Jumat, 28 Agustus 2020

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 020

Di sana tampak serombongan orang serta dua ekor macam tutul menoker-noker pada tanah. Itulah sebabnya kenapa kuda si kate tidak berani maju terus. Tidak ayal lagi, Po Kie lompat turun dari kudanya, dengan cekal Kim-kiong-pian, ia maju ke arah mereka. Segera ia dapat tahu perbuatannya itu macan tutul.

Dua ekor macan tutul itu telah dapat mengorek satu mayat, malah jago Kanglam ini kenali itu mayatnya Tan Hian Hong, yang terluka dari leher sampai di perutnya, seluruhnya berlumuran darah, seperti ada dagingnya yang orang telah potong.

Heran Po Kie. Ia berpikir: “Dia mati di atas gunung, kenapa mayatnya ada di sini? Siapakah orang-orang itu? Apakah maksudnya maka itu mayat diganggu?”

Coan Kim Hoat semua telah datang menyusul, maka mereka pun saksikan mayatnya Hian Hong itu. Mereka menjadi heran sekali. Diam-diam mereka bergidik menyaksikan musuh tangguh. Coba tidak ada Kwee Ceng, bagaimana jadinya dengan mereka.

Kedua macan tutul itu sudah mulai gerogoti mayatnya Hian Hong.

“Tarik macan itu!” kata satu anak kecil yang menunggang kuda, yang berada di antara rombongan orang tadi. Ia menitahkan orangnya, yang menjadi tukang pelihara macan tutul itu. Tempo ia lihat Kwee Ceng, dia membentak: “Hai, kau sembunyi di sini! Kenapa kau tidak berani membantu Tuli bertarung? Makhluk tidak punya guna!”

Bocah itu Tusaga, putranya Sangum.

“Eh, kamu mengepung pula Tuli?” tanya Kwee Ceng, yang agaknya kaget. “Di mana dia?”

Tusaga perlihatkan roman tembereng dan puas. “Aku tuntun macan tutulku menyuruhnya gegaresi dia!” sahutnya. “Kau lekas menyerah! Kalau tidak, kau pun bakal digegaren macanku!” ia mengancam tetapi ia tak berani dekati musuhnya, jerih ia menampak Kanglam Cit Koay. Kalau tidak, tentulah Kwee Ceng telah dihajarnya.

Kwee ceng terkejut, “Mana Tuli?!” ia tanya.

“Macan tutulku telah gegares Tuli!” sahut Tusaga berteriak. Ia lantas ajak pemelihara macan tutul itu berlalu.

“Tuan muda, dialah putranya Khan besar Temuchin!” berkata itu tukang rawat macan tutul, maksudnya memberitahu. Tusaga ayun cambuknya, menghajar kepala orang itu. “Takut apa!” teriaknya. “Kenapa tadi ia serang aku! Lekas!”

Dengan terpaksa, tukang rawat macan tutul itu turut perintah. Satu tukang rawat macan tutul yang lainnya ketakutan, ia berkata, “Akan aku laporkan kepada Khan besar!”

Tusaga hendak mencegah tapi sudah kasep. Dengan mendongkol ia berkata: “Biarlah! Mari kita hajar Tuli dulu! Hendak aku lihat, apa nanti paman Temuchin bisa bikin!”

Kwee ceng jeri kepada macan tutul tetapi ia ingat keselamatan Tuli. “Suhu, dia hendak suruh macan itu makan kakak angkatku, hendak aku menyuruh kakak angkatku lari,” ia kata kepada Siauw Eng.

“Jikalau kau pergi, kau sendiri bakalan digegares macan itu,” kata guru itu. “Tak takutkah kau?”

“Aku takut…” sahut murid ini.

“Jadi kau batal pergi?” tanya gurunya lagi.

Kwee Ceng bersangsi sebentar, ia menyahut: “Aku mau pergi!” Benar-benar ia lantas lari.

Cu Cong rebah di bebokongnya unta karena lukanya, ia kagumi bocah itu. Ia berkata kepada saudara-saudaranya: “Bocah ini bebal tetapi dialah orang segolongan dengan kita!”

“Matamu tajam, jieko,” kata Siauw Eng. “Mari kita bantu dia!”

Coan Kim Hoat lantas memesan: “Bocah galak itu memelihara macan tutul, ia mungkin putranya pangeran atau raja muda, kita harus berhati-hati. Kita tak boleh membuat onar, ingat, tiga dari kita terluka…”

Po Kie manggut, ia lantas saja lari menyusul Kwee Ceng, setelah menyandak, ia ulur tangannya, akan cekuk bocah itu, untuk terus dipanggul!




Tetap tubuh Kwee Ceng di atas pundak orang, ia seperti lagi menunggang kuda, yang larinya sangat pesat, sebentar kemudian tibalah di satu tempat, dimana tampak Tuli sedang dikurung oleh belasan orang. Dia orang turut perintah Tusaga, putra Temuchin Cuma dikurung, tidak lantas dikeroyok.

Sebenarnya Tuli rajin melatih diri menuruti ajarannya Cu Cong, ia pun sangat berani, ketika besoknya pagi ia tidak ketemu Kwee Ceng, tanpa minta bantuan Ogotai, kakaknya, seorang diri ia pergi memenuhi janji kepada Tusaga untuk bertempur.

Tusaga datang dalam jumlah belasan, heran dia melihat Tuli sendirian. Tapi ia tidak peduli, pertempuran lantas dimulai. Hebat Tuli, gunakan jurus ajaran Cu Cong, ia bikin musuh-¬musuhnya rubuh satu demi satu. Ia tidak tahu, jurus itu adalah jurus pojok dari “Khong Khong Kun”, ilmu silat tangan kosong.

Tusaga penasaran, sebab dua kali ia rubuh mencium tanah dan hidungnya kena diberi bogem mentah dua kali juga, saking murkanya, ia lantas lari pulang untuk mengambil macan tutul ayahnya. Tuli yang sedang kegirangan tidak menyangka musuhnya itu bakalan minta bantuan binatang liar.

“Tuli! Tuli! Lekas lari, lekas!” Kwee Ceng berteriak¬-teriak sebelum ia datang mendekat. “Tusaga bawa macan tutul!”

Tuli kaget, hendak lari, tapi ia lagi dikurung. Sementara itu Han Po Kie dapat candak Tusaga dan melambainya.

Kanglam Cit Koay dapat lantas mencegah Tusaga apabila mereka kehendaki itu, tetapi mereka tidak mau berbuat onar, sekalian mereka ingin saksikan sepak terjang Tuli dan Kwee Ceng.

Waktu itu ada beberapa kuda dilarikan keras ke arah mereka, salah satu penunggangnya berteriak-¬teriak. “Jangan lepaskan macan tutul! Jangan lepaskan macan tutul!”

Segera terlihat Mukhali berempat, yang dengan laporannya si tukang pelihara macan tutul, tanpa perkenan dari Temuchin lagi, mereka lantas datang menyusul.

Waktu itu Temuchin bersama Wang Khan, Jamukha, dan Sangum tengah menemani dua saudara Wanyen di tenda mereka, mereka terkejut mendengar laporan si tukang pelihara macan, semua lantas lari keluar tenda naik kuda. Wang Khan mendahului perintah satu pengiringnya: “Lekas sampaikan titahku, cegah cucuku main gila!“

Pengiring itu segera kabur dengan kudanya.

Wanyen Yung Chi kecewa gagal menyaksikan orang diadu dengan binatang, ia masgul, sekarang ia dengar berita ini, kegembiraannya terbangun secara tiba-tiba, “Mari kita lihat!“ katanya.

Wanyen Lieh pun gembira tetapi ia tidak perlihatkan itu pada wajahnya. Ia pikir: “Jikalau anaknya Sangum membinasakan anaknya Temuchin, kedua mereka bakal jadi bentrok, dan inilah untungnya negaraku, negara Kim yang besar!” Ia terus kisiki pengiringnya, yang lantas berlalu dengan cepat.

Wang Khan semua iringi kedua saudara Wanyen itu. Mereka jalan baru satu lie lebih, di depan mereka tampak beberapa serdadu Kim tengah berkelahi sama pengiring Khan ini yang tadi diberikan titah. Sebabnya adalah serdadu-serdadu Kim itu menghalang-halangi orang menjalankan tugas, sedang si petugas tidak berani abaikan kewajibannya.

Dua saudara Wanyen itu lantas memerintah serdadu-serdadunya berhenti berkelahi. Mereka bilang: “Kami tengah berdiam disini, orang ini tidak ada matanya, dia terjang kami!”

Pengiringnya Wang Khan itu mendongkol dan tidak mau mengerti. Ia pun tidak karu-karuan dicegat dan dikeroyok. Ia kata dengan sengit: “Aku toh ada di sebelah depan kamu dan kamu di belakang aku…!”

Dua saudara Wanyen itu tidak inginkan mereka adu mulut. “Berangkat!” mereka menitah.

Jamukha lihat itu semua, ia menduga peristiwa itu terjadi karena polahnya dua Wanyen ini, ia jadi waspada.

Tidak lama tibalah mereka di depan rombongan Tusaga. Dua ekor macan tutul sudah lepas dari ikatan pada lehernya, keempat kakinya tengah menoker-noker dan mulutnya meraung-raung tidak hentinya. Di depan mereka berdiri dua bocah Tuli dan Kwee Ceng.

Temuchin dan keempat pahlawannya segera siapkan panah mereka, diarahkan kepada dua binatang liar itu. Temuchin ketahui baik, binatang itu kesayangan Sangum, yang ditangkap sedari masih kecil dipelihara dan dididik dengan susah payah hingga jadi besar dan dapat mengerti, dari itu asal putranya tidak terancam tidak mau ia memanah macan itu.

Tusaga lihat datangnya banyak orang dan kakek beserta ayahnya juga berada bersama, ia jadi semakin girang, berulang-ulang ia suruh macannya lekas menyerang.

Wang Khan murka melihat kelakuan cucunya itu, disaat ia hendak mencegah, lalu terdengar suara kuda mendatangi dari arah belakang. Sebentar saja kuda itu, seekor kuda merah, tiba diantara mereka. Penunggangnya seorang wanita usia pertengahan yang memakai mantel kulit indah dan menggendong anak perempuan yang elok romannya, dia adalah istri Temuchin atau ibunya Tuli. Ia lantas lompat turun dari kudanya.

Nyonya Temuchin tengah pasang omong dengan istrinya Sangum di tenda mereka, tempo ia dengar perkara putranya, ia khawatir keselamatan putranya, maka ia lantas menyusul. Anak perempuan yang ia bawa itu adalah putrinya, Gochin Baki.

“Lepas panah!” Yulun Eke segera memerintah. Ia sangat khawatir melihat putranya terancam macan tutul itu. Gochin sebaliknya segera hampiri kakaknya. Ia baru berusia empat tahun, romannya cantik dan manis, ia belum tahu bahaya. ia tertawa haha-hihi. Kemudian ia ulurkan tangannya, berniat mengusap-usap kepalanya seekor macan tutul.

Macan itu lagi bersiap-siap, melihat orang datang dekat, segera ia berlompat menubruk.

Semua orang kaget, sedang Temuchin tidak berani melepaskan anak panahnya, khawatir kena putrinya. Keempat pahlawannya lempar panah mereka dan menghunus golok untuk maju menyerang.

Dalam saat mengancam itu, Kwee Ceng lompat, ia tubruk Gochin, ia peluk, menjatuhkan diri, meski demikian, kuku macan telah mampir dipundaknya.

Di antara empat pahlawan, Boroul yang bertubuh kate dan kecil yang paling gesit, ia maju di paling depan, karena itu kupingnya mendengar beberapa kali suara angin menyambar, menyusul kedua macan itu rubuh berbareng, rubuh telentang tidak berkutik lagi. Ia menjadi heran, apapula ini, kedua binatang itu berlubang masing-masing di kedua pelipisnya, darimana darah mengucur keluar. Terang itu adalah kerjaan orang yang lihay. Kapan ia berpaling ke arah darimana suara angin itu datang menyambar, tampak enam orang Han, pria dan wanita, lagi mengawasi dengan sikapnya yang tenang sekali. Ia lantas menduga siapa mereka itu.

Yulun Eke peluki putrinya, yang ia ambil dari rangkulan Kwee ceng. Anak itu menangis karena kaget, maka ia dihibur ibunya, yang juga terus tarik Tuli, untuk dirangkul dengan tangannya yang lain.

Sangum sangat murka. “Siapa yang membunuh macanku?!” ia tanya dengan bengis. Semua orang berdiam. Walaupun kejadian berlaku di depan mata mereka, tidak ada seorang jua yang ketahui siapa si penyerang gelap itu. Boroul sendiri tutup mulut.

“Sudahlah saudara Sangum!” berkata Temuchin sambil tertawa. “Nanti aku ganti kau empat macan tutul yang paling jempolan ditambah sama delapan pasang burung elang.”

Sangum masih mendongkol, ia membungkam.

Wang Khan gusar, ia mendamprat Tusaga. Cucu ini didamprat di depan orang banyak, ia penasaran, keluarlah alemannya, ia terus menangis sambil bergulingan di tanah, ia tidak pedulikan walaupun kakeknya menitahkan ia berhenti menangis.

Diam-diam Jamukha kisiki Temuchin apa yang tadi terjadi di tengah jalan antara pengiringnya Wang Khan dan serdadu-serdadu Kim.

Panas hatinya Temuchin. Ia menginsyafi peranan kedua saudara Wanyen itu. Di dalam hatinya, ia kata: “Kamu hendak bikin kita cedera, kita justru hendak berserikat untuk menghadapi kamu!” Maka ia hampiri Tusaga, untuk dikasih bangun dengan dipeluk. Anak itu mencoba meronta tetapi tidak berhasil.

Sambil tertawa, Temuchin hampiri Wang Khan dan kata: “Ayah ini adalah permainan anak-anak, tak usah diperpanjang. Aku lihat anak ini berbakat baik, aku berniat menjodohkan dia dengan anakku, bagaimana menurutmu?”

Wang Khan girang, ia lihat, meskipun masih kecil, Gochin sudah cantik, setelah dewasa, mesti dia jadi elok sekali. Ia tertawa dan menyahut: “Mustahil aku tidak setuju? Marilah kita tambah erat persaudaraan kita. Cucuku yang perempuan hendak aku jodohkan dengan Juji, putramu yang sulung, Kau setujukah?”

Dengan girang, Temuchin kata sama Sangum. “Saudara, sekarang kita menjadi besan!”

Sangum itu angkuh, ia sangat bangga untuk keturunannya, terhadap Temuchin ia dengki dan memandang enteng, tak senang ia berbesan dengannya, akan tetapi disitu ada putusan ayahnya, terpaksa ia menyambut sambil tertawa.

Wanyen Lieh menjadi sangat tidak puas. Gagallah tipu dayanya. Selagi ia berpaling, lihat rombongan Kwa Tin Ok, dan Cu Cong rebah di atas unta. Ia terperanjat dan heran sekali. “Eh, kenapa ini beberapa Manusia Aneh berada disini?” katanya dalam hatinya.

Tin Ok rombongan tidak mau menarik perhatian orang, mereka berdiri jauh-jauh. Mereka tidak lihat Wanyen Lieh, itulah kebetulan bagi pangeran ini yang lantas ngeloyor pergi duluan.

Temuchin tahu enam orang itulah yang menolong putranya, ia suruh Boroul memberi hadiah bulu dan emas, sedang Kwee Ceng, yang ia usap-usap kepalanya, ia puji untuk keberaniannya.

Tuli tunggu sampai Wang Khan semuanya sudah berlalu, ia tutur kepada ayahnya kenapa berkelahi dengan Tusaga, ia pun bicara hal Kanglam Cit Koay ( yang sekarang menjadi Kanglam Liok Koay sebab jumlah mereka telah berkurang satu).

Temuchin berpikir sebentar, terus ia kata pada Coan Kim Hoat, “Baik kamu berdiam di sini mengajari ilmu silat kepada putraku. Berapa kamu menghendaki gaji?”

Coan Kim Hoat senang dengan tawaran itu. Mereka memang lagi pikirkan tenpat untuk bisa mendidik Kwee Ceng. Ia lantas menyahut: “Khan yang besar sudi terima kami, itu pun sudah bagus, mana kami berani minta gaji besar? Terserah kepada Khan sendiri berapa sudi membayar.”

Temuchin girang, ia suruh Boroul layani enam orang itu, untuk diberi tempat, habis itu ia larikan kudanya, untuk susul kedua saudara Wanyen, guna mengadakan perjamuan perpisahan.


****020****







OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar