepandaian.

Ang Cit Kong dan Auwyang Hong adalah ketua-ketua partai, duapuluh tahun dulu mereka sudah lihay, habis menguji kepandaian di Hoa San, mereka masing-masing meyakinkan lebih jauh kepandaian mereka, bisa di mengerti yang mereka telah maju banyak. Maka sekarang, bertarung di Tho Hoa To, mereka beda jauh daripada waktu di Hoa San. Mereka saling serang dengan cepat sekali tetapi semua itu adalah permulaan saja, untuk saling menggertak.

Kwee Ceng menonton dengan perhatian sepenuhnya. Ia melihat gerakan kedua pihak sangat lincah. Untuk kegirangannya, ia mengerti semua jurus itu. Ia telah hapal kitab Kiu Im Cin-keng, sekarang ia mendapat kenyataan, semua gerak-gerik mirip sama kitab itu. Untuk menyaksikan ini, ia mimpi pun tidak. Semua yang ia lihat ini termuat dalam kitab bagian atas. Semua ilmu silat yang lihay. Tanpa disadari, ia menjadi gatal sendirinya.

Dengan cepat kedua jago itu sudah bertempur hingga tigaratus jurus lebih. Ang Cit Kong dan Auwyang Hong kagum sendiri, mereka saling memuji secara diam-diam.

Oey Yok Su yang menonton pun kagum, ia menghela napas. Di dalam hatinya ia berkata: "Aku berdiam di Tho Hoa To ini dengan melatih diri sungguh-sungguh, aku percaya setelah Ong Tiong Yang meninggal dunia, aku bakal jadi orang gagah nomor satu di kolong langit ini, siapa tahu sekarang si pengemis tua bangka ini dan si biang racun tua telah mengambil jalannya masing-masing yang hebat sekali!"

Auwyang Kongcu dan Oey Yong sama-sama tegang hatinya, mereka mengharapkan kemenangan pihaknya masing-masing. Mereka mengerti silat tetapi mereka tidak mengerti ilmu silat dua jago yang lagi bertarung itu. Sama-sama mereka terus mengawasi dengan perhatian penuh.

Satu kali Oey Yong melirik ke samping, lantas ia menjadi heran sendiri. Ia melihat bayangan orang di sampingnya, bayangan yang lagi bergerak-gerak, terutama kaki tangannya, seperti orang menari. Ia lantas menoleh, maka ia kenali, itulah bayangannya Kwee Ceng. Wajah si pemuda tegang dan seperti menjadi korban kegirangan luar biasa.

"Engko Ceng!" ia memanggil perlahan. Ia heran dan menjadi khawatir karenanya, apapula panggilannya itu tidak disahuti si anak muda, yang terus masih bergerak tak hentinya. Nyata sekali lagi bersilat seoarng diri.

Mau tidak mau, Oey Yong mengawasi. Lama juga ia meminta tempo, baru ia mengerti. Terang sekarang, Kwee Ceng berlatih silat menuruti gerak-geriknya kedua jago tua itu.

Perubahan terjadi dalam cara bertempurnya kedua jago itu. Kalau tadinya mereka berperang sebat sekali, sekarang mereka manjadi lambat, ada kalanya mereka menyerang dulu dengan dipikirkan lebih dahulu. Bahkan anehnya, ada kalanya, habis bergebrak, mereka sama-sama duduk bersila, untuk beristirahat, kemudian bangkit lagi, bertempur lagi. Mereka bukan seperti mengadu silat, bahkan juga bukan kedua saudara seperguruan lagi berlatih. Toh wajah mereka menunjukkan ketegangan yang bertambah-tambah.

Oey Yong berpaling kepada ayahnya, ia mendapatkan ayahnya bengong mengawasi kedua jago itu. Ayah ini nampaknya tegang hatinya.

Ketika nona ini menoleh kepada Auwyang Kongcu, ia mendapat kenyataan pemuda itu tenang seperti biasa, kipasnya dipakai mengipas perlahan-lahan.

Kwee Ceng berhenti bersilat, ia mengawasi kedua orang itu, lalu seperti lupa pada dirinya sendiri, ia bersorak dengan pujiannya.

"He, bocah tolol, kau mengerti apa?!" Auwyang Kongcu menegur, murka. "Apa perlunya kau membikin banyak berisik?!"

"Apa perlunya kau banyak rewel?!" Oey Yong balas menegur. "Kau pun mengerti apa?!"

Ditegur begitu, pemuda ini tertawa. "Bocah ini bergerak secara tolol!" dia berkata. "Dia masih sangat muda, mana dia tahu kepandaian istimewa dari pamanku?"

"Kau toh bukannya dia, mana kau ketahui dia mengerti atau tidak?!" Oey Yong menegur pula.

Selagi muda-mudi ini berselisih mulut, Oey Yok Su tidak mengambil mumat, dia tetap mengawasi sepak terjang dua sahabatnya. Kwee Ceng pun memperhatikan dengan diam-diam saja.

Gerakkannya Ang Cit Kong dan Auwyang Hong menjadi lebih lambat pula. Yang mengangkat tangan kirinya, dengan jari tengahnya dia menyentil perlahan batok kepalanya. Yang lainnya lagi, dengan kedua tangan di kuping, berjongkok di tanah dengan romannya lagi berpikir keras. Hanya sejenak kemudian, keduanya sama-sama berseru, terus mereka berlompat bangun untuk saling serang pula.

"Bagus! Bagus!" Kwee Ceng berseru-seru melihat serangan itu.

Habis itu, kedua lawan itu berpisah pula. Kembali mereka berpikir. Terang sudah, masing-masing seperti sudah mengetahui ilmu silat lawan, maka itu, perlu mereka memikirkan cara penyerangannya.

Duapuluh tahun sejak dua lawan ini berpisah sehabis bertempur di Hoa San, mereka masing-masing tinggal di Tionggan, satu yang lain di See Hek, Wilayah Barat. Sebegitu jauh tidak pernah mereka berhubungan satu dengan lain, sama-sama mereka meyakinkan lebih jauh ilmu silat mereka. Mereka pun tidak ketahui kemajuannya masing-masing. Sekarang ternyata, mereka sama gelapnya seperti duapuluh tahun dulu itu. Mereka mempunyai kepandaian, mereka pun sama-sama jeri. Dengan begitu, mereka membuang-buang tempo, sampai matahari mulai menyingsing di arah Timur.

Yang beruntung adalah Kwee Ceng, yang dapat memberi perhatian seluruhnya. Adakalanya ia memikir, pihak sana tentu bakal menyerang begini, tetapi buktinya, dugaannya penyerangan pihak lain dan ada terlebih sempurna dari apa yang ia pikir. Karena ini, ia menjadi mendapat tambahan kepandaian. Kejadian ini terulang banyak kali. Ia dapat menyangkok ilmu silatnya kedua jago tua itu.

Oey Yong mengawasi pemudanya itu, ia bertambah heran. "Baru belasan hari aku tidak lihat dia, mungkinkah dia telah dapat pelajaran silat dari malaikat?" berpikir nona ini. "Benarkah dia memperoleh kemajuan begini pesat? Kenapa ia agaknya girang sekali?" Ia baru berpikir begitu, ia menjadi khawatir. Katanya di dalam hatinya: "Apa mungkin engko Ceng mendadak pikirannya terganggu?"

Karena ini, ingin ia mendekati si anak muda, untuk menarik tangannya. Begitu berpikir, begitu ia bekerja.

Waktu itu, Kwee Ceng tengah meniru gerakkan Auwyang Hong, yang menyerang sambil memutar tubuhnya. Kelihatannya serangan itu sangat umum akan tetapi tenaga yang dikerahkan tak terkira. Maka itu tatkala tangannya si nona dapat memegang tangan si pemuda, mendadak ia merasa kena tertolak keras, dengan tiba-tiba saja ia mental tinggi seperti terbang.

Melihat itu, Kwee Ceng terkejut hingga ia menjerit tetapi tubuhnya terus melompat menyusul. Pinggang langsing Oey Yong dapat kena disambarnya, karena mana dapatlah ia menaruh kaki di atas wuwungan paseban dengan tidak kurang suatu apapun, di situ terus ia duduk.

Kwee Ceng sendiri, sebelum turut naik, telah menaruh tangannya di payon di mana ia menekan keras, hingga dilainnya saat dia jadi dapat duduk berendeng sama nona itu. Hingga dari situ, dengan memandang ke bawah, mereka dapat menonton pertaruhan.

Telah terjadi perubahan pula dalam caranya kedua jago itu bertempur. Sekarang terlihat Auwyang Hong bejongkok dengan kedua tangannya dikasih turun, hingga ia memperlihatkan sikapnya seekor kodok, sedang dari mulutnya kadang-kadang terdengar suara seperti suara kerbau. Lucu sikap itu hingga Oey Yong tertawa.

"Engko Ceng, dia bikin apakah itu?" dia berbisik. Tertawanya pun perlahan sekali.

"Aku tidak tahu," Kwee Ceng menyahut. Ia baru menjadi demikian atau tiba-tiba ia ingat kata-katanya Ciu Pek Thong tengan Ong Tiong Yang dengan pukulan jeriji It-yang-cie sudah memecahkan Kap-mo¬kang atau Ilmu Kodok dari Auwyang Hong. Maka ia lekas menambahkan; "Inilah semacam ilmu silat yang lihay sekali, namanya Ilmu Kodok!"

Oey Yong meresa lucu hingga ia bertepuk tangan. "Ya, sungguh mirip kodok buduk!" serunya.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar