Kamis, 22 Oktober 2020

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 048

Dua muridnya Nio Cu Ong menolong kakak seperguruannya, yang mereka pepayang, mereka menonton pertempuran itu, mendapatkan guru mereka unggul, mereka berteriak-teriak menganjurkan guru mereka itu. Kwee Ceng khawatir kekasihnya itu, terpaksa hendak ia maju membantu.

Justru itu ia dengar suara nyaring dari Ang Cit Kong, yang berada di aling jendela: “Dia bakal menggunakan jurus Anjing Galak Memegat Jalan!”

Oey Yong mendengar itu, ia melengak. Ia melihat Nio Cu Ong memasang kuda-kuda terpentang dan kedua tangan dikasih rata. Ia kenal sikap jurus Harimau Galak Memegat Jalan. Ia tertawa di dalam hatinya. Kiranya Cit Kong tukar ‘Harimau’ dengan ‘Anjing’. Ia hanya heran kenapa Cit Kong dapat membeda niat orang. Ia lantas membela diri.

Kembali Cit Kong berseru: “Dia bakal menggunakan Ular Bau Mengambil Air!”

Oey Yong sangat cerdas, lantas ia mengetahui, tentulah itu dimaksudkan jurus Naga Hijau Menyedot Air. Jurus itu lihay di depan, kosong di belakang. Karenanya dengan lincah ia lompat nyamping, terus ke belakang lawannya.

Nio Cu Ong benar-benar menyerang dengan pukulan Naga Hijau Menyedot Air itu. Tentu saja ia gagal, karena si nona sudah mendahului menghalau diri. Malah ia jadi terluang punggungnya. Syukur ia lihay, dapat ia berkelit dari serangan si nona. Segera ia memandang ke arah jendela rumah penginapan.

“Orang pandai siapa di situ? Mengapa kau tidak mau memperlihatkan diri?” dia berseru dengan pertanyaan.

Ang Cit Kong dengar suara menantang itu, ia membungkam.

Oey Yong ada tulang punggungnya, ia jadi berani sekali. Ia menerjang. Dalam murkanya Nio Cu Ong melawan dengan bengis, ia menggunakan pukulan-¬pukulan yang membinasakan. Tentu sekali, si nona segera terdesak pula.

“Jangan takut!” terdengar pula teriakannya Cit Kong. “Dia bakal menggunakan Pukulan si Kunyuk Kempolan Biru Manjat Pohon!”

Oey Yong tertawa cekikikkan, ia lantas mendahului menyerang dengan tinjunya.

Nio Cu Ong benar-benar hendak menyerang dengan jurusnya yang disebut Cit Kong itu, hanya si pengemis aneh itu sengaja tukar namanya jurus itu, yang sebenarnya Kera Sakti Manjat Pohon. Melihat ia diserang, terpaksa ia membatalkan niatnya untuk membela diri, guna menukar jurus. Karena ia tahu, percuma ia melanjutkan serangannya dengan tipu silat itu. Dasar ia lebih lihay, tidak sukar untuk ia menolong dirinya. Hanya ia jadi semakin heran. Ia tanya dirinya, “Kenapa orang itu ketahui aku bakal menyerang dengan jurusku?”

Oey Yong menyerang terus. Nio Cu Ong membela diri, habis mana, dia lompat pula keluar kalangan. Ia berteriak ke arah pondokan: “Saudara yang baik, jikalau kau tetap tidak hendak memperlihatkan diri, jangan menyesal apabila aku tidak berlaku murah hati lagi!”

Di mulutnya Som Sian Lao Koay mengatakan demikian, tangannya bekerja. Ia maju menyerang Oey Yong, hebat serangannya, maka dalam beberapa jurus saja, si nona terdesak pula.

Cit Kong tidak bersuara, ia pun tidak muncul.

Kwee Ceng melihat kekasihnya terdesak dan kelabakan hingga ia mesti main berkelit saja, lantas maju untuk membantu. Segera ia menyerang dengan pukulan Naga Menyesal!

Nio Cu Ong tahu hebatnya jurus itu, ia lompat mencelat.

“Hajar padanya, engko Ceng!” Oey Yong menganjurkan. “Serang terus-terusan hingga tiga kali beruntun!”

Habis menganjurkan, nona itu memutar tubuhnya, lari ke dalam pondo. Kwee Ceng menuruti anjuran pacarnya, ia memasang kuda-kuda. Ia menunggu io Cu Ong merangsak, ia hendak menyambutnya.

Som Sian Loa Koay menjadi gusar berbareng mendelu, pun ia merasa lucu juga. Dalam hatinya ia berkata: “Setahu darimana bocah ini dapat pelajari jurusnya ini…Toh ia cuma mempunyai satu jurus….” Walaupun begitu, ia tidak berani keras lawan keras, bahkan tidak berani ia datang mendekati.

Karena terpisah cukup jauh, Kwee Ceng tidak bisa menyerang. Dengan begitu, pertempuran jadi mandek, mereka berdiri berhadapan saja.

“Anak tolol, awas!” io Cu Ong berteriak kemudian, terus ia berlompat, untuk menyerang.

Kwee Ceng menanti, lantas ia menyambut dengan serangannnya. Tapi orang she Nio itu menggunakan akal. Dia tidak menyerang terus. Belum lagi tubuhnya datang dekat, tangannya sudah terayun, lalu tiga batang jarum Touw¬kut-ciam menyerang si anak muda di tiga jurusan, atas, tengah dan bawah!

Kwee Ceng melihat bahaya, terpaksa ia batalkan serangannya, ia terus berkelit.

Ketika ini digunai Nio Cu Ong berlompat maju, tangannya menyambar ke batang leher orang, menjambak leher baju.

Kwee Ceng terdesak, ia menyundul dengan kepalanya. Tapi Nio Cu Ong benar-benar lihay, si anak muda merasakan seperti membentur kapas. Nio Cu Ong puas sekali, hendak ia menghajar anak muda itu.

Kali ini Oey Yong muncul dengan tiba-tiba. “Siluman tua, lihat apa ini?!” dia berteriak.

Nio Cu Ong kenal orang licin, lebih dulu ia pencet jalan darah Kin-ceng-hiat dari Kwee Ceng, baru ia menoleh kepada si nona nakal. Dia lantas mendapatkan Oey Yong menghampiri dengan tindakan perlahan-lahan, tangannya mencekal sebuah tongkat bambu warna hijau seperti kumala huicui. Untuk kagetnya, dia mengenali tongkat itu hingga ia berseru tertahan: “Ang…Ang Pangcu!”

Oey Yong tidak meladeni, hanya dia membentak: “Masih kau tidak hendak melepaskan tanganmu?!”

Jinak agaknya si jago ini, ia segera melepaskan cekalannya kepada Kwee Ceng. Sejak tadi ia sudah heran, kenapa Oey Yong ada yang mengajari cara bagaimana harus melawan dia dan niat penyerangannya dibeber. Ia menduga kepada Ang Cit Kong, tapi ragu-ragu, sebab sudah belasan tahun Ang Cit Kong tidak pernah terlihat di dunia kangouw. Sekarang ia lihat tongkat si kepala pengemis, kagetnya bukan main.

Oey Yong mendekati, ia terus memegangi tongkat dengan kedua tangannya. Ia berkata pula dengan membentak: “Cit Kong bilang bahwa ia sudah perdengarkan suaranya tetapi kau bernyali besar, kau tetap berani main gila disini! Maka Cit Kong tanya, kenapa kau berani berlaku kurang ajar begini?!”

Nio Cu Ong sudah lantas menekuk lututnya. “Dengan sesungguhnya aku yang rendah tidak tahu Pangcu ada disini,” katanya dengan hormat, “Kalau aku yang rendah tahu, aku tidak berani berbuat salah terhadap Pangcu.”

Oey Yong heran. “Dia sangat lihay, kenapa dia takut Cit Kong begini rupa? Kenapa dia pun memanggil Ang Pangcu?” Tapi, pada parasnya, ia tetap berlaku keren. “Taukah kau apa dosamu?”

“Nona tolong sampaikan kepada Pangcu, bahwa Nio Cu Ong sudah menginsyafi kesalahannya dan minta Ang Pangcu sukalah mengasih ampun,” berkata Som Sian Lao Koay.

“Ingat olehmu!” berkata si nona, “Mulai hari ini sampai seterusnya, untuk selamanya tidak boleh kau mengganggu kami berdua!”

“Aku yang rendah tadinya tidak tahu apa-apa,” menyahut Nio Cu Ong. “Aku tidak mengandung maksud sengaja, maka itu aku minta sukalah jiwi memaafkan.”




Dengan “jiwi” – “tuan berdua” dimaksudkan Kwee Ceng dan si nona.

Oey Yong menjadi sangat puas, ia tersenyum, lantas ia tarik tangannya Kwee Ceng, diajak ngeloyor pergi, masuk ke dalam rumah penginapan. Di dalam pondok Ang Cit Kong tengah duduk menghadapi empat mangkok besar terisi barang hidangan, tangan kirinya mengangkat cawan arak, tangan kanannya mencekal sumpit, mulutnya menggayem dan mencegluk air kata-kata.

“Cit Kong!” kata si nona tertawa. “Dia berlutut, sama sekali dia tidak berani berkutik!” Ia pun sampaikan permohonannya Nio Cu Ong.

Cit Kong menoleh kepada Kwee Ceng, “Pergi kau hampiri dia, kau hajar serintasan, tidak nanti dia berani melawan!” katanya.

Kwee Ceng melongok di jendela. Ia lihat Nio Cu Ong terus berlutut di antara panasnya matahari, dua muridnya pun berlutut di belakangnya, roman mereka itu runtuh sekali. Ia menjadi tidak tega. “Cit Kong, kasihlah dia ampun,” katanya.

“Hai, makhluk tidak tahu diri!” membentak si pengemis. “Orang hajar padamu, kau tidak mampu melawan, aku si tua bangka menolongmu, sekarang kau mintakan ampun untuknya! Apakah artinya ini?!”

Ditegur begitu, Kwee Ceng berdiri diam. Ia tidak sangka si pengemis, yang biasanya jenaka dan manis budi, sekarang menjadi galak begini.

Oey Yong tertawa, dia datang sama tengah. “Cit Kong, nanti aku yang hajar dia!” katanya.

Dan lantas ia bertindak keluar dengan masih membawa tongkat istimewa itu. Ia hampiri Nio Cu Ong, yang berlutut tanpa bergeming, wajahnya nampak ketakutan. Oey Yong lantas menegur: “Cit Kong bilang kau jahat, hari ini sebenarnya kau mesti disembelih, tetapi syukur ada aku punya engko Ceng yang hatinya murah, dia telah mintakan ampun untukmu, ia memohon lama juga barulah Cit Kong meluluskannya.”

Kata-kata itu ditutup dengan diangkatnya tongkat, dihajarkan ke kempolan orang.

“Nah, kau pergilah!” akhirnya si nona mengusir.

Nio Cu Ong tidak segera mengangkat kaki, ia hanya memandang ke arah jendela. “Ang Pangcu, aku ingin bertemu padamu, untuk menghaturkan terima kasih kau tidak membunuh aku,” katanya.

Dari dalam pondokan tidak ada terdengar suara apa-apa.

Nio Cu Ong terus bertekuk lutut.

Sampai sekian lama, barulah Kwee Ceng muncul. Ia menggoyang-goyang tangan, ia berkata dengan perlahan: “Cit Kong lagi tidur, kau jangan bikin berisik disini!”

Baru sekarang Nio Cu Ong bangkit, ia mendelik kepada muda-mudi itu, lalu ngeloyor pergi dengan mengajak ketiga muridnya.

Oey Yong dan Kwee Ceng membiarkan orang melotot, bersama-sama mereka balik ke dalam pondok. Benar-benar Cit Kong terlihat lagi menggeros dengan kepalanya diletaki di atas meja. Si nona pegang pundak orang, ia menggoyang-goyang.

“Cit Kong, Cit Kong,” katanya. “Tongkat bambu mustikamu ini sangat besar pengaruhnya, jikalau kau tidak pakai, kau berikan saja padaku! Bolehkah!”

Cit Kong mengangkat kepalanya, ia menguap, ia pun mengulet. “Enak saja kau membuka suaramu!” katanya tertawa. “Bendaku ini adalah alat peranti mencari makan dari kakekmu. Seorang pengemis tanpa tongkat pemukul anjing mana bisa jadi pengemis?”

Oey Yong bermanja. “Ilmu silatmu sudah sangat lihay, orang jeri padamu, habis untuk apa kau menghendaki tongkat ini?” dia mendesak.

“Hai, budak tolol!” tertawa si pengemis. “Sekarang lekas kau masak beberapa rupa barang hidangan yang lezat, nanti aku cerita perlahan-lahan padamu.”

Oey Yong menurut, lantas pergi ke dapur. Ia menyiapkan tiga rupa masakan. Apabila sudah selesai, ia bawa keluar.

Cit Kong memegang cawan araknya dengan tangan kanan, tangan kirinya memegang sepotong ham, yang ia gerogoti. Ia mengunyah perlahan-lahan. “Makhluk di dalam dunia ini tidak ada yang tidak berkumpul dengan seterunya,” ia berkata kemudian. “Hartawan yang kemaruk uang satu rombongan, orang Rimba Hijau tukang membegal atau merampok satu rombongan juga. Demikian kami si tukang minta-minta, kami pun berkumpul dalam satu golongan….”

“Aku tahu sudah, aku tahu sudah!” Oey Yong memotong seraya ia menepuk-nepuk tangan. “Tadi Nio Cu Ong memanggil kau Pangcu, kau jadinya adalah pemimpin dari tukang minta-minta!”

Cerdik nona ini, ia lantas dapat menerka.

“Benar!” Cit Kong mengaku. “Kami bangsa pengemis biasa orang hinakan, bisa digigit anjing, apabila kami tidak bersatu, mana dapat kami hidup? Maka juga ini sebatang tongkat serta ini sebuah cupu-¬cupu, semenjak jaman Cian Tong Ngo tay sampai hari ini, sudah beberapa ratus tahun, selamanya dipegang oleh orang yang menjadi Pangcu, pemimpin kepala, jadi inilah mirip dengan capnya seorang kaisar atau capnya satu pembesar negeri.”

Mendengar itu, Oey Yong meleletkan lidahnya. “Syukur kau tidak mengasihkan padaku!” katanya.

“Kenapa?” Cit Kong tertawa.

“Jikalau semua pengemis di kolong langit ini pada mencari aku, aku mengurus mereka, apakah itu tidak cade?” sahutnya.

Cit Kong tertawa pula. Ia gerogoti pula sepotong ceker. Ia berkata pula: “Rakyat negeri di Utara diurus oleh negeri Kim, rakyat negeri di Selatan diurus oleh kerajaan Song, tetapi pengemis di kolong langit ini..?” “Tidak peduli mereka yang dari Selatan atau Utara, semua mereka diurus oleh kau, lojinkee!” Oey Yong mendahului.

Ang Cit Kong tertawa terbahak, ia mengangguk.

“Pantaslah itu siluman bangkotan she Nio sangat jeri padamu!” si nona menyambung. “Kalau semua pengemis di kolong langit ini mencari dia, untuk mengganggu, nah, bukan main sulitnya dia! Umpama satu pengemis menangkap seekor tuma itu ditaruh di lehernya, tidakkah ia bakal mampus kegatalan?”

Kwee Ceng tertawa.

Ang Cit Kong tidak gusar, ia malah turut tertawa.

“Tetapi,” menjelaskan si raja pengemis kemudian, “Dia takut aku bukannya karena itu…”

“Habis karena apa?” tanya Oey Yong.

“Kejadian itu kira-kira duapuluh tahun yang lampau. Hari itu aku bertemu dengannya di Kwan-gwa, kebetulan ia tengah melakukan satu pekerjaan buruk dan aku pergoki dia…”

“Pekerjaan buruk apakah itu?” tanya si nona.

Cit Kong agaknya bersangsi tetapi ia menerangkan juga: “Siluman tua itu percaya kepada omongan sesat tentang memetik bunga untuk menambah tenaga atau panjang umur, dia lantas cari banyak nona-nona untuk dirusak kesuciannya…”

“Apakah itu yang dinamakan merusak kesucian nona-nona?” tanya si nona kembali.

Oey Yong polos, ia belum mengetahui tentang hal kesucian yang dirusak itu. Ketika ia dilahirkan, ibunya lantas menutup mata disebabkan sukar melahirkan, dari itu semenjak bayi ia dirawat oleh ayahnya, kemudian terjadi Oey Yok Su murka besar disebabkan Tan Hian Hong dan Bwee Tiauw Hong, kedua muridnya itu, yang memainkan lelakon asmara dan minggat, saking kalapnya, dia putuskan urat-urat semua muridnya yang lainnya, yang ia pun usir pergi dari pulau Tho Hoa To, maka di pulau itu tinggal beberapa bujang tua, hingga si nona belum pernah dengar soal pemuda dan pemudi dewasa. begitulah sampai usianya limabelas tahun, ia tetap gelap mengenai hal itu. Kalau toh ia suka sama Kwee Ceng, karena perasaannya yang wajar, perasaan yang ia rasakan manis, apabila mereka berpisahan, segera ia merasa sunyi seorang diri. Tapi ia tahu, kalau orang menjadi suami-istri, orang tidak bakal berpisahan pula seumur hidupnya, maka itu ia anggap Kwee Ceng sudah menjadi suaminya; lain daripada itu, ia gelap.

Untuk sejenak itu, Cit Kong pun sulit atas pertanyaan si nona, hingga ia tidak lantas memberikan jawabannya.

“Setelah satu nona dirusak kesuciannya, apakah dia lantas dibunuh?” Oey Yong tanya pula.

“Bukannya begitu,” Cit Kong tertawa. “Wanita yang diperhina secara demikian, hebatnya melebihi daripada dibunuh. Maka juga ada pembilangan, ‘Hilang kesucian urusan besar, mata kelaparan urusan kecil’”

“Habis, apakah dia dihajar kempolannya?” si nona tanya pula.

“Cis!” berludah Cit Kong tetapi dia tertawa. “Bukannya begitu, budak! Baiklah kau pulang untuk menanyakan keterangan ibumu!”

“Ibu sudah lama tutup mata.” sahut si nona.

“Oh….” si pengemis melengak. “Nanti saja, kapan tibanya kamu berdua merayakan pernikahan, kau bakal mengerti sendiri.”

Muka si nona menjadi merah, ia memonyongi mulutnya. “Sudahlah jikalau kau tidak sudi menerangkan!” katanya. Samar-samar ia mulai mengerti duduknya hal. Ia menanya pula: “Habis bagaimana sesudah kau pergoki si siluman bangkotan itu berbuat buruk?”

Lega si pengemis mendengar orang bicara dari lain soal.

“Pasti sekali aku urus dia!” ia menyahut, “Orang she Nio itu telah kena aku bekuk, aku hajar dia, aku paksa ia mengantar pulang semua nona-nona itu kerumahnya masing-masing. Lain dari itu aku paksa ia mengankat sumpah bahwa dilain waktu dia tidak lagi berbuat sejahat itu, dan aku ancam, apabila aku mempergokinya pula, ia bakal mati tidak, hidup pun tidak!”

“Oh, kiranya demikian!”

Kemudian, habis bersantap, Oey Yong berkata, “Cit Kong, kalau sekarang kau kasihkan tongkatmu kepadaku, aku juga tidak sudi menerimanya, hanya masih ada satu soal. Bukankah kita tidak bakal berdiam bersama-sama untuk selama-lamanya? Bagaimana kalau dilain waktu kami berdua bertemu pula sama siluman she Nio itu dan dia membilangnya padaku, ‘He, budak yang baik, dulu hari kau mengandalkan Ang Pangcu, kau menghanjar aku dengan tongkatnya, sekarang aku hendak membalas sakit hati!’ Kalau sampai terjadi begitu, bagaimana kami harus berbuat?”

Ang Cit Kong tertawa. “Ha! Kau sebenarnya menghendaki aku mengajari pula lain ilmu silat kepada kau berdua! Kau kira aku tidak tahu? sekarang pergilah kau masak syaur lagi, bikinlah banyakan, kau boleh percaya Cit Kong tidak nanti membikin kau kecele!”

Oey Yong menjadi sangat girang, ia sambar tangannya si pengemis, untuk dibawa ke rimba tadi.

Ang Cit Kong mengajarkan pula jurus yang baru kepada Kwee ceng, yaitu jurus kedua dari Hang Liong Sip-pat Ciang, namanya “Hoei Liong Thay Thian” atau “Naga Terbang ke Langit”. Jurus ini mewajibkan Kwee Ceng lompat tinggi sekali, lalu dari atas ia menyerang turun, hingga tenaganya menjadi luar biasa besar. Untuk ini, Kwee Ceng memerlukan tempo tiga hari, baru ia dapat melatih dengan baik. Selama tiga hari itu, Oey Yong sendiri sudah mendapatkan pelajaran lain, ialah untuk dengan tempuling ngo-bje-cie memecahkan sebatang golok. Semenatar itu Ang Cit Kong sendiri telah menikmati belasan macam makanan lezat dari si nona.

Demikianlah hari-hari lewat. Tidak sampai satu bulan, Cit Kong sudah wariskan limabelas jurus dari Hang Liong Sip-pat Ciang, dari “Naga Menyesal” sampai pada “Liong Thian Ie Ya” atau “Naga bertempur di tanah datar”.

Ilmu silat Cit Kong ciptakan sendiri setelah ia memahami kitab “Ya Keng”, jurusnya terbatas sekali tetapi kegunaannya besar, sebab setiap jurusnya hebat. Hanya ketika dulu di puncak Hoa San ia mengadu silat sama Oey Yok Su beramai, ilmu ini belum ia pelajari habis, meski begitu, Ong Tiong Yang toh memuji ilmunya itu. Cit Kong menyesal yang ia belum sempat menyelesaikan itu, kalau tidak, mungkin ialah yang menjadi pemenang nomor satu.

Mulanya dia hendak mengajari Kwee Ceng dua tiga jurus saja, untuk si anak muda menjaga diri, tetapi masakan Oey Yong hebat sekali, setiap hari ditukar dengan hari lewat hari, kejadian ia mewariskan limabelas jurus itu. Maka dalam tempo satu bulan itu, Kwee Ceng telah seperti salin rupa. Oey Yong sendiri telah memperoleh beberapa jurus yang luar biasa, yang campur aduk!

Pada suatu pagi sehabis sarapan, Cit Kong berkata kepada kedua bocah itu; “Eh, anak-anak, kita sudah berkumpul sebulan lamanya, sudah tiba waktunya kita berpisahan.”

“Oh, tidak!” Oey Yong mencegah. “Aku masih mempunyai beberapa macam masakan yang hendak aku bikin untuk suguhkan kepada kau, lojinkee!”

“Ingat, anak, di kolong langit ini tidak ada pesta yang tidak bubar. Kau tahu biasanya aku si tua bangka belum pernah mengajari orang lebih daripada tiga hari, tetapi terhadap kamu, aku telah memakai tempo satu bulan, kalau mesti tambah hari lagi, oh itulah hebat sekali!” kata si pengemis.

“Kenapa begitu, Cit Kong?” tanya si nona heran.

“Dengan begitu, habislah semua kepandaianku diturunkan kepada kamu!” sahut si raja pengemis.

Oey Yong tersenyum tetapi ia kata: “Cit Kong, orang baik mesti sekali berbuat baik seterusnya berbuat baik hingga diakhirnya. Jikalau kau ajarkan semua delapanbelas jurus dari Hang Liong Sip-pat Ciang kepadanya, bukankah itu baik sekali?”

“Fui!” si pengemis berseru. “Ya, buat kamu baik, tetapi aku si pengemis tidak!”

Oey Yong menjadi bingung. Ia lantas memikirkan daya apa untuk menahan orang tua itu, akan tetpai belum ia dapat pikiran, Cit Kong telah menggendol cupu-cupunya dan mengangkat tongkatnya ngeloyor pergi, jalannya sambil menyeret sepatunya…..

Kwee Ceng menjadi bingung juga, ia lari menyusul. Hebat Cit Kong sebentar saja ia telah lenyap di dalam rimba.

“Cit Kong! Cit Kong!” Kwee Ceng menyusul dan berteriak-teriak. Tidak ada jawaban.

Oey Yong juga menyusul, ia pun memanggil-¬manggil. Tapi ia pun tidak peroleh penyahutan.

Tapi belum lama, terlihatlah suatu bayangan dan Cit Kong muncul dengan tiba-tiba.

“Ha, kamu berdua budak busuk, mau apa kamu melibat aku?” ia menanya, agaknya ia mendongkol. “Apakah kau masih minta aku mengajari silat? Oh, itulah sukar di atas sukar!”

“Lojinkee sudah mengajarkan banyak, teecu telah puas,” berkata Kwee Ceng, yang menyebut dirinya teecu atau murid. “Tidak nanti teecu berlaku temaha, cuma teecu belum dapat membalas budimu yang besar sekali.” Ia lantas jatuhkan dirinya, berlutut, untuk paykui kepada itu guru sembatan.

“Ha, tahan!” mendadak si pengemis berseru. “Aku mengajarkan kau silat sebab aku gegaras sayur masakan dia itu, untuk itu, pengajaranku itulah bayaranku! Di antara kita tidak ada soal guru dengan murid!” Mendadak ia pun berlutut, membalas hormatnya si anak muda.

Kwee Ceng kaget sekali, hendak ia paykui pula, untuk membalas, tetapi ia tidak dapat berbuat begitu, tiba-tiba saja si pengemis mengulurkan tangannya dan ia kena ditotok jalan darah dirusuknya hingga ia berdiri dengann kedua kaki ditekuk, tak dapat ia menggerakkan tubuhnya!

Cit Kong mengangguk sampai empat kali, guna membalas penghormatan orang, baru ia menotok pula membebaskan jalan darah orang. Ia kata: “Ingat, sekarang jangan kau mengatakan sudah memberi hormat padaku, bahwa kaulah muridku!”

Kwee Ceng berdiam, tidak berani ia membuka mulut lagi. Sekarang ia menginsyafi benar-benar tabiat kukoay bin aneh dari si raja pengemis yang berjeriji sembilan itu.

Cit Kong lantas memutar tubuhnya, untuk mengangkat kaki, atau mendadak ia bersuara “Ih!” lantas ia membungkuk, tangannya diulurkan ke tanah, di antara rumput, dua jarinya menjepit seekor ular hijau panjangnya dua kaki.

“Ular!” Oey Yong menjerit kapan si pengemis angkat tangannya. Cuma sebegitu ia berseru, atau pundaknya telah ditolak Ang Cit Kong hingga ia terpental jauhnya setombak lebih!

Menyusul itu terdengar pula beberapa suara rumput bergerak-gerak, lalu terlihatlah beberapa ekor ular lainnya. Dengan menggerakkan tongkat, Ang Cit Kong singkirkan binatang berbisa itu, untuk setiap kemplangan, tongkatnya mengenai tepat di kepala ular, yang terus mati.

Kalau tadinya ia kaget, sekarang Oey Yong kegirangan hingga ia berseru memuji. Tengah ia tertawa, di belakangnya muncul dua ekor ular yang lain, yang menyambar sambil membuka bacotnya, untuk menggigit.

“Lari!” Ang Cit Kong berseru. Tapi sudah terlambat, si nona telah kena disambar dan digigit. Ular itu kecil tubuhnya tetapi hebat bisanya, cuma tergigit satu kali, celakalah orang, apapula sekarang menyambar sekali dua.

Ang Cit Kong pun kaget. Kupingnya segera mendengar suara lain, yang terlebih berisik, ketika ia mengawasi, tampak nyelosornya sekumpulan ular di tempat kira-kira sepuluh tombak dari mereka. Tidak ayal lagi, ia sambar pinggang Kwee Ceng, ia cekuk pundak Oey Yong, terus ia berlompat, lari keluar dari rimba itu. Dia lari terus kembali ke tempat penginapan. Setibanya di muka pondokan, pengemis itu awasi muka si nona, lantas hatinya menjadi lega. Nona itu tak kurang suatu apapun, dia seperti biasa.

“Bagaimana kau merasakan?” ia menanya, hatinya girang.

Oey Yong tertawa. “Tidak apa-apa!” sahutnya wajar.

Tapi Kwee Ceng melihat ular tadi masih menyantel di badan kekasihnya, dia kaget, dia ulur tangannya, untuk menangkap ular itu, untuk disingkirkan. “Jangan!” Cit Kong berseru pula saking kagetnya.







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar