Rabu, 04 November 2020

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 059

Sekonyong-koyong banyak orang berkelebat, lalu di hadapan mereka muncul pula si baju hijau, yang gerakan tubuhnya bagaikan kilat. Tahu-tahu dia sudah mencekal punggung Bwee Tiauw Hong, yang terus diangkat, untuk dibawa pergi. Perginya pun lenyapnya dalam sekejap, lenyap di antara pepohonan di luar Kwie-in-chung itu.

Begitu lihaynya si Mayat Besi, ia tidak berdaya.

Semua orang melongo, mereka saling memandang. Sunyi si sekitar mereka, kecuali suara gelombang, yang nanti terdengar, nanti tidak….

Masih selewat sekian lama, barulah Kwa Tin Ok memecahkan kesunyian. Ia berkata kepada tuan rumah: "Murid kami telah menempur wanita jahat itu, karena kami merusak rumahmu, tuan, kami sangat menyesal."

"Jangan berucap demikian, tayhiap," Seng Hong berkata, "Justru aku girang sekali tayhiap semua serta muridmu datang ke mari. Justru aku hendak menghaturkan terima kasihku, sebab kalau tidak, mungkin rumahku ini bakal ludas."

"Aku minta sukalah semua tuan duduk beristirahat," Koan Eng menimpali ayahnya dengan sikap yang ramah tamah. "Saudara Kwee, apakah lukamu tidak sakit?"

"Tidak," sahut Kwee Ceng. Tapi, baru ia menutup mulutnya, tiba-tiba terlihat si baju hijau bersama Bwee Tiauw Hong, datangnya tidak nampak.

Bwee Tiauw Hong berdiri dengan menolak pinggang, ia berkata dengan nyaring, "Eh, bocah she Kwee, kau sudah menghajarku dengan Hang Liong Sip-pat Ciang ajarannya Ang Cit Kong, karena mataku buta, aku tidak dapat melihat semua gerakanmu! Aku tidak ambil mumat, tetapi jikalau hal ini tersiar di kalangan kangouw, sampai ada yang membilang Bwee Tiauw Hong tidak sanggup melawan muridnya si pengemis, bukankah itu akan meruntuhkan nama guruku dari pulau Tho Hoa To? Maka itu mari, mari kita mencoba sekali lagi!"

Kwee Ceng berlaku sabar dan jujur.

"Sebenarnya aku bukanlah tandinganmu," ia berkata, "Dengan mengandalkan matamu yang tidak dapat melihat, aku dapat melindungi jiwaku. Aku sudah menyerah sejak-sejak siang."

"Hang Liong Sip-pat Ciang terdiri dari delapanbelas jurus, kenapa kau tidak menggunakan itu semuanya?" Tiauw Hong tanya.

"Oleh karena sifatku tolo….." sahut Kwee Ceng. Justru itu Oey Yong memberi tanda supaya ia jangan membuka rahasia, tetapi ia berkata terus, "Ang Locianpwee cuma ajarkan aku limabelas jurus."

"Bagus!" kata Tiauw Hong pula. "Kau cuma bisa limabelas jurus, Bwee Tiauw Hong telah jatuh di tanganmu! Apakah benar Ang Cit Kong, si pengemis tua bangkotan itu demikian lihay? Tidak, tidak bisa, kau mesti mencoba bertempur pula denganku!"

Orang menjadi heran dan cemas. Nyata Tiauw Hong bukan hendak membalas sakit hati saja. Di sini ada bibit bentrokan di antara Oey Yok Su dan Ang Cit Kong.

Kwee Ceng masih berlaku sabar. Ia kata, "Nona Oey yang begitu muda masih bukan tandinganku, apapula kau? Ilmu silat dari Tho Hoa To adalah ilmu silat yang paling kukagumi…"

"Eh, Bwee Suci, kau masih hendak membilang apa lagi?" Oey Yong tanya. "Mustahilkah di kolong langit ini ada orang yang terlebih lihay daripada ayahku?"

"Tidak bisa, kita mesti bertempur satu kali lagi!" Tiauw Hong berkukuh. Ia tutup perkataannya itu dengan sambaran tangannya.

Kwee Ceng berkelit. Sampai di situ ia habis sabarnya.

"Kalau begitu, silahkan Bwee Cianpwee memberikan pengajaran padaku!" katanya. Ia lantas menyerang dengan hebat, suara anginnya mendesir.

Tiauw Hong mengancam dengan cengkeramannya.

"Kau gunakan serangan yang tak ada suaranya!" kata wanita kosen ini. "Dengan pukulanmu yang bersuara itu, kau bukan tandinganku!"

Kwee Ceng berlompat beberapa tindak.

"Guruku she Kwa yang besar budinya tidak leluasa matanya," berkata Kwee Ceng, "Kalau lain orang menggunakan tinju tak bersuara menghina dia, aku mestinya sangat membenci lawannya, karena itu, mana dapat aku berlaku demikian terhadapmu? Tadi aku telah tergores racunmu, untuk membela diri aku menggunakan tinju tanpa suara. Kalau sekarang kita bertempur pula dengan aku menggunai caraku itu, aku tidak berlaku secara terhormat."

Mendengar suara orang bersungguh-sungguh, hati Tiauw Hong tergerak juga. "Ini anak muda baik hatinya," ia berpikir. Tapi ia membentak: "Aku menitahkan kau berkelahi dengan tinjumu tanpa suara, aku ada punya caraku untuk memecahkannya! Perlu apa kau banyak rewel seperti wanita tua?!"

Kwee Ceng melirik kepada si baju hijau, ia berpikir; "Mungkinkah dalam sekejap saja ia telah mengajarkan wanita ini ilmu memecahkan pukulanku tanpa bersuara itu?" Tapi karena orang sangat mendesak, ia menyahut: " Baiklah, Bwee Cianpwee, aku akan mencoba melayani kau lagi limabelas jurus!"

Pemuda itu memikir untuk mengulangi limabelas jurus itu, umpama kata ia tidak bisa menghajarnya, ia pun dapat membela diri. Ia lantas melompat maju, ia mulai menyerang dengan perlahan. Justru itu segera ia mendengar suara "Ser" di sampingnya, ia dapatkan tangannya Tiauw Hong sudah menbangkol ke arah lengannya, orang seperti melihat gerakan tangannya - tangan kiri yang dipakai untuk menyerang itu, terus ia menggeser ke kiri, dari sini mengulangi serangan, tetap dengan cara ayal-ayalan.

Kembali ia menjadi heran. Baru tangannya dikeluarkan, Tiauw Hong seperti sudah mengetahui serangannya itu, ia mendahului menyerang - cepat melawan lambat. Ia berkelit, ia kurang sebat, hampir ia kena dijambret. Segera ia lompat mundur.

"Aneh ia tahu aku bakal menyerang, sekarang ia dapat mendahuluku, inilah terlebih aneh pula…." berpikir anak muda ini. Ia lantas menyerang untuk ketiga kalinya dan dengan "Hang Liong Ya Hui" atau "Naga Menyesal", pukulannya yang paling lihay.

Kembali terdengar suara "Ser" seperti tadi, kembali tangan berkuku dari Tiauw Hong sudah menyambar ke lengan penyerangnya.

Pengalaman membuat Kwee Ceng cerdik. Ia menduga kepada suara "Ser" itu. Ia lalu menyerang pula untuk keempat kalinya, sembari menyerang ia melirik kepada si orang berbaju hijau itu. Sekarang ia melihat nyata orang menyentil sebutir batu kecil, batu mana melesat ke udara, suara ser-nya terdengar pula.

"Ah, benar-benar dialah yang memberi petunjuk!" pikirnya. "Hanya kenapa ia kenal ilmu silatku ini? Kenapa ia tahu ke mana tinjuku bakal menuju…?" Ia berpikir terus, hingga ia ingat: "Ya, aku ingat sekarang. Tempo hari Yong-jie bertempur sama Nio Cu Ong, Ang Cit Kong saban-saban memecahkan dulu rahasia pukulannya Cu Ong itu, sekarang orang itu menggunakan cara itu…. Baiklah setelah limajurus, aku mengaku kalah…."

Pertempuran itu berlangsung terus, selalu Kwe Ceng menjadi pihak si penyerang. Kemudian terdengar tiga kali suara ser- ser, ialah sentilannya si baju hijau, atas itu, dari pihak diserang, Tiauw Hong berbalik menjadi pihak penyerang. Tiga kali beruntun ia menyerang, Kwee Ceng bisa membebaskan diri, lalu dua kali ia membalas.

Sekarang para penonton pun dapat melihat si baju hijau itu memberi petunjuk kepada Bwee Tiauw Hong, mereka heran. Pertempuran sendiri berjalan bertambah hebat, anginnya berdesir-desir, saban¬-saban tercampur suara ser itu.

Oey Yong benar-benar cerdik, ia segera dapat memikir akal. Dia-diam ia memungut hancuran bata, lantas ia menelad orang. Ia berlaku licin, ada kalanya ia menyerang ke udara, ke tempat kosong, di lain saat, ia serang lansung batunya si baju hijau. Dengan ini ia hendak membikin kacau Tiauw Hong. Tapi hebat si baju hijau, kapan batunya kena terpukul, batu itu justru mengasih dengar suara lebih nyaring, petunjuknya tidak terganggu.

Tuan rumah ayah dan anak dan Kanglam Liok Koay heran. Kenapa sentilan itu demikian lihay? Panah peluru pun tidak sehebat itu! Bukankah celaka kalau orang kena tersentil?




Oey Yong berhenti mengacau, ia menjublak mengawasi si baju hijau.

Di gelanggang pertempuran, Kwee Ceng sudah lantas kena terdesak, serangannya si Mayat Besi menjadi lebih berbahaya.

Tiba-tiba ada terdengar dua suara nyaring, lalu terlihat dua butir batu menyerang ke udara - yang di depan rada kendor, yang di belakangnya lebih cepat, lantas yang di depan itu kena disusul, kena diserang, maka terdengarlah suara beradunya kedua batu itu, yang memancarkan lelatu api hancurannya terbang berhamburan. Justru itu, Tiauw Hong lompat kepada lawannya untuk menubruk, sedang Kwee Ceng berlompat untuk menyingkir.

Sekonyong-konyong Oey Yong menjerit, "Ayah!" lalu ia lari ke arah si baju hijau itu, yang ia terus tubruk untuk memernahkan diri dalam rangkulan orang itu. Ia menangis terus ia berkata: "Ayah, kenapa, kenapa muka ayah berubah menjadi begini rupa…?"

Itulah kejadian diluar dugaan, karenanya si baju hijau itu berdiri menjublak

Kwee Ceng lekas berpaling, ia dapatkan Tiauw Hong berdiri di hadapannya, kupingnya lagi dipasang untuk mendengar suara ser seperti tadi. Inilah saatnya, ia tak mau kasih lewat, maka ia ulur tangannya perlahan-lahan ke arah pundak wanita lihay itu. Hanya ketika ia menepuk, ia menggunakan tenaga seluruhnya. Ia menyerang dengan tangan kanan yang segera disusul dengan tangan kiri!

Tidak lama kemudian, Bwee Tiauw Hong roboh berjumpalitan, terus rebah, tak dapat bangkit lagi!

Seng Hong mendengar Oey Yong memanggil ayah, hanya sejenak ia berdiam, lalu ia menjadi kaget berbareng girang, sampai ia melupakan kakinya yang sakit, ia mencelat dengan niat melompat kepada si baju hijau. Tapi celaka untuknya, ia terguling di tempat kosong.

Si baju hijau lantas merangkul Oey Yong dengan sebelah tangannya, tangannya yang lain dibawa ke mukanya, di situ ia menarik kulit mukanya, maka di lain saat ia telah memperlihatkan muka yang lain. Nyatalah ia memakai topeng kulit yang tipis sekali.

Belum kering airmata Oey Yong ia berseru kegirangan, dia merampas topeng kulit itu untuk dipakai di mukanya, kemudian merangkul ayahnya lagi, sembari memeluk leher orang dia tertawa dan berjingkrakan. Sebab baju hijau yang aneh kelakuannya, yang luar biasa sebat gerakan tubuhnya, adalah Oey Yok Su, tocu pemilik dari Tho Hoa To, pulau bunga Tho.

"Ayah, kenapa kau datang ke mari?" kemudian si anak menanya. "Tadi si tua bangka she Kiu mencaci kau, kenapa kau tidak memberi hajaran?"

"Kenapa aku datang ke mari?" balik menanya si ayah, romannya keren. "Aku justru mencari kau!"

Oey Yong girang bukan kepalang.

"Ayah, maksud hatimu telah kesampaian!" serunya. "Bagus! Bagus!" ia menepuk tangan.

"Maksud hati apakah?!" berkata si ayah. "Apakah untuk mencari kau si budak!"

Oey Yong terharu hatinya. Ia tahu ayahnya pernah mengangkat sumpah yang berat, mengambil ketetapan akan berdiam terus di Tho Hoa To untuk meyakinkan Kiu Im Cin-keng, supaya ia menjadi jago yang tak ada tandingannya di kolong langit ini, maka bukan main menyesalnya ketika ia mendapat kenyataan sebagian dari kitabnya itu dicuri Tan Hian Hong dan Bwee Tiauw Hong, kedua muridnya. Tentu sekali dengan lenyapnya kitab itu menggagalkan peryakinannya. Dalam murkanya ia bersumpah tidak akan meninggalkan pulaunya. Tapi anak daranya itu nakal, anak itu buron, untuk mencari si anak, dia telah melangggar sumpahnya sendiri, dia meninggalkan pulaunya.

"Ayah," berkata si anak kemudian, "Ayah, selanjutnya aku akan menjadi anak yang baik, yang sampai matipun nanti mendengar katamu."

Mendapatkan putrinya tidak kurang suatu apapun, Oey Yok Su sangat girang, sekarang ia mendengar janji anaknya itu, hatinya menjadi lega sekali.

"Kau pimpin bangun sucimu," ia memerintah.

Oey Yong mengasih bangun Bwee Tiauw Hong.

Koan Eng pun segera mengangkat bangun ayahnya, mereka berdua mengasih hormat kepada guru atau kakek gurunya.

Oey Yok Su menghela napas.

"Seng Honh, kau baik sekali, kau bangun," katanya. "Dulu hari itu aku sudah keburu nafsu, aku telah berbuat tidak pantas terhadapmu…."

Sang murid menangis sesenggukan.

"Apakah guru baik?" tanyanya dengan susah.

"Syukur aku tidak mati karena orang membikin aku mendongkol," sahut gurunya itu.

Oey Yong memandang ayahnya, ia tertawa nakal.

"Toh ayah maksudnya bukan aku?" katanya.

"Kau pun termasuk sebagiannya!" kata ayah itu. "Hm!"

Anak itu mengulur panjang lidahnya.

"Ayah, mari aku ajar kau kenal dengan beberapa sahabat!" katanya kemudian. "Inilah Kanglam Liok Koay yang kesohor dalam dunia kangouw, merekalah gurunya engko Ceng."

Oey Yok membuka lebar matanya, ia tidak perdulikan Liok Koay. "Aku tidak mau ketemu orang luar!" katanya kaku.

Kanglam Liok Koay tidak puas atas keangkuhan orang itu, tetapi karena orang terlalu besar namanya, mereka terpaksa diam.

Kemudian Oey Yok Su berkata kepada anaknya: "Kau ada barang apa hendak dibawa pulang! Pergilah lekas ambil, mari kita pulang bersama!"

"Tidak ada apa-apa," sahut si anak tertawa. "Ada juga hendak dipulangi kepada Liok Suko." Ia merogoh sakunya, mengeluarkan obat Kiu-hoa Giok-louw-wan, yang ia terus angsurkan kepada Seng Hong. Ia kata, "Suko, terimalah kembali obatmu ini. Tidak gampang untuk membikin ini, bersama engko Ceng aku telah menerima dua butir, itu pun sudah cukup, aku bersyukur sekali."

Seng Hong tidak menyambuti, ia hanya berkata pada gurunya: "Hari ini teecu bertemu guru, hatiku girang bukan main. Obat ini hendak aku menghaturkan kepada suhu. Umpama suhu sudi berdiam di rumahku ini untuk beberapa waktu, aku terlebih-lebih…."

Oey Yok Su tidak menjawab, hanya ia menunjuk kepada Koan Eng.

"Inikah anakmu?" tanyanya.

"Ya," sahut sang murid.

Tanpa dititah lagi, Koan Eng memberi hormat pula dengan paykui empat kali seraya berkata; "Cucu murid memberi hormat kepada sucouw!"

"Sudahlah!" kata kakek guru itu, ia bukannya memimpin orang bangun, ia justru menyambar ke punggung, mencekal bajunya, untuk mengangkat tubuhnya, lalu dengan tangannya yang lain ia memukul ke arah pundak.

Seng Hong kaget sekali.

"Suhu, ini anakku satu-satunya…." ia kata.

Hajaran Oey Yok Su ini membuatnya Koan Eng jumpalitan, terpelanting tujuh atau delapan tindak, lalu terjungkal.

"Kau baik," ia terus berkata kepada muridnya. "Kau tidak mewariskan kepandaiamu kepadanya! Adakah ia murid dari Hoat Hoa Cong?"

Hati Seng Hong lega. Ia tahu guru itu lagi menguji anaknya.

"Tidak berani teecu melanggar aturan suhu," ia berkata cepat. "Tanpa ijin dari suhu, tidak berani teecu mengajarkan kepandaian suhu kepada lain orang. Memang anak ini adalah muridnya Kouw Bok Taysu dari Hoat Hoa Cong…"

"Hm!" kata guru yang bengis itu. "Kuow Bok dengan kepandaiannya semacam ini berani menyebutkan dirinya Taysu! Mulai besok kau sendiri yang mengajarkan anakmu ini!"

"Taysu" itu berarti guru besar.

Bukan main girangnya Seng Hong. "Lekas kau menghaturkan terima kasih kepada sucouw!" ia menyuruh kepada anaknya.

Koan Eng tahu diri, lekas-lekas ia memberi hormat pula, dengan berlutut empat kali lagi.

Oey Yok Su tidak melihat lagi kepada ini cucu murid, ia pun tidak memperdulikannya.

Melihat sikap gurunya ini, Seng Hong berdiam. Sebenarnya ia girang bukan main. Ia menyesal tidak dapat mengajari sendiri pada putranya ini, sampai ia kirim putranya itu pada lain guru. Dengan tidak mewariskan kepandaiannya kepada anaknya, ia kecewa sekali. Maka perkenana suhunya ini membikin ia bersyukur.

"Siapa kesudian obatmu ini!" kata si guru, yang mendelik kepada muridnya. "Kau ambillah ini!"

Oey Yok Su menggerakkan tangannya, dua lembar kertas putih lantas terbang ke arah muridnya itu.

Jarak di antara guru dan murid itu ada setombak lebih tetapi kertas itu melayang bagaikan layangan ke arah si murid, yang menyambutnya.

Menyaksikan itu, Kanglam Liok Koay kagum sekali.

Pun Oey Yong sangat puas.

"Engko Ceng, bagaimana kau lihat kepandaian ayahku ini?" ia berbisik kepada Kwee Ceng.

"Ayahmu hebat sekali," sahut si engko Ceng. "Yong-jie, kalau kau sudah pulang nanti, jangan kau termaha memain saja, kau mesti belajar dengan sungguh-sungguh."

"Kau toh turut bersama!" kata si nona, cemas hatinya. "Mustahilkah kau tidak turut?"

"Aku hendak mengikuti suhuku," sahut Kwee Ceng. "Lewat sedikit waktu, aku akan pergi menjengukmu."

Oey Yong menjadi sangat gelisah. "Tidak! Tidak!" katanya. "Aku tidak mau berpisah denganmu!"

Kwee ceng menyeringai. Sebenarnya ia pun berat berpisahan dari si nona.

Seng Hong sendiri lantas membeber kertas, ia melihat banyak huruf-hurufnya. Koan Eng lekas mengambil api, untuk menyuluhi, maka ayahnya segera dapat kenyataan, itulah pengajaran ilmu silat. Ayah ini pun masih mengenali tulisan tangan gurunya, yang sudah duapuluh tahun tak nampak. Huruf-huruf gurunya itu masih tetap bagus dan keren. Di lembar pertama, di sebelah kanan, yang paling atas, ada empat huruf "Sauw yap twie hoat". Jadi itulah ilmu menendang. Ia tahu, itulah ilmu yang bersama "Lok Eng Ciang" menjadi keistimewaan gurunya. Dari enam murid, tidak ada satupun yang diwariskan ilmu itu. Coba dulu ia dapatkan ilmu itu, alangkah girangnya, tetapi pun sekarang, ia pun sekarang masih bisa mengajari anaknya. Maka ia simpan baik-baik kertas itu, kepada gurunya ia memberi hormat sambil menghanturkan terima kasih.

"Ilmu tendangan ini tidak sama dengan pengajaranku dulu”, Oey Yok Su memberitahu. "Jalannya mirip tetapi di mulai dengan latihan tenaga dalam. Kau menyakinkan ini sambil duduk bersemadhi, selang lima enam tahun, kau nanti dapat berjalan tanpa bantuan tongkat!"

Seng Hong girang dan terharu, ia sangat bersyukur.

"Kakimu tidak dapat diobati lagi, bersilat di bawah pun kau tidak dapat," berkata si guru itu, "Tetapi jikalau kau bersungguh-sungguh mengikuti pelajaranku ini yang baru, kau nanti dapat berjalan tak sulit seperti orang yang kakinya tak bercacad. Ah…." Ia menyesal yang dulu hari, karena menuruti hawa amarahnya, ia sudah siksa keempat muridnya tanpa mereka itu bersalah dosa. Tapi dasar beradat keras, ia tidak sudi akui kekeliruannya itu. Hanya ia memesan: "Pergilah kau cari tiga adik seperguruanmu dan kau ajari mereka ilmu ini…"

Seng Hong menyahut "ya", lalu ia menambahkan: "Tentang sutee Leng Hong Kiok, tak pernah teecu mendengarnya. Tetapi kedua sutee Boe dan Phang, sudah lama mereka itu menutup mata…"

Oey Yok Su bersedih, lalu sinar matanya yang tajam itu beralih kepada Bwee Tiauw Hong. Lain orang melihat sinar mata itu, mereka terkejut. Syukur Tiauw Hong sendiri tidak melihatnya.

"Tiauw Hong!" berkata guru itu dingin, "Kau sebenarny terlalu jahat, tapi kau juga telah menderita hebat. Tapi si tua bangka she Kiu ngoceh menyumpahi aku mati, kau mengucurkan air mata, kau juga hendak menuntut balas untukku, maka itu, dengan memandang beberapa tetes air matamu, suka aku membiarkan kau hidup beberapa tahun lagi."

Tiauw Hong tidak menyangka gurunya dengan begitu gampang saja memberi ampun padanya, saking girang, ia lantas menjatuhkan diri ke tanah, untuk memberi hormat, menghanturkan terima kasih.

"Baik,baik," kata guru itu yang dengan perlahan menepuk punggungnya tiga kali.

Tiauw Hong merasakan sakit tidak terkira, hampir ia pingsan, dengan suara menggetar ia memohon: "Suhu, teecu ketahui kedosaanku tak terampunkan, maka itu teecu mohon sekarang juga kau menghukum mati, tetapi bebaskanlah teecu dari siksaan Hu-kut-ciam….."

Hu-kut-ciam adalah jarum rahasia yang ditusukkan ke tulang-tulang. Tentang ini Tiauw Honjg pernah mendengar dari Btan Hian Hong. Katanya itulah senjata rahasia guru mereka, bahwa asal tubuh lawan kena ditepuk perlahan, jarum itu akan masuk ke dalam daging dan nancap di sambungan tulang-tulang, sakitnya bukan main, sebab jarumnya dipakaikan racun. Katanya pula, lambat jalannya racun itu, maka setiap hari enam kali orang akan tersiksa racun hebat, lalu selang lima bulan barulah sang kematian datang. Semakin lihay ilmu silat orang, semakin hebat penderitaannya.

Mengetahui ini, Tiauw Hong putus asa, maka itu habis mengeluh, mendadak ia menggerakkan cambuknya menghajar kepalanya sendiri, untuk menghabiskan jiwanya. Tapi Oey Yok Su sangat lihay, belum orang tahu apa-apa, cambuk itu sudah kena dia rampas. Dengan dingin guru ini berkata: "Kenapa tergesa-gesa? Untuk mati tidaklah gampang!"

Mendengar perkataan gurunya, Tiauw Hong menduga ia bakal disiksa, supaya ia menderita, karenanya ia menoleh kepada Kwee Ceng, samil tertawa meringis ia kata: "Aku berterima kasih kau telah membunuh suamiku, dengan begitu lelaki busuk itu dapat kematiannya dengan enak sekali!"

Oey Yok Su tidak pedulikan apa yang muridnya itu bilang, ia hanya kata: "Jarum Huu-kut-ciam ini baru bekerja sesudah lewat satu tahun, selama tempo satu tahun ini , aku berikan tiga macam tugas yang kau mesti rampungkan, habis itu kau boleh datang ke pulau Tho Hoa To untuk menemuiku, aku mempunyai daya untuk mencabut jarum itu."

Girang Tiauw Hong mendengar gurunya ini.

"Biar mesti menerjang api berkobar, teecu nanti lalukan titah suhu itu!" ia berkata.

Tapi gurunya mengasih dengar suara dingin sekali ketika ia berkata; "Taukah kau apa yang hendak aku menitahkan kau melakukannya hingga kau dapat menerimanya begini cepat?"

Tiauw Hong tidak berani menyahuti, ia menunduk saja.

Oey Yok Su segera memberitahukan tiga syaratnya itu.

"Yang pertama," demikian katanya, "Kiu Im Cin¬keng yang kau bikin lenyap itu mesti cari dan mendapatinya kembali untuk dikembalikan padaku! Jikalau kitab itu dapat dilihat orang lain, dia mesti dibinasakan! Seorang yang melihat, seorang yang dibunuh, seratus orang melihat, seratus orang juga yang mesti dibunuh! Umapama kau cuma membunuh sembilanpuluh sembilan orang, jangan kau kembali padaku!"

Bergidik orang yang mendengar syarat itu. Kanglam Liok Koay berpikir: "Orang menyebutnya Oey Yok Su sebagai Tong Shia, si Sesat dari Timur, kelakuannya ini benar-benar sesat sekali…."

"Sekarang yang kedua," Oey Yok Su berkata pula, "Tiga saudaramu Boe, Phang dan Kiok telah menderita karena perbuatanmu, sekarang kau pergi cari Leng Hong, setelah itu kau cari tahu dua saudara Boe dan Phang itu ada mempunyai turunan atau tidak, semua turunan mereka itu kau bawa ke Kwie-in-chung ini, serahkan kepada Seng Hong, supaya ia yang mengurusnya."

Tiauw Hong memberikan janjinya.

Seng Hong pun berpikir, dapat ia berbuat untuk syarat yang kedua itu tetapi sebab ia kenal baik adat gurunya itu, ia berdiam saja.

Oey Yok Su angkat kepalanya mendongak ke langit, mengawasi bintang-bintang.

"Kitab Kiu Im Cin-keng itu kamulah yang mengambilnya sendiri," ia berkata pula. "Ilmu dalam kitab itu aku tidak mengajarkan kamu, kamu sendiri yang mempelajarinya. Kamu tahu apa yang harus kau perbuat?" ia berdiam sejenak. "Nah, inilah yang ketiga."

Tiauw Hong tidak segera dapat menerka apa maksud gurunya, sekian lama ia berpikir keras. Akhirnya ia sadar juga. Maka dengan suara menggetar ia kata: "Sesudah teecu berhasil membereskan yang pertama dan yang kedua itu, teecu ketahui bagaimana harus menghabiskan sendiri kedua ilmu Kiu Im Pek-kut Ciauw serta Cwie-sim-ciang yang teecu berhasil meyakinkannya.

Kwee Ceng tidak mengerti, ia tarik tangan bajunya Oey Yong, dengan sinar matanya memain, ia tanya si nona.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar