Minggu, 01 November 2020

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 056

"Chungcu terlalu merendah. Di depan mataku ada satu jalan, hanya entahlah, chungcu memang tidak melihatnya atau memang tidak memikirkannya…."

"Tolong locianpwee memberi petunjuk"

Kiu Cian Jin tersenyum, ia santap lauk pauknya, ia tidak menyahuti.

Tuan rumah menduga pasti ada sebabnya kenapa orang tua ini muncul setelah ia mengundurkan diri duapuluh tahun lamanya, ia hanya tidak dapat menerka maksud orang. Orang pun dari kalangan terlebih atas, tidak dapat ia menanyakannya, maka itu ia membiarkan saja sampai orang suka bicara sendiri.

"Tidak apalah Chunngcu tidak sudi memberitahukan guru atau rumah perguruanmu," kata Kiu Cian Jin kemudian. "Kwie-in-chung begini kesohor, yang mengurusnya mesti murid dari guru yang kenamaan…."

"Segala apa disini diurus oleh Koan Eng, anakku," menerangkan tuan rumah. "Ia adalah muridnya Kouw Bok Taysu dari kuil Kong Hauw Sie di kota Lim-an."

"Ah, Kouw Bok Taysu itu adalah ahli waris yang menjadi ketua dari cabang Selatan dari partai Hoat Hoa," berkata Kiu Cian Jin. "Dialah ahli luar. Maukah siauw-chungcu mempertunjukkan sesuatu untuk aku meluaskan pandangan mataku?"

"Locianpwee sudi memberi petunjuk, inilah untungnya anakku," kata Liok Chungcu.

Koan Eng memang ingin sekali diberi petunjuk, maka itu lantas pergi ke tengah ruang. "Tolong thay-kong mengajariku," katanya. Lalu ia mulai bersilat dengan tipu silatnya yang ia paling gemari, yaitu Loo-han Hok-houw-kun, kuntauw Arhat Menakluki Harimau. Setiap kepalannya memperdengarkan suara angin santar, tindakannya pun gesit dan tetap. Dekat penutupnya ia berseru keras, bagaikan harimau menderum, hingga api lilin pada bergoyang dan orang merasakan sambaran angin dingin. Itulah artinya arhat bertempur sama raja hantu. Diakhirnya ia menghajar batu sampai batu batanya hancur, lalu ia berdiri tegar, tangan kirinya diangkat tinggi menunjang langit, kaki kanannya ditendangkan ke depan. Dengan begitu ia memperlihatkan sikap dari arhat atau loohan.

"Bagus! Bagus!" Kwee Ceng dan Oey Yong berseru memuji.

Habis itu Koan Eng memberi hormat kepada Kiu Cian Jin. Ketika ia kembali ke kursinya, air mukanya tidak berubah, napasnya tidak memburu, ia duduk dengan tenang seperti bukan habis bersilat hebat sekali.

Kiu Cian Jin tidak membilang apapun, melainkan tersenyum.

"Apakah kebisaan anakku ini masih dapat dilihat?" Liok Chungcu tanya.

"Begitulah," sahut si orang tua.

"Tolong locianpwee beri petunjuk di mana yang perlu," tuan rumah minta.

"Ilmu silat putramu ini, kalau dipakai untuk memperkuat tubuh, sunggu tak ada yang melebihkannya," menyahut tetamu itu, "Hanya kalau ia hendak dipakai untuk merebut kemenangan, dapat dikatakan itu tidak ada gunanya."

Selagi tuan rumah belum membilang suatu apa, Kwee Ceng merasa heran. Ia pikir: "Memang tidak terlalu lihay ilmu silatnya tuan rumah yang muda ini, akan tetapi tidaklah tepat untuk mengatakan tidak ada gunanya…."

Tuan rumah lantas berkata: "Tolong locianpwee memberikan petunjuk untuk sekalian membuka pandangan kami yang cupat."

Kiu Cian Jin bangkit, ia bertindak keluar ruangan. Ketika ia kembali, di kedua tangannya masing-masing tercekal sepotong batu bata. Orang tidak lihat ia mengerahkan tenaga, tahu-tahu ada terdengar suara meretek, lalu tampak dua potong batu bata itu sudah remuk, kemudian hancur menjadi seperti tepung.

Semua orang terkejut.

Duduk pula di kursinya, semberi tertawa ia berkata: "Chungcu muda dapat menghajar batu hancur itu pun bukan sembarang pelajaran, tidak gampang untuk mendapatkan itu, tetapi haruslah diingat, musuh bukan sepotong batu, musuh tidak mungkin mandah saja diserang. Maka dalam ilmu silat, yang penting ialah menggunakan terlebih dulu untuk menaklukkan musuh. Ini dia yang orang dahulu kala menyebutnya, diam bagaikan anak dara, gesit bagaikan kelinci."

Koan Eng terdiam, menginsyafi kata-kata itu.

Kiu Cian Jin menghela napas. Ia berkata pula: "Sekarang ini banyak orang yang menyakinkan ilmu silat tetapi kepandaiannya berarti tidak ada seberapa…."

"Siapakah beberapa orang itu, lojinkee?" Oey Yong tanya.

"Kaum Rimba Persilatan menyebutnya Tong Shia, See Tok, Lam Tee, Pak Kay dan Tiong Sin Thong berlima," menyahut si orang tua. "Semua mereka itu pernah aku ketemukan sendiri, aku lihat diantaranya yang terlihay ialah Tiong Sin Thong, yang lainnya, ada keistimewaannya tetapi pun ada kekurangannya masing-masing. Harus diketahui, ada panjang mesti ada pendek, asal kita ketahui cacad orang, tak susah untuk merobohkannya."

Liok Chungchu bersama Kwee Ceng dan Oey Yong terperanjat. Koan Eng sendiri tidak, sebab ia tidak tahu siapa itu lima orang lihay yang disebutkan. Tapi Oey Yong terkejut berbareng mendongkol. Suara orang itu bernada menghina ayahnya. ia tidak memperdulikan lagi bahwa orang dapat berjalan di air sambil menjunjung jambangan, napasnya mengeluarkan asap dan remasan tangannya kuat sekali.

"Apakah tidak bagus jikalau locianpwee menghajar roboh kelima orang itu supaya namamu jadi sangat kesohor di kolong langit ini?" ia menanya seraya tertawa.

Kiu Cian Jin tidak menjawab, dia hanya melanjutkan kata-katanya: "Sekarang ini Ong Tiong Yang itu telah menutup mata. Ketika terjadi perundingan ilmu silat pedang di gunung Hoa San, lantaran kebetulan ada urusan, aku tidak dapat turut hadir, dengan begitu gelaran jago silat nomor satu di kolong langit ini telah didapatkan imam tua yang telah meninggal dunia itu. Tatkala itu mereka berlima memperebuti kitan Kiu Im Cin Keng, katanya siapa yang paling tangguh, dialah yang mendapatkan kitab itu. Tujuh hari dan tujuh malam sudah mereka bertempur, Tong Shia, See Tok, Lam Tee dan Pak Kay menyerahlah mereka semua. Kemudian, sesudah Ong Tiong Yang meninggal, timbul lagi gelombang. Katanya ketika si imam tua hendak menutup mata, kitabnya itu dia wariskan kepada Ciu Pek Thong, adik seperguruannya. Tong Shia Oey Yok Su sudah lantas pergi mencari Ciu Pek Thong itu, Ciu Pek Thong bukan tandingannya, kitabnya terampas sebagian. entahlah kemudian bagaimana urusan kitab itu."

Oey Yong dan Kwee Ceng mengangguk dengan diam-diam. Baru sekarang mereka ketahui lelakonnya kitab Kiu Im Cin Keng itu, yang sebagian lagi kena dicuri Hek Hong Siang Sat.




"Oleh karena lojinkee ialah orang yang nomor satu ilmu silatnya, sudah selayaknya kitab itu menjadi kepunyaanmu," berkata Oey Yong.

"Aku malas untuk berebutan sama orang," sahut Kiu Cian Jin. "Tong Shia, See Tok, Lam Tee dan Pak Kay, mereka adalah setengah kati delapan tail. Selama beberapa puluh tahun ini mereka berlatih keras, ingin menjadi jago nomor satu. Maka itu kalau terjadi pertemuan yang kedua di Hoa San, pastilah ramainya bukan buatan."

"Oh, bakal terjadi pertempuran yang kedua di Hoa San?" si nona menegaskan.

"Duapuluh lima tahun ialah satu generasi!" berkata Kiu Cian Jin. "Mereka yang tua bakal mati, yang muda bakal muncul, maka itu, satu tahun lagi akan tibalah saat perundingan yang kedua di Hoa San itu. Aku lihat, yang bakal bertarung kembali kami si orang-orang tua. Sayang sekarang tidak ada lagi anak-anak muda yang berarti, ilmu silat menjadi lemah satu generasi demi satu generasi….!"

"Apakah lain tahun lojinkee hendak mendaki gunung Hoa San?" Oey Yong menanya terus-¬menerus. "Kalau benar lojinkee hendak pergi, maukah kau mangajak aku untuk turut menyaksikan keramain itu? Akulah orang yang paling gemar menonton orang berkelahi!"

"Ah, mana dapat itu dikatakan pertempuran? Sebenarnya aku tidak mengandung niat pergi. Bukankah kita si tua bakal masuk ke dalam tanah? untuk apa segala nama kosong? Hanya di hadapan kita sekarang ada satu urusan sangat besar, yang mengenai keselamatan seluruh umat manusia. Jikalau aku termahai hidup senang sendiri dan aku tidak manjat tinggi, celakalah semua umat dan makhluk!"

Inilah hebat, maka Liok Chungcu berempat lantas menanyakan bencana apa itu yang demikian hebat ancamannya.

"Inilah rahasia sangat besar. Kedua engko kecil Kwee dan Oey, kamu bukan orang kangouw, kamu lebih baik jangan ketahui urusan ini!"

Oey Yong tidak menjadi kurang senang, sebaliknya ia tertawa. "Liok Chungcu ini sahabatku yang baik sekali, asal kau menjelaskan kepadanya, tidak nanti ia menyembunyikan itu kepadaku!" katanya.

"Ah, anak nakal!" kata Liok Chungcu di dalam hatinya. Tapi ia berdiam.

"Kalau begitu, baiklah aku menjelaskan kepada kamu semua!" kata Kiu Cian Jin. "Cuma aku minta kemudian janganlah kau membocorkannya."

"Kamu bukan sanak bukan kandung, urusan rahasia ini baiklah kami tidak mendengarnya," pikir Kwee Ceng, yang terus bangkit dan berkata: "Maafkanlah aku serta saudara Oey ini, ingin aku mengundurkan diri."

"Jiwi adalah sahabat-sahabat kekal dari Liok Chungcu, kamu bukan orang luar, silahkan duduk!" Kiu Cian Jin minta. Sembari berkata ia menekan pundaknya si anak muda.

Kwee Ceng tidak merasakan tekanan keras, akan tetapi karena ia mengaku tidak mengerti ilmu silat, ia tidak melawan, ia duduk pula. Karena itu, Oey Yong pun batal mengundurkan diri.

Kiu Cian Jin bangkit, ia mengangkat araknya untuk mengajak orang minum bersama.

"Tidak sampai setengah tahun, kerajaan Song bakal menghadapi bencana besar," katanya kemudian. "Apakah tuan-tuan ketahui itu?"

Mendengar ini, semua orang terkejut. Bahkan Koan Eng lantas menitahkan orang-orangnya mundur sampai ke pintu dan semua pelayan dilarang datang dekat.

"Aku telah mendapat keterangan pasti," Kiu Cian Jin melanjutkan. "Dalam tempo enam bulan pastilah angkatan perang bangsa Kim bakal menyerbu ke Selatan. Kali ini angkatan perangnya besar dan kuat, maka kerajaan Song pastilah tidak dibelakan pula. Ya, inilah takdir, tidak dapat kita berbuat apa-apa…."

Kwee Ceng terkejut hingga lantas berkata: "Kalau begitu haruslah locianpwee lekas memberitahukan ancaman itu kepada pemerintah supaya pemerintah segera siap sedia untuk menyambut musuh!"

Orang tua itu mendelik kepada anak muda itu.

"Kau tau apa?!" tegurnya. "Satu kali angkatan perang Song bersiap sedia, bahayanya bakal terjadi lebih hebat lagi!"

Kwee Ceng terdiam. Tidak mengerti maksud orang. Oey Yong pun bungkam.

"Lama aku telah memikirkan itu," Kiu Cian Jin melanjutkan omongannya. "Aku lihat cuma ada satu jalan untuk membikin rakyat hidup damai dan senang, supaya negara yang indah ini tidak sampai menjadi habis terbakar. Inilah tujuanku kenapa aku telah melakoni perjalanan ribuan lie jauhnya datang ke Kanglam ini. Kabarnya chungcu telah menawan pangeran muda negara Kim serta komandan tentara Toan Tayjin, tolong undang mereka hadir di sini untuk kita memasang omong. Maukah kau meluluskan, chungcu?"

Liok Chungcu terpengaruh kata-kata orang. Ia pun heran kenapa orang ini mendapat tahu hal tertawannya dua orang itu. Ia lantas meluluskan, ia membawa menghadap orang tawanannya itu, bahkan mereka dibebaskan dari belenggu dan disuruh duduk disebelah bawah.

Kwee Ceng dan Oey Yong mendapatkan, baru ditahan beberapa hari, roman Wanyen Kang sudah kucel dan perok, sedang Toan Tayjin itu, yang berumur limapuluh lebih dan berewokan ketakuan.

"Siauw-ongya, kaget?!" kata kiu Cian Jin pada Wanyen Kang.

Pangeran itu mengangguk, tetapi hatinya berkata: "Si Kwee dan si Oey ini berada di sini, entah mau apa mereka… Dan adik Liam Cu itu, entah dia bawa ikat pinggangku kepada guruku atau tidak…."

"Chungcu," berkata Kiu Cian Jin pada tuan rumah. "Di hadapanmu ada terbayang harta besar dan kemuliaan, aku melihat itu tetapi tidak hendak mengambilnya, kenapakah?"

Tuan rumah heran. "Kemuliaan apakah itu, locianpwee?" tanyanya.

"Kalau nanti angkatan perang Kim itu menyerbu ke Selatan ini dan peperangan itu terjadi, mesti banyak sekali orang yang terluka," berkata Kiu Cian Jin, "Oleh karena itu bukankah bagus jikalau chungcu menggabungkan semua orang gagah untuk melenyapkan ancaman perang itu?"

"Memang itu urusan yang besar dan baik sekali," pikir Liok Chungcu. Maka ia menjawab: "Jikalau dapat aku mengeluarkan tenaga untuk negara dan juga dapat menolong rakyat dari marabahaya - yang mana adalah tugas kita sebagai rakyat jelata - tentu sekali sudi aku melakukannya. Sebenarnya aku setia kepada pemerintah, tetapi sayang pemerintah sendiri tidak mengerti itu, sekarang kawanan pengkhianatlah yang memegang tampuk pemimpin, maka itu sia-sialah belaka maksud hatiku. Locianpwee, tolong kau menunjuk satu jalan yang terang, untuk itu aku akan sangat bersyukur kepadamu."

Kiu Cian Jin mengusap kumisnya, ia tertawa lebar. ia baru hendak berkata pula terhalang oleh datangnya satu chungteng yang memberi kabar: "Thio Cecu yang kebetulan berada di tengah telaga sudah menyambutnya enam tetamu luar biasa, yang sekarang sudah berada di depan."

Kaget tuan rumah itu. "Lekas mengundang!" titahnya.

Koan Eng sudah lantas berlari keluar untuk menyambut.

Diantara terangnya api terlihat enam tetamu yang tubuhnya tinggi dan kate tidak rata, antaranya ada seorang wanita. Ketika mereka itu bertindak masuk, Kwee Ceng berbareng girang, segera ia lari memapaki untuk berlutut di hadapan mereka.

"Suhu!" katanya. "Apakah suhu semua baik?"

Keenam tetamu itu memang Kanglam Liok Koay adanya. Mereka itu datang dari Utara, setibanya mereka di telaga Thay Ouw, lantas ada beberapa orang yang menyambutnya dengan manis. Sudah lama mereka meninggalkan Kanglam, mereka masih rada asing. Maka itu Cu Cong yang melayani beberapa itu bicara. Kemudian ternyata, pihak penyambut adalah Thio Cecu dari Kwie-in-chung. Sebenarnya tidak tahu cecu itu siapa enam orang ini, ia doyong menduga kepada musuhnya chungcu tua, maka itu selama menyambut, ia terbenam dalam kesangsian. Ia ditugaskan Koan Eng berjaga-jaga, sekalian menyambut orang pandai, maka itu ia bertindak secara hati-hati.

Liok Koay pun heran melihat muridnya itu ada di sini.

"Eh, bocah, mana silumanmu?!" Han Po Kie menanya. Ia menegur.

Han Siauw Eng bermata tajam, segera ia melihat Oey Yong hadir bersama, maka itu ia tarik ujung baju kakaknya seraya berbisik: "Sabar, urusan ini kita boleh bicarakan perlahan-lahan kemudian."

Nona lihay ini dapat mengenali walaupun Oey Yong dandan sebagai seorang pemuda.

Tuan rumah tak kenal siapa enam orang itu tetapi karena Kwee Ceng memanggil guru kepada mereka, ia lantas memberi hormat. Ia minta dimaafkan tidak dapat berjalan. Ia pun segera memerintahkan menyiapkan sebuah meja untuk tetamu baru.

Kwee Ceng tidak berayal lagi menjelaskan perihal gurunya.

Liok Chungcu menjadi girang sekali.

"Sudah lama aku mendengar nama besar dari tuan-¬tuan, hari ini aku dapat menemuinya, sungguh aku beruntung!" katanya.

Berbeda dari tuan rumah, Kiu Cian Jin duduk tetap di kursinya. Ia cuma tersenyum, terus ia dahar dan minum seoarng diri.

"Siapa tuan ini?" menanya Han Po Kie. Ia sebal atas sikap orang acuh tak acuh itu, bahkan temberang.

"Baiklah Liok-hiap ketahui," tuan rumah berkata, "Tuan ini adalah gunung Tay San dan Bintang Pak Tauw dari Kaum Rimba Persilatan di jaman ini, yang kepandaian ilmu silatnya tidak ada orang di kolong langit ini yang dapat menandinginya…."

Mau tidak mau Liok Koay heran.

"Apakah dia Oey Yok Su dari Tho Hoa To?" tanya Han Siauw Eng.

"Apakah dia Kiu Cie Sin Kay?" tanya Han Po Kie.

"Meskipun tuan dari pulau Tho Hoa To serta Kiu Cie Sin Kay sangat lihay, tidak nanti mereka dapat menandingi Tiat-ciang Sui-siang-piauw Kiu Locianpwee!" Liok Koan Eng lantas memperkenalkan.

Kwa Tin Ok heran. "Oh, Locianpwee Kiu Cian Jin!" katanya.

Kiu Cian Jin tertawa keras, sampai rumahnya bagaikan tergetar.

Ketika itu beberapa chungteng telah selesai menyiapkan meja serta barang hidangan dan keenam tetamu itu sudah lantas mengambil tempat duduk mereka. Kwee Ceng pindah duduk di sebelah bawah gurunya itu. Ia telah menarik tangannya Oey Yong untuk diajak duduk bersama, si nona menggoyang kepala sambil tertawa, ia menampik untuk pindah duduk.

Liok Chungcu tertawa, ia kata: "Aku menyangka saudara Kwee tidak mengerti ilmu silat, kiranya kau adalah muridnya enam orang pandai. Benar-benar mataku lamur, tidak dapat aku melihat mustika yang disembunyikan…."

Kwee Ceng berbangkit, ia memberi hormat.

"Kepandaianku tidak seberapa," ia berkata, "Dengan menerima pengajaran guruku, tidak berani aku banyak bertingkah. Harap chungcu sudi memaafkan."

Senang Tin Ok mendengar pembicaraan itu. Terang sudah Kwee Ceng pandai membawa diri.

"Tuan-tuan adalah orang-orang kenamaan kaum Rimba Persilatan di Kanglam ini," berkata Kiu Cian Jin. "Kebetulan sekali aku si orang tua ada punya urusan yang penting, jikalau di dalam hal itu aku bisa memperoleh bantuan kamu, sungguh bagus sekali!"

"Ketika tuan-tuan datang, baru saja Kiu Locianpwee hendak memberi penjelasan," berkata tuan rumah. "Sekarang silakan locianpwee memberi petunjuk kepadaku."

Kiu Cian Jin menurut, ia lantas berkata: "Kita yang memernahkan diri dalam dunia Rimba Persilatan, pokok penting dari tujuan kita adalah perbuatan-¬perbuatan mulia, menolong rakyat dari kesengsaraan. Sekarang ini tinggal ditunggu harinya saja angkatan perang negara Kim meluruk ke Selatan ini, jikalau kerajaan Song tidak dapat melihat selatan dan dia tidak sudi menyerah, asal saja peperangan terjadi, celakalah rakyat, entah berapa banyak jiwa yang bakal terbinasa! Bukankah ada kata-kata, siapa menurut Thian dia makmur, siapa menentang Thian dia musnah? Maka juga aku datang ke Selatan ini untuk menggabungkan semua orang gagah di Kanglam, untuk bersama menyambut angkatan perang Kim itu, supaya Kerajaan Song digencet dari luar dan dalam, hingga habislah tenaganya, tidak dapat ia melawan perang dan karenanya menyerah. Kalau usaha ini berhasil, disebelahnya pangkat mulia dan kedudukan yang senang buat kita, rakyat pasti sangat bersyukur. Dengan begitupun tidaklah sia-sia kita telah mempunyai kepandaian silat yang lihay."

Mendengar itu, air muka Kanglam Liok Koay berubah, bahkan dua saudara Han sudah lantas hendak membuka suaranya, syukur Coan Kim Hoat dapat lantas menarik ujung baju mereka seraya matanya melirik kepada tuan rumah, menunjuki untuk melihat atau mendengar sikapnya tuan rumah.

Sebegitu jauh Liok Chungcu menghormati tetamunya yang tua itu, tetapi sekarang, mendengar suara orang ia heran bukan main. Ia mencoba tertawa ketika ia berkata: "Meskipun aku bodoh tetapi dengan menempatkan diri di dalam kalangan kaum kangouw, masih mengerti juga aku tentang tiong dan gie, kesetian dan kebajikan dan tidak dapat aku melupakannya. Angkatan perang Kim itu hendak menyerbu ke Selatan ini, artinya mereka bakal mencelakai rakyat negeri, kalau itu sampai terjadi, aku akan turut semua tindakannya orang gagah di Kanglam ini untuk menentangnya hingga aku terbinasa! Untuk ini aku akan mengangkat sumpah! Locianpwee, kata-katamu ini rupanya hendak memancing aku, bukan?"

"Laotee, mengapa pandangan matamu begini pendek?" tanya tetamu itu. "Apakah kebaikannya membantu kerajaan Song melawan bangsa Kim? Paling banyak kau bakal mengalami nasib sebagai Gak Bu Bok yang terbinasa secara menyedihkan di paseban Hong Po Teng…"

Mendengar ini, tuan rumah kaget berbareng gusar. Ia mulanya mengharap mendapat bantuan melawan Hek Hong Siang Sat, siapa tahu ia justru dibujuk untuk mengkhianati negara sendiri! Maka sia-sia belaka orang tua ini pandai ilmu silatnya kalau jiwanya demikian rendah, dia demikian tidak tahu malu. Ia lantas mengebaskan tangan bajunya. Ia berkata: "Malam ini aku lagi menghadapi datangnya musuh, sebenarnya aku berniat memohon bantuan locianpwee, tetapi karena kita tidak sepaham, walaupun leherku bakal memuncratkan darah, tidak berani aku melayani locianpwee terlalu lama pula! Silahkan!" Ia memberi hormat pula, tandanya ia mengusir tetamunya itu.

Kanglam Liok Koay berikut Kwee ceng dan Oey Yong girang dalam hatinya.

Kiu Cian in tidak tertawa, ia pun tidak menyahuti, dengan tangan kiri mencekal cawan arak, tangan kanannya dibawa ke mulut cawan itu, terus diputar-¬putar, mendadak tangan kanannya itu dikebaskan, disambarkan terbalik. Maka untuk herannya semua orang, cawan arak itu terpapas separuhnya!

Liok Chungcu berdiam dengan hatinya bekerja keras memikirkan daya untuk melayani orang tua ini, yang sudah mengancam dengan kepandaiannya yang luar biasa.

Tapi Ma Ong Sin Han Po Kie tidak dapat bersabar lagi, dia lompat bangun dari kursinya menghadapi orang tua itu.

"Manusia tak tahu malu, mari kita mengadu kepandaian!" ia menantang.

Kiu Cian Jin tidak menjadi gentar.

"Sudah lama aku mendengar nama Kanglam Cit Koay, baiklah hari ini diuji tulen palsunya!" katanya, "Tuan-tuan, baiklah kau maju semua berbareng!"

Tuan rumah mau menduga Han Po Kie bukan tandingan orang, mendengar tantangan itu, ia girang sekali. Ia lantas berkata: "Memang biasanya Kanglam Liok Koay maju berbareng mundur berbareng, musuh seorang mereka berenam, musuh sepasukan tentara besar mereka berenam juga, tidak pernah ada salah satu di antaranya yang sudi ketinggalan!"

Inilah kata-kata yang disengaja. Mendengar ini Cu Cong ketahui maksud orang.

"Baiklah!" dia berkata, "Biak kita bersama-sama melayani ini jago Rimba Persilatan yang kenamaan!" Lalu dengan mengebaskan tangannya, lima saudaranya segera berbangkit bangun bersiap-sedia.

Kiu Cian Jin berdiri, ia angkat kursinya, lalu ia bertindak ke tengah ruangan, yang mau dijadikan gelanggang pertarungan. Di situ ia letakkan kursi itu, terus ia berduduk pula, kaki kanannya disusun diatas kaki kirinya. Dengan duduk tenang, ia berkata: "Sambil berduduk begini aku si orang tua akan menemani tuan-¬tuan bermain-main!"

Tin Ok terkesiap hatinya. Jikalau orang bukan lihay luar biasa, tidak nanti ia membawa sikap demikian rupa.

Selagi guru-gurunya belum bergerak, Kwee Ceng majukan diri ke depan. Ia pun mau percaya semua gurunya bukan lawannya jago tua ini, yang kepandaiannya telah ia saksikan sendiri. Tentu saja ia bersedia binasa untuk membantu gurunya itu, maka ia menjadi nekat.

"Locianpwee, aku yang muda mohon pengajaran dari kau," ia berkata seraya menjura.

Kiu Cian Jin melengak, akhirnya ia tertawa.

"Tidak mudah ayah dan ibumu memelihara kau, kenapa jiwa kecilmu hendak cuma-cuma diantarkan di sini?" katanya.

"Anak Ceng, mundur!" berseru Tin Ok, yang kagum dengan keberanian muridnya itu tetapi ia menyayanginya.

Tapi Kwee Ceng sudah bulat tekadnya. Ia khawatir nanti gurunya mencegah terus, maka tanpa berkata lagi, ia tekuk kakinya yang kiri, tangan kanannya digerakkan melingkar, lalu dengan keras tangannya itu ditolakkan maju!

Inilah jurus "Hang Liong Yu Hui" dari Hang Liong Sip-pat Ciang, yang anak muda she Kwee ini telah meyakinkan selama satu bulan, hingga bisalah dimengerti beda jauh dengan waktu permulaannya Ang Cit Kong mengajarinya.

Kiu Cian Jin memandang enteng kepada murid orang ini, sebab ia melihat dari gerak-gerik, mestinya Han Po Kie tidak seberapa lihay, maka kaget ia melihat serangan itu. Ia mencelatkan tubuhnya, melompat tinggi-tinggi, karenanya hancurlah kursi itu. Ia menjadi gusar sekali.

"Anak kurang ajar!" bentaknya setelah turun kembali di lantai.

"Locianpwee, tolong berikan pengajaran padaku!" kata Kwee Ceng dengan hormat. Ia berlaku hati-hati, tak mau ia segera menyerang pula.

Tetapi Oey Yong hendak mengacaukan pikiran orang tua itu. "Engko Ceng, menghadapi tua bangka ini jangan kau sungkan-sungkan!"

Orang tua itu murka bukan kepalang. Dia kenamaan sekali, siapa pernah mencaci padanya, apapula di hadapannya sendiri? Sekarang ada ini bocah! Hampir ia melompat dengan tangannya diayun, untuk menghajar bocah itu, mendadak ia ingat akan kehormatan dirinya sendiri. Dia tertawa dingin. Dia mengeluarkan tangannya yang kanan, tangan kirinya dibawa ke keningnya, kemudian ia menyerang, justru disaat itu Kwee Ceng lagi menyampingkan diri. Sebat sekali gerakannya ini.

Tapi Oey Yong sudah lantas berteriak.

"Itulah pukulan yang tidak ada keanehannya! Itulah jurus ke delapan yang dinamakan 'Burung belibis tunggal keluar dari rombongannya' dari tipu silat Thong-pek Liok-hap-ciang!"







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar