Selasa, 18 Agustus 2020

Pendekar Pemanah Rajawali Jilid 014

Disampingnya Temuchin muncul satu orang. “Kha Khan, jangan kasih bocah ini pentang mulut besar!” dia berseru. “Nanti aku layani dia!”

Temuchin lihat orang itu adalah panglimanya, Borchu. Ia girang sekali. “Baik, pergi kau layani dia!” ia menganjurkan.

Borchu maju beberapa tindak. “Seorang diri akan aku bunuh kau, supaya kau puas!” katanya nyaring.

Jebe awasi orang itu, yang tubuhnya besar dan suaranya nyaring. “Siapa kau?!” ia tanya.

“Aku Borchu!” panglima itu membentak.

Jebe berpikir: “Memang pernah aku dengar Borchu adalah orang kosen bangsa Mongolia, kiranya dia inilah orangnya…” Ia tidak menjawab, ia cuma perdengarkan suara dingin, “Hm!”

“Kau andalkan ilmumu memanah, orang sampai menyebut kau Jebe,” berkata Temuchin. “Maka sekarang, pergilah kau bertanding dengan sahabatku ini!”

“Jebe” itu memang berarti “Ahli memanah”. Jebe ada punya namanya sendiri tetapi nama itu kalah dengan gelarannya, hingga orang tidak mengetahuinya lagi.

Mendengar orang adalah “sahabatnya” Temuchin, Jebe berkata: “Kau adalah sahabatnya Khan yang terbesar, aku akan lebih dahulu binasakan padamu!”

Orang-orang Mongol tertawa riuh. Mereka anggap orang ini tidak tahu diri. Borchu itu kosen dan belum pernah ada tandingannya.

Ketika dahulu Temuchin belum menjadi kepala bangsa Mongol, dia pernah ditawan bangsa Taijiut, musuhnya, lehernya dipakaikan kalung kayu. Bangsa Taijiut itu membikin pesta di tepinya sungai Onan, sembari minum koumiss, mereka saban-saban mencaci Temuchin, yang mereka hinakan sesudah mana mereka berniat membunuhnya. Setelah pesta bubaran, Temuchin berhasil menghajar penjaganya dengan kalung kayunya itu, ia lari ke dalam rimba, sia-sia bangsa Taijiut mencari dia.

Satu anak muda yang bernama Chila’un tidak takut bahaya, dia tolong Temuchin, kalung kayunya dirusak dan dibakar. Ia dinaiki ke atas sebuah kereta besar yang muat bulu kambing. Ketika musuh Taijiut datang mencari dan rumah Chila’un digeledah, digeledah juga kereta itu. Hampir Temuchin kepergok tapi ayahnya Chila’un pintar, dia berkata: “Hari begini panas, mustahil orang dapat sembunyi di dalam bulu kambing” Memang hawa sangat panas, setiap orang seperti bermandikan keringat. Alasan itu kuat, kereta itu batal digeledah.

Setelah lolos ini, sengsara hidupnya Temuchin. Bersama ibu dan adik-adiknya ia mesti hidup dari daging tikus hutan. Sudah itu pada suatu hari, delapan ekor kudanya yang putih pun kena orang curi. Ia penasaran, ia pergi mencari pencuri kuda itu. Ia ketemu satu anak muda yang lagi peras susu kuda. Ia tanya kalau-kalau pemuda itu lihat pencuri kudanya.

Pemuda itu ialah Borchu. Dia berkata: “Penderitaannya bangsa pria sama saja, mari kita ikat persahabatan.” Temuchin sambut itu ajakan. Maka kemudian, mereka berdua pergi mencari bersama. Tiga hari mereka menyusul, baru mareka dapat menyandak si pencuri kuda. Dengan panah mereka yang lihay, mereka bubarkan rombongan pencuri kuda itu dan berhasil merampas pulang ke delapan kuda yang dicuri itu. Temuchin hendak membalas budi dengan membagi kudanya. Ia tanya sahabatnya itu menghendaki berapa ekor. Borchu menjawab: “Aku keluarkan tenaga untuk sahabatku, seekor juga aku tidak menginginkannya!”

Sejak itu keduanya bekerjasama, sampai Temuchin berhasil mengangkat dirinya. Borchu tetap menjadi sahabatnya dengan berbareng menjadi panglimanya, hingga bersama Chila’un ia menjadi empat di antara menteri besar dan berjasa dari Jenghiz Khan (nama Temuchin setelah ia menaklukan bangsa-bangsa yang lain).

Temuchin tahu kegagahannya Borchu, ia serahkan panahnya sendiri. Ia pun lompat turun dari kudanya.

“Kau naik atas kudaku, kau pakai panahku,” katanya. “Itu sama saja dengan aku sendiri yang memanah dia!”

“Baik!” Borchu menyahuti. Dengan tangan kiri mencekal gendewa dan tangan kanan memegang anak panah, dia lompat ke atas kudanya Temuchin.

“Kau kasihkan kudamu pada Jebe!” Temuchin berkata pada Ogotai, putranya yang ketiga.

“Sungguh dia beruntung!” kata Ogotai, yang suruh orang serahkan kudanya.

Jebe naik ke kuda, dia berkata pada Temuchin: “Aku telah terkurung olehmu, sekarang kau beri aku adu panah dengannya, aku bukannya seorang yang tak tahu diri, tak dapat aku layani dia cara seimbang. Aku menghendaki hanya sebuah gendewa, tak usah anak panahnya!”

“Kau tak pakai anak panah?!” tanya Borchu gusar.





“Tidak salah!” sahut Jebe. “Dengan sebuah gendewa saja, aku pun dapat membunuh kau!”

Tentara Mongol menjadi berisik. “Binatang ini sangat sombong!” seru mereka.

Borchu tahu Jebe memang lihay, dia tidak berani memandang enteng. Ia jepit perut kudanya akan bikin kuda itu lari. Binatang itu yang telah berpengalaman, tahu akan tugasnya.

Jebe lihat kuda lawan gesit, ia pun larikan kudanya ke lain arah.

Borchu lantas bersiap, lalu “Ser!” maka sebuah anak panah menyambar ke arah Jebe.

Jebe berkelit dan sambil berkelit tangannya menyambar, menangkap anak panah itu.

Borchu terkejut, ia memanah lagi pula.

Jebe tidak sempat menangkap pula, ia mendekam akan aksih lewat anak panah itu. Ia selamat. Tapi Borchu tidak berhenti sampai disitu, lagi dua kali ia memanah dengan saling susul. Kali ini Jebe kaget. Inilah ia tidak sangka. Tidak lagi ia mendekam, ia hanya bawa tubuhnya turun dari bokong kuda, kaki kanannya nyangkel pada sanggurdi, tubuhnya meroyot hampir mengenai tanah. Ia tidak cuma menolong diri, kesempatan ini dipakai untuk membalas menyerang, mengarah perut Borchu, habis mana ia angkat tubuhnya, untuk duduk pula di atas kudanya!

“Bagus!” Borchu memuji lawannya itu. Ia terus memanah, untuk papaki anak panah lawan. Maka kedua anak panah itu saling bentrok lalu mental, jatuh nancap di tanah.

Temuchin dan semua orangnya bersorak memuji.

Borchu memanah pula. Mulanya ia cuma mengancam, setelah itu ia memanah betul-betul. Ia mengincar ke sebelah kanan.

Jebe lihat anak panah datang, ia menyambok dengan gendewanya, hingga anak panah itu jatuh ke tanah. Ketika ia diserang pula, beruntun tiga kali, terus ia main berkelit. Kemudian ia larikan kudanya, selagi kuda itu lari, ia cenderungkan tubuh ke bawah untuk jemput tiga anak panah yang tergeletak di tanah. Cepat sekali ia membalas memanah, satu kali.

Borchu perlihatkan kepandaiannya. dengan enjot diri, ia berdiri di atas kudanya, lalu dengan sebelah kakinya ia sampok anak panah yang menyambar kepadanya itu. Dilain pihak, ia berbareng membalas memanah.

Jebe berkelit, sambil berkelit ia memanah pula. Anak panahnya Borchu, hingga anak panah itu terpanah dua.

Borchu menjadi berpikir: “Aku ada punya anak panah, dia tidak, sekarang kita seri, dengan begini mana bisa aku membalaskan sakit hatinya Khan yang terbesar?” Ia menjadi bergelisah. Lantas ia memanah pula beruntun beberapa kali, terus-menerus.

Selagi mata orang banyak seperti di bikin kabur, Jebe pun berkelit tak hentinya. Tapi anak panah datang demikian cepat, hingga akhirnya pundaknya yang kiri kena juga terpanah, hingga ia merasakan sangat sakit.

Semua penonton bersorak.

Borchu menjadi girang sekali. Tapi ia belum puas, hendak ia memanah lebih jauh, untuk rampas jiwa orang. Maka ia lantas merogoh ke kantung panahnya, tiba-tiba ia menjadi terkejut. Tanpa merasa, ia telah gunai habis semua anak panahnya, anak panah yang diberikan oleh Temuchin kepadanya. Sebenarnya ia biasa berbekal banyak anak panah, kali ini ia pakai kantong panah Temuchin, yang anak panahnya terbatas. Dalam kagetnya ia putar kudanya untuk balik, sambil turunkan tubuhnya, ia pungut anak panah di tanah.

Jebe telah lihat tegas musuhnya itu, ia manfaatkan kesempatan baik ini. Ia panah bokong musuhnya, dan tepat mengenai.

Semua penonton kaget, mereka menjerit. Hanya aneh, walaupun sambaran anak panah itu keras sekali, itu cuma menyebabkan Borchu merasa sakit pada bokongnya, ujung panah tidak menancap, anak panah itu jatuh ke tanah! Dengan keheranan, ia pungut anak panah itu. Segera ia ketahui sebabnya ia tidak terluka. Anak panah itu tidak ada ujungnya yang tajam! Jebe telah singkirkan itu. Jadi terang, Jebe hendak mengasih ampun padanya.

“Siapa menghendaki kamu jual kebaikanmu!” teriak Borchu. “Jikalau kau benar ada punya kepandaian, kau panah mati padaku!”

Jebe menjawab: “Biasanya Jebe tidak pernah mengasih ampun pada musuhnya! Panahku barusan berarti, satu jiwa tukar dengan satu jiwa!”

Temuchin kaget dan khawatir menampak Borchu kena terpanah, kemudian mendapatkan orang tidak terbinasa atau terluka parah, ia menjadi girang. Kapan ia dengar perkataan Jebe itu, ia gantikan Borchu menyahut: “Baik! Sudah, kamu jangan adu panah pula! Biar, jiwanya ditukar dengan jiwamu!” ia mengatakannya pada Borchu.

“Bukannya untuk ditukar dengan jiwaku!” Jebe berseru.

“Apa!” Temuchin menegaskan.

Jebe menunjuk kepada Kwee Ceng, yang berdiri di depan pintu. “Aku hendak menukarnya dengan jiwa anak ini!” katanya. “Aku minta Khan yang mulia jangan ganggu itu anak. Tentang aku sendiri....” sepasang alisnya bangkit bangun, “Aku telah panah kepada Khan yang mulia, aku harus mendapatkan hukumanku!”

Ia cabut anak panah di pundaknya, anak panah yang berdarah itu ia pasang di gendewanya.

Sementara itu serdadunya Borchu sudah haturkan beberapa puluh batang anak panah kepada kepala perangnya itu.

“Baiklah!” kata Borchu. “Mari kita mengadu pula!” Ia lantas memanah pula, dengan saling susul.

Jebe lihat serangan berbahaya, ia lindungi diri di perut kudanya, sambil bersembunyi, ia membalas menyerang.

Kudanya Borchu sangat lihay, melihat serangan datang, tanpa tanda dari penunggangnya, ia lompat berkelit ke kiri. Tapi Jebe lihay, incarannya luar biasa, anak panahnya justru mengenai batok kepalanya kuda, maka tidak ampun lagi, rubuhlah binatang itu!

Borchu turut rubuh, terguling ke tanah. Ia khawatir ia nanti dipanah terus, ia mendahului membalas menyerang. Kali ini ia kena hajar gendewanya Jebe, hingga gendewa itu patah menjadi dua potong.

Kehilangan senjatanya, Jebe kasih kudanya lari berputaran.

Tentara Mongol bertempik sorak, untuk memberi semangat kepada Borchu.

“Dia laki-laki sejati!” Borchu sebaliknya berpikir. Ia menjadi orang gagah yang menyayangi sesama orang gagah, tak ingin ia mengambil jiwa orang. Maka ketika ia memanah, walaupun ia incar tenggorokkan, ia menggeser sedikit.

Jebe gagal mengelakkan diri, anak panah lewat menyempret di pinggiran tenggorokkannya, darahnya lantas mengucur keluar. Ia merasa sakit dan kaget.

“Habislah aku hari ini….” ia mengeluh dalam hatinya.

Borchu siapkan pula anak panahnya, tetapi ketika ia menoleh kepada Temuchin, ia berkata: “Kha Khan, berilah ampun kepadanya!”

Temuchin pun menyayangi Jebe. “Eh, apakah kau masih tetap tidak mau menyerah?!” ia tanya panglima musuh itu.

Jebe lihat Temuchin demikian angker, ia menjadi kagum sekali, maka ia lompat turun dari kudanya untuk terus bertekuk lutut.

Temuchin tertawa berbahak-bahak. “Bagus! Bagus!” katanya. “Selanjutnya kau ikutlah aku!”

Orang Mongol polos dan sangat gemar bernyanyi, demikian Jebe, sambil mendekam, ia lantas perdengarkan nyanyiannya:

Khan yang terbesar mengampunkan selembar jiwaku, di belakang hari walaupun mesti menyerbu api berkobar-kobar, aku rela. Akan aku memotong Sungai hitam menggempur batu gunung, akan aku tunjang Khan yang maha besar! Aku akan menghajar musuh, untuk ambil hatinya! Ke mana aku diperintah pergi, kesana aku pergi!

Temuchin menjadi sangat girang. Ia ambil dua potong emas, yang sepotong ia berikan kepada Borchu, yang sepotongnya pula kepada Jebe.

Jebe menghaturkan terima kasih. Tapi ia terus menambahkan. “Khan yang mulia, hendak aku berikan emas ini kepada itu bocah, bolehkah?”

Temuchin tertawa. “Kalau emas itu adalah emasku, aku boleh kasihkan itu kepada siapa aku suka!” katanya. “Emas adalah kepunyaanmu, kau boleh berikan kepada siapa kau suka!”

Jebe angsurkan emas itu kepada Kwee Ceng.

Bocah itu menggoyangi kepala, tak mau ia menerimanya. “Ibu bilang, kalau kita membantu tamu, jangan terima uangnya,” katanya.

Temuchin telah sukai bocah ini, sekarang mendengar perkataan orang, rasa sukanya menjadi bertambah-tambah.

“Sebentar kau bawalah bocah ini kepadaku!” katanya kepada Jebe. Lantas ia ajak pasukan perangnya balik ke arah darimana tadi ia datang.

Beberapa serdadu angkat naik bangkai kuda putihnya ke bokong dua kuda lainnya, untuk dibawa bersama, mengikuti di sebelah belakang.

Jebe menjadi girang sekali. Ia lolos dari kematian dan mendapati tuan yang bijaksana. Sambil rebahkan diri di atas rumput, ia beristirahat. Ia tunggu pulangnya Lie Peng, ibunya bocah itu, akan tuturkan kejadian barusan.

Lie Peng lantas berpikir. Dengan hidup terus sebagai penggembala, tidak tahu sampai kapan Kwee Ceng dapat membalas dendamnya. Ia percaya, kalau ia turut Temuchin, mungkin ketikanya akan lebih baik. Di dalam pasukan perang, Kwee Ceng pun dapat berlatih ilmu perang. Maka kesudahannya, ia ajak putranya ikut Jebe kepada Temuchin.

Girang Temuchin melihat kedatangan Jebe. Ia menempatkan orang gagah itu dibawah Ogotai, putranya yang ketiga yang menjadi satu siphu-thio, kepala komponi yang memimpin sepuluh serdadu. Setelah menemui tiga putra Temuchin, Jebe mencari Borchu untuk menghaturkan terima kasih. Borchu menyambut dengan baik, karena keduanya saling menghormati dan menghargai, lantas saja mereka menjadi sahabat kental.

Jebe ingat budinya Kwee Ceng, ia perlakukan itu bocah dan ibunya dengan baik. Ia telah pikir, setelah Kwee Ceng tambah umurnya akan ia wariskan ilmu panah dan ilmu silat kepadanya.

**** 014 ****








OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar